Anda di halaman 1dari 36

Morbus Hansen

Arif Bagus Adianto


Iko Satriani

Pembimbing :
dr. Dyah Ratri Anggraini Sp KK

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSU WAHIDIN SUDIROHUSODO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2020
Definisi
Penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae,
terutama mengenai sistem saraf perifer, kulit, namun dapat juga terjadi
mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain
kecuali susunan saraf pusat

Etiologi
Kuman penyebab lepra adalah Mycobacterium leprae berbentuk basil
Gram bersifat tahan asam dan alkohol, bereproduksi optimal pada
suhu 27°C – 30°C. Tumbuh dengan baik pada jaringan yang lebih
dingin (kulit, sistem saraf perifer, hidung, cuping telinga, anterior
chamber of eye, saluran napas atas, kaki dan testis),
Epidemiologi

Tahun 2016
•Asia Tenggara 161.263 kasus.
•Indonesia 16.286 kasus
Tahun 2017
•Jawa Timur 3.373 kasus dengan cacat kusta tingkat 2
293 kasus.
PATOGENESIS
• Masuknya M. leprae dalam tubuh akan ditangkap oleh APC
(Antigen Presenting Cell) dan melalui dua sinyal yaitu sinyal
pertama dan sinyal kedua
• Sinyal pertama adalah tergantung pada TCR- terkait antigen
(TCR = T cell receptor) yang dipresentasikan oleh molekul
MHC pada permukaan APC sedangkan sinyal kedua adalah
produksi sitokin dan ekspresinya pada permukaan dari molekul
kostimulator APC yang berinteraksi dengan ligan sel T melalui
CD28.
PATOGENESIS
• Kedua sinyal ini akan mengaktivasi To sehingga To akan
berdifferensiasi menjadi Th1 dan Th.
• Th 1 akan menghasilkan IL 2 dan IFN γ yang akan meningkatkan
fagositosis makrofag
• Th2 akan menghasilkan IL 4, IL 10, IL 5, IL 13. IL 5 akan mengaktifasi
dari eosinofil. IL 4 dan IL 10 akan mengaktifasi dari makrofag.
• Pada Tuberkoloid Leprosy, kita akan melihat bahwa Th 1 akan lebih
tinggi dibandingkan dengan Th2 sedangkan pada Lepromatous
leprosy, Th2 akan lebih tinggi dibandingkan dengan Th1
KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi Ridley dan Jopling
Klasifikasi Ridley dan Jopling
GAMBARAN KLINIS
Borderline Lepromatosa
Sifat Lepromatosa (LL) Mid Borderline (BB)
(BL)
Lesi
Makula
Makula Plakat
Infiltrat difus
         Bentuk Plakat Dome-shape (kubah)
Papul
Papul Punched-out
Nodus
Tidak terhitung, praktis Sukar dihitung, masih ada Dapat dihitung, kulit sehat
         Jumlah
tidak ada kulit sehat kulit sehat jelas ada
         Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris
         Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak berkilat
         Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas
         Anestesia Biasanya tidak jelas Tak jelas Lebih jelas
BTA
         Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak
         Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif
Tes Lepromin Negatif Negatif Negatif
Karakteristik Tuberkuloid (TT) Borderline Tuberculoid (BT) Indeterminate (I)
Lesi
Makula ; makula Makula dibatasi infiltrat saja;
         Tipe Hanya Infiltrat
dibatasi infiltrat infiltrat saja
Satu atau dapat Beberapa atau satu dengan lesi
         Jumlah Satu atau beberapa
beberapa satelit
Terlokalisasi &
         Distribusi Asimetris Bervariasi
asimetris
Dapat halus agak
         Permukaan Kering, skuama Kering, skuama
berkilat
Dapat jelas atau dapat
         Batas Jelas Jelas
tidak jelas
Tak ada sampai tidak
         Anestesia Jelas Jelas
jelas
BTA
Hampir selalu
TT BT I
LL BL BB
DIAGNOSIS
• Cardinal sign:
Hipopigmentasi/eritema dengan anastesi yang jelas
Penebalan saraf
BTA (+) Pemeriksaan Fungsi Saraf
• Tes sensorik
• Tes Otonom
• Tes Motoris
Pemeriksaan Fungsi Saraf
Mengenai saraf perifer yang perlu diperhatikan
ialah pembesaran, konsistensi, dan nyeri atau
tidak. Hanya beberapa saraf superfisial yang dapat
dan perlu diperiksa, yaitu N. fasialis, N.
aurikuralis magnus, N. radialis, N. ulnaris, N.
medianus, N. poplitea lateralis, dan N. tibialis
posterior.
Pemeriksaan Penunjang
Indeks Bakteri • Indeks Morfologi
• 1 + Bila 1 – 10 BTA dalam 100 LP persentase bentuk solid
• 2+ Bila 1 – 10 BTA dalam 10 LP dibandingkan dengan jumlah solid
• 3+ Bila 1 – 10 BTA rata – rata dalam 1 LP dan non solid.
• 4+ Bila 11 – 100 BTA rata – rata dalam 1 LP
• 5+ Bila 101 – 1000BTA rata – rata dalam 1IM=
LP Jumlah solidx 100 %/ Jumlah
solid + Non solid
• 6+ Bila> 1000 BTA rata – rata dalam 1 LP
Pemeriksaan histopatologi
Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikelilingi oleh
limfosit yang disebut tuberkel

Pemeriksaan Serologik
Diagnosis kusta yang meragukan, karena tanda klinis dan
bakteriologik tidak jelas.Pemeriksaan serologik adalah MLPA
(Mycobacterium Leprae Particle Aglutination), uji ELISA
(Enzyme Linked ImmunoSorbent Assay) dan ML dipstick
(Mycobacterium Leprae dipstick).
DIAGNOSIS BANDING
PENATALAKSANAAN
Pengobatan kusta disarankan memakai program Multi Drugs
Therapy(MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin,
dan DDS, direkomendasikan oleh WHO sejak 1981.
PB dgn lesi tunggal diberikan ROM (Rifampicin Ofloxacin Minocyclin) dosis tunggal.
Rifampicin Ofloxacin Minocyclin
Dewasa
600 mg 400 mg 100 mg
(50-70 kg)
Anak-
anak
300 mg 200 mg 50mg
*(5-14
tahun)
Obat
Dapson Rifampisin
dan 600 mg
Dewasa 100 mg
dosis 50-70 kg Setiap hari
Sebulan sekali di bawah
pengawasan
Pada
450 mg

Obat dan dosis Tipe MB yaitu


Tipe Anak 50 mg
Sebulan sekali di bawah
PB 10-14 tahun * Setiap hari
pengawasan
denga Dapsone Rifampisin Clofazimin

dengan lesi kulit > 5.


n lesi Dewasa 100 mg 600 mg 50 mg DA 300 mg
2-5.50-70 kg Setiap Sebulan sekali di Setiap hari N Sebulan sekali
Hari bawah di bawah
pengawasan pengawasan
Anak 50 mg 450 mg 50 mg DA 150 mg
10-14 tahun Setiap Sebulan sekali di Setiap hari N Sebulan sekali
* hari bawah di bawah
pengawasan pengawasan
Pengobatan
• Lamanya pengobatan morbus hansen tipe • MB menjadi 12 dosis dalam 12-
PB adalah 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 18 bulan, sedangkan pengobatan
bulan. untuk kasus PB dengan lesi
• Pengobatan morbus hansen tipe MB kulit 2-5 buah tetap 6 dosis
adalah sudah sebesar 24 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan.
dalam waktu maksimal 36 bulan. • Bagi kasus PB dengan lesi
• Minimum 6 bulan untuk PB dan minimum tunggal pengobatan adalah
24 bulan untuk MB maka dinyatakan RFT Rifampisin 600 mg ditambah
(Release From Treatment). dengan Ofloksasin 400 mg dan
Minosiklin 100 mg (ROM)
dosis tunggal.
Pengobatan

Penderita MB yang resisten dengan rifampisin biasanya akan


resisten pula dengan DDS sehingga hanya bisa mendapat
klofazimin. Untuk itu pengobatannya dengan klofazimin 50
mg, ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg setiap hari
selama 6 bulan, diteruskan klofazimin 50 mg ditambah
ofkloksasin 400 mg atau minosiklin 100 mg setiap hari selama
18 bulan.
Pengobatan
• Bagi penderita MB yang menolak klofazimin, diberikan
rifampisin 600 mg ditambah dengan ofloksasin 400 mg dan
minosiklin 100 mg dosis tunggal setiap bulan selama 24 bulan.
• Penghentian pemberian obat lazim disebut Release From
Treatment (RFT). Setelah RFT dilanjutkan dengan tindak lanjut
tanpa pengobatan secara klinis dan bakterioskopis minimal setiap
tahun selama 5 tahun. Bila bakterioskopis tetap negatif dan klinis
tidak ada keaktifan baru, maka dinyatakan bebas dari
pengamatan atau disebut Release From Control (RFC).
REAKSI KUSTA
• Reaksi kusta adalah reaksi kekebalan (cellular response)
atau reaksi antigen antibody (humoral response)
• Reaksi dapat terjadi sebelum pengobatan, tetapi terutama
selama atau setelah pengobatan.
• Pada reaksi tipe 1 yang memegang peranan adalah
imunitas seluler (SIS), sedangkan pada reaksi tipe 2
yang memegang peranan adalah imunitas humoral.
No. Gejala/tanda Tipe I (reversal) Tipe II (ENL)

Kusta Tipe 1 dan Tipe


1 Kondisi umum Baik atau demam ringan Buruk, disertai malaise dan febris

PerbedaanReaksi
Bercak kulit lama menjadi lebih Timbul nodul kemerahan, lunak, dan
2 Peradangan di kulit meradang (merah), dapat timbul bercak nyeri tekan. Biasanya pada lengan dan
baru tungkai. Nodul dapat pecah (ulserasi)

Setelah pengobatan yang lama,


3 Waktu terjadi Awal pengobatan MDT
umumnya lebih dari 6 bulan

4 Tipe kusta PB atau MB MB

Sering terjadi
5 Saraf Umumnya berupa nyeri tekan saraf dan Dapat terjadi
atau gangguan fungsi saraf

Terjadi pada mata, KGB, sendi, ginjal,


6 Keterkaitan organ lain Hampr tidak ada
testis, dll

 Melahirkan  Emosi
7 Faktor pencetus  Obat-obat yang meningkatkan  Kelelahan dan stress fisik lainnya
kekebalan tubuh  kehamilan
Perbedaan RR dan ENL Berdasarkan Derajat Keparahan
Gejala/
Tipe I Tipe II
tanda
Ringan Berat Ringan Berat
Bercak : merah,
Bercak : merah, tebal, panas, nyeri Nodul : Nodul : merah, panas, nyeri yang
Kulit
tebal, panas, nyeri yang bertambah merah,panas, nyeri bertambah parah sampai pecah
parah sampai pecah
Nyeri pada Nyeri pada perabaan Nyeri pada perabaan
Saraf tepi Nyeri pada perabaan (+)
perbaan (-) (+) (-)
Keadaan
Demam (-) Demam (+) Demam (+) Demam (+)
umum
+
Terjadi peradangan pada :
 mata : iridocyclitis
Keterlibatan
- - -  testis : epididimoorchitis
organ lain  ginjal : nefritis
 kelenjar limpa : limfadenitis
 gangguan pada tulang,
hidung, dan tenggorokan
Fenomena lucio merupakan reaksi kusta yang sangat berat yang terjadi pada kusta
tipe lepromatosa non nodular difus. Gambaran klinis berupa plak atau infiltrat
difus, bewarna merah muda, bentuk tidak teratur dan terasa nyeri. Lesi
terutama di ekstremitas, kemudian meluas ke seluruh tubuh. Lesi yang berat tampak
lebih eritematous disertai purpura dan bula kemudian dengan cepat terjadi nekrosis
serta ulserasi yang nyeri. Lesi lambat menyembuh dan akhirnya terbentuk jaringan
parut.

FENOMENA LUCIO
Minggu pemberian Dosis prednisone harian yang
dianjurkan
1-2 40 mg
3-4 30 mg
5-6 20 mg
7-8 15 mg
9-10 10 mg
11-12
Apabila tidak 5 mg dapat digunakan
membaik dengan kortikosteroid,
klofazimin dengan dosis 3x100 mg per hari dengan lama
maksimum 12 minggu, dengan tappering menjadi 2 x 100 mg
selama 12 minggu dan 1 x 100 mg selama 12-24 minggu.
PENGOBATAN
KLASIFIKASI CACAT PADA PENDERITA KUSTA
MENURUT WHO
Cacat pada mata
Cacat pada tangan dan kaki • Tingkat 0 : tidak ada kelainan
• Tingkat 0 : tidak ada gangguan atau kerusakan pada mata
sensibilitas, tidak ada kerusakan (termasuk visus).
atau deformitas yang terlihat. • Tingkat 1 : ada kelainan atau
• Tingkat 1 : ada gangguan kerusakan pada mata, tetapi
sensibilitas, tanpa kerusakan tidak terlihat, visus sedikit
atau deformitas yang terlihat. berkurang.
• Tingkat 2 : terdapat kerusakan • Tingkat 2 : ada kelainan mata
atau deformitas. yang terlihat (misalnya
PENCEG
AHAN
CACAT

• Melaksanakan diagnosis dini kusta,


dan pemberian MDT yang cepat dan
REHABILITASI

• Dengan jalan operasi dan fisioterapi, untuk


memperbaiki fungsinya secara kosmetik.
• Memberi lapangan pekerjaan sesuai cacat tubuhnya
• Terapi psikologik (kejiwaan)
Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan menjadi lebih
sederhana dan lebih singkat, serta prognosis menjadi lebih baik.

Jika sudah ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis kurang baik.

Penegakan diagnosis secara tepat dan cepat juga berpengaruh pada


prognosis dikarenakan semakin cepat dilakukan pengobatan yang teratur
maka komplikasi - komplikasi dan resiko kecacatan dapat dihindari.

PROGNOSIS
KESIMPULAN
• Diagnosa pada kusta didasarkan pada diagnostik secara klinis dimana
terdapat tiga tanda kardinal yang khas yaitu lesi kulit yang mati rasa
(hipopigmentasi atau eritema yang mati rasa atau anestesi), penebalan
saraf perifer dan ditemukan M. leprae (bakteriologis positif).
• Tujuan dari program MDT adalah mengatasi resistensi dapson yang
semakin meningkat, menurunkan angka putus obat (drop-out rate) dan
ketidaktaatan penderita.
• Komplikasi utama yang ditakutkan adalah kecacatan bagian tubuh
akibat hilangnya sensitifitas terutama pada kulit.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai