Anda di halaman 1dari 34

TUGAS BACA

KESEIMBANGAN ASAM-BASA

(Chapter 30. Acid–Base Balance, Clinical Anesthesiology Lange, Third edition,


International edition)

Oleh :
Qurniawan Pratata
Peserta PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi
FK UGM/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Pembimbing / Moderator

Dr.Sri Rahardjo,SpAn

BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI


FK UGM/RSUP Dr.SARDJITO YOGYAKARTA
2005

1
KESEIMBANGAN ASAM-BASA

KONSEP KUNCI
1. Buffer bikarbonat lebih efektif dibandingkan metabolic tetapi tidak terhadap
gangguan asam-basa respiratorik.
2. Berbeda dengan buffer bikarbonat, hemoglobin mampu untuk membuffer
asam karbonat (CO2) maupun nonkarbonat (nonvolatile).
3. Secara umum, PaCO2 diharapkan dapat meningkatkan 0,25-1 mmHg untuk
setiap peningkatan [HCO3¯].
4. Respon ginjal pada acidemia ada 3 bagian : (1) ditingkatkannya absorpsi
HCO3¯, (2) ditingkatkannya ekskresi dari titrasi asam dan (3)
ditingkatkannya produksi ammonia.
5. Selama asidosis respiratorik kronis, plasma [HCO 3¯] meningkat sedikitnya 4
mEq/L untuk setiap peningkatan 10 mmHg pada PaCO 2 diatas 40 mmHg.
6. Diare paling umum menyebabkan asidosis metabolic hiperchloremic.
7. Perbedaan antara alkalosis respiratorik akut dan kronis tidak selalu
didapatkan karena respon kompensasi pada alkalosis respiratorik cukup
bervariasi: plasma [HCO3¯] menurun 2-5 mEq/L untuk setiap penurunan
pada 10 mmHg dibawah 40 mmHg.
8. Muntah atau kehilangan yang terus menerus dari cairan lambung oleh
karena drainase lambung (suction nasogastric) dapat menghasilkan
alkalosis metabolik, kehilangan volume ekstrasellular dan hipokalemia.
9. Kombinasi dari alkalemia dan hipokalemia dapat mempercepat disritmia
atrial dan ventricular yang berat.
10. Perubahan secara langsung pada temperatur mempengaruhi kadar PCO 2,
PO2 dan secara tidak langsung pada pH. PCO 2 dan PO2 menurun selama
hipotermi, tetapi pH meningkat karena temperatur tidak menyebabkan
perubahan [HCO3¯]: PaCO2 menurun, tetapi [HCO3¯] tidak berubah.

Hampir semua reaksi biokimia di dalam tubuh tergantung pada


pemeliharaan konsentrasi ion hydrogen fisiologis. Ion hidrogen ini diatur dengan
sangat ketat sebab jika terjadi perubahan konsentrasi akan terjadi disfungsi
organ yang sangat luas.

2
Pengaturan ini sering dihubungkan dengan keseimbangan asam-basa
yang merupakan hal penting bagi ahli anestesi. Perubahan dalam ventilasi dan
perfusi merupakan hal yang biasa terjadi selama anestesi dan dengan cepat
mengganggu keseimbangan asam-basa. Pengertian yang cermat mengenai
gangguan asam-basa, efek fisiologi mereka, dan pengobatannya adalah suatu
hal yang perlu untuk manajemen anestesi yang tepat.
Bab ini membahas fisiologi asam-basa, gangguan umum, dan implikasi
anestesi mereka. Ukuran analisa gas darah dan interpretasi dari mereka juga
dibahas.

DEFINISI

KIMIA ASAM-BASA
Konsentrasi Ion Hidrogen dan pH
Pada kebanyakan cairan, molekul air secara reversibel memisahkan diri
dengan ion hidrogen dan hidroxide:
H2O H+ + OH¯
Proses ini digambarkan dengan disosiasi konstanta, K W:
KW = [H+] + [HO] = 10¯14
Konsentrasi air diabaikan sebagai denominator karena air tidak
memperlihatkan perubahan dan sudah termasuk dalam konstanta. Oleh karena
itu, bila yang satu diberikan [H+] atau [OH¯], konsentrasi dari ion lain dapat di
kalkulasi segera.
Contohnya: Jika [H+] = 10¯8 nEq/L, kemudian [OH¯] = 10¯14 + 10¯8 = 10¯6
nEq/L.
[H+] arterial normalnya 40 nEq/L, atau 40 x 10¯ 9 mol/L. Konsentrasi ion
hidrogen umumnya ditunjukkan sebagai pH, karena menghadapi angka-angka
dari besarnya aturan ini adalah janggal. pH cairan didefinisikan sebagai
logaritma negatif (basa 10) dari [H+] (gambar 30-1). Oleh karena itu normal pH
arterial –log (40 x 10¯9) = 7,40. Konsentrasi ion hidrogen antara 16 dan 160
nEq/L (pH 6,8-7,8) sangat penting untuk hidup.
Seperti banyak disosiasi konstanta, K W terefektif oleh perubahan pada
temperatur. Jadi poin kenetralan elektro untuk air terjadi pada pH dari 7,0 pada

3
25°C tetapi antara pH dari 6,8 pada 37°C; perubahan hubungan-temperatur
mungkin penting selama hipotermia (lihat Bab 21).

Pentingnya kesamaan mungkin merupakan faktor lain yang berefek


disosiasi dari air ke H+ dan OH¯, sama seperti perbedaan kekuatan ion (SID),
PCO2, dan total konsentrasi asam lemah. (Yang kedua belakangan akan
dibahas dibawah). SID adalah nilai bersih keseimbangan dari semua kekuatan
ion yang ada (Na+, K+, Ca++, Mg++) dikurangi Cl¯ dan kekuatan anion yang lain.
Pemberian konsentrat Na+ lactat melalui infus, sebagai contoh, pada volume
kecil dapat menurunkan konsentarsi H+ plasma dan meningkatakan pH, tetapi
ini tidak terjadi karena lactat dimetabolisme oleh bikarbonat dan menjadi H 20
dan CO2. Peningkatan ph disebabkan pemberian infus Na + yang meningkatkan
SID dan menurunkan disosiasi air.
Asam dan Basa
Asam selalu didefinisikan sebagai zat kimia yang bersifat sebagai donor proton
(H+), sedangkan basa merupakan zat yang dapat bersifat sebagai akseptor
proton (definisi Bronsted-Lowry). Keasaman dari suatu cairan encer itu

4
kemudian merefleksikan [H+]. Asam yang kuat adalah suatu substansi yang
cepat dan hampir irreversibel menaikkan suatu H + dan meningkatkan [H+],
sementara basa yang kuat ingin sekali mengikat H + dan menurunkan [H+].
Sebaliknya, asam lemah secara reversibel memberikan H +, sementara basa
lemah secara reversibel mengikat H+; Keduanya cenderung mempunyai efek
yang kurang pada [H+]. Hampir semua komponen biologis adalah asam lemah
atau basa lemah.
Untuk sebuah solusi mengandung asam lemah HA, dimana:
HA H+ + A¯
Sebuah konstanta disosiasi, K, dapat digambarkan sebagai berikut:
K = [H+] [A¯], atau [H+] = K [HA]
[HA] [A¯]
Bentuk logaritma negatif dari persamaan yang terakhir disebut
persamaan Henderson-Hasselbach:
pH = pK + log [A¯]
[HA]

Dari persamaan ini nampak pH dari cairan ini dihubungkan dengan rasio
disosiasi anion menjadi asam undissociated.
Pasangan konjugasi dan buffers
Ketika asam lemah HA ada dalam solusi, HA dapat bekerja sebagai asam
dengan cara memberikan suatu H +, sementara A¯ dapat bekerja sebagai suatu
basa dengan cara mengambil H+, lebih lanjut A¯ sering dihubungkan sebagai
basa konjugasi dari HA. Konsep yang sama dapat diperlihatkan untuk basa
lemah. Pertimbangan dari basa lemah B, dimana
B + H+ BH+
Oleh karena itu BH+ merupakan konjugasi asam dari B.
Buffer merupakan solusi yang mengandung asam lemah dan konjugasi
basa atau basa lemah dan konjugasi asam (konjugasi berpasangan). Buffer
meminimalkan beberapa perubahan pada ion H + melalui penerimaan atau
pemberian ion hidrogen. Dari persamaan Henderson-Hasselbalch, nampak
bahwa buffer paling efisien dalam meminilmalkan perubahan ion H + dari suatu
solusi (misal, [A¯] = [HA]) ketika pH = pK. Lebih lanjut lagi, pasangan konjugasi

5
ini harus nampak kuantitasnya secara signifikan pada solusi untuk bekerja
sebagai buffer yang efektif.
GANGGUAN KLINIS
Pengertian yang jelas mengenai gangguan asam-basa dan respon kompensasi
fisiologi memerlukan terminologi yang tepat (tabel 30-1). Akhiran ”-osis” disini
digunakan untuk menunjukkan setiap proses patologis yang mana merubah pH
arteria. Sedangkan, setiap gangguan dimana pH cenderung menururn adalah
asidosis. Sementara kecenderungan yang satu lagi, untuk setiap pH yang
meningkat diistilahkan sebagai alkalosis. Bila gangguan utamanya
mempengaruhi (HCO3), diistilahkan metabolik. Bila gangguan utamanya
mempengaruhi PaCO2, disebut respiratorik. Respon kompensasi sekunder
(lihat bawah) merujuk pada hal tersebut tidak sebagai suatu ”-osis”. Yang satu
mungkin menunjuk kepada suatu asidosis metabolik dengan kompensasi
respiratorik.
Ketika hanya satu proses patologis terjadi, dengan sendirinya gangguan
asam-basa dipertimbangkan menjadi lebih mudah. Jika dua atau lebih proses
utama terjadi hal ini merupakan gangguan campuran asam-basa.
Akhiran ”-emia” digunakan untuk menunjukkan pengaruh murni dari
semua proses utama dan respon kompensasi fisiologis (lihat bawah) pada pH
darah arterial. Selama pH darah arterial yang normalnya adalah 7,35-7,45 pada
dewasa, ”acidemia” menunjukkan pH <7,35 sementara alkalemia secara
signifikan pH >7,45.

MEKANISME KOMPENSASI

Respon fisiologi untuk merubah H + terdiri dari 3 tahap: (1) buffer kimia secara
cepat, (2) kompensasi respirasi (sewaktu memungkinkan), dan (3) lebih lambat
tetapi lebih efektif yaitu respon kompensasi ginjal yang mendekati pH arteria
yang normal meskipun proses patologisnya masih berjalan.
BUFFER TUBUH
Buffer fisiologi yang penting pada manusia termasuk bikarbonat
(H2CO3/HCO3¯), hemoglobin (HbH/Hb¯), protein intraselular lain (PrH/Pr¯),
phosfat (H2PO4¯/HPO42-) dan ammonia (NH3/NH4+) keefektifan dari buffer ini
pada kompartemen cairan yang bermacam-macam berhubungan dengan

6
konsentrasi mereka (lihat bab28). Bikarbonat adalah buffer yang paling penting
pada kompartemen cairan ekstraselular. Hemoglobin, meskipun terbatas
didalam sel darah merah, juga berfungsi sama pentingnya dengan buffer pada
darah. Protein lainnya kemungkinan memainkan peran utama pada buffer
kompartemen cairan intraselular. Phosfat dan ion ammonium adalah buffer urin
yang penting.
Buffer dari kompartemen ekstraselular bisa juga diselesaikan oleh
perubahan dari H+ ekstraselular untuk ion Na+ dan Ca2+ dari tulang dan oleh
perubahan dari H+ ekstraselular untuk K+ intraselular (lihat bab 28). Muatan
asam bisa juga mendemineralisasi tulang dan melepas bahan alkalis (CaCO 3
dan CaHPO4). Muatan alkalis (NaHCO3) meningkatkan endapan dari karbonat
pada tulang.
Buffer oleh bikarbonat plasma adalah segera mungkin sementara dilihat
dari penerimaan bikarbonat interstitial 15-20 menit. Sebaliknya, buffer oleh
protein intraseluler lebih dari 50-60% dari muatan asam akhirnya dapat dibuffer
oleh tulang dan buffer intraselular.
Buffer Bikarbonat
Meskipun dalam sensasi kuat, buffer bikarbonat terdiri dari H 2CO3 dan HCO3¯,
tegangan CO2 (PaCO2) mungkin bisa diganti dengan H2CO3, karena:
H2O + CO2 H2CO3 H+ + HCO3¯
Hidrasi dari CO2 ini adalah dikatalisasi oleh karbon anhidrase. Jika
penyesuaian dibentuk dalam disosiasi konstanta untuk buffer bicarbonat dan
jika koefisien solubilitas untuk CO2 (0,03 mEq/L) diambil dengan pertimbangan,
persamaan Henderson-Hasselbalch untuk bikarbonat dapat ditulis sebagai
berikut:

pH = pK’ + [HCO3¯]
0,03 PaCO2
dimana pK’ = 6,1.
Catatan bahwa pK’ ini tidak dekat dengan pH arteri normal dari 7,40
yang artinya bahwa bikarbonat tidak harus diharapkan menjadi buffer
ekstraselular yang efisien (lihat diatas). Bagaimanapun juga, sistem bikarbonat
adalah sangat penting dengan dua alasan: (1) bikarbonat (HCO 3¯)
diperkenalkan pada konsentrasi yang relatif tinggi pada cairan ekstraselular,

7
dan (2) yang lebih penting – PaCO2 dan plasma [HCO3¯] diatur mendekati
regulasi oleh paru-paru dan ginjal, secara respek. Kemampuan dari dua organ
ini untuk merubah rasio [HCO3¯)/PaCO2 memperbolehkan mereka untuk
menggunakan pengaruh penting mereka pada pH arteri.
Singkat dan lebih praktisnya asal mula dari persamaan Henderson-
Hasselbalch untuk buffer bikarbonat adalah sebagai berikut:
[H+] = 24 x PaCO2
[HCO3-]
Persamaan ini sangat berguna secara klinis karena pH dapat segera
dirubah ke [H+] (tabel 30-2). Catatan bahwa pada pH dibawah 7,40, [H +]
meningkat 1,25 nEq/L untuk setiap penurunan 0,01 pada pH; diatas 7,40, [H +]
menurun 0,8 nE/L untuk setiap peningkatan 0,01 pada pH.
Contoh: jika pH arteri = 7,28 dan PaCO 2 = 24 mmHg, berapa plasma
[HCO3¯]?
[H+] = 40 + [(40-28) x 1,25] = 55 nEq/L
Oleh karena itu,
55 = 24 x 24 , dan [HCO3¯] =
[HCO3¯] (24 x 24) = 10,5 mEq/L
55
Harus ditegaskan bahwa buffer bikarbonat lebih efektif dibanding
metabolik tapi bukan karena gangguan respirasi asam-basa. Jika 3 mEq/L dari
asam nonvolatile kuat seperti HCl ditambahkan ke cairan ekstraselular, akan
terjadi:
3 mEq/L dari H+ + 24 mEq/L dari HCO3¯  H2CO3 + H2O +
3mEq/L dari CO2 + 21 mEq/L dari
HCO3¯
Catatan bahwa HCO3¯ memberi reaksi dengan H + untuk memproduksi
CO2. Selain itu, CO2 yang dihasilkan normalnya dieliminasi oleh paru-paru
sedemikian rupa sehingga PaCO 2 tidak dirubah. Sebagai akibatnya, [H +] = 24 x
40 + 21 = 45,7 nEq/L dan pH = 7,34. Selanjutnya , penurunan dari [HCO 3¯]
mengambarkan jumlah dari penambahan asam nonvolatile.
Sebaliknya, peningkatan pada tegangan CO2 (asam volatile) mempunyai
efek yang minimal pada [HCO3]. Contohnya, jika peningkatan PaCO2 dari 40
ke 80 mmHg, kelarutan CO2 hanya meningkat dari 1,2 mEq/L ke 2,2 mEq/L.

8
Selain itu, konstanta equilibrium untuk hidrasi dari CO2 sedemikian rupa
sehingga peningkatan yang besar ini meminimalkan terjadinya reaksi ke kiri:
H2O + CO2 <--> H2CO3 <--> H+ + HCO3¯
Jika asumsi yang benar membuat [HCO3¯] tidak dapat dirubah, maka

[H+] = 24 x 80 = 80 nEq/L dan pH = 7,10


24
Oleh karena itu [H+] meningkat dengan 40 nEq/L, dan sejak HCO 3¯
diproduksi pada rasio 1 : 1 dengan H +, [HCO3¯] juga ditingkatkan dengan 40
nEq/L. Lalu, peningkatan ekstraselular [HCO 3¯] dapat diabaikan, dari 24 mEq/L
ke 24,000040 mEq/L. Oleh karena itu, buffer bikarbonat tidak efektif
dibandingkan dengan peningkatan PaCO 2, dan perubahan dalam [HCO3¯] tidak
dapat mengambarkan beratnya asidosis respiratorik.
Hemoglobin sebagai suatu Buffer
Hemoglobin kaya dalam histidine, dimana suatu buffer yang efektif dari pH 5,7
ke 7,7 (pKa 6,8). Hemoglobin adalah buffer nonbikarbonat yang paling penting
pada cairan ekstraselular. Singkatnya, hemoglobin mungkin dapat dipikirkan
sebagai suatu yang ada pada sel darah merah pada equilibrium sebagai suatu
asam lemah (HHb) dan garam pottasium (KHb). Sebaliknya, pada buffer
bikarbonat, hemoglobin sangat mampu membuffer kedua asam carbonic (CO 2)
dan nonkarbonic (nonvolatile):
H+ + KHb HHb + K+ dan H2CO3 + KHb HHb + HCO3¯
KOMPENSASI PULMONAR
Perubahan pada ventilasi alveolar bertanggung jawab untuk terjadinya suatu
kompensasi pulmonar dari PaCO2 ditengahi oleh kemoreseptor dalam batang
otak (lihat bab 22). Reseptor-reseptor ini memberi respon untuk berubah dalam
cairan spinal cerebrospinal pH. Ventilasi permenit meningkat 1-4 L/menit untuk
setiap 1 mmHg peningkatan dalam PaCO 2. kenyataannya, paru-paru
bertanggung jawab untuk mengeliminasi kira-kira 15 mEq dari produksi
karbondioksida setiap hari sama dengan produksi dari karbohidrat dan
metabolisme lemak. Respon kompensasi pulmonar juga penting dalam
bertahan melawan perubahan pH selama terjadinya gangguan metabolik.

9
Kompensasi Pulmonar Selama Asidos Metabolik
Penurunan pH darah arteri akan merangsang pusat respirasi medulla.
Akibatnya ventilasi alveolar akan meningkat dan menurunkan PaCO 2 dan
cenderung akan mengembalikan pH arteri kearah nilai normal. Respon respirasi
bertahan hingga 12-24 jam; pH tidak akan benar-benar menjadi normal. PaCO 2
normalnya akan turun 1-1,5 mmHg di bawah 40 mmHg untuk setiap penurunan
1 mmol/L [HCO3¯] dalam plasma.
Kompensasi Pulmonar Selama Alkalosis Metabolik
Kenaikan pH darah arteri menekan pusat respirasi. Akibatnya akan terjadi
hipoventilasi alveolar yang cenderung meningkatkan PaCO 2 dan
mengembalikan pH arteri ke arah normal. Respon paru-paru terhadap alkalosis
metabolik sulit diperkirakan dibanding terhadap asidosis metabolik. Hipoksemia
sebagai akibat dari hipoventilasi, akan mengaktifkan kemoreseptor yang sensitif
terhadap oksigen (lihat bab 22); akhirnya akan merangsang ventilasi dan
membatasi respon kompensasi paru-paru. Dengan demikian PaCO 2 biasanya
tidak akan melebihi 55 mmHg dalam merespon alkalosis metabolik. Sebagai
aturan umum, PaCO2 akan meningkat 0,25-1 mmHg untuk setiap kenaikan 1
mEq/L [HCO3¯].
KOMPENSASI GINJAL
Kemampuan ginjal untuk mengontrol jumlah dari HCO 3¯ yang direabsorpsi dari
penyaringan cairan tubular, bentuk baru HCO 3¯ dan eliminasi H+ dalam bentuk
dari titrasi asam dan ion ammonium (lihat bab 31) mengizinkan mereka untuk
menggunakan kejadian besar pada pH selama gangguan metabolik dan
respirasi asam-basa. Kenyataannya, ginjal bertanggung jawab untuk
mengeliminasi kira-kira 1 mEq/kgbb/hari dari asam sulfur, asam phosphorik,
dan asam oksidasi yang tidak lengkap yang mana produksi normalnya oleh
metabolisme makanan dan protein endogenous, nukleoprotein dan organik
phosfat (dari phospoprotein dan phospholipids). Metabolisme dari nukleuprotein
juga memproduksi asam urat. Pembakaran dari asam lemah yang tidak lengkap
dan glukosa memproduksi keto acid dan asam laktat. Alkalis endogenous
diproduksi selama metabolisme dari beberapa asam amino anionic (glutamat
dan aspartat) dan bahan-bahan organik (citrat, acetat dan aspartat), tetapi
kualitasnya tidak cukup untuk mengimbangi produksi dari asam endogenous.

10
Kompensasi Ginjal Selama Asidosis
Respon ginjal pada acidemia ada 3 bagian : (1) ditingkatkannya absorpsi
HCO3¯, (2) ditingkatkannya ekskresi dari titrasi asam dan (3) ditingkatkannya
produksi ammonia.
Meskipun mekanisme ini kemungkinan diaktifkan segera, efek-efek
mereka biasanya tidak cukup besar untuk 12-24 jam dan tidak bisa maksimal
selama lebih dari 5 hari.
A. PENINGKATAN REABSORPSI DARI HCO3¯
Reabsorpsi bikarbonat ditunjukkan pada gambar 30-2. CO 2 dalam sel-sel
tubular ginjal dikombinasi dengan air dihadapkan dalam karbonat anhidrase.
Asam karbonat (H2CO3) membentuk disosiasi cepat dalam H+ dan HCO3¯. Ion
bikarbonat lalu memasuki aliran darah sementara H + disekresi ke dalam tubular
ginjal, dimana dapat bereaksi dengan menyaring HCO 3¯ untuk membentuk
H2CO3. karbonat anhidrase dihubungkan dengan katalisasi pembatasan luminal
disosiasi dari H2CO3 ke dalam CO2 dan H2O. Lalu CO2 yang terbentuk dapat
berdifusi kembali kedalam sel tubular ginjal untuk menganti konsumsi CO 2
semula. Tubular proksimal normalnya direabsorpsi 80-90% dari filter muatan
bikarbonat bersama-sama dengan sodium, sementara tubular distal
bertanggung jawab untuk sisa 10-20% lainnya. Tidak seperti pompa proksimal
H+, pompa H+ didalam tubular distal tidak perlu dihubungkan dengan reabsorpsi
sodium, dan mampu membangkitkan gradien H + yang tinggi antara cairan
tubular dan sel tubular. pH urin dapat menurun sampai 4,4 (bandingkan dengan
pH 7,40 dalam plasma).
B. PENINGKATAN EKSRESI DARI TITRASI ASAM:
Setelah semua HCO3¯ dalam cairan tubular dimanfaatkan, sekresi H + kedalam
lumen tubular dapat dikombinasi dengan HPO 42-untuk membentuk H2PO4¯
(gambar 30-3); yang disebut terakhir tidak segera direabsorpsi karena beban
dan eliminasinya di urin. Hasil akhirnya bahwa H + dieksresi dari tubuh sebagai
H2PO4¯, dan HCO3¯ yang mana menyebabkan proses didalamnya dapat
memasuki aliran darah. Dengan pK 6,8, sepasang H 2PO4¯ /HPO42- normalnya
adalah buffer urin yang ideal. Bagaimanapun juga ketika pH urin mendekati 4,4,
semua posphat yang mencapai tubular distal ada didalam bentuk H 2PO4; ion
HPO42- tidak dapat lagi mengeliminasi H+.

11
C. PENINGKATAN FORMASI DARI AMMONIA:
Setelah reabsorpsi dari HCO3¯ dan komsumsi dari buffer phosfat lengkap
sepasang NH3/NH4+ menjadi buffer urin yang paling penting (gambar 30-4).
Deaminasi dari glutamine dalam mitokondria dari sel tubular proksimal adalah
merupakan sumber utama dari produksi NH 3 didalam ginjal. Acidemia nyata
meningkatkan produksi NH3 ginjal. Terbentuknya ammonia lalu kemudian dapat
secara pasif melewati membran sel luminal, masuk cairan tubular dan memberi
reaksi dengan H+ untuk membentuk NH4+. Tidak seperti NH3, NH4+ tidak dapat
segera menembus membran luminal dan ini kemudian terjebak didalam
tubulus. Lalu, eksresi dari NH4+ didalam urin mengeliminasi secara efektif H+.

12
Kompensasi Ginjal Selama Alkalosis
Jumlah yang besar dari HCO3 normalnya disaring dan sesudah itu memberikan
reabsorpsi ke ginjal untuk segera mengeluarkan jumlah yang besar dari
bikarbonat jika perlu (lihat bab 28). Hasilnya, ginjal lebih tinggi keefektifannya
dalam memproteksi terhadap alkalosis metabolik. Alkalosis metabolik umumnya
kemudian terjadi hanya dalam hubungannya dengan defisiensi sodium secara
terus menerus atau kehilangan mineralkortikoid. Kehilangan sodium
menurunkan volume cairan ekstraselular dan meningkatkan reabsorpsi Na +
pada tubulus proksimal (lihat bab 28). Untuk memelihara kenetralan, ion Na +
dibawa bersama dengan ion Cl¯. Sama seperti penurunan jumlah Cl¯ (< 10
mEq/L dari urin), HCO3¯ harus direabsorpsi. Sebagai tambahan, peningkatan
sekresi H+ untuk memecah reabsorpsi Na + membentuk HCO3¯ sementara
terjadi alkalosis metabolik. Sama halnya ditingkatkannya aktivitas
mineralkortikoid memecah reabsorpsi aldosteron mediator Na + pada perubahan

13
sekresi H+ ditubulus distal (lihat bab 28). Hal ini mengakibatkan peningkatan
pembentukan HCO3¯ yang mengawali atau memicu alkalosis metabolik.
Alkalosis metabolik secara umum dihubungkan dengan peningkatan aktivitas
mineralkortikoid tanpa kehilangan sodium dan klorida (lihat bab 28 dan 36).
Base Excess
Base excess adalah jumlah dari asam atau basa yang harus ditambahkan
untuk mengembalikan pH darah ke 7,40 dan PaCO 2 ke 40 mmHg pada saturasi
O2 yang penuh dan 37°C. Selain itu, base excess merupakan tambahan untuk
membuffer nonkarbonik (hemoglobin) didalam darah. Singkatnya, base excess
menggambarkan komponen metabolik dari gangguan asam-basa. Angka yang
positif mengindikasikan alkalosis metabolik, sementara angka negatif
menyatakan asidosis metabolik. Base excess biasanya berbentuk graphis atau
elektronik dari nomogram yang aslinya dikembangkan oleh Siggaard-Andersen
dan memerlukan pengukuran dari konsentrasi hemoglobin (gambar 30-5).

ASIDOSIS
EFEK FISIOLOGIS DARI ACIDEMIA
Semua efek-efek dari acidemia menggambarkan keseimbangan antara efek
langsung dan aktivasi simpatoadrenal. Dengan asidosis yang menjadi lebih
buruk (pH <7,20), efek-efek depresan langsung menonjol. Depresi langsung
miocardial dan otot polos mengurangi kontratilitas jantung dan resistensi
pembuluh darah perifer, menghasilkan hipotensi yang progresif (lihat bab 19).
Asidosis yang berat dapat menjadi petunjuk untuk terjadinya hipoksia jaringan
meskipun terjadinya pergeseran kekanan pada afinitas hemoglobin untuk
oksigen (lihat gambar 22). Jantung dan pembuluh darah otot polos keduanya
menjadi berkurang responnya ke katekolamin endogenous dan eksogenous,
dan permulaan dari penurunan fibrilasi ventrikuler. Hiperkalemia yang progresif
yang merupakan hasil pergerakan dari K + keluar dari sel dalam pertukaran
menjadi ekstraseluler H+ (lihat bab 28) juga berpotensi mematikan. Plasma [K +]
meningkat kira-kira 0,6 mEq/L untuk setiap peningkatan 0,10 pada pH.
Depresi sistem saraf pusat lebih menyolok pada asidosis respiratorik
daripada pada asidosis metabolik. Efek ini, biasanya diistilahkan CO 2 narkosis,
ini mungkin hasil dari hipertensi intrakranial secara sekunder terjadi

14
peningkatan aliran darah otak, dan asidosis intraselular berat. Tidak sama
dengan CO2, ion H+ tidak segera menembus sawar darah otak (lihat bab 25).

ASIDOSIS RESPIRATORIK
Asidosis respiratorik didefinisikan sebagai peningkatan utama pada PaCO2.
peningkatan ini mendorong reaksi H2O + CO2 <--> H2CO3 <--> HCO3¯ kearah
kanan, terutama untuk peningkatan [H+] dan pada penurunan pH arteri. Pada
reaksi yang digambarkan diatas, [HCO3¯] dipengaruhi secara minimal.

15
PaCO2 mengambarkan keseimbangan antara produksi CO2 dan
eliminasi CO2 (lihat bab 22)”
PaCO2 = Produksi CO2
Ventilasi alveolar

Produksi karbondioksida adalah oleh produk dari metabolik lemak dan


karbohidrat. Aktifitas otot, temperatur badan, aktifitas hormon tiroid semuanya
dapat menjadi penyebab utama pada produksi CO 2. Sebab produksi CO2 tidak
cukup besar merubah dalam keadaan tesebut, asidosis respiratorik biasanya
disebabkan oleh akibat hipoventilasi alveolar (tabel 30-3). Pada pasien-pasien
dengan kapasitas terbatas untuk meningkatkan ventilasi alveolar,
bagaimanapun juga ditingkatkannya produksi CO 2 dapat menimbulkan asidosis
respiratorik.
Asidosis Respiratorik Akut
Respon kompensasi untuk peninggian yang akut (6-12 jam) pada PaCO 2
adalah terbatas. Buffer terutamanya diberikan oleh hemoglobin dan perubahan
dari ekstraselular H+ untuk Na+ dan K+ dari tulang dan kompartemen cairan
intraselular (lihat atas). Respon ginjal ginjal untuk lebih menahan karbonat
adalah sangat akut terbatas. Hasilnya, plasma [HCO 3¯] meningkat hanya
sekitar 1 mEq/L untuk setiap peningkatan 10 mmHg pada PaCO 2 diatas 40
mmHg.
Asidosis Respiratorik Kronik
Kompensasi ginjal “yang penuh” mengkarateristik asidosis respiratorik kronik.
Kompensasi ginjal adalah cukup besar terjadi hanya setelah 12-24 jam dan
tidak akan meningkat sampai 3-5 hari. Selama waktu tersebut, peningkatan
PaCO2 yang berlanjut tampak cukup lama untuk meningkatkan kompensasi
ginjal secara maksimal. Sewaktu asidosis respiratorik kronik, [HCO 3¯] dalam
plasma meningkat kira-kira 4 mEq/L untuk setiap peningkatan 10 mmHg PaCO 2
diatas 40 mmHg.
Pengobatan Pada Asidosis Respiratorik
Pengobatan pada asidosis respiratorik adalah untuk membalikan ketidak
seimbangan antara produksi CO2 dan ventilasi alveolar. Pada kebanyakan
kasus ini dilakukan dengan cara peningkatan ventilasi alveolar. Pengukuran ini
bertujuan untuk mengurangi produksi CO 2 (dantrolene, paralisis otot,

16
pengobatan antitiroid, atau mengurangi pengambilan karbohidrat) digunakan
pada kasus-kasus spesifik (berturut-turut, hipertemi maligna, tetanus, badai
tiroid, dan total parenteral nutrisi). Pengukuran secara temporer ditujukan untuk
memperbaiki ventilasi alveolar termasuk bronkodilatasi, pemulihan dari
narkosis, pemakaian respirasi secara stimulan (doxapram), atau memperbaiki
komplians paru (diuresis). Asidosis sedang sampai berat (pH <7,20), narkosis
CO2 dan ancaman kelemahan otot-otot respirasi merupakan indikasi untuk
ventilasi mekanik (lihat bab 50). Ditingkatkannya konsentrasi O 2 yang di
inspirasi biasanya juga terjadi sewaktu hipoksemia. Pemberian NaHCO 3 secara
intravena jarang digunakan kecuali pH <7,10 dan HCO 3¯ <15 mEq/L. Terapi
sodium bikarbonat akan meningkatkan PaCO 2 secara sementara:
H+ + HCO3¯ <--> CO2 + H2O
Buffer tidak menghasilkan CO2 seperti carbicarb atau tromethamin
(THAM) telah diusulkan sebagai alternatif tetap tetapi tidak memberikan
keuntungan yang berarti (bawah). Carbicarb merupakan campuran dari 0,3 M
sodium bikarbonat dan 0,3 M sodium carbonat; dibuffer adalah campuran ini
terutama menghasilkan sodium bikarbonat disamping CO 2. Tromethamin yang
ditambahkan bertujuan untuk mengurangi natrium dan mungkin lebih efektif
pada buffer intraselular.
Pasien dengan latar belakang asidosis respiratorik kronik memerlukan
pertimbangan khusus (lihat bab 23). Ketika beberapa pasien berkembang
menjadi kegagalan ventilasi yang akut, tujuan utama terapi adalah
mengembalikan tekanan PaCO2 pasien menjadi “normal” seperti semula.
Normalisasi PaCO2 pasien menjadi 40 mmHg akan menyebabkan alkalosis
respiratorik. Terapi oksigen harus dikontrol secara hati-hati sebab jalur respirasi
pada beberapa pasien tergantung pada hipoksemia bukan PaCO 2 atau
peningkatan ruang rugi fisiologis (lihat bab 22 dan 23); “normalisasi” PaCO 2
atau hiperoksia relatif dapat mencetuskan hipoventilasi yang berat.

ASIDOSIS METABOLIK
Asidosis metabolik didefinisikan sebagai penurunan primer [HCO 3¯]. Proses
patologis dapat mengawali asidosis metabolik oleh satu dari tiga mekanisme:
(1) komsumsi HCO3¯ oleh asam nonvolatile yang kuat, (2) ginjal atau

17
gastrointestinal membuang bikarbonat, atau (3) kecepatan dilusi dari
kompartemen cairan ekstraselular dengan cairan yang bebas bikarbonat.
Turunnya HCO3 dalam plasma tanpa pengurangan PaCO2 yang
proporsional menurunkan pH arteri. Respon kompensasi pulmonar pada
asidosis metabolik yang sederhana (lihat atas) secara karateristik tidak
mengurangi PaCO2 ketingkat pH normal yang komplet tetapi dapat
menghasilkan hiperventilasi (respirasi Kussmaul’s).
Pada tabel 30-4 terdapat daftar gangguan yang dapat menyebabkan
asidosis metabolik. Sebagai catatan, diagnosis banding dari asidosis metabolik
kemungkinan difasilitasi melalui perhitungan anion gap.
Anion Gap
Anion gap dalam plasma umumnya didefinisikan sebagai perbedaan antara
kadar kation utama dan kadar anion utama:
Anion Gap = Plasma kation utama – Plasma anion utama
Atau
Anion Gap = [Na+] – ([Cl¯] + [HCO3¯])
Beberapa ahli memasukan plasma K + dalam perhitungan. Dengan kadar
normal,
Anion Gap = 140 – (104 +24) = 12 mEq/L
(batas normalnya = 7-14 mEq/L)
Dalam kenyataannya, anion gap tidak terjadi karena kenetralan elektro
harus dipertahankan didalam tubuh; jumlah semua anion harus sebanding
dengan jumlah kation. Oleh karena itu,
Anion Gap = Anion yang tidak terukur – Kation yang tidak terukur
”Kation yang tidak terukur” termasuk K +, Ca2+, dan Mg2+, sedangkan
”anion yang tidak terukur” termasuk semua anion organik (termasuk protein
plasma), sulfat dan phosfat. Jumlah albumin plasma normalnya merupakan
fraksi terbesar dari anion gap (kira-kira 11 mEq/L). Anion gap menurun 2,5
mEq/L untuk setiap penurunan 1 g/dL konsentrasi albumin dalam plasma.
Beberapa proses yang meningkatkan ”anion yang tidak terukur” atau
menurunkan ”kation yang tidak terukur” akan meningkatkan anion gap. Pada
bagian lain, beberapa proses menurunkan ”anion yang tidak terukur” atau
meningkatkan ”kation yang tidak terukur” akan menurunkan anion gap.

18
Peningkatan ringan dari anion gap dalam plasma sampai 20 mEq/L
kemungkinan tidak membantu diagnostik sewaktu asidosis, tetapi kadar > 30
mEq/L biasanya mengindikasikan anion gap asidosis yang tinggi. Alkalosis
metabolik dapat juga menyebabkan gap anion yang tinggi sebab volume
ekstraselular yang berkurang, peningkatan albumin dan kompensasi pada
peningkatan produksi laktat. Anion gap dalam plasma yang rendah dapat terjadi
pada hipoalbumin, intoksikasi bromide atau lithium dan multipel myeloma.
Asidosis Metabolik Gap Anion Tinggi
Asidosis metabolik dengan gap anion tinggi dicirikan oleh peningkatan secara
selektif kekuatan asam nonvolatile. Asam tersebut dipisahkan menjadi H + dan
anion secara berturut-turut; H + dipergunakan oleh HCO3¯ untuk menghasilkan
CO2, sedangkan anion (konjugasi basa) mengumpul dan menempati tempat
dari HCO3¯ pada cairan ekstraseluler (oleh karena itu meningkatkan gap
anion). Asam nonvolatile dapat dihasilkan secara endogen atau dihirup.
A. KEGAGALAN MENGEKSRESIKAN ASAM NONVOLATILE ENDOGEN:
Asam organik yang dihasilkan dengan cara endogen secara normal dieliminasi
oleh ginjal didalam urin. Kecepatan filtrasi glomerulus dibawah 20 mL/mnt
(gagal ginjal) secara khas menghasilkan asidosis metabolik yang progresif dari
akumulasi beberapa asam.
B. PENINGKATAN PRODUKSI ASAM NONVOLATILE ENDOGEN:
Beberapa jaringan yang mengalami hipoksia berat mengikuti hipoksemia,
hipoperfusi (iskemia) atau ketidakmampuan menggunakan oksigen (keracunan
sianida) dapat menyebabkan asidosis laktat. Asam laktat merupakan produk
akhir dari metabolisme anaerobik glukosa (glicolisis) dan dapat secara cepat
terakumulasi pada beberapa kondisi. Diturunkannya penggunaan laktat oleh
hepar, dan lebih lanjut oleh ginjal, umumnya kurang mengaktifkan asidosis
laktat; penyebabnya termasuk hipoperfusi, alkoholisme, dan penyakit hati.
Kadar laktat dapat diukur dan normalnya 0,3 sampai 1,3 mEq/L. Asidosis
dihasilkan dari asam D-laktat, yang mana tidak dipergunakan oleh α-laktat
dehidrogenase (dan tidak diukur oleh pemeriksaan rutin), mungkin tidak dapat
ditemui pada pasien-pasien dengan ’short bowel sindrom’; yang terakhir ini
dibentuk oleh koloni bakteri dari pencernaan glukosa dan tepung dan diabsorpsi
secara sistemik.

19
Kekurangan insulin secara relatif atau absolut dapat menyebabkan
hiperglikemik dan ketoasidosis progersif akibat akumulasi dari β-hidroksibutirat
dan asam asetoasetat. Ketoasidosis mungkin juga terlihat sewaktu berpuasa
(kelaparan) dan peminum alkohol. Patofisologi dari asidosis sering dihubungkan
dengan intoksikasi alkohol yang berat dan koma hiperosmolar nonketotik
adalah kompleks dan mungkin menunjukkan dibentuknya kembali laktat, keto
atau asam lainnya yang tidak diketahui.
Beberapa kelainan metabolisme bawaan, seperti penyakit ’maple syrup
urine’, metilmalonic aciduria, propionic acidemia, dan isovaleric acidemia,
menyebabkan asidosis metabolik gap anion tinggi sebagai hasil akumulasi dari
asam amino abnormal.
C. INHALASI ASAM NONVOLATILE EKSOGEN:
Inhalasi salisilat dalam jumlah yang besar sering menyebabkan asidosis
metabolik. Asam salisilat seperti asam intermediate lainnya secara cepat
diakumulasi dan menghasilkan asidosis gap anion tinggi. Dikarenakan salisilat
juga menyebabkan stimulasi respirasi secara langsung, kebanyakan pada
orang dewasa berkembang menjadi campuran asidosis metabolik dengan
alkalosis respiratorik. Inhalasi methanol (metil alkohol) sering menghasilkan
asidosis dan gangguan penglihatan (retinitis). Tanda-tanda khasnya
diperlambat sampai oksidasi dari methanol oleh alkohol dehidrogenase yang
menghasilkan asam formik, sedangkan keracunan yang lebih tinggi terjadi pada
retina. Gap anion tinggi menunjukkan akumulasi beberapa asam organik
termasuk asam asetat. Toksisitas dari ethilene glicol juga menyebabkan
aktivitas alkohol dehidrogenase untuk menghasilkan asam glicolic. Asam
glicolic, penyebab utama asidosis, lebih lanjut dimetabolisme membentuk asam
oxalic yang disimpan di tubulus ginjal dan mengakibatkan gagal ginjal.
Asidosis Metabolik Gap Anion Normal
Asidosis metabolik dihubungkan dengan gap anion normal yang karateristiknya
khas oleh hiperchloremia. Peningkatan [Cl¯] dalam plasma mengambil tempat
dari HCO3¯ yang hilang. Asidosi metabolik hiperchloremia paling umum
disebabkan dari gastrointestinal yang abnormal atau kehilangan HCO 3¯ ginjal.

20
Perhitungan gap anion dalam urin dapat membantu mendiagnosis gap
anion normal.
Urin anion gap = ([Na+] + [K+]) – [Cl¯]
Gap anion urin normalnya positif atau mendekati nol. Prinsip kation urin
yang tidak diukur secara normal adalah NH 4+ yang akan meningkat (sewaktu
dengan Cl¯) sewaktu asidosis metabolik; yang lebih akhir menyebabkan gap
anion urin negatif. Gangguan sekresi H + atau NH4+ seperti yang terjadi pada
gagal ginjal atau asidosis tubulus ginjal menyebabkan gap anion urin positif
pada asidosis sistemik.
A. PENINGKATAN KEHILANGAN HCO3¯ DARI GASTROINTESTINAL:
Diare paling umum menyebabkan asidosis metabolik hiperchloremic. Cairan
diare mengandung 20-50 mEq/L HCO3¯. Usus halus, empedu, dan cairan
pankreas kaya akan HCO3¯. kehilangan dalam jumlah yang besar dari cairan
tersebut dapat menyebabkan asidosis metabolik hiperchloremic. Pasien dengan
ureterosigmoidostomi dan beberapa dengan ileal loops yang terlalu panjang
atau yang menjadi obstruksi secara partial sering berkembang menjadi asidosis
metabolik hiperchloremic (lihat bab 28). Inhalasi chloride yang mengandung
anion exchange resins (cholestiramin) atau jumlah yang besar dari kalsium atau
magnesium chloride dapat menyebabkan peningkatan absorpsi dari chloride
dan kehilangan ion bikarbonat. Beberapa resin yang tidak diserap berikatan
dengan ion bikarbonat sedangkan kalsium dan magnesium bergabung dengan
bikarbonat membentuk garam-garaman yang tidak larut pada intestinal.
B. PENINGKATAN KEHILANGAN HCO3¯ DARI GINJAL:
HCO3¯ yang dihasilkan oleh ginjal dapat terjadi sebagai akibat dari kegagalan
untuk mereabsorpsi HCO3¯ atau mensekresi secara adekuat H + dalam bentuk
asam yang dititrasi atau ion ammonium. Beberapa kelainan yang dialami oleh
pasien-pasien yang menggunakan inhibitor carbonic anhidrase seperti
acetazolamide dan mereka dengan asidosis tubulus ginjal.
Asidosis tubulus ginjal terdiri dari grup defek nonazotemic sekresi dari H +
oleh tubulus ginjal menyebabkan pH urin terlalu tinggi sewaktu acidemia
sistemik. Beberapa defek mungkin menyebabkan defek ginjal primer atau
sekunder sampai gangguan sistemik. Defek pada tempat sekresi H+ mungkin
pada distal (tipe 1) atau proksimal tubulus ginjal (tipe 2). Hipoaldosteronisme

21
hiporeninemic umumnya dihubungkan dengan tipe 4 asidosis tubulus ginjal
(lihat bab 28). Dengan asidosis tubulus distal ginjal, defek terjadinya pada
tempat setelah filtrasi HCO3¯. Sebagai hasilnya, terjadi kegagalan dalam
mengasamkan urin, sehingga eksresi asam kurang dibandingkan produksi
asam sehari-hari. Gangguan ini sering dihubungkan dengan hipokalemia,
demineralisasi tulang, nephrolithiasis, dan nephrokalsinosis. Terapi alkali
(NaHCO3) 1-3 mEq/L biasanya cukup memulihkan beberapa efek samping.
Dengan berkurangnya asidosis tubulus proksimal ginjal, defek sekresi H + pada
tubulus proksimal menyebabkan pengeluaran massive HCO 3¯. Defek yang
bersamaan pada reabsorpsi tubulus terhadap substansi yang lain seperti
glukosa, asam amino atau phosfat secara umum. Asidosis hiperchloremic
menyebabkan kehilangan volume dan hipokalemia. Pengobatannya dengan
memberikan alkali (sebanyak 10-25 mEq/kg/hari) dan suplemen potassium.
PEYEBAB LAIN ASIDOSIS HIPERCHLOREMIA:
Asidosis hiperchloremia dilusional dapat terjadi ketika volume ekstraseluler
secara cepat digantikan dengan cairan yang bebas berkarbonat seperti normal
saline. HCO3¯ plasma menurunkan proporsional jumlah cairan yang diinfus
seperti pengenceran HCO3¯ ekstraseluler. Pemberian asam amino melalui infus
(parenteral hiperalimentation) yang mengandung kation organik pada kelebihan
anion organik dapat menyebabkan asidosis metabolik hiperchloremia sebab
chloride umumnya digunakan seperti anion untuk kation asam amino. Akhirnya,
pemberian secara kuantitatif dalam jumlah yang besar dari chloride yang
mengandung asam seperti ammonium chloride atau arginine hidrochloride
(biasanya diberikan untuk mengobati alkalosis metabolik) dapat menyebabkan
asidosis metabolik hiperchloremia jika terlalu banyak diberikan.
PENGOBATAN ASIDOSIS METABOLIK
Beberapa ukuran yang umum digunakan untuk mengontrol beratnya asidemia
sampai proses dasarnya dikoreksi. Beberapa komponen respirasi dari asidemia
harus dikoreksi. Respirasi akan dikontrol jika perlu; PaCO 2 dibawah 30 detik
mungkin diperlukan sekali untuk mengembalikan sebagian pH kembali normal.
Jika pH darah arteri dibawah 7,20, terapi alkali, biasanya dalam bentuk
NaHCO3 (biasanya dalam solusi 7,5%), mungkin diperlukan. PaCO 2 mungkin
meningkat sementara seperti HCO3¯ yang dipakai oleh asam (diperlukan untuk

22
mengontrol ventilasi pada asidemia berat). Jumlah NaHCO 3 yang diberikan
ditentukan secara empiris dalam dosis tertentu (1mEq/kg) atau didasarkan
pada base excess dan penghitungan bikarbonat space. Pada kasus yang
sama, kadar gas darah serial dipergunakan untuk menghindari komplikasi (yaitu
alkalosis yang berat dan kelebihan sodium) dan untuk menuntun terapi lebih
lanjut. Peningkatan pH arteri > 7,25 biasanya cukup menanggulangi efek
fisiologi yang merugikan dari asidemia. Asidemia yang dalam atau refraktor
mungkin harus dilakukan hemodialisa akut dengan dialisis bikarbonat.
Penggunaan NaHCO3 dalam jumlah yang besar secara rutin pada
pengobatan henti jantung dan keadaan dengan aliran darah yang rendah tidak
direkomendasikan lebih lanjut (lihat bab 48). Asidosis intraselular paradoksikal
mungkin terjadi sebab CO2 yang dibentuk siap masuk kedalam sel tetapi ion
bikarbonat tidak. Buffer alternatif yang tidak menghasilkan CO 2 secara teori
lebih dipertimbangkan tetapi tidak tersedia didalam klinik.
Terapi yang spesifik untuk ketoasidosis diabetika termasuk penggantian
dari defisit cairan yang hilang (sebagai akibat dari diuresis osmotik
hiperglikemik) pertama sebaiknya insulin, potassium, phosfat, dan magnesium.
Pengobatan asidosis laktat awalnya secara langsung mengembalikan
oksigenase secara adekuat dan perfusi jaringan. Alkalanisasi urin dengan
NaHCO3 supaya pH lebih besar dari 7,0 akan meningkatkan eliminasi salisilat
sewaktu keracunan salisilat. Infus ethanol (dari loading IV 8-10 mL/kg dengan
ethanol 10% dalam D5 lebih dari 30 menit bersamaan dengan pemberian
melalui infus secara kontinyu 0,15 mL/kg/jam untuk mencapai kadar ethanol
darah 100-130 mg/dL) yang diindikasikan sewaktu intoksikasi methanol atau
ethilene glicol. Ethanol berkompetisi dengan alkohol dehidrogenase dan secara
lambat menurunkan pembentukan asam formic dari methanol dan glicolik dan
asam oksalit dari ethilene glicol.
RUANG BIKARBONAT:
Ruang bikarbonat didefinisikan sebagai volume HCO 3¯ yang akan
didistribusikan sewaktu diberikan secara intravena. Sedangkan secara teori hal
ini sebanding dengan ruang cairan ekstraseluler (kira-kira 25% dari berat
badan), dalam kenyataan rentangnya antara 25% sampai 60% dari berat badan

23
yang tergantung pada berat dan lamanya asidosis. Variasi ini sebagian
dihubungkan dengan jumlah dari intraseluler dan buffer tulang yang ditempati.
Contoh: Hitung jumlah NaHCO3 yang diperlukan untuk mengkoreksi
defisit basa (BD) dari -10 mEq/L untuk seorang laki-laki dengan berat badan 70
kg dengan perkiraan ruang HCO3¯ 30%:
NaHCO3 = BD x 30% x berat badan dalam L
NaHCO3 = -10 mEq/L x 30% x 70 L = 210 mEq
Secara praktis, hanya 50% dari dosis yang dihitung (105 mEq) yang
biasanya diberikan setelah gas darah yang lainnya diukur.
PERTIMBANGAN ANESTESI PADA PASIEN DENGAN ASIDOSIS
Asidemia dapat berpotensi menimbulkan efek depresi pada kebanyakan sedatif
dari obat anestesi pada saraf pusat dan sistem sirkulasi. Karena opiods
merupakan basa lemah, asidosis dapat meningkatkan fraksi obat dalam bentuk
non ion dan menfasilitasi penetrasi dari opioid dalam otak. Ditingkatkannya
sedasi dan depresi refleks jalan nafas mungkin merupakan predisposisi aspirasi
pulmonal. Efek depresi pada sirkulasi dari obat anestesi intravena dan volatile
dapat juga ditingkatkan. Lebih lanjut lagi, beberapa obat yang menurunkan
tonus simpatis secara cepat dapat berpotensi menyebabkan depresi sirkulasi
pada keadaan asidosis. Halothane lebih arrhytmogenik pada keadaan asidosis.
Suksinilkolin secara umum dihindari pada pasien asidosis dengan hiperkalemia
untuk mencegah peningkatan lebih lanjut [K +] plasma. Akhirnya, asidosis
respiratorik tetapi bukan metabolik, memecah blok neuromuskular non
depolarisasi dan mungkin mencegah antagonismenya melalui obat reversal.

ALKALOSIS
EFEK FISIOLOGI ALKALOSIS
Alkalosis meningkatkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen dan mengeser
kurva dissosiasi oksigen kekiri, hal ini membuat hemoglobin lebih susah
melepaskan oksigen kejaringan (lihat bab 22). Perpindahan ion H + keluar dari
sel untuk menganti perpindahan K + ekstraseluler ke dalam sel dapat
menyebabkan hipokalemia (lihat bab 28). Alkalosis meningkatkan sejumlah
tempat ikatan anion untuk ion ion Ca 2+ pada protein plasma dan dengan
demikian menurunkan kadar [Ca2+] plasma, peranan penting dalam

24
menimbulkan depresi sirkulasi dan irritabilitas neuromuskular (lihat bab 28).
Alkalosis respiratorik menurunkan aliran darah otak (lihat bab 25),
meningkatkan sistemik vaskular resisten (SVR), dan dapat menimbulkan
vasospasme koroner (lihat bab 19). Pada paru-paru, alkalosis respiratorik
meningkatkan tonus otot polos bronkial (bronkokontriksi) tetapi menurunkan
pulmonar vaskular resisten (lihat bab 22).
ALKALOSIS RESPIRATORIK
Alkalosis respiratorik didefinisikan sebagai penurunan primer PaCO 2.
Mekanismenya biasanya karena ketidaksesuaian peningkatan pada ventilasi
alveolar relatifnya pada produksi CO 2. Penyebab umum alkalosis dapat dilihat
pada tabel 30-5. [HCO3¯] dalam plasma biasanya menurun 2 mEq/L untuk
setiap penurunan akut 10 mmHg PaCO 2 diatas 40 mmHg. Perbedaan diantara
alkalosis respiratorik tidak selalu terdapat, karena respon kompensasi terhadap
alkalosis respiratorik kronik cukup bervariasi: [HCO 3¯] dalam plasma menurun
2-5 mEq/L untuk setiap 10 mmHg penurunan PaCO 2 dibawah 40 mmHg.
Pengobatan Alkalosis Respiratorik
Koreksi terhadap proses yang melatarbelakanginya merupakan pengobatan
satu-satunya terhadap alkalosis respiratorik untuk alkalemia yang berat (pH
arteri >7,60), asam dihidrokloride intravena, argine kloride atau ammonium
kloride mungkin diindikasikan.
ALKALOSIS METABOLIK
Alkalosis metabolik didefinisikan sebagai peningkatan primer HCO 3¯ dalam
plasma. Kebanyakan kasus dari alkalosis metabolik dapat dibagi menjadi (1)
yang dihubungkan dengan defisiensi NaCl dan kehilangan ECF sering
dilukiskan sebagai sensitivitas kloride, dan (2) yang dihubungkan dengan
peningkatan aktivitas mineral kortikoid umumnya disebut sebagai kloride-
resisten (tabel 30-6).
Alkalosis Metabolik Sensitif-Kloride
Kehilangan cairan ekstraseluler menyebabkan tubulus ginjal merabsorpsi Na +.
Disebabkan tidak cukupnya Cl¯ yang tersedia untuk menyertai semua ion Na +
yang direabsorpsi, ditingkatkannya sekresi H + bertujuan untuk memelihara
netralitas electron. Akibatnya ion HCO 3¯ yang telah dieksresi diabsorpsi
kembali yang menyebabkan alkalosis metabolik. Secara fisiologis pemeliharaan
volume cairan ekstraseluler lebih banyak bertujuan memelihara keseimbangan

25
asam-basa. Disebabkan sekresi ion K + dapat juga memelihara netralitas
electron sekresi potassium juga ditingkatkan. Lebih lanjut lagi, hipokalemia
memecah sekresi H+ (dan reabsorpsi HCO3¯) dan juga mencetuskan alkalosis
metabolik. Hipokalemia berat sendiri dapat menyebabkan alkalosis. Konsentrasi
kloride dalam urin sewaktu alkalosis metabolik sensitif kloride secara
karateristik adalah rendah (< 10 mEq/L).
Terapi diuretik merupakan penyebab yang paling umum dari alkalosis
metabolik sensitif kloride. Diuretik seperti furosemid, asam ethakrinik dan
thiasid meningkatkan eksresi Na +, Cl¯ dan K+ menyebabkan kehilangan NaCl,
hipokalemia, dan biasanya alkalosis metabolik ringan. Kehilangan cairan
lambung juga merupakan penyebab umum dari alkalosis metabolik sensitif
kloride. Sekresi lambung mengandung 25-100 mEq/L H +, 40-160 mEq/L Na+,
kira-kira 15 mEq/L K+ dan kira-kira 200 mEq/L Cl¯ .
Muntah atau kehilangan yang terus menerus dari cairan lambung oleh
karena drainase lambung (suction nasogastric) dapat menghasilkan alkalosis
metabolik, kehilangan volume ekstraseluler dan hipokalemia. Normalisasi cepat
dari PaCO2 setelah [HCO3¯] dalam plasma meningkat pada asidosis
respiratorik kronik menyebabkan alkalosis metabolik (alkalosis post hiperkapnic;
lihat diatas). Bayi yang mendapat formula makanan yang mengandung Na +
tanpa kloride dengan mudah mengalami alkalosis metabolik sebab
ditingkatkannya sekresi H+ (atau K+) yang harus diimbangi dengan absorpsi
sodium.
Alkalosis Metabolik Resisten-Kloride
Ditingkatkannya aktifitas mineral kortikoid umumnya menyebabkan alkalosis
metabolik yang terjadi tidak dihubungkan dengan kehilangan volume
ekstraseluler. Ketidak tepatan (tidak teregulasi) dalam peningkatan aktifitas
mineral kortikoid dapat menyebabkan retensi sodium dan ekspansi volume
cairan ekstraseluler. Ditingkatkannya sekresi H + dan K+ menyebabkan
keseimbangan reabsorpsi mineral kortikoid yang diperantarai sodium meningkat
menyebabkan alkalosis metabolik dan hipokalemia. Konsentrasi kloride dalam
urin meningkat lebih dari 20 mEq/L pada beberapa kasus.

26
Penyebab Lain dari Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolik jarang terjadi pada pasien yang diberikan NaHCO 3 dalam
jumlah yang besar kecuali eksresi HCO3¯ oleh ginjal terganggu. Pemberian
produk darah dalam jumlah yang besar dan beberapa protein plasma yang
mengandung solusi kolid sering kali menyebabkan alkalosis metabolik. Sitrat,
laktat dan asetat yang terdapat dalam beberapa cairan dikonversi oleh hati
menjadi HCO3¯. Pasien yang menerima sodium penisilin dosis tinggi
(khususnya carbenisilin) dapat menyebabkan alkalosis metabolik. Disebabkan
penisilin bekerja sebagai anion yang tidak diserap oleh tubulus ginjal,
ditingkatkannya sekresi H+ (atau K+) harus disertai dengan absorpsi sodium.
Untuk beberapa alasan yang tidak jelas, hiperkalsemia yang disebabkan dari
penyebab nonparatiroid (sindrom milk-alkali dan metastase tulang) sering juga
dihubungkan dengan alkalosis metabolik. Patofisiologi dari alkalosis metabolik
mengikuti pemberian makanan kembali juga tidak diketahui.
Pengobatan Alkalosis Metabolik
Seperti halnya dengan gangguan asam-basa lainnya, koreksi alkalosis
metabolik tidak pernah komplit sampai gangguan yang melatarbelakanginya
diobati. Ketika suatu ventilasi dikontrol, beberapa komponen respirasi ikut
menyebabkan alkalemia yang dapat dikoreksi melalui penurunan ventilasi
semenit untuk menormalkan PaCO 2. Pengobatan pilihan alkalosis metabolik
sensitif kloride adalah saline intravena (NaCl) dan pengantian potassium (KCl).
Terapi H2 bloker digunakan ketika cairan lambung yang hilang secara masif
merupakan faktor penyebab. Asetazolamid mungkin juga digunakan pada
pasien dengan edema. Alkalosis terutama dihubungkan dengan
ditingkatkannya aktifitas mineral kortikoid yang dengan mudah berespon
terhadap antagonis aldosteron (spironolakton). Ketika pH darah arteri lebih
besar dari 7,60 pengobatan dengan asam hidrokloride intravena (0,1 mol/L),
ammonium klorida (0,1 mol/L, arginine hidrokloride atau hemodialisa patut
dipertimbangkan.
PERTIMBANGAN ANESTESI PADA PASIEN DENGAN ALKALEMIA
Alkalosis respiratorik memperlama durasi dari depresi respirasi yang dipicu oleh
opioid. Efek ini kemungkinan disebabkan dari ditingkatkannya protein yang
berikatan dengan opioid. Iskemia cerebral dapat terjadi dari pengurangan aliran

27
darah otak sewaktu alkalosis respiratorik, khususnya sewaktu hipotensi.
Kombinasi dari alkalemia dan hipokalemia dapat memicu disritmia artrial dan
ventrikular yang berat. Potensiasi dari blok neuromuskuler nondepolarisasi
telah dilaporkan dengan alkalemia tetapi mungkin lebih langsung dihubungkan
dengan hipokalemia secara terus menerus.

DIAGNOSIS PADA GANGGUAN ASAM-BASA


Interpretasi status asam-basa dari analisa gas darah memerlukan pendekatan
secara sistemik. Pendekatan yang direkomendasi sebagai berikut (tabel 30-6):
(1) Lihat pH arterinya: Apakah terjadi asidemia atau alkalemia?
(2) Lihat PaCO2: Apakah perubahan pada PaCO2 sesuai dengan komponen
respiratorik?
(3) Jika perubahan PaCO2 tidak menjelaskan perubahan pada pH arteri,
apakah pe-rubahan pada [HCO3¯] mengindikasikan komponen metabolik?
(4) Buat diagnosis sewaktu (lihat tabel 30-1).
(5) Bandingkan perubahan [HCO3¯] dengan perubahan PaCO2. Apakah respon
kompensasi terjadi (tabel 30-7)? Karena pH arteri dihubungkan dengan ratio
PaCO2 sampai [HCO3¯], kedua mekanisme kompensasi baik pulmonar dan
ginjal selalu menyebabkan perubahan PaCO2 dan [HCO3¯] pada aturan yang
sama. Perubahan yang berlawanan dengan aturan menyimpulkan gangguan
asam-basa.
(6) Jika respon kompensasi lebih lebih atau kurang dibandingkan dengan yang
diperkirakan, definisi gangguan asam-basa telah terjadi.
(7) Hitung gap anion plasma pada kasus asidosis metabolik.
(8) ukur konsentrasi kloride dari urin pada kasus alkalosis metabolik.
Kecepatan alternatif tetapi mungkin pendekatan yang kurang tepat
adalah menghubungkan perubahan pada pH dengan perubahan pada CO 2 atau
HCO3. Untuk gangguan respiratorik, setiap perubahan 10 mmHg CO 2 akan
merubah pH arteri kira-kira 0,08 unit pada arah yang berlawanan. Sewaktu
gangguan metabolik, setiap 6 mEq perubahan HCO 3 juga merubah pH arteri
0,1 pada arah yang sama. Jika perubahan pH arteri melebih atau kurang dari
yang diprediksikan, gangguan keseimbangan asam-basa mungkin akan terjadi.

28
PENGUKURAN TEKANAN GAS DARAH DAN pH
Kadar yang diperoleh melalui pengukuran gas darah secara rutin termasuk
tekanan oksigen dan karbondioksida (PO 2 dan PCO2), pH, [HCO3¯], base
excess, hemoglobin dan persentase saturasi dari hemoglobin. Sesuai dengan
aturannya hanya PO2, PCO2, pH yang diukur. Hemoglobin dan persentase
saturasi oksigen diukur dengan cooximeter. [HCO 3¯] didapat dengan
menggunakan persamaan Henderson-Hasselbalch dan base excess dari
nomogram Siggaard-Andersen.
Pengumpulan Sumber dan Sampel
Sampel darah arteri yang umumnya digunakan dalam klinik, diambil dalam
kapiler atau darah vena dapat digunakan jika batasan dari sampel ditetapkan.
Tekanan oksigen pada darah vena (normalnya 40 mmHg) yang menunjukkan
ekstrasi jaringan dan bukan fungsi pulmonar. PCO 2 vena biasanya 4-6 mmHg
lebih tinggi dibandingkan PaCO 2. Konsekuensinya pH darah vena biasanya
0,05 unit lebih rendah dengan pH darah arteri. Meskipun ada beberapa
pembatasan darah vena sering digunakan pada penentuan status asam-basa.
Darah kapiler merupakan pencampuran dari darah arteri dan vena dan kadar
yang diperoleh menunjukkan keadaan hal tersebut. Sampel biasanya
dikumpulkan pada syringe yang dilapisi heparin dan kemudian dianalisa
sesegera mungkin. Gelembung udara mesti dihilangkan dan sampel kemudian
ditutup dan diletakkan dalam es untuk mencegah penyerapan gas dari sel
darah atau hilangnya gas keatmosfir. Meskipun heparin keasamannya tinggi,
jumlah yang berlebihan dari heparin pada syringe sampel biasanya penurunan
pHnya minimal tetapi penurunan PCO 2nya proporsinya langsung terhadap
persentase pengenceran dan mempunyai efek yang bervariasi pada PO 2.
Koreksi Suhu
Perubahan pada suhu secara langsung mempengaruhi kadar PCO 2, PO2 dan
secara tidak langsung pada pH. Penurunan suhu lebih rendah dari tekanan
parsial dari gas yang terlarut ketika isi dari gas total tidak berubah
menyebabkan larutan gas proporsinya berbanding terbalik dengan suhu baik
PCO2 dan PO2 menurun sewaktu hipotermia tetapi pH meningkat oleh karena
suhu tidak cukup besar merubah [HCO 3¯]: PaCO2 menurun, tetapi [HCO3¯]
tidak diubah. Sewaktu tekanan gas dan pH diukur pada suhu 37°C kontroversi

29
yang terjadi sewaktu mengkoreksi kadar hasil pengukuran suhu pasien secara
faktual. Kadar “normal” pada suhu lebih dari 37°C tidak diketahui. Beberapa
klinikus menggunakan ukuran lebih dari 37 C, tanpa memperhatikan suhu yang
sebenarnya dari pasien (lihat bab 21)
PENGUKURAN pH
Sewaktu logam ditempatkan pada larutan yang mengandung garam,
kecenderungan dari logam mengionkan kedalam larutan meninggalkan logam
dengan beban negatif. Jika dua logam yang berbeda (electrode) dan garamnya
dibagi oleh dua sekat (memberikan transfer dari charger), kecenderungan dari
metal yang satu masuk dalam larutan lebih tingi dari yang lain yang
meyebabkan kekuatan elektromotif diantara dua electrode. Untuk mengukur
pH, silver/silver kloride electrode dan merkuri/merkurous khloride electrode
(calomel) paling umum digunakan. Silver elektrode kontak dengan cairan test
melewati pH sensitif glass. Calomel electrode bercampur dengan cairan test
melewati cairan kloride potassium dan porous plag. Kekuatan elektromotif
dikembangkan diantara dua electrode yang sebanding terhadap [H +].
PENGUKURAN KARBONDIOKSIDA
Modifikasi dari sistem electrode pH memerlukan pengukuran PCO 2. pada
sistem ini (electrode severinghaus), dua electrode dipisahkan oleh cairan
sodium bikarbonat dan solusi potassium kloride. Contoh sampel adalah pada
kontak dengan larutan bikarbonat melewati membran Teflon yang tipis yang
memerlukan CO2 untuk keseimbangan diantara sampel tes dan larutan
bikarbonat. Sebagai hasilnya, pH dari larutan bikarbonat menunjukkan PCO 2
dari larutan test.
PENGUKURAN OKSIGEN
PO2 paling umum diukur secara polarographicali menggunakan electrode Clark.
Pada sistem ini platinum dihubungkan dengan silver/silver electrode kloride
melewati larutan elektrolit (NaCl dan KCl). Sampel tes dipisahkan dari larutan
elektrolit oleh membran yang memerlukan oksigen untuk berdifusi secara
bebas. Ketika voltase negatif terjadi pada platinum electrode, arus listrik
mengalir diantara dua electrode adalah secara langsung dihubungkan dengan
PO2. Pada proses ini, molekul oksigen menggunakan electron dari katoda dan
bereaksi dengan air membentuk ion hidrosida.

30
DISKUSI KASUS:
GANGGUAN KOMPLEKS ASAM BASA

Seorang bayi laki-laki berumur 1 bulan dengan malformasi anorektal telah


mengalami anoplasty. Postoperatif, didapatkan gangguan jantung kongestif
yang disebabkan oleh koartasio aorta. Dari catatan didapatkan takipnea,
penurunan urine output, perfusi perifer yang buruk, hepatomegali dan
kardiomegali. Setelah intubasi endotrakhea, bayi tersebut kemuadian
dihubungkan dengan ventilator (tekanan yang mensuport ventilasi, fraksi dari
oksigen yang diinspirasi [Fi02] = 1.0). Awalnya gas darah arteria, hemoglobin
dan elektrolit kadarnya sebagai berikut :
PaCO2 = 11 mmHg
pH = 7,47
PaCO2 = 209 mm Hg
HC03- kalkulasi = 7,7 mEq/L
Base deficit = - 14,6 mEq/L
Hb = 9,5 g/dL
[Na+] = 135 mEq/L
[Cl-] = 95 mEq/L
[K+] = 5,5 mEq/L
[Total C02] = 8 mEq/L
Sebagai catatan, C02 total secara normal diukur dengan elektrolit
sekaligus keduanya dalam plasma[HC0 3-] dan CO2 yang terlarut di dalam
plasma.
Apa gangguan asam-basanya?
Dengan menggunakan pendekatan seperti yang telah disebutkan di atas,
pasien secara jelas mengalami alkalosis (pH >7,45) dimana sebagian
respirasinya masih seperti awal (PaCO 2 <40 mmHg). Sewaktu PaCO2 menurun
mendekati 30 mmHg, kami mengharapkan [HCO3 -] menjadi 18 mEq/L.
(40-10) x 2 mEq/L = 6 mEq/L dibawah 24 mEq/L
10
Kenyataanya, [HC03-] pasien mendekati 10 mEq/L, kurang dari yang
diharapkan. Pasien juga mengalami gangguan campuran asam-basa : alkalosis
respiratorik primer dan asidosis metabolik primer. Sebagai catatan, perbedaan

31
antara [HC03-] pasien dan [HC03-] yang diharapkan untuk alkalosis repsiratorik
murni, secara kasar sesuai dengan base excess.
Apa yang mungkin menyebabkan gangguan tersebut?
Alkalosis respiratorik kemungkinan disebabkan oleh gagal jantung
kongestif sedangkan asidosis metabolik disebabkan oleh asidosis laktat
sekunder akibat perfusi yang buruk. Yang lebih akhir ditunjukkan oleh
perhitungan gap anion plasma :

Anion gap = 135-(95+8) =32 mEq/L

Kadar laktat dalam kenyataanya diukur dan didapatkan meningkat


menjadi 14,4 mEq/L. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kelebihan cairan
yang dipercepat pada gagal jantung kongestif.
Pengobatan apa yang diindikasikan?
Pengobatan dilakukan secara langsung pada proses primernya, sebagai
contoh pada gagal jantung kongestifnya. Pasien diobati dengan digoksin dan
furosemide. Konsentrasi hemoglobin adalah rendah pada bayi (normalnya 14-
16 g/L), sehingga tranfusi sewaktu diuresis kemungkinan juga diindikasikan.
Sewaktu diuresis, takipnea pada pasien diperbaiki tetapi perfusi masih
nampak buruk. Hasil laboratorium ulangan sebagai berikut (Fi0 2 = 0,5) :
PaCO2 = 23 mmHg
pH = 7,52
PaCO2 = 136 mm Hg
HC03- kalkulasi = 18 mEq/L
Base deficit = - 3,0 mEq/L
Hb = 10,3g/dL
[Na+] = 137 mEq/L
[Cl-] = 92 mEq/L
[K+] = 3,9 mEq/L
[Total C02] = 18,5 mEq/L
Apa gangguan asam basanya?
Alkalosis respiratorik masih terjadi sedangkan base defisitnya nampak
telah diperbaiki. Sebagai catatan, konsentrasi hemoglobin sedikit meningkat,

32
tetapi [K+] menurun akibat diuresis. Dengan PaC0 2 yang baru [HCO3-] yang
diharapkan menjadi 20,6 mEq/L :
(40-23) x 2 mEq/L = 3,4 mEq/L dibawah 24 mEq/L
10

Oleh karena itu pasien masih mengalami asidosis metabolik sebab


[HCO3-] kurang dari 2 mEq/L. Sebagai catatan lagi, perbedaan ini menutup
kemungkinan pemberian defisit basa dan gap anionnya masih tinggi :

Anion gap = 137-(92+18) = 27

Kadar ulang laktat sekarang 13,2 meq/L.


Gap anion yang tinggi dan kadar laktat menjelaskan kenapa pasien
masih belum baik dan mengindikasikan dimana proses yang baru ditutupi oleh
beratnya asidosis metabolik (yang secara esensial tidak dapat diubah).
Dengan telah diberikannya kursus klinik, kemungkinan besar pasien
sekarang mengalami gangguan triple asam-basa: alkalosis respiratorik,
asidosis metabolik dan sekarang mengalami alkalosis metabolik. Yang paling
akhir kemungkinan disebabkan oleh hipovolemia sekunder akibat diuresis yang
berlebihan (chloride-sensitive metabolic alkalosis), Sebagai catatan juga,
alkalosis metabolik hampir sama seriusnya dengan asidosis metabolik.
Pasien kemudian diberikan packed red blood cells dalam saline dan
dalam waktu 24 jam ketiga gangguan tersebut telah mulai diperbaiki :
PaCO2 = 35 mmHg
pH = 7,51
PaCO2 = 124 mm Hg
HC03- kalkulasi = 26,8 mEq/L
Base excess = +5,0 mEq/L
Hb = 15 g/dL
[Na+] = 136 mEq/L
[Cl-] = 91 mEq/L
[K+] = 3,2 mEq/L
[Total C02] = 27 mEq/L
Laktat = 2,7 mEq/L

33
Hasil
Alkalosis respiratorik dan asidosis metabolik sekarang telah diperbaiki
dan sekarang alkalosis metabolik paling menonjol.
Pemberian KCl intavena dan jumlah yang sedikit dari saline bijaksana
untuk diberikan diikuti pemulihan yang komplit dari alkalosis metabolik. Pasien
kemudian mengalami pembedahan untuk mengkoreksi koartasionya.

34

Anda mungkin juga menyukai