Anda di halaman 1dari 21

TUGAS REFERAT

PERFORASI GASTER

Oleh :

Arif Bagus Adianto

19710086

SMF ILMU PENYAKIT BEDAH UMUM

RUMAH SAKIT UMUM DR WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab


perforasi gastrointestinal paling sering adalah ulkus peptikum, bisa juga disebabkan
karena kerusakan akibat trauma, inflamasi divertikulum kolon sigmoid, perubahan pada
kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor ganas di sistem gastrointestinal.
Perforasi terjadi apabila isi dari kantung masuk ke dalam kavum abdomen, sehingga
menyebabkan terjadinya peritonitis. Contohnya seperti pada kasus perforasi gaster atau
perforasi duodenum.5
Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran cerna merupakan suatu
kasus kegawatan bedah. Pada anak-anak cedera yang mengenai usus halus akibat dari
trauma tumpul perut sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Perforasi pada ulkus
peptikum merupakan penyebab yang tersering, perforasi ulkus duodenum insidensinya
2-3 kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir 1/3 dari perforasi
lambung disebabkan oleh keganasan pada lambung. Sekitar 10-15 % penderita dengan
divertikulitis akut dapat berkembang menjadi perforasi bebas. Pada pasien yang lebih
tua appendicitis akut mempunyai angka kematian sebanyak 35 % dan angka kesakitan
50 %.5
Perforasi itu sendiri merupakan penyebab kematian pada 70% pasien dengan
ulkus peptikum dan resiko mortalitas akibat penyakit ini meningkat 10 kali lipat
dibanding penyakit akut abdomen yang lain seperti appendicitis akut dan kolesistitis
akut. Kesadaran yang cepat akan kondisi pasien sangat dibutuhkan dengan diagnosa dini
dan penanganan sesegera mungkin dapat mengurangi tingginya angka mortalitas . Oleh
karena itu, sangat penting untuk memahami perforasi gaster mulai dari tanda awal,
faktor resiko, gejala klinis, maupun penatalaksaan atau terapi lebih lanjut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Gaster

Gaster terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di
bawah diafragma. Dalam keadaan kosong gaster menyerupai tabung bentuk J, dan bila
penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal gaster adalah 1 sampai 2
liter. Secara anatomis gaster terbagi atas fundus, korpus, dan antrumpilorikum atau
pilorus. Sebelah kanan atas gaster terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri
bawah gaster terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung gaster mengatur
pengeluaran dan pemasukan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah,
mengalirkan makanan masuk ke dalam gaster dan mencegah refluks isi gaster
memasuki esofagus kembali.2

Daerah gaster tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah
kardia. Di saat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam
duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi
usus ke dalam gaster. Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat
mengalami stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit
ulkus peptikum. Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula terjadi pada bayi. Stenosis
pilorus atau piloro spasme terjadi bila serabut otot di sekelilingnya mengalami hipertrofi
atau spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari gaster
ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan tersebut dan tidak mencerna
serta menyerapnya. Keadaan ini mungkin dapat diperbaiki melalui operasi atau
pemberian obat adrenergik yang menyebabkan relaksasi serabut otot.2

Gaster tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar merupakan
bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis menyatu pada
kurvatura minor gaster dan duodenum kemudian terus memanjang ke hati, membentuk
omentum minus. Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju ke organ lain
disebut sebagai ligamentum. Jadi omentum minus (disebut juga ligamentum
hepatogastrikum atau hepatoduodenalis) menyokong gaster sepanjang kurvatura minor
sampai ke hati. Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bawah membentuk omentum
majus, yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron besar. Sakus
omentum minus adalah tempat yang sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista
pankreatikum) akibat penyulit pankreatitis akut. 2

Gambar 2.1 Anatomi Gaster

Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas tiga
lapis dan bukan dua lapis otot polos yaitu lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan
sirkular di tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot yang unik ini
memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecah
makanan menjadi partikel-partikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan
tersebut dengan cairan gaster, dan mendorongnya ke arah duodenum.2
Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan lapisan
mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak dengan
gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan
saluran limfe.
Mukosa, lapisan dalam gaster, tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal disebut
rugae, yang memungkinkan terjadinya disternsi gaster sewaktu diisi makanan. Terdapat
beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi gaster
yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada di dekat orifisium kardia dan menyekresikan
mukus. Kelenjar fundus atau gastrik terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus
gaster.2
Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe sel utama. Sel-sel zimogenik (chief cell)
menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam.
Sel-sel parietal menyekresikan asam hidroklorida (HCL) dan faktor intrinsik. Faktor
intrisik diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor
intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher)
ditemukan di leher kelenjar fundus dan menyekresikan mukus. Hormon gastrin
diproduksi oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus gaster. 2
Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan
pepsinogen. Substansi lain yang disekresi dalam gaster adalah enzim dan berbagai
elektrolit, terutama ion natrium, kalium dan klorida. Persarafan gaster sepenuhnya
berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk gaster dan duodenum
dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mencabangkan
ramus gastrika, pilorika, hepatika, dan seliaka. Persarafan simpatis melalui saraf
splanchnicus major dan ganglia seliaka.2
Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh
peregangan, kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium
abdomen. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi gaster.
Pleksus saraf mienterikus (Auerbach) dan submukosa (Meissner) membentuk persarafan
intrinsik dinding gaster dan mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa gaster.
Seluruh suplai darah di gaster dan pankreas (serta hati, empedu, dan limpa)
terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan
cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor dan major. Dua cabang arteri yang
penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan arteria pankreatikoduodenalis
(retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. 2
Ulkus pada dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini dan
menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah vena dari gaster dan duodenum, serta yang
berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran gastrointestinal, berjalan ke hati
melalui vena porta.

Gambar 2.2 : Suplai darah lambung dan duodenum


B. Fisiologi gaster
 Fungsi motorik

1. Menampung :Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi


sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan
volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos;
diperantarai oleh nervus vagus dan dirangsang oleh gastrin.

2. Mencampur : Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan


mencampurnya dengan getah gaster melalui kontraksi otot yang mengelilingi
gaster. Konstraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik dasar.

3. Pengosongan gaster : Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus yang dipenga


ruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik, serta
oleh emosi, obat-obatan, dan olahraga. Pengosongan gaster diatur oleh faktor
saraf dan hormonal, seperti kolesistokinin.
 Fungsi pencernaan dan sekresi
1. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai disini. Pencernaan
karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase memiliki peranan yang kecil di
dalam gaster.
2. Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan,
peregangan antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus.
3. Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus
bagian distal.
4. Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi gaster serta berfungsi
sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.
5. Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya berperan
sebagai barier dari asam lumen dan pepsin.

Cairan gaster
Cairan gaster yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari mengandung
lendir, pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama larutan HCl. Sekresi basal
cairan ini selalu ada dalam jumlah sedikit. Pengaturan sekresi lambung dibagi atas tiga
fase, yaitu: 2
1. Fase sefalik
Fase ini sudah dimulai sebelum makanan masuk ke gaster, yaitu dengan
melihat, mencium, memikirkan atau mengecap makanan. Fase ini diperantarai
seluruhnya oleh nervus vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal
neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks selebri atau
pusat nafsu makan. Impuls eferan kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke
lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastrik terangsang menyekresi HCL,
pepsinogen, dan menambahkan mukus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10%
dari sekresi gaster normal yang berhubungan dengan makanan. 2
2. Fase gastrik

Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi


antrum juga dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-
reseptor pada dinding gaster. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui
aferen vagus dan kembali ke lambung melalui eferen vagus, impuls ini
merangsang pelepasan hormon gastrin dan secara langsung juga merangsang
kelenjar-kelenjar gaster. Gastrin dilepaskan dari antrum dan kemudian dibawa
oleh aliran darah menuju kelenjar gaster untuk merangsang sekresi. Pelepasan
gastrin juga dirangsang oleh PH alkali, garam empedu di antrum, dan terutama
oleh protein makanan dan alkohol. Membran sel parietal difundus dan korpus
lambung mengandung reseptor untuk gastrin, histamin, dan asetilkolin yang
merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin dapat beraksi pada sel parietal
secara langsung untuk sekresi asam dan juga dapat merangsang pelepasan
histamin dari sel enterokromafin dari mukosa untuk sekresi asam. Fase sekresi
gastrik menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi total setelah makan, sehingga
merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang berjumlah
sekitar 2000 ml. Fase gastrik dapat terpengaruh oleh reseksi bedah pada antrum
pilorus, sebab disinilah letak pembentukan gastrin. 2
3. Fase intestinal
Fase ini dimulai oleh gerakan kimus dari gaster ke duodenum. Fase
sekresi gaster diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang
tercerna sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin
usus, suatu hormon yang menyebabkan gaster terus menerus menyekresikan
sejumlah kecil cairan gaster. Meskipun demikian, peranan usus kecil sebagai
penghambat sekresi gaster lebih besar. 2
2.2 DEFINISI

Perforasi gaster merupakan perforasi gastrointestinal umum, yang sering


disebabkan oleh karena komplikasi penyakit ulkus peptikum (ulkus gaster dan ulkus
duodenum). Perforasi ulkus peptik adalah penyebab umum dari morbiditas dan
mortalitas akut abdomen sampai sekitar 30 tahun lalu. Angka kejadian menurun secara
paralel dengan penurunan umum dari prevalensi ulkus peptik. Ulkus duodenum 2-3 kali
lebih sering dari perforasi ulkus gaster. Sekitar satu pertiga perforasi gaster berkaitan
dengan karsinoma gaster.7

2.3 ETIOLOGI

Perforasi non-trauma, misalnya:

 akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia

 spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer.

 Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid : terutama pada pasien usia
lanjut.

 Adanya faktor predisposisi: termasuk ulkus peptik

 Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma

 Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus,


gaster, atau usus dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.

Perforasi trauma (tajam atau tumpul) misalnya:

 Trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi.

 Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)
 Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini lebih umum pada anak daripada
dewasa dan termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan alat, cedera
gagang kemudi sepeda, dan sindrom sabuk pengaman.

Ruptur lambung akan melepaskan udara dan kandungan lambung ke dalam


peritoneum. pasien akan menunjukkan rasa nyeri hebat, akut, disertai peritonitis. Dari
radiologis, sejumlah besar udara bebas akan tampak di peritoneum dan ligamentum
falsiparum tampak dikelilingi udara.4

2.4. PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme
lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang
mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam
resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster.4

Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko


terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam
lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika
kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga peritoneal, peritonitis
kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk
beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis bakterial kemudian.4

Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut.


Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk
flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di
area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas
bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit,
degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih
banyak cairan ke area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi,
bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.4
2.5 GEJALA KLINIS

Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami


perforasi akan tampak kesakitan hebat, seperti nyeri pada perut. Nyeri ini timbul
mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum oleh
asam lambung, empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke
kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke
seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut.4

Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis
kimia. Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di
permukaan bawah diafragma. Reaksi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang
merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi
peritonitis bakteria.4

Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak


hati bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus
menurun sampai menghilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi
peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi,
dan penderita tampak letargik karena syok toksik. Rangsangan peritoneum
menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritoneum
dengan peritoneum.4

Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas,


menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika
digerakkan seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, dan tes
obturator.4

2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah
foto polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika urinaria penuh,
CT-scan murni dan CT-scan dengan kontras.
Jika temuan foto Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu
untuk menggunakan CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan
dan jumlah udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang
disebutkan sebelumnya.

Radiologi

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi yang
keluar dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung dan duodenum, empedu,
makanan, dan bakteri. Udara bebas atau pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar
dari sistem gastrointestinal. Hal ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral
duodenum, dan usus besar.4

Gambar 3. Gambaran udara bebas pada foto toraks.

Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak mengandung
udara, jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara bebas terjadi di rongga
peritoneum 20 menit setelah perforasi.4
Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting, karena
keadaan ini biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis memiliki peran nyata
dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur diagnostik dan untuk memutuskan
apakah pasien perlu dioperasi.4

Deteksi pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen


karena perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status
kegawatdaruratan abdomen. Seorang dokter yang berpengalaman, dengan menggunakan
teknik radiologi, dapat mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml. dalam melakukannya,
ia menggunakan teknik foto abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral
decubitus kiri.4

Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat dipercaya,
kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap pasien harus
mengambil posisi adekuat 10 menit sebelum pengambilan foto, maka, pada saat
pengambilan udara bebas dapat mencapai titik tertinggi di abdomen. Banyak peneliti
menunjukkan kehadiran udara bebas dapat terlihat pada 75-80% kasus. Udara bebas
tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus lateral kiri.4

Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup
oleh kondisi bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan pneumoperitoneum pada
hanya 56% kasus. Sekitar 50% pasien menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas
kanan, lainnya adalah subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat
gambaran oval kecil atau linear.4

Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak di antara lekukan usus.
Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk bulan setengah
di bawah diafragma pada posisi berdiri. Football sign menggambarkan adanya udara
bebas di atas kumpulan cairan di bagian tengah abdomen.4

Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang
pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan lambung.
Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil
menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat
mendeteksi udara bebas. 7

CT Scan

CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi
udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto
rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi
dini perforasi gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya
agar dapat membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai
area hipodens dengan densitas negatif. 7

Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini.
Saat CT scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama
berlokasi di depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika
pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam
mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun
sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang
tinggi dan efek radiasinya.

Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat
pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk
membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara
melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning.

Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara oral
minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk menunjukkan kontras
tapi bukan udara. Komponen barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini karena
mereka dapat menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa
penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.7
2.7. PENATALAKSANAAN

Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan


umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa
nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan.4

Jika gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif
mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan
anaerob.

Tujuan dari terapi bedah adalah:

• Koreksi masalah anatomi yang mendasari,


• Koreksi penyebab peritonitis,
• Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat
menghambat fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri
(seperti darah, makanan, sekresi lambung).
Penatalaksanaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah
hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan perforasi
dan pencucian pada rongga peritoneum. Terapi konservatif di indikasikan pada kasus
pasien yang nontoxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan
cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya. 7

Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja


setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan
ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat
peritonitis purulenta.7

Terapi utama perforasi gastrointestinal adalah tindakan bedah. Terapi gawat darurat
dalam kasus perforasi gastrointestinal adalah:

 Pasang akses intravena (infuse). Berikan terapi cairan kristaloid pada pasien
dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia.

 Jangan berikan apapun secara oral.


 Berikan antibiotik secara intravena pada pasien dengan gejala septicemia.
Berikan antibiotik spectrum luas. Tujuan pemberian antibiotik adalah untuk
eradikasi infeksi dan mengurangkan komplikasi post operasi. 7

Antibiotik

Antibiotik terbukti efektif dalam menurunkan kadar infeksi post operasi dan
dapat memperbaiki hasil akhir dari pasien dengan infeksi intra peritoneum dan
septikemia.8 Contoh antibiotik yang diberikan adalah seperti:

Metronidazol

Dosis dewasa yang diberikan adalah 7,5 mg per kilogram. (7,5 KG/BB). Biasa
diberikan sebelum operasi. merupakan sejenis obat kategori B dalam kehamilan
(pregnancy category B drug).

Gentamisin

Sejenis antiobiotik aminoglikosida. Regimen dosis yang diberikan adalah


berbeda yaitu tergantung kepada klirens kreatinin dan perubahan distribusi volume.
Dapat diberikan secara intravena atau intra muskular. Pada dewasa, dosis yang
diberikan sebelum operasi adalah 2 mg/kg secara intravena. Merupakan obat kategori C
dalam kehamilan (pregnancy category C drug).

TERAPI BEDAH

Preoperatif

 Koreksi sebarang ketidakseimbangan cairan atau elektrolit. Ganti kehilangan


cairan ekstraseluler dengan administrasi cairan Hartmann (Hartmann solution)
atau sebarang cairan yang mempunyai komposisi elektrolit sama seperti plasma.

 Administrasi antiobiotik sistemik seperti ampisilin, gentamisin dan


metronidazol.

 Pasang kateter urin untuk menghitung output cairan.


 Administrasi analgesik seperti morfin, dengan dosis kecil, dianjurkan secara
infus kontinu (continuous infusion).

Intraoperatif

Manajemen operasi tergantung kepada kausa daripada perforasi. Semua materi


nekrosis dan cairan yang terkontaminasi harus dibuang dan diteruskan dengan lavase
dengan antibiotic (tetrasiklin 1 mg/mL). Usus yang mengalami distensi dikompres
dengan nasogastric tube.

Post operatif

 Menggantikan cairan secara intravena

Tujuannya adalah untuk menjaga volume intravascular dan hidrasi pasien.


Dimonitor dengan perhitungan menggunakan CVP dan output urin.

 Drainase nasogastric

Lakukan drainase nasogastric secara kontinu sehinggalah drainase minimal.

 Antibiotik

Tujuan pemberian antibiotik pada post operasi adalah untuk mencapai kadar
antibiotik pada tempat infeksi yang melebihi konsentrasi inhibisi minimum
pertumbuhan patogen. Pada infeksi intra abdomen, fungsi gastrointestinal sering
terhambat. Oleh kerana itu, pemberian antibiotic secara oral tidak efektif dan dianjurkan
pemberian secara intravena.

 Analgesik

Analgesik seperti intravena morfin diberikan secara kontinu atau pada dosis kecil
dengan interval yang sering.

2.8. PROGNOSIS

Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat


dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan
pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam.
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor
berikut akan meningkatkan resiko kematian:

• Usia lanjut,
• Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya,
• Malnutrisi,
• Timbulnya komplikasi.

2.9. KOMPLIKASI

Kegagalan luka operasi

Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka
operasi) dapat terjadi segera atau lambat. Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan
kegagalan luka operasi:

 Malnutrisi

 Sepsis

 Uremia

 Diabetes mellitus

 Terapi kortikosteroid

 Obesitas

 Batuk yang berat

 Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)

 Abses abdominal terlokalisasi

 Kegagalan multiorgan dan syok septik


Syok septik

Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi


sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan
endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat), takikardi, dan
kolaps sirkuler.

Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut:

 Hilangnya tonus vasomotor,

 Peningkatan permeabilitas kapiler,

 Depresi myokardial,

 Pemakaian leukosit dan trombosit,

 Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin, dan


prostaglandin, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler,

 Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapiler.


BAB III
KESIMPULAN

Perforasi gaster adalah perforasi gastrointestinal umum yang sering disebabkan


oleh karena komplikasi penyakit ulkus peptikum (ulkus gaster dan ulkus duodenum).
Penyebab lain bisa juga disebabkan karena kerusakan akibat trauma, inflamasi
divertikulum kolon sigmoid, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan
tumor ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi terjadi apabila isi dari kantung masuk
ke dalam kavum abdomen, sehingga menyebabkan terjadinya peritonitis.

Secara klinis, perforasi gaster ini penderita mengalami nyeri timbul mendadak
pada perut, terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum oleh
asam lambung, empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke
kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke
seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut. Selanjutnya perforasi ini akan
menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati bisa hilang karena adanya
udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus menurun sampai menghilang akibat
kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita
akan naik terjadi takikardia, dan hipotensi. Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita
bergerak, seperti berjalan, bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri
objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan,
colok dubur, dan tes obturator. Setelah itu dapat dilakukan dengan pemeriksaan
penunjang seperti halnya foto polos abdomen, ultrasonografi, dan CT-scan.

Untuk penatalaksanaan pada penderita dengan perforasi gaster harus diperbaiki


keadaan umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan, koreksi elektrolit, pemasangan
pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Terapi utama perforasi
gastrointestinal adalah tindakan bedah. Intervensi bedah hampir selalu dibutuhkan
dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan perforasi pada rongga peritoneum.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim. Perforasi. Buku Ajar
Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004.
2. Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim. Bab 31 : Gaster dan
Duodenum. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal. 541-590.
3. Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Gaster dan
Duodenum, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal. 643-645.
4. Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Gaster dan
Duodenum, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal. 642-670.
5. Price AS, Wilson LM. Peritonitis dalam buku ajar patofisiologi. Edisi 6.
Jakarta : EGC; 2005.
6. Azer SA, 2018. Intestinal perforation. Medscape, available
at:https://emedicine.medscape.com/
7. Prabu V, Shivani A, 2014. An Overview of History Pathogenesis and Treatment
of perforated peptic ulcer Disease with Evaluation of prognostic Scoring in
Adults. Annals of Medical and Health Science Research.Vol 4. India. 2014.

Anda mungkin juga menyukai