segera dari bronkospasme selama anestesi umum harus dapat segera diketahui
1. Definisi
Pasien dengan asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) menunjukkan
adanya hipersensitivitas jalan napas sebagai respon terhadap iritan mekanis atau
airway disease sebenarnya cukup jarang terjadi. Pada pasien dengan asma dan
2. Manifestasi Klinik
ataupun tanpa auskultasi, tapi hanya dapat terdengar jika terdapat aliran udara
pada jalan napas pasien. Oleh karenanya, pada kasus-kasus dengan bronkospasme
berat, biasanya tidak terdengar apapun pada auskultasi dan diagnosis hanya
Iritabilitas tertinggi berada pada level carina. Sianosis mungkin merupakan tanda
pertama pada kasus bronkospasme berat. Jika pasien masih bernapas spontan,
mungkin akan terlihat bahwa pergerakan dari reservoir bag menurun, atau dada
dan abdomen pasien terlihat pergerakan see saw atau respirasi paradoksal seolah-
Infeksi saluran napas akut ataupun kronik. Penyebab dari kasus akut meliputi
infeksi saluran napas bagian atas dan bawah yang diakibatkan oleh infeksi
bakterial, yang sering terjadi pada anak, tetapi juga dapat terjadi pada kasus
dewasa. Penyakit kronik meliputi asma, rhinitis, bronchitis kronis, dan emfisema
Alergi
Hipereaktivitas bronkus
atau aspirasi; lebih sering pada pasien dengan Laryngeal Mask Airway (LMA)
seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronik dan dapat menjadi
wheezing.
Pasien dengan obesitas: airway pressure dan nilai analisis gas darah pada pasien
obesitas berbeda jika dibandingkan dengan nonobesitas dan relatif mirip dengan
4. Epidemiologi
induksi anestesi, 36% pada fase maintenance, dan 20% terjadi pada saat akan
iritasi jalan napas (64%), sedangkan sisanya diakibatkan oleh intubasi esophagus
(17%), aspirasi (11%), dan edeme paru atau penyebab yang tidak diketahui (8%).
adalah alergi (34%), malposisi ETT (23%), iritasi jalan napas (11%), dan aspirasi
akibat dari pemakaian LMA (9%). Selama induksi atau maintenance anestesi,
bronkospasme yang disebabkan oleh iritasi jalan napas lebih sering terjadi pada
pasien yang sudah mempunyai faktor predisposisi seperti asma, perokok berat,
dalam, mucous plugging pada jalan napas, intubasi esophagus, sirkuit anestesi
benda asing. Jika gejala klinis semakin memburuk walaupun telah diberikan terapi
yang adekuat, maka penyebab lain seperti edema paru dan pneumotoraks harus
riwayat atopi. Karena protein pada lateks diabsorbsi secara lambat, maka latex
1. Obstruksi mekanis
ETT yang mengalami kingking, tersumbat oleh mucous plug, herniasi cuff, atau
circuit dapat meniru tanda dan gejala bronkospasme berat. Kecuali jika
diidentifikasi dan dikoreksi dengan cepat dan tepat, hal ini dapat berakibat buruk. 1
Oleh karenanya, penting untuk kita meneliti breathing circuit sebelum dimulainya
anestesi dan memastikan adanya alat bantu ventilasi seperti ambu bag.
2. Laringospasme
Pada pasien yang tidak terintubasi, laryngospasme akut dapat menyebabkan suara
tambahan pada jalan napas bagian atas (biasanya inspirasi), penurunan suara
napas, dan kesulitan melakukan ventilasi. Dan dapat juga disertai dengan tanda
obstruksi jalan napas seperti peningkatan usaha napas, tracheal tug, dan
3. Hipereaktifitas bronkial
terjadinya bronkospasme cukup tinggi. Misalnya pada pasien dengan asma yang
tidak terkontrol dan COPD, juga pada pasien ISPA, perokok, dan riwayat atopi.
Manipulasi jalan napas atau stimulus pembedahan di bawah anestesi yang kurang
laringospasme. Contohnya adalah dilatasi anal atau cervical, stripping dari vena
saphena selama pembedahan varises vena, dan traksi dari peritoneum. Tindakan-
tindakan tersebut dapat diprediksi dan dicegah dengan pemberian opioid bolus
5. Farmakologikal
Beberapa agen anestesi volatile (isoflurane dan desflurane) jika diberikan secara
obat-obatan yang telah disebutkan di atas harus diberikan secara hati-hati pada
pasien tanpa faktor risiko hipereaktifitas jalan napas, harus dicurigai adanya
airway soiling karena sekresi, regurgitasi, dan aspirasi. Hal ini sering terjadi pada
pasien yang menggunakan LMA, tapi juga sering terjadi pada pasien dengan
penggunaan ETT tanpa cuff atau ETT dengan cuff yang tidak dikembangkan
dengan adekuat. Pasien dengan riwayat refluks gastroesofageal dan batuk ketika
yang menjalani tindakan anestesi umum, sebagian besar terjadi setelah insersi
pada pasien wanita dan usia muda, juga lebih tinggi pada pasien dengan
sebagai berikut:
efektif dari agen anestesi volatile menjadi lebih sulit. Agen intravena seperti
jalan napas lebih dari thiopental. Jika tidak ada propofol, ketamine dapat
yang kingking atau obstruksi karena sekresi, mukus, herniasi cuff ETT, atau ETT
yang tepat ada di karina. Kateter suction harus dimasukkan ke dalam ETT untuk
Pemberian harus berada di bawah heat and moisture exchange filter (HMEF) dan
dapat menggunakan in line adaptor, nebulizer, atau jika tidak tersedia alat di atas,
sebuah metered dose inhaler (MDI) dapat ditempatkan ke dalam jarum suntik 60
mL, jarum suntiknya dibuang dan digantikan dengan selang infus sepanjang 15
cm.
Lalu diberikan melewati ETT, hal ini dapat menurunkan kejadian keluarnya
catatan banyak aerosol yang tidak mencapai jalan napas pasien. Salbutamol dapat
sesuai kondisi pasien saat itu dan menemukan penyebab dari bronkospasme
terapi sekunder dari bronkospasme dan harus diberikan sedini mungkin jika
Hal utama yang harus dipikirkan adalah apakah ada alergi atau anafilaksis
pengobatan pasien dan obat-obat yang diberikan selama masa perioperatif. Periksa
kembali pasien dan pikirkan diagnosis lain yang berhubungan, misalnya edema
turunnya saturasi oksigen, atau hemodinamik yang tidak stabil. Jika pasien yang
melakukan intubasi dan ventilasi mekanis sementara terapi lain tetap harus
dijalankan. Jika hal ini terjadi, maka obat-obatan yang tidak bersifat histamine
asidosis berat dengan pH <7.15 ventilasi harus diatur dengan waktu ekspirasi yang
lebih panjang untuk memberikan ekshalasi yang cukup dan mengurangi breath
ekspirasi dan inspirasi 1:2. Jika bronkospasme yang terjadi cukup berat, maka RR
3-4 kali per menit dapat dilakukan jika kita ingin memberikan ekspirasi penuh,
dan akan sangat berguna jika melakukan auskultasi atau mendengarkan akhir
karena campuran heliox ini hanya bisa menyediakan 21–30% oksigen. Helium
pasien pediatri yang dirawat di ICU. Pasien-pasien ini seringkali menjadi refrakter
satunya adalah kesulitan untuk pemberian agen tersebut di luar kamar operasi.
setting ICU.11
tersebut mengalami hipotensi, tapi hanya ada insidensi yang rendah untuk
bersifat self limited dan dapat diterapi secara farmakologis tanpa harus
Untuk penanganan pasca operasi, foto rontgen toraks harus dilakukan dan
dilihat untuk menilai apakah didapatkan adanya edema paru dan pneumotoraks.
dada dapat dikerjakan. Pada pasien yang masih mengalami bronkospasme, maka
harus dirawat di ruang perawatan intensif. Pada pasien dengan reaksi alergi yang
serius atau anafilaksis, maka dapat diperiksa mast cell tryptase. Merupakan
8. Pencegahan
complete silent chest ketika dilakukan auskultasi sampai dengan suara tambahan
pada ekspirasi. Penatalaksanaan yang dilakukan bukan saja terfokus pada terapi
penyebab bronkospasme, tetapi juga gejala dan tanda yang berkembang pada
lain jika kondisi yang sama terjadi, sehingga dapat diberikan terapi yang optimal.