Anda di halaman 1dari 18

Yuliana Wahyuni/ 1102014289

1. MM Keseimbangan Asam-Basa
1.1. Definisi
 Menurut Arrhenius
Menurut Arrhenius pada tahun 1903, asam adalah zat yang dalam air dapat
menghasilkan ion hidrogen (atau ion hidronium, H 3O+) sehingga dapat meningkatkan
konsentrasi ion hidronium (H3O+).

basa adalah zat yang dalam air dapat menghasilkan ion hidroksida
sehingga dapat meningkatkan konsentrasi ion hidroksida.

Reaksi keseluruhannya :

Secara umum :

Konsep asam basa Arrhenius terbatas hanya pada larutan air, sehingga
tidak dapat diterapkan pada larutan non-air, fasa gas dan fasa padatan dimana
tidak ada H+ dan OH-.

 Menurut Bronsted-Lowry

Pada tahun 1923, Bronsted dan Lowry mendefinisikan :

Asam adalah suatu senyawa yang dapat memberikan proton (H+) Basa
adalah suatu senyawa yang dapat berperan sebagai menerima proton (H+).
Pada kedua contoh reaksi di atas, air dapat bertindak sebagai basa
dalam larutan HCl dan sebagai asam dalam larutan amonia. Senyawa yang
dapat bertindak sebagai asam dan basa disebut sebagai senyawa amfoter.
Contoh lain senyawa yang bersifat amfoter yaitu Al 2O3. Reaksi di atas
menunjukkan pasangan asam-basa konjugasi. Pada reaksi kebalikannya, ion
Cl- menerima proton dari ion oksonium (H 3O+). Ion Cl- disebut sebagai basa
dan ion oksonium (H3O+) disebut sebagai asam, sehingga HCl merupakan
pasangan asam-basa konjugasi dari Cl- dan H2O merupakan pasangan asam-
basa konjugasi dari ion oksonium (H3O+).

 Menurut Lux-Flood

Sistem asam-basa Lux-Flood merupakan sistem asam-basa dalam larutan


nonprotik yang tidak dapat menggunakan definisi Bronsted-Lowry. Contohnya,
pada temperatur leleh suatu senyawa anorganik yang cukup tinggi reaksinya
sebagai berikut:

basa (CaO) adalah pemberi oksida

asam (SiO2) adalah penerima oksida

Sistem Lux-Flood terbatas pada sistem lelehan oksida, namun merupakan aspek
anhidrida asam-basa dari kimia asam- basa yang sering diabaikan.

Basa Lux-flood adalah suatu anhidrida basa.

Sedangkan asam Lux-Flood adalah suatu anhidrida asam.

Karakterisasi oksida logam dan non logam menggunakan sistem


tersebut bermanfaat dalam industri pembuatan logam.

Secara umum :

Perbandingan reaksi netralisasi asam-basa menurut Arrhenius,


Bronsted-Lowry dan sistem pelarut.
1.2. Klasifikasi
 Berdasarkan Kekuatannya
Klasifikasi asam basa ini digolongkan berdasarkan kekuatannya dan ukuran
terionisasi, dibagi menjadi 2 , yaitu:
1. Asam kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat di larutkan dalam
air dan menghasilkan jumlah ion semaksimum mungkin. Contoh HCL, HN O3 ,
H 2 S O4 , HCl O4
Basa kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat dilarutkan dalam air
dan bereaksi dengan asam. Contoh NaOH, KOH, Ba(OH ¿2

2. Asam lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan didalam air
kurang bereaksi kuat dengan asam. Contoh H3PO4, H2SO3, HNO2, CH3COOH
Basa lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan dalam air.
Contoh NaHCO3, N H 4 OH

 Berdasarkan Bentuk Ion


 Asam anion adalah asam yang mempunyai muatan negatif.
Contoh : SO3-
 Asam kation adalah asam yang mempunyai muatan positif.
Contoh : N N 4 +
 Basa anion adalah basa yang mempunyai muatan negatif.
−¿
Contoh : Clˉ, C N ¿
 Basa kation adalah basa yang mempunyai muatan positif.
Contoh : Na+

 Berdasarkan kemampuan ionisasi asam dan basa


 Asam dan basa monoprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan
satu ion H⁺ atau ion OHˉ (dikenal juga dengan ionisasi primer)
Contoh : asam monoprotik [HCl, HN O3 , C H 3 COOH]
basa monoprotik [NaOH, KOH]
 Asam dan basa diprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 2 ion
H⁺ atau ion OHˉ (dikenal dengan ionisasi sekunder)
Contoh : asam diprotik [ H 2 S O4 , H2S]
basa diprotik [Mg(OH ¿2 , Ca(OH)2, Ba(OH)2]
 Asam dan basa poliprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 3
atau lebih ion H⁺ atau ion OHˉ (dikenal juga dengan ionisasi tersier)
Contoh : asam poliprotik [ H 3 P O4 ]
basa poliprotik [Al(OH)3]
Asam-asam yang berasal dari proses metabolisme

 Asam volatil adalah asam yang mudah menguap, dapat berubah bentuk
menjadi bentuk cair maupun gas. Asam volatil merupakan hasil akhir dari
metabolisme asam amino, lemak dan karbohidrat.
Contoh : karbondioksida, asam karbonat
 Asam nonvolatil adalah asam yang tidak mudah menguap, tidak dapat
berubah bentuk menjadi gas untuk diekskresi oleh paru-paru, tapi harus
dieksresikan oleh ginjal.
Contoh : asam organik, asam non-organik

1.3. Fungsi

 Mempengaruhi aktifitas reaksi enzimatik


 Mempengaruhi permeabilitas sel
 Mempengaruhi struktur sel
 Memepengaruhi sifat-sifat dan fungsi dari sistem biologis

1.4. Mekanisme Keseimbangan Asam basa dalam tubuh

Mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam basa darah :


a. Kelebihan asam dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk ammonia.
Ginjal memiliki kemampuan untuk merubah jumlah asam atau basa yang dibuang,
yang biasanya berlangsung beberapa hari.
b. Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung
terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Penyangga pH
yang paling penting dalam darah menggunakan bikarbonat. Bikarbonat ( suatu
komponen basa ) berada dalam kesetimbangan dengan karbondioksida ( suatu
komponen asam ). Jika lebih banyak asam yang masuk ke dalam aliran darah,
maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit karbondioksida.
Jika lebih banyak basa yang masuk kedalam aliran darah, maka akan dihasilkan
lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.
c. Pembuangan karbondioksidaJika pernafasan meningkat, kadar
karbondioksida darah menurun dan darah menjadi lebih basa. Jika
pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah menigkat dan darah
menjadi lebih asam.

2. MM Ukuran keasaman pH
2.1. Definisi
Simbol yang berhubungan dengan konsentrasi hidrogen ] atau
aktivitas larutan dibandingkan larutan standar yang diberikan. Secara numeric, pH
kira-kira sama dengan logaritma negative konsentrasi yang dinyatakan dalma
molaritas, pH 7 merupakan keadaan netral; di atas 7 terjadi peningkatan alkalinitas
sedangkan dibawah 7 dan peningkatan keasaman (asiditas).

2.2. Keseimbangan pengaturan pH dalam Tubuh

2.3. Cara menentukan pH


PH adalah konsentrasi ion hidrogen (hydronium) yang dapat dinyatakan dengan
pH = log 1 = -log[H+]
[H ] = -log [HCO3-]
+

Selain itu menurut persamaan Henderson-Hasselbach PH dihitung dengan rumus :


pH = pKa + log [garam]/[asam]

atau

pH = pK + log [HCO3-]/[H2CO3]
dimana :
Pk = konstanta disosiasi asam karbonat =6,1

[HCO3] = kadar bikarbonat plasma

[H2CO3] = kadar asam karbonat plasma

PH = pK + log [HCO3]/S X PCO2

S = konstan kelarutan CO2 dengan nilai sebesar 0.03

2.4. Penyebab perubahan pH

 Beban makanan dan beban metabolic

Ion hydrogen di tambahkan atau di kurangi sebagai akibat makan-makanan


tertentu atau akibat perubahan metabolic

 Beban respirasi

Peningkatan laju pernafasan yang tidak di sertai peningkatan aliran CO2 ke paru-
paru akan mengurangi tekanan Co2 dalam alveoli . begitu juga pada darah yang
kembali menuju ke jaringan perifer sehingga terjadi akibat respiratorik à H+
menurun PH meningkat

3. MM Aspek Biokimia dan Fisiologi Keseimbangan Asam-Basa dalam Tubuh

Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion hidrogen, keseimbangan antara ion [
+¿¿ −¿¿
H ] bebas dan [HC O3 ] dalam cairan tubuh sehingga pH darah 7,35 – 7,45 atau
+¿
keseimbangan tubuh yang harus dijaga kadar ion [ H ¿ ] bebas dalam batas normal maupun
pembentukan asam maupun basa terus berlangsung dalam kehidupan.
Cairan tubuh harus dilindungi dari perubahan pH karena sebagian besar enzim sangat peka
terhadap perubahan pH. Mekanisme protektif harus berlangsung aktif dan secara terus
menerus karena proses metabolisme juga menyebabkan terbentuknya asam dan basa secara
terus menerus (asam karbonat, asam sulfat, asam fosfat, asam laktat, asam sitrat, asam
asetoasetat, ion ammonium, β-hidroksibutirat).
+¿
Karena ion [ H ¿ ] berpengaruh besar dalam keseimbangan asam-basa, maka faktor yang
+¿
mempengaruhi [ H ¿ ] juga mempengaruhi keseimbangan asam basa, yaitu :

+¿
a) Lebihnya kadar [ H ¿ ] yang ada dalam cairan tubuh, berasal dari
 Pembentukan H 2 C O3 yang sebagian berdisosiasi menjadi H+ dan HC
−¿¿
O3
 Katabolisme zat organik
 Disosiasi asam organik pada metabolisme intermedik, contoh pada metabolik
lemak terbentuk asam lemak dan laktat yaitu melepaskan [H+]
b) Keseimbangan intake dan output ion [H+] tubuh
Bervariasi tergantung dari:
 Diet ( makanan ), H+ naik, jika kebanyakan makan asam (asidosis), sedangkan
dengan mengkonsumsi sayur dan buah bersifat basa banyak menghasilkan HC
−¿¿
O3 .
 Aktivitas yaitu lari cepat membuat tubuh kita asam karena menghasilkan
banyak CO2 sehingga pH turun
 Proses anaerob yaitu lebih banyak penumpukan asam laktat seperti olahraga
berat sehingga menimbulkan reaksi asam dan membuat pH turun
Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi dari tiga
sistem,yaitu :

1. Sistem buffer
2. Sistem respiratorik (sistem paru)
3. Sistem metabolik (sistem ginjal)

1. Sistem buffer
Sistem buffer disebut juga sistem penahan atau sistem penyangga, karena dapat
menahan perubahan pH. Sistem buffer merupakan larutan yang mengandung asam dan
basa konjugasinya.
Sistem buffer kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam basa sementara.
Jika dengan buffer kimia tidak cukup memperbaiki, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru paru yang merespon secara cepat terhadap perubahan ion H + dalam
darah karena rangsangan kemoreseptor dan pusat pernafasan mempertahankan kadar [H+]
sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut, ginjal mampu meregulasi
−¿
ketidakseimbangan ion H+ dengan mensekresikan ion H+ dan menambahkan HC O¿
3
baru dalam darah karena memiliki dapar fosfat.
Di dalam tubuh terdapat beberapa sistem buffer, yaitu :

 Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat


 Sistem buffer hemoglobin
 Sistem buffer protein
 Sistem buffer fosfat

Fungsi utama sistem buffer ini adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh
pengaruh asam fixed dan asam organik pada cairan ekstraseluler. Sistem ini memiliki
keterbatasan, yaitu :
 Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang disebabkan
karena peningkatan CO2
 Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat pengendali sistem
pernafasan bekerja normal.
 Kemampuan menyelenggarakan sistem buffer tergantung pada tersedianya ion
bikarbonat.

Di bawah ini tabel buffer kimiawi dan peran utamanya :

Sistem Buffer Fungsi Utama


Sistem buffer asam karbonat : Buffer CES utama terhadap perubahan
bikarbonat non-asam karbonat
Sistem buffer protein Buffer CIS utama ; juga menyangga
CES
Sistem buffer hemoglobin Buffer utama terhadap perubahan asam
karbonat
Sistem buffer fosfat Buffer urin yang penting ; juga
menyangga CES

−¿
 Sistem Buffer H 2 CO 3 : HCO 3¿
−¿
Pasangan buffer H 2 CO 3 : HCO ¿ adalah sistem buffer terpenting di CES untuk
3

menyangga perubahan pH yang ditimbulkan oleh penyebab di luar fluktuasi H 2CO3


penghasil CO2. Ini adalah sistem penyangga CES yang paling efektif karena dua
sebab :
−¿
1. H 2 CO 3 dan HCO ¿ banyak ditemukan di CES sehingga sistem ini cepat
3

menahan perubahan pH.


2. Setiap komponen dari pasangan buffer ini diatur secara ketat. Ginjal mengatur
−¿
HCO 3¿ , dan sistem pernapasan mengatur CO2, yang menghasilkan H2CO3.

−¿
+¿+ HCO 3¿
CO2 + H 2 O⇌ H 2 CO 3 ⇌ H ¿

 Sistem buffer protein


Sistem buffer protein berfungsi mengatur pH cairan ekstraserselular dan interstitial.
Protein sebagai buffer berinteraksi secara ekstentif dengan sistem buffer lainnya.
Protein tersusun oleh asam amino yang mempunyai sifat amfoter, yaitu asam amino
akan bersifat sebagai kation pada suasana asam dan bersifat sebagai anion pada
suasana basa.

Fungsi pengaturan buffer protein:


- Bila terjadi penurunan pH, gugus amino (-NH 2) dari asam amino akan bertindak
sebagai basa lemah dengan mengikat ion hidrogen dan membentuk ion amonium.
Gugus amino bertindak sebagai akseptor proton.
- Bila terjadi peningkatan pH, gugus karboksil (-COOH) dari asam amino mengalami
disosiasi dan berubah menjadi ion karboksil dan ion H +. Gugus karboksil bertindak
sebagai donor proton.

Cairan interstitium yang mengandung protein dan asam amino terdisosiasi ikut
berperan mengatur pH. Protein mengandung asam amino histidin yang mempunyai
cincin imitazol dengan Pka = 6.0. Pada kebanyakan protein Pk sekitar 7.0-7.4. Proses
pengaturan melalui sistem buffer protein berjalan lambat karena ion hidrogen harus
melalui proses difusi membran sel yang dipengaruhi oleh pompa natrium.

 Sistem buffer hemoglobin


Buffer hemoglobin (Hb) merupakan buffer intraseluler yang bekerja di dalam sel
darah merah. Hb dapat berfungsi sebagai buffer karena mengandung residu histidin,
yaitu asam amino yang dapat berikatan secara reversibelion hidrogen, menghasilkan
Hb bentuk berproton dan tidak berproton.

Na+ + HCO3 ↔ NaHCO3


Hb- + H+ ↔ HHb (PK 7-8)

Pada sel darah merah, Hb dapat mengikat karbondioksida dan mengubahnya menjadi
karbonat karena di dalam sitoplasma terkandung anhidrase karbonat, dan proses
pengikatan terjadi dengan cepat karena CO 2 berdifusi cepat melintasi membran sel
darah merah tanpa memerlukan mekanisme transport aktif membran sel. Kemampuan
pengaturan ini dikenal sebagai sistem buffer hemoglobin.

Buffer utama cairan ekstraseluler adalah sistem bikarbonat dan hemoglobin. Hb


penting untuk pengangkutan oksigen ke jaringan, pengangkut CO2 dan sebagai sistem
buffer yang kuat.

 Sistem buffer Fosfat


Sistem buffer fosfat terdiri dari garam fosfat (NaH2PO4) yang asam yang dapat
mendonasikan H+ bebas ketika [H+] turun dan garam fosfat basa (Na2HPO4) yang
dapat menerima H+ bebas ketika [H+] meningkat.
+¿
+¿ ⇌ NaH 2 PO 4 +Na¿
Na2 HPO4 + H ¿
Karena fosfat paling banyak di dalam sel, maka sistem ini berperan secara signifikan
dalam pendaparan intrasel, hanya disaingi oleh protein intrasel yang jumlahnya lebih
banyak. Yang lebih penting, sistem fosfat berfungsi sebagai penyangga urin yang
baik.

Penyangga fosfat dapat mempertahankan pH darah 7,4. Penyangga di luar sel hanya
sedikit jumlahnya, tetapi sangat penting untuk larutan penyangga urin.

2. Sistem respiratorik (sistem paru)


 Sistem pernapasan berperan penting bagi keseimbangan asam-basa karena
kemampuannya mengubah ventilasi paru-paru sehingga dapat mengubah kecepatan
+¿ +¿
ekskresi C O2 penghasil H ¿ yang diatur oleh konsentrasi H ¿ arteri.
 Pengaturan pernapasan terhadap keseimbangan asam basa merupakan tipe sistem
penyangga fisiologis. Seluruh tenaga penyangga sistem pernapasan adalah 1 atau 2
kali lebih besar daripada tenaga penyangga kimia.
 Rata-rata secara normal terdapat sekitar 1,2 mmol/liter C O2 yang terlarut dalam
cairan ekstraseluler yang sama dengan 40mmHg PC O2 . Bila pembentukan C O2
metabolik meningkat, cairan ekstraseluler PC O2 juga meningkat.
+¿
 Jika konsentrasi H ¿ meningkat, pusat pernapasan di batang otak secara refleks
terangsang untuk meningkatkan C O2 ventilasi paru-paru yang mengakibatkan
kedalaman nafas meningkat sehingga lebih banyak yang dikeluarkan sehingga jumlah
H 2 CO 3 yang ditambahkan ke dalam cairan tubuh berkurang. Karena C O2
membentuk asam, pengeluaran C O2 pada dasarnya adalah pengeluaran asam dari
tubuh. Jadi, pH tubuh dapat kembali ke pH normal. Jadi, peningkatan ventilasi
alveolus menurunkan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler dan meningkatkan
pH. Begitu pula sebaliknya.
 Konsentrasi ion hidrogen juga berpengaruh terhadap kecepatan ventilasi alveolus.
Sewaktu kecepatan alveolus menurun karena disebabkan oleh peningktan pH dan
penurunan konsentrasi hidrogen, jumlah oksigen yang ditambahkan ke dalam darah
menurun dan tekanan parsial oksigen di dalam darah juga menurun sehingga
memberikan efek merangsang kecepatan ventilasi.
+¿
 Paru-paru sangat penting dalam mempertahankan konsentrasi H ¿ plasma. Setiap
+¿
hari, paru-paru mengeluarkan H ¿ yang berasal dari asam karbonat dari cairan
tubuh , lebih banyak daripada jumlah yang dikeluarkan oleh ginjal.
+¿
 Sistem pernapasan juga dapat menyesuaikan jumlah H ¿ yang ditambahkan ke
cairan tubuh dari sumber sesuai dengan kebutuhan untuk memulihkan pH ke arah
+¿
normal apabila terjadi fluktuasi konsentrasi H ¿ dari sumber-sumber asam non-
karbonat.
 Pengaturan oleh sistem pernapasan bekerja dengan kecepatan sedang dan hanya aktif
berperan jika sistem penyangga kimiawi saja tidak mampu meminimalkan perubahan
+¿ +¿
konsentrasi H ¿ . Jika kelainan non-respiratorik mengubah konsentrasi H ¿ ,
sistem pernapasan hanya akan dapat mengembalikan pH 50-75% dari normal karena
gaya pendorong yang mengatur respon ventilasi kompensatorik lenyap apabila pH
bergeser ke arah normal.
+¿
 Jika perubahan konsentrasi H ¿ , terjadi akibat fluktuasi konsentrasi C O2 yang
timbul dari gangguan pernapasan, mekanisme pernapasan sama sekali tidak dapat
berperan mengontrol pH.

Di bawah ini tabel penyesuaian sistem pernapasan terhadap asidosis dan alkalosis
yang ditimbulkan oleh penyebab non-respirasi (metabolik) :

Status Asam-Basa
Kompensasi Pernapasan Normal (pH Asidosis Metabolik (pH Alkalosis Metabolik (pH
7,4) 7,1) 7,7)
Ventilasi Normal ↑ ↓
Laju Pengeluaran CO2 Normal ↑ ↓
Laju Pembentukan H2CO3 Normal ↓ ↑
Laju Pembentukan H+ dari CO2 Normal ↓ ↑

3. Sistem metabolik (sistem ginjal)


+¿
 Ginjal tidak saja dapat mengubah-ubah pengeluaran H ¿ , tetapi juga dapat menahan
−¿
atau mengeliminasi HC O¿
3
 Ginjal mampu memulihkan pH hampir tepat ke normal walaupun membutuhkan yang
lebih lama.
 Ginjal mengontrol pH cairan tubuh dengan menyesuaikan 3 faktor yaitu :
a. Ekskresi ion hidrogen
 Paru-paru hanya mampu mengeluarkan asam karbonat melalui eliminasi C
O2 . Tugas untuk mengeliminasi +¿¿ yang berasal dari asam sulfat, fosfat,
H
laktat dan asam lain terletak di dalam ginjal.
+¿
 Ginjal tidak saja secara kontinu mengeluarkan H ¿ dalam jumlah normal
yang terus menerus dihasilkan dari sumber-sumber asamnon-karbonat, tetapi,
juga mengubah-ubah kecepatan sekresinya untuk mengkompensasi perubahan
+¿
konsentrasi H ¿ yang timbul dari kelainan konsentrasi asam karbonat.
+¿
 Besarnya sekresi H ¿ bergantung pada status asam basa pada sel tubulus
ginjal dan tidak dipengaruhi oleh pengaruh hormonal.
+¿¿
 Proses sekresi H berawal di sel-sel tubulus dengan C O2 yang datang
dari 3 sumber yaitu C O2 yang berdifusi dari plasma atau dari cairan tubulus
atau C O2 yang diproduksi secara metabolis di dalam sel tubulus. Lalu C
O2 dan H 2 O membentuk H 2 CO 3 yang akan berdisosiasi membentuk
+¿¿ −¿
H dan HC O¿ . Suatu pembawa yang bergantung energi di membran
3
+¿
luminal kemudian mengangkut H ¿ keluar sel ke dalam lumen tubulus. Di
+¿
bagian nefron, pembawa ini mengangkut Na ¿ yang berasal dari filtrat
glomerulus ke arah yang berlawanan. Karena reaksi ini diawali dengan C O2
jadi kecepatannya bergantung pada konsentrasi C O2 , jika konsentrasi C
O2 meningkat, maka reaksi akan berlangsung cepat.
+¿
 Jika konsentrasi H ¿ di plasma tinggi, sel-sel tubulus akan berespon dengan
+¿
mensekresikan H ¿ dalam jumlah yang lebih untuk disekresikan ke dalam
urin, begitu pula sebaliknya. Ginjal tidak dapat meningkatkan konsentrasi
+¿
plasma dengan mereabsorpsi H ¿ yang sudah difiltrasi karena tidak terdapat
mekanisme tersebut di dalam ginjal.

b. Ekskresi bikarbonat
 Sebelum
+¿
dibuang oleh ginjal, H ¿ yang dihasilkan dari asam non-karbonat disangga
−¿
oleh HC O¿ plasma.
3
−¿
 Ginjal mengatur konsentrasi HC O¿ plasma melalui 2 mekanisme yaitu :
3
−¿¿
1. Reabsorpsi HC O yang difiltrasi kembali ke plasma
3
 Ion bikarbonat tidak mudah menembus membran luminal sel-sel
tubulus ginjal sehingga tidak dapat difiltrasi dan direabsorpsi secara
langsung.
 Ion hidrogen yang disekresikan ke luar sel tubulus berikatan dengan
−¿ −¿
HC O¿ yang difiltrasi untuk membentuk H 2 C O¿ . Lalu di
3 3
−¿¿
bawah pengaruh karbonat anhidrase, H 2 C O tersebut teruari
3
menjadi H 2 O dan C O2 . Lalu C O2 masuk kembali ke dalam
sel tubulus karena C O2 mampu dengan mudah menembus membran
sel tubulus. Di dalam sel, di bawah pengaruh karbonat anhidrase
intrasel, C O2 bergabung kembali dengan H2O membentuk H 2 C
−¿¿ +¿ −¿
O3 yang akan terurai menjadi H ¿ dan HC O¿3 . Karena dapat
−¿
menembus membran basolateral sel tubulus, HC O¿ secara pasif
3
berdifusi keluar sel masuk ke dalam plasma kapiler-peritubulus. HC
−¿¿
O3 ini seolah-olah direabsorpsi padahal sebenarnya tidak.
 Dalam keadaan normal, ion hidrogen yang disekresikan ke dalam
lumen tubulus lebih banyak dibandingkan dengan ion bikarbonat yang
difiltrasi. Sehingga semua ion bikarbonat yang difiltrasi biasanya
+¿
direabsorpsi karena tersedia H ¿ di lumen tubulus untuk berikatan
dengannya.
−¿
2. Penambahan HC O¿ yang baru ke dalam plasma
3
−¿
 Pada saat semua HC O¿ yang difiltrasi telah direabsorpsi dan
3
+¿¿
sekresi H tambahan telah dihasilkan oleh disosiasi H 2 C O 3 ,
−¿
HC O¿ yang dihasilkan berdifusi ke dalam plasma sebagai HC
3
−¿¿
O3 yang baru. Disebut baru karena kemunculannya di dalam
−¿
plasma tidak berikatan dengan reabsorpsi HC O¿ yang difiltrasi.
3
+¿¿
Sementara itu, H yang dihasilkan bergabung dengan penyangga
fosfat basa dan kemudian dieksresi di urin.


Selama

asidosis, ginjal melakukan kompensasi sebagai berikut :


+¿ +¿
 Meningkatkan sekresi dan ekskresi H ¿ di urin sehingga kelebihan H ¿
+¿
dapat dieliminasi dan konsentrasi H ¿ di plasma menurun.
 Mereabsorpsi semua ion bikarbonat yang difiltrasi disertai dengan
penambahan ion bikarbonat baru ke plasma sehingga konsentrasi ion
bikarbonat plasma meningkat.
 Begitu pula sebaliknya pada alkalosis.
c. Sekresi amonia
 Terdapat dua penyangga urin yang penting yaitu penyangga fosfat (yang
difiltrasi) dan amonia (NH3) yang disekresi.
 Dalam keadaan normal, ion hidrogen yang disekresikan, pertama disangga oleh
sistem penyangga fosfat, yang berada di dalam lumen tubulus karena kelebihan
ingesti fosfat telah difiltrasi tetapi tidak direabsorpsi. Jika sekresi ion hidrogen
meningkat, kapasitas fosfat urin untuk menyangga akan terlampaui,tetapi ginjal
tidak dapat mengeluarkan lebih banyak fosfat basa, maka semua ion fosfat basa
akan diekskresikan agar berikatan dengan ion hidrogen.
 Lalu sel-sel tubulus mensekresikan N H 3 ke dalam lumen tubulus setelah
penyangga fosfat urin menjadi jenuh. Lalu, ion Hidrogen akan terus berikatan
−¿
dengan N H 3 untuk membentuk ion amonium (N H ¿ )
4
 Ion amonium akan keluar melalui urin setiap ia mengangkut ion hidrogen.
 N H 3 sengaja disintesis dari asam amino glutamin (setiap satu molekul
+¿
glutamin menghasilkan dua ion N H ¿ yang akan dieksresikan melalui urin dan
ion bikarbonat yang akan dikembalikan ke darah) di dalam sel tubulus
kemudian berdifusi mengikuti penurunan gradien konsentrasike dalam lumen
tubulus. Kecepatannya diatur oleh jumlah kelebihan ion hidrogen yang akan
diangkut di urin.
+¿ −¿
 Untuk setiap N H ¿ yang dieksresikan, dihasilkan HC O¿ yang baru untuk
4 3
ditambahkan ke dalam darah.
 Sekresi N H 3 selama asidosis berfungsi untuk menyangga kelebihan ion
hidrogen di dalam lumen tubulus, sehingga ion hidrogen dapat disekresikan
dalam jumlah besar ke dalam urin sebelum pH semakin menurun sampai batas
4,5.

Di bawah ini tabel ringkasan respon ginjal terhadap asidosis dan alkalosis :

Kelainan Sekresi H+ Ekskresi −¿ Ekskresi pH Urin Perubahan


Reabsorpsi HCO3¿ −¿
Asam-Basa H+ Kompensatorik
dan Penambahan HCO 3¿ pH Plasma
−¿
HCO 3¿ Baru ke
Plasma
Asidosis ↑ ↑ ↑ Normal Asam Alkalinasi ke
arah normal
Alkalosis ↓ ↓ ↓ ↑ Alkali Pengasaman
kea rah normal
4. MM Asisdosis Metabolik
4.1. Definisi

 Asidosis Metabolik adalah penurunan kadar ion HCO 3- diikuti dengan penurunan
tekanan parsial CO2 didalam arteri (Gangguan Keseimbangan Asam basa, FKUI)

 Asidosis Metabolik adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan penurunan


primer kadar bikarbonat plasma sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH
yaitu peningkatan [H+] (Price. Wilson.2006.Patofisiologi)

 Asidosis Metabolik yang disebut juga Asidosis Non-Respiratori adalah keadaan


asidosis yang status asam basa tubuhnya bergeser ke sisi asam akibat kehilangan
basa atau retensi asam selain asam karbonat. (Kamus Dorland)

4.2. Etiologi

Penyebab asidosis metabolik dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu :

1. Pembentukan asam yang berlebhan di dalam tubuh. Ion hidrogen dibebaskan oleh
sistem buffer asam karbonat-bikarbonat, sehingga terjadi penurunan pH. Dalam
klinik ditemukan keadaan ini seperti pada:
- Asidosis laktat. Timbul karena hipoksia jaringan berkepanjangan,
mengakibatkan jaringan mengalami proses metabolisme anaerob.
- Ketoasidosis. Timbul karena produksi badan keton dalam jumlah sangat tinggi
pada metabolisme fase pasca absortif. Ketoasidosis merupakan akibat dari
starvasi dan komplikasi diabetes mellitus yang tidak terkendali, jaringan tidak
dapat memanfaatkan glukosa dari sirkulasi, sehingga mengandalkan
metabolisme lipid dan keton
- Intoksikasi salisat
- Intoksikasi etanol
2. Berkurangnya kadar ion-HCO3 didalam tubuh
Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat yang mengatur keseimbangan ion
hidrogen dan mempengaruhi keseimbangan pH. Penurunan konsentrasi HCO3 di
cairan ekstraseluler menyebabkan penurunan efektifitas sistem buffer dan asidosis
timbul. Penyebab penurunan konsentrasi HCO3 anatara lain adalah diare, renal
tubular acidosis (RTA ) , pemakaian obat inhibitor enzime anhidrase karbonat atau
pada penyakit ginjal kronik stadium III-IV

3. Adanya rentesi ion-H dalam tubuh


Jaringan tidak mampu ekskresi ion hidrogen melalui ginjal. Ini terjadi pada
penyakit ginjal kronik stadium IV-V, RTA-1 atau RTA-4

4.3. Mekanisme dan kompensasi tubuh


 Mekanisme
Asidosis Metabolik (juga dikenal sebagai asidosis non respiratorik ) mencakup

semua jenis asidosis selain yang disebabkan oleh kelebihan CO2 dicairan tubuh.
Pada keadaan tak terkompensasi (gambar 15-12), asidosis metabolik selalu ditandai
HCO
¿
oleh penurunan −¿ plasma (dalam contoh kita menjadi separuhnya), sementara
¿
¿
[ CO2 ] normal sehingga terbentuk rasio asidotik 10/1. Masalah dapt timbul karena
−¿
pengeluaran cairan kaya HCO¿ yang berlebihan dari tubuh/karena akumulasi
3
−¿
asam nonkarbonat. Pada kasus yang terakhir, HCO ¿ plasma.
3
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai
dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Asidosis dapat terjadi jika diare.
Bila peningkatan keasaman melampaui system penyangga pH, darah akan menjadi
asam. Seiring dengan menurunnya pH darah, eprnapasan menjadi lebih salam dan
lebih cepat sebagai usaha tubuh untuj menurunkan kelebihan asam dalam darah
dengan cara menurunkan jumlah CO2.
Jika kita makan, saluran pencernaan seperti lambung, usus dsb akan
menghasilkan HCO3. Nanti HCO3 akan diserap oleh plasma yang akan dieksresi
bersama urin. Tetapi jika terjadi diare, HCO 3 akan banyak keluar bersama feses.
Karena diare tidak terjadi absorbsi pada usus. Diare dapat disebabkan oleh infeksi,
alergi, virus serta bakteri. Sehingga HCO3 dalam plasma akan terjadi penurunan
besar-besaran karena keluar bersama feses. Sedangkan jika HCO3 berkurang, H+ tidak
dapat diikat. Karena HCO3 berperan sebagi buffer bagi H+ agar tidak kelebihan asam
dalam tubuh. Karena penurunan HCO3 akan menyebabkan kenaikan H+ dalam tubuh
lalu pH akan turun, HCO3 turun, tetapi H+ naik sehingga tubuh menjadi asam. Maka
terjadilah Asidosis Metabolik.

 Kompensasi

Kecuali pada asidosis uremik, asidosis metabolic dikompensasi oleh


mekanisme pernapasan dan ginjal serta dapar kimiawi.

 Penyangga menyerap kelebihan H+


 Paru mengeluarkan lebih banyak CO2 penghasil H+
 Ginjal mengeksresikan H+ lebih banyak dan menahan HCO3- lebih banyak.
Dalam mengompensasi asidosis metabolik, paru secara sengaja menggeser
CO2 dari normal dalam upaya memulihkan H+ kearah normal. Sementara pada
gangguan asam basa yang disebabkan oleh faktor pernapasan kelainan CO 2 adalah
penyebab ketidakseimbangan H+ , pada gangguan asam basa metabolic CO2 secara
sengaja digeser dari normal sebagai kompensasi penting untuk ketidakseimbangan H+ .

4.4. Gejala
 Mual
 Muntah
 Kelelahan
 Pernapasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat (pernafasan kussmaul’s);
 Rasa mengantuk
 Mengalami kebingungan
 Tekanan darah menurun, menyebabkan syok, koma dan kematian

4.5. Analisis gas darah

4.6. Penanganan
Tujuan penanganan asidosis metabolic adalah untuk meningkatkan pH sistemik
sampai ke batas aman, dan mengobati penyebab asidosis yang mendasari.

Langkah koreksi asidosis metabolic :

1. Langkah pertama, tetapkan berat ringannya gangguan asidosis. Gangguan disebut


letal bila pH darah kurang dari 7 atau kadar ion H lebih dari 100 nmol/L.
gangguan yang perlu mendapat perhatian bila pH darah 7,1-7,3 atau kadar ion H
antara 50-80 nmol/L.

2. Langkah kedua, tetapkan anion gap atau bila perlu anion gap urin untuk
mengetahui dugaan etiologi asidosis metabolic. Dengan bantuan gejala klinis lain
dapat dengan mudah ditetapkan etiologinya.

Langkah ketiga, bila dicurigai kemungkinan asidosis laktat, hitung rasio delta anion
gap dengan delta HCO3 (delta anion gap : anion gap pada saat pasien diperiksa
dikurangi dengan median anion gap normal, delta HCO3: kadar HCO3 normal
dikurangi dengan kadar HCO3 pada saat pasien diperiksa). Bila rasio lebih dari 1,
asidosis disebabkan oleh asidosis laktat. Langkah ini menetapkan sampai sejauh mana
koreksi dapat dilakukan.

Sumber
Darwis D, Munajat Y., dkk. 2010. Gangguan Keseimbangan Air, Elektrolit dan Asam Basa.
Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Ganong, WF. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 21,ab. M. Djauhari
Widjajakusumah. Jakarta : EGC

Guyton, Arthur c, dkk. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta : EGC

Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia Dari sel ke Sistem. EGC

Anda mungkin juga menyukai