Anda di halaman 1dari 27

SKENARIO 3

DIARE

Seorang laki-laki 35 tahun, dibawa ke UGD Rumah Sakit karena mengalami mencret lebih dari
15 kali dalam sehari sejak 2 hari yang lalu. Buang air kecil berkurang sejak 12 jam yang lalu.
Pemeriksaan fisik: kesadaran komposmentis lemah, TD: 85/60 mmHg, nadi 120x/menit, pernapasan
34x/menit, cepat dalam (kusmaull). Lalu pasien diberi infus. Hasil pemeriksaan Analisa Gas Darah
menunjukan adanya gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik dengan anion gap
normal.

1
Kata Sulit

 Komposmentis
Kesadaran normal atau kesadaran sepenuhnya, masih bias menjawab pertanyaan.

 Anion gap
Perbedaan antara kation utama (Na+ dan K+) dan anion utama (cl- dan HCO3-) dalam
serum untuk memastikan tercapainya ketidakseimbangan Asam-Basa.

 Asidosis metabolik
Keasaman darah yang berlebihan.

 Analisa Gas Darah


Pemeriksaan untuk mengukur keasaman pH, jumlah oksigen dan karbondioksida
dalam darah.

2
Pertanyaan

1. Apa hubungan asidosis metabolik dengan diare ?


2. Mengapa pasien diare denyut nadi dan pernapasan naik, tetapi tekanan darah
menurun?
3. Mengapa ketika asidosis metabolik anion gap tetap normal?
4. Mengapa pemeriksaan analisa gas darah diperlukan pada kasus diare?
5. Apa penyebab asidosis metabolik?
6. Apa penyebab terjadinya diare?
7. Apa fungsi dari anion gap?
8. Bagaimana penatalaksanaan diare?
9. Apa saja gangguan keseimbangan Asam-Basa?
10. Bagaimana penanganan asidosis metabolik?

Jawaban

1. Karena bikarbonat keluar lebih banyak sehingga H+ tidak bisa berikatan dengan
HCO3 yang menyebabkan ph darah menurun H+ meningkat sehingga menimbulkan
asidosis metabolik.

2. Tekanan darah menurun karena kekurangan cairan, pernapasan naik karena asidosis
metabolik sehingga menyebabkan hiperventilasi.
3. Asidosis metabolik
penambahan asam organic, Anion gap meningkat
contoh: Gagal ginjal dan DM
kehilangan bikarbonat, anion gap normal
contoh: Diare

4. Untuk mengukur keasaman ph, kadar oksigen dan karbondioksida di darah dan untuk
mengetahui keseimbangan asam basa.

5. - Pembentukan asam yang berlebih di dalam tubuh.


- Berkurangnya kadar ion HCO3 di dalam tubuh.
- Adanya retensi ion H+ di dalam tubuh.
- Diare berat.

6. - virus - toksin
- psikis - infeksi
- endokrin metabolic - intoherasi laktosa
- alergi - bakteri (salmonella, e.coli, shigela, staphylococcus)

7. Untuk mengetahui perbedaan jumlah muatan ion positif pada Na+ dan jumlah muatan
negatif pada cl dan HCO3

3
8. 1. minum oralit
2. banyak minum
3. makanan berserat
4. jika parah, infus.

9. - asidosis metabolik
- alkalosis metabolik
- asidosis respiratorik
- alkalosis respiratorik

10. Diberikan laktat atau cl.

4
Hipotesis

Diare disebabkan karena virus, toksin, psikis, infeksi, endokrin metabolic,


intoherasi laktosa, alergi, dan bakteri. Akibatnya tekanan darah menurun karena
kekurangan cairan, pernapasan naik karena asidosis metabolik sehingga menyebabkan
hiperventilasi, sehingga terjadi gangguan asam basa. Pada pasien diare bikarbonat
keluar lebih banyak sehingga H+ tidak bisa berikatan dengan HCO3 yang
menyebabkan ph darah menurun H+ meningkat sehingga menimbulkan asidosis
metabolik. Namun ketika asidosis metabolik anion gap tetap normal.

5
Sasaran Belajar

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Aspek Biokimia dan Fisiologi Asam-Basa.


LO 1.1 Definisi
LO 1.2 Klasifikasi
LO 1.3 Mekanisme
LO 1.4 Penyebab
LO 1.5 Keseimbangan Asam-Basa
LI 2. Memahami dan Menjelaskan Ukuran Keasaman ph.
LO 2.1 Definisi
LO 2.2 Cara Menetukan ph
LO 2.3 Indikator Asam-Basa
LI 3. Memahami dan Mejelaskan Analisa Gas Darah.
LO 3.1 Definisi
LO 3.2 Tujuan
LO 3.3 Langkah-Langkah

6
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Aspek Biokimia dan Fisiologi Asam-Basa.
LO 1.1 Definisi

 Menurut Arrhenius
Asam : zat yang terdisosiasi dalam air dam membentuk H+
Basa : zat yang terdisosiasi dalam air dan membentuk OH-
 Menurut brosted lowry
Asam : zat yang dapat memberikan ion H+ ke zat lain (donor proton)
Basa : zat yang dapat menerima ion H+ dari zat lain (aseptor proton)

Suatu asam baru dapat melepaskan proton bila ada basa yang dapat menerima proton
yang dilepaskan
HA (asam) + H2O (basa) ↔ H3O+ (asam) + A- (basa
konjugasi)

Suatu asam HA dalam pelarut air akan melepaskan ion H+ dan air akan menerima ion
H+. Pada reaksi ini air bersifat sebagai basa. Asam dalam larutan air akan berdisosiasi
dan melepaskan ion hidrogen dan basa konjugasi.

Basa di dalam larutan dapat menerima atau bergabung dengan ion hidrogen. Suatu
basa dalam pelarut air akan menerima ion H+ yang dilepaskan oleh air, dengan
demikian air akan bersifat asam.

B- (basa) + H2O (asam) ↔ HB(asam konjugasi) + OH- (basa)

 Menurut lewis
Asam adalah suatu zat yang menerima pasangan elektron
Basa adalah suatu zat yang memberikan sepasang elektron

LO 1.2 Klasifikasi

Klasifikasi asam basa ini digolongkan berdasarkan kekuatannya dan ukuran


terionisasi, dibagi menjadi 2 , yaitu:
1. Asam kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat di larutkan dalam
air dan menghasilkan jumlah ion semaksimum mungkin. Contoh HCL, HNO3 ,
H2 SO4 , HClO4
Basa kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat dilarutkan dalam air
dan bereaksi dengan asam. Contoh NaOH, KOH, Ba(OH)2

2. Asam lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan didalam air
kurang bereaksi kuat dengan asam. Contoh H3PO4, H2SO3, HNO2, CH3COOH
Basa lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan dalam air.
Contoh NaHCO3, NH4 OH

7
 Berdasarkan Bentuk Ion
 Asam anion adalah asam yang mempunyai muatan negatif.
Contoh : SO3-
 Asam kation adalah asam yang mempunyai muatan positif.
Contoh : NN4 +
 Basa anion adalah basa yang mempunyai muatan negatif.
Contoh : Clˉ, CN−
 Basa kation adalah basa yang mempunyai muatan positif.
Contoh : Na+
 Berdasarkan kemampuan ionisasi asam dan basa
 Asam dan basa monoprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan
satu ion H⁺ atau ion OHˉ (dikenal juga dengan ionisasi primer)
Contoh : asam monoprotik [HCl, HNO3 , CH3 COOH]
basa monoprotik [NaOH, KOH]
 Asam dan basa diprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 2 ion
H⁺ atau ion OHˉ (dikenal dengan ionisasi sekunder)
Contoh : asam diprotik [H2 SO4 , H2S]
basa diprotik [Mg(OH)2 , Ca(OH)2, Ba(OH)2]
 Asam dan basa poliprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 3
atau lebih ion H⁺ atau ion OHˉ (dikenal juga dengan ionisasi tersier)
Contoh : asam poliprotik [H3 PO4 ]
basa poliprotik [Al(OH)3]

Asam-asam yang berasal dari proses metabolisme

 Asam volatil adalah asam yang mudah menguap, dapat berubah bentuk
menjadi bentuk cair maupun gas. Asam volatil merupakan hasil akhir dari
metabolisme asam amino, lemak dan karbohidrat.
Contoh : karbondioksida, asam karbonat
 Asam nonvolatil adalah asam yang tidak mudah menguap, tidak dapat
berubah bentuk menjadi gas untuk diekskresi oleh paru-paru, tapi harus
dieksresikan oleh ginjal.
Contoh : asam organik, asam non-organik
LO 1.3 Mekanisme

Untuk mencegah terjadinya fluktuasi dari [H+], tubuh kita memiliki 3 sistem
utama yang akan mengatur konsentrasi H+ dalam cairan tubuh:
1) Sistem Buffer
Sistem Buffer merupakan garis pertama pertahanan tubuh dalam menghadapi
perubahan konsentrasi H+. Jika terjadi perubahan dalam konsentrasi H+, dalam
sepersekian detik sistem buffer cairan tubuh akan bekerja untuk memperkecil
perubahan ini. Sistem ini tidak mengeluarkan H+ dari tubuh ataupun
menambahkan H+ ke dalam tubuh namun hanya menjaga agar ion H+ tetap terikat
sampai keseimbangan tercapai kembali. Sistem buffer adalah campuran dua zat
kimia dalam larutan yang dapat meminimalisasi perubahan pH saat asam atau

8
basa ditambahkan atau dikeluarkan dari larutan tersebut. Tubuh kita memiliki 4
sistem buffer:
a. Sistem Buffer Bikarbonat
Sistem buffer bikarbonat merupakan sistem buffer yang paling penting pada
cairan ekstraseluler yang terdiri dari larutan air yang mengandung dua unsur
yaitu asam lemah H2CO3 dan garam bikarbonat NaHCO3.

CO2 + H2O ↔ H2CO3

H2CO3 dibentuk dari reaksi CO2 dengan H2O dengan bantuan enzim karbonik
anhidrase. Enzim ini sangat banyak terutama di dinding alveoli paru tempat
CO2 dilepaskan. Karbonik anhidrase juga terdapat di sel epitel tubulus ginjal
tempat CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3.
Garam bikarbonat terdapat secara dominan sebagai natrium bikarbonat
(NaHCO3) dalam cairan ekstrasel. NaHCO3 berionisasi hampir secara lengkap
membentuk ion bikarbonat dan ion natrium dengan reaksi:

NaHCO3 ↔ Na+ + HCO3-

Jika dimasukkan bersama-sama akan didapatkan reaksi:

CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3- } + Na+

Bila asam kuat seperti HCl ditambahkan ke dalam larutan penyangga


bikarbonat, peningkatan ion hidrogen yang dilepaskan oleh asam akan
disangga oleh HCO3-.

↑H+ + HCO3- ↔ H2CO3 ↔ CO2 + H2O

Sebagai hasilnya lebih banyak H2CO3 yang terbentuk menyebabkan


peningkatan prosuksi CO2 dan H2O. CO2 yang berlebihan akan merangsang
pernapasan yang akhirnya mengeluarkan CO2 dari ekstrasel.
Derajat pH ditentukan oleh perbandingan sodium bikarbonat (NaHCO3)
dengan asam karbonat (H2CO3). Normal perbandingan HaHCO3 : H2CO3 = 20
:1
Reaksi berlawanan terjadi jika suatu basa kuat seperti natrium hidroksia
(NaOH) ditambahkan ke larutan buffer bikarbonat.

NaOH + H2CO3 → NaHCO3 + H2O

Dalam reaksi ini OH- dari NaOH bergabung dengan H2CO3 membentuk
HCO3- tambahan. Jadi basa lemah NaHCO3 menggantikan basa kuat NaOH.
Pada waktu yang sama konsentrasi H2CO3 tutun menyebabkan lebih banyak
CO2 bergabung dengan H2O untuk menggantikan H2CO3.

CO2 + H2O → H2CO3 → ↑HCO3- + H+


+ NaOH +Na

9
Hasil akhirnya adalah kecenderungan penurunan kadar CO2 dalam darah tetapi
penurunan CO2 dalam darah menghambat pernapasan dan menurunkan laju
ekspirasi CO2. Peningkatan HCO3- yang terjadi dalam darah dikompensasi
dengan peningkatan ekskresi HCO3- oleh ginjal.

b. Sistem Buffer Fosfat


Sistem buffer fosfat berperan penting pada cairan tubulus ginjal dan cairan
intrasel. Elemen utama dari sistem buffer fosfat adalah H2PO4 dan HPO4-. Bila
asam kuat seperti HCl ditambahkan dalam campuran kedua zat ini maka
hidrogen akan diterima oleh HPO42- dan diubah menjadi H2PO4-.
Hasil dari reaksi ini adalah HCl digantikan asam lemah NaH2PO4 sehingga
penurunan pH minimal.
Bila suatu basa kuat seperti NaOH yang ditambahkan ke dalam sistem buffer,
OH- akan disangga oleh H2PO4- untuk membentuk HPO42- dengan air. Dalam
keadaan ini basa kuat NaOH ditukar dengan suatu basa lemah Na2HPO4
sehingga pH hanya meningkat sedikit.
Derajat pH ditentukan oleh naik atau turunnya ekskresi ion hidrogen.

c. Sistem Buffer Protein


Sistem buffer protein merupakan salah satu system buffer paling kuat dalam
tubuh karena konsentrasinya yang tinggi terutama dalam sel. pH sel memiliki
perubahan yang kira-kira sebanding dengan pH cairan ekstrasel meskipun pH
sel sedikit lebih rendah dari cairan ekstrasel. Terdapat sedikit H+ dan HCO3-
yang berdifusi melalui membrane sel walaupun ion-ion ini membutuhkan
waktu beberapa jam untuk menjadi seimbang dengan cairan ekstrasel. Akan
tetapi CO2 dapat dengan cepat berdifusi melalui semua membrane sel.
Difusi elemen system buffer bikarbonat ini menyebabkan pH dalam cairan
intrasel berubah ketika terjadi perubahan pH cairan ekstrasel. Karena alasan
ini system buffer intrasel akan membantu mencegah perubahan pH cairan
ekstrasel namun dibutuhkan waktu beberapa jam untuk menjadi efektif secara
maksimal.
Mekanisme kerja buffer protein:
a) Bila terjadi peningkatan pH, COOH akan berdisosiasi menjadi asam lemah
sebagai donor H+
b) Bila terjadi penurunan pH, NH2 (gugus amino) bertindak sebagai basa
lemah sebagai akseptor H+ menjadi NH3+ (ion amino)

2) Sistem Pernapasan
Garis pertahanan kedua terhadap gangguan asam basa adalah pengaturan
konsentrasi CO2 ekstrasel oleh paru-paru. Berdasarkan persamaan Handerson-
Hasselbach, pembentukan CO2 berbanding terbalik dengan pH akibatnya jika CO2
meningkat akan menurunkan pH. Jika pembentukan CO2 metabolik (asidosis
metabolik) meningkat, paru-paru akan mengimbanginya dengan meningkatkan
ventilasi alveolus yang akan mempercepat pengeluaran CO2 dari tubuh.

10
Peningkatan ventilasi akan mengeluarkan CO2 dari cairan ekstrasel yang melalui
kerja secara besar-besaran akan mengurangi konsentrasi H+ . Dan sebaliknya jika
pembentukan CO2 metabolik menurun akan menurunkan ventilasi alveolus.
Penurunan ventilasi akan meningkatkan CO2 yang berefek pada peningkatan
konsentrasi H+ dalam cairan ekstrasel.

3) Sistem Renal
Ginjal mengatur keseimbangan asam basa dengan mengekskresikan urin yang
asam atau basa. Mekanisme ekskresi urin asam atau basa oleh ginjal adalah
sebagai berikut:
a. Sejumlah besar HCO3- difiltrasi secara terus menerus ke dalam tubulus. Bila
HCO3- ini diekskresikan ke dalam urin, keadaan ini menghilangkan basa dari
dalam darah
b. Sejumlah besar H+ juga disekresikan ke dalam lumen tubulus oleh sel epitel
tubulus sehingga menghilangkan asam dari darah.

Bila lebih banyak H+ yang disekresikan daripada HCO3- yang difiltrasi, akan
terjadi kehilangan asam dari cairan ekstrasel, sedangkan bila lebih banyak HCO3-
yang difiltrasi daripada H+ yang disekresikan, akan terjadi kehilangan basa.

Bila terjadi pengurangan konsentrasi H+ cairan ekstrasel (alkalosis), ginjal


gagal mengabsorbsi semua bikarbonat yang difiltrasi sehingga meningkatkan
ekskresi bikarbonat. Karena HCO3- ini normalnya menyangga hydrogen dalam
cairan ekstrasel, kehilangan bikarbonat ini sama dengan penambahan satu H+ ke
dalam cairan ekstrasel.

Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat ke dalam urin tetapi


mengabsorbsi sumua bikarbonat yang difiltrasi dan menghasilkan bikarbonat baru
yang kemudia ditambahkan ke cairan ekstrasel. Hal ini mengurangi konsentrasi
H+ cairan ekstrasel kembali menuju normal.

Sehingga disimpulkan ginjal menagtur konsentrasi H+ dengan 3 mekanisme


dasar yaitu:
a. Sekresi ion H+

11
b. Reabsorbsi HCO3-
c. Produksi HCO3- baru

LO 1.4 Penyebab

Mekanisme gangguan keseimbangan asam basa

Jika tubuh terus mengalami perubahan pH dan kompenasi tidak dapat lagi dilakukan, tubuh
akan mengalami gangguan keseimbangan asam – basa, seperti:

 Asidosis metabolic
Definisi : peningkatan asam kuat atau kehilangan HCO3- (bikarbonat)
kompartemen seluler
Penyebab asidosis metabolic dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
- Pembentukan asam yang berlebihan (asam non volatile dan asam
organic) di dalam tubuh. Ion hydrogen dibebaskan oleh system buffer
asam karbonat – biarbonat sehingga terjadi penurunan pH
 Asidosis laktat : timbul karena hipoksia jaringan
berkepanjangan → berlangsungnya metabolism anaerob
 Ketoasidosis : produksi bahan keton ↑ pada metabolism fase
pasca absortif. Merupakan akibat dari starvasi dan komplikasi
DM yang tidak terkendali, jaringan tidak bisa memanfaatkan
glukosa dari sirkulasi sehingga mengandalkan lipid dan keton
 Intoksikasi salisilat
 Intoksikasi etanol
- Berkurangnya kadar ion HCO3- di dalam tubuh
Berkurangnya kadar konsentrasi HCO3- di cairan ekstrasel → P↓
efektiviatas system buffer dan asidosis. Penyebab P↓ konesntarsi
HCO3- antara lain, diare, renal tubular asidosis (RTA), renal tubular
asidosis proksimal (RTA – 2), pemakaian inhibitor enzim anhidrase
karbonat atau penyakit ginjal kronik stadium III-IV
- Adanya retenesi ion hydrogen didalam tubuh
Jaringan tidak mempu mengupayakan ekskresi ion hydrogen melalui
ginjal. Kondisi ini dijumpai pada penyakit ginjal kronik stadium IV-V,
RTA – 1 atau RTA – 4

Kompensasi dilakukan melalui buffer, renal dan respirasi.

- Buffer akan meningkatkan kadar HCO3- dengan cara menahan


bikarbonat dan meningkatkan reabsopsi nya
- Renal akan menahan bikarbonat sehingga kadar HCO3-
- Pernafasan (paru) akan menurunkan kadar PCO2 melalui upaya
hiperventilasi

Berdasarkan kompensasi tersebut, asidosis metabolic dapat dibagi menjadi


tiga kelompok, yaitu:

12
a. Asidosis metabolic sederhana (simple/compensated metabolic) : ↓ HCO3-
sebesar 1 mEq/L diikuti ↓ PCO2 sebesar 1,2 mmHg
b. Gabungan asidosis metabolic dan asidosis resporatorik (uncompensated
metabolic) : ↓ HCO3- sebesar 1 mEq/L diikuti ↓ PCO2 kurang dari 1,2
mmHg
c. Gabungan asidosis metabolic dan alkalosis respiratorik (partly
compensated) : ↓ HCO3- sebesar 1 mEq/L diikuti ↓ PCO2 lebih dari 1,2
mmHg

 Alkalosis metabolic
Definisi : kelebihan HCO3- atau kehilangan asam kuat melalui kompartemen
ekstraseluler
Penyebab alkalosis metabolic:
- Terbuangnya ion H+ melalui saluran cerna atau melalui ginjal dan
berpindahnya (shift) ion H+ masuk ke dalam sel\
- Terbuangnya cairan bebas – bikarbonat dari dalam tubuh
- Pemberian bikarbonat berlebihan

Kompensasi :

- Buffer : ↓ HCO3-
- Renal : ↓ HCO3-
- Paru : ↑ PCO2

 Asidosis respitaorik
Definisi : produksi CO2 lebih banyak dari pada ventilasi alveolar
Penyebab asidosis respiratorik
- Pusat nafas tertekan : stroke, tumor, radang otaak, pengaruh obat
(sedative, anastetikum), kelebihan O2 pada hiperkapnia atau
hipoksemia kronik
- Dada tidak bisa ventilasi dengan baik : fraktur iga, trauma
- Penyakit paru : bronchitis kronik, emphysema, asma, pneumonia
- Penyakit neuromuscular : neurologic (poliomyelitis, sindrom guilain
barre), muscular (hipokalemia, muscular dystrophy)
- Kelainan restriktif : penyakit pleura (efusi, empiema, pneumothorax,
fibrothorax), kelainan dinding dada (kikoskoliosis, obesitas), kelainan
restriktif paru ( fibrosis pulmoner, pneumonia, edema paru)

Kompensasi

- Buffer : ↑HCO3-
- Ginjal : ↑ HCO3-

 Alkalosis respiratorik
Definisi : alveolar ventilation > CO2 production

13
Penyebab
- Rangsangan hipoksemia
 Penyakit paru dengan kelainan gradient A-a
 Penyakit jantung dengan kelainan right to left shunt
 Penyakit jantung dengan edema paru
 Anemia gravis
- Rangsangan pusat pernafasa : psikis, emsis, sepsis, tiroktoksikosis,
demam, pengaruh onat
- Ventilasi paksa berlebihan

Ringkasan

Base
pH PCO2 HCO3-
excess

Asidosis metabolic
↓ Kompensasi : ↓ ↓
(HCO3- ↓ )
hyperventilasi

Alkalosis metabolic Kompensasi : CO2
↑ ↑ ↑
( HCO3- ↑ ) ditekan
pengeluarannya

Asidosis
↑ Kompensasi :
respiratorik ↓ ↑
Terjadi hyperventilasi Reabsorpsi/produksi
(CO2 ↑ )
HCO3-
Alkalosis ↑

respiratorik ↑ Kompensasi : ↓
Terjadi hipoventilasi
(CO2 ↓ ) Ekskresi HCO3-

LO 1.5 Keseimbangan Asam-Basa

Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion hidrogen, keseimbangan antara ion
[H + ] bebas dan [HCO3− ] dalam cairan tubuh sehingga pH darah 7,35 – 7,45 atau
keseimbangan tubuh yang harus dijaga kadar ion [H + ] bebas dalam batas normal maupun
pembentukan asam maupun basa terus berlangsung dalam kehidupan.
Cairan tubuh harus dilindungi dari perubahan pH karena sebagian besar enzim sangat peka
terhadap perubahan pH. Mekanisme protektif harus berlangsung aktif dan secara terus
menerus karena proses metabolisme juga menyebabkan terbentuknya asam dan basa secara
terus menerus (asam karbonat, asam sulfat, asam fosfat, asam laktat, asam sitrat, asam
asetoasetat, ion ammonium, β-hidroksibutirat).

Karena ion [H + ] berpengaruh besar dalam keseimbangan asam-basa, maka faktor yang
mempengaruhi [H + ] juga mempengaruhi keseimbangan asam basa, yaitu :

a) Lebihnya kadar [H + ] yang ada dalam cairan tubuh, berasal dari


 Pembentukan H2 CO3 yang sebagian berdisosiasi menjadi H+ dan HCO−
3
 Katabolisme zat organik

14
 Disosiasi asam organik pada metabolisme intermedik, contoh pada metabolik
lemak terbentuk asam lemak dan laktat yaitu melepaskan [H+]
b) Keseimbangan intake dan output ion [H+] tubuh
Bervariasi tergantung dari:
 Diet ( makanan ), H+ naik, jika kebanyakan makan asam (asidosis), sedangkan
dengan mengkonsumsi sayur dan buah bersifat basa banyak menghasilkan
HCO− 3.
 Aktivitas yaitu lari cepat membuat tubuh kita asam karena menghasilkan
banyak CO2 sehingga pH turun
 Proses anaerob yaitu lebih banyak penumpukan asam laktat seperti olahraga
berat sehingga menimbulkan reaksi asam dan membuat pH turun
Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi dari tiga
sistem,yaitu :

1. Sistem buffer
2. Sistem respiratorik (sistem paru)
3. Sistem metabolik (sistem ginjal)

1. Sistem buffer
Sistem buffer disebut juga sistem penahan atau sistem penyangga, karena dapat
menahan perubahan pH. Sistem buffer merupakan larutan yang mengandung asam dan
basa konjugasinya.
Sistem buffer kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam basa sementara.
Jika dengan buffer kimia tidak cukup memperbaiki, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru paru yang merespon secara cepat terhadap perubahan ion H+ dalam
darah karena rangsangan kemoreseptor dan pusat pernafasan mempertahankan kadar [H+]
sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut, ginjal mampu meregulasi
ketidakseimbangan ion H+ dengan mensekresikan ion H+ dan menambahkan HCO− 3 baru
dalam darah karena memiliki dapar fosfat.
Di dalam tubuh terdapat beberapa sistem buffer, yaitu :

 Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat


 Sistem buffer hemoglobin
 Sistem buffer protein
 Sistem buffer fosfat

Fungsi utama sistem buffer ini adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh
pengaruh asam fixed dan asam organik pada cairan ekstraseluler. Sistem ini memiliki
keterbatasan, yaitu :
 Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang disebabkan
karena peningkatan CO2
 Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat pengendali sistem
pernafasan bekerja normal.
 Kemampuan menyelenggarakan sistem buffer tergantung pada tersedianya ion
bikarbonat.

15
Di bawah ini tabel buffer kimiawi dan peran utamanya :

Sistem Buffer Fungsi Utama

Sistem buffer asam karbonat : Buffer CES utama terhadap perubahan


bikarbonat non-asam karbonat

Sistem buffer protein Buffer CIS utama ; juga menyangga


CES

Sistem buffer hemoglobin Buffer utama terhadap perubahan asam


karbonat

Sistem buffer fosfat Buffer urin yang penting ; juga


menyangga CES

 Sistem Buffer 𝑯𝟐 𝑪𝑶𝟑 : 𝑯𝑪𝑶𝟑 −


Pasangan buffer 𝐻2 𝐶𝑂3 : 𝐻𝐶𝑂3 − adalah sistem buffer terpenting di CES untuk
menyangga perubahan pH yang ditimbulkan oleh penyebab di luar fluktuasi H2CO3
penghasil CO2. Ini adalah sistem penyangga CES yang paling efektif karena dua
sebab :
1. 𝐻2 𝐶𝑂3 dan 𝐻𝐶𝑂3 − banyak ditemukan di CES sehingga sistem ini cepat
menahan perubahan pH.
2. Setiap komponen dari pasangan buffer ini diatur secara ketat. Ginjal mengatur
𝐻𝐶𝑂3 − , dan sistem pernapasan mengatur CO2, yang menghasilkan H2CO3.

𝐶𝑂2 + 𝐻2 𝑂 ⇌ 𝐻2 𝐶𝑂3 ⇌ 𝐻 + + 𝐻𝐶𝑂3 −

 Sistem buffer protein


Sistem buffer protein berfungsi mengatur pH cairan ekstraserselular dan interstitial.
Protein sebagai buffer berinteraksi secara ekstentif dengan sistem buffer lainnya.
Protein tersusun oleh asam amino yang mempunyai sifat amfoter, yaitu asam amino
akan bersifat sebagai kation pada suasana asam dan bersifat sebagai anion pada
suasana basa.

Fungsi pengaturan buffer protein:


- Bila terjadi penurunan pH, gugus amino (-NH2) dari asam amino akan bertindak
sebagai basa lemah dengan mengikat ion hidrogen dan membentuk ion amonium.
Gugus amino bertindak sebagai akseptor proton.
- Bila terjadi peningkatan pH, gugus karboksil (-COOH) dari asam amino mengalami
disosiasi dan berubah menjadi ion karboksil dan ion H+. Gugus karboksil bertindak
sebagai donor proton.

16
Cairan interstitium yang mengandung protein dan asam amino terdisosiasi ikut
berperan mengatur pH. Protein mengandung asam amino histidin yang mempunyai
cincin imitazol dengan Pka = 6.0. Pada kebanyakan protein Pk sekitar 7.0-7.4. Proses
pengaturan melalui sistem buffer protein berjalan lambat karena ion hidrogen harus
melalui proses difusi membran sel yang dipengaruhi oleh pompa natrium.

 Sistem buffer hemoglobin


Buffer hemoglobin (Hb) merupakan buffer intraseluler yang bekerja di dalam sel
darah merah. Hb dapat berfungsi sebagai buffer karena mengandung residu histidin,
yaitu asam amino yang dapat berikatan secara reversibelion hidrogen, menghasilkan
Hb bentuk berproton dan tidak berproton.

Na+ + HCO3 ↔ NaHCO3


Hb- + H+ ↔ HHb (PK 7-8)

Pada sel darah merah, Hb dapat mengikat karbondioksida dan mengubahnya menjadi
karbonat karena di dalam sitoplasma terkandung anhidrase karbonat, dan proses
pengikatan terjadi dengan cepat karena CO2 berdifusi cepat melintasi membran sel
darah merah tanpa memerlukan mekanisme transport aktif membran sel. Kemampuan
pengaturan ini dikenal sebagai sistem buffer hemoglobin.

Buffer utama cairan ekstraseluler adalah sistem bikarbonat dan hemoglobin. Hb


penting untuk pengangkutan oksigen ke jaringan, pengangkut CO2 dan sebagai sistem
buffer yang kuat.

 Sistem buffer Fosfat


Sistem buffer fosfat terdiri dari garam fosfat (NaH2PO4) yang asam yang dapat
mendonasikan H+ bebas ketika [H+] turun dan garam fosfat basa (Na2HPO4) yang
dapat menerima H+ bebas ketika [H+] meningkat.
𝑁𝑎2 𝐻𝑃𝑂4 + 𝐻 + ⇌ 𝑁𝑎𝐻2 𝑃𝑂4 + 𝑁𝑎+
Karena fosfat paling banyak di dalam sel, maka sistem ini berperan secara signifikan
dalam pendaparan intrasel, hanya disaingi oleh protein intrasel yang jumlahnya lebih
banyak. Yang lebih penting, sistem fosfat berfungsi sebagai penyangga urin yang
baik.

Penyangga fosfat dapat mempertahankan pH darah 7,4. Penyangga di luar sel hanya
sedikit jumlahnya, tetapi sangat penting untuk larutan penyangga urin.

2. Sistem respiratorik (sistem paru)


 Sistem pernapasan berperan penting bagi keseimbangan asam-basa karena
kemampuannya mengubah ventilasi paru-paru sehingga dapat mengubah kecepatan
ekskresi CO2 penghasil H + yang diatur oleh konsentrasi H + arteri.
 Pengaturan pernapasan terhadap keseimbangan asam basa merupakan tipe sistem
penyangga fisiologis. Seluruh tenaga penyangga sistem pernapasan adalah 1 atau 2
kali lebih besar daripada tenaga penyangga kimia.
 Rata-rata secara normal terdapat sekitar 1,2 mmol/liter CO2 yang terlarut dalam cairan
ekstraseluler yang sama dengan 40mmHg PCO2 . Bila pembentukan CO2 metabolik
meningkat, cairan ekstraseluler PCO2 juga meningkat.

17
 Jika konsentrasi H + meningkat, pusat pernapasan di batang otak secara refleks
terangsang untuk meningkatkan CO2 ventilasi paru-paru yang mengakibatkan
kedalaman nafas meningkat sehingga lebih banyak yang dikeluarkan sehingga jumlah
H2 CO3 yang ditambahkan ke dalam cairan tubuh berkurang. Karena CO2 membentuk
asam, pengeluaran CO2 pada dasarnya adalah pengeluaran asam dari tubuh. Jadi, pH
tubuh dapat kembali ke pH normal. Jadi, peningkatan ventilasi alveolus menurunkan
konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler dan meningkatkan pH. Begitu pula
sebaliknya.
 Konsentrasi ion hidrogen juga berpengaruh terhadap kecepatan ventilasi alveolus.
Sewaktu kecepatan alveolus menurun karena disebabkan oleh peningktan pH dan
penurunan konsentrasi hidrogen, jumlah oksigen yang ditambahkan ke dalam darah
menurun dan tekanan parsial oksigen di dalam darah juga menurun sehingga
memberikan efek merangsang kecepatan ventilasi.
 Paru-paru sangat penting dalam mempertahankan konsentrasi H + plasma. Setiap hari,
paru-paru mengeluarkan H + yang berasal dari asam karbonat dari cairan tubuh , lebih
banyak daripada jumlah yang dikeluarkan oleh ginjal.
 Sistem pernapasan juga dapat menyesuaikan jumlah H + yang ditambahkan ke cairan
tubuh dari sumber sesuai dengan kebutuhan untuk memulihkan pH ke arah normal
apabila terjadi fluktuasi konsentrasiH + dari sumber-sumber asam non-karbonat.
 Pengaturan oleh sistem pernapasan bekerja dengan kecepatan sedang dan hanya aktif
berperan jika sistem penyangga kimiawi saja tidak mampu meminimalkan perubahan
konsentrasi H + . Jika kelainan non-respiratorik mengubah konsentrasi H + , sistem
pernapasan hanya akan dapat mengembalikan pH 50-75% dari normal karena gaya
pendorong yang mengatur respon ventilasi kompensatorik lenyap apabila pH
bergeser ke arah normal.
 Jika perubahan konsentrasi H + , terjadi akibat fluktuasi konsentrasi CO2 yang timbul
dari gangguan pernapasan, mekanisme pernapasan sama sekali tidak dapat berperan
mengontrol pH.

Di bawah ini tabel penyesuaian sistem pernapasan terhadap asidosis dan alkalosis
yang ditimbulkan oleh penyebab non-respirasi (metabolik) :

Status Asam-Basa
Kompensasi Pernapasan Normal (pH Asidosis Metabolik (pH Alkalosis Metabolik (pH
7,4) 7,1) 7,7)
Ventilasi Normal ↑ ↓
Laju Pengeluaran CO2 Normal ↑ ↓
Laju Pembentukan H2CO3 Normal ↓ ↑
Laju Pembentukan H+ dari CO2 Normal ↓ ↑

3. Sistem metabolik (sistem ginjal)


 Ginjal tidak saja dapat mengubah-ubah pengeluaran H + , tetapi juga dapat menahan
atau mengeliminasi HCO3−
 Ginjal mampu memulihkan pH hampir tepat ke normal walaupun membutuhkan yang
lebih lama.
 Ginjal mengontrol pH cairan tubuh dengan menyesuaikan 3 faktor yaitu :

18
a. Ekskresi ion hidrogen
 Paru-paru hanya mampu mengeluarkan asam karbonat melalui eliminasi CO2 .
Tugas untuk mengeliminasi H + yang berasal dari asam sulfat, fosfat, laktat dan
asam lain terletak di dalam ginjal.
 Ginjal tidak saja secara kontinu mengeluarkan H + dalam jumlah normal yang
terus menerus dihasilkan dari sumber-sumber asamnon-karbonat, tetapi, juga
mengubah-ubah kecepatan sekresinya untuk mengkompensasi perubahan
konsentrasi H + yang timbul dari kelainan konsentrasi asam karbonat.
 Besarnya sekresi H + bergantung pada status asam basa pada sel tubulus ginjal
dan tidak dipengaruhi oleh pengaruh hormonal.
 Proses sekresi H + berawal di sel-sel tubulus dengan CO2 yang datang dari 3
sumber yaitu CO2 yang berdifusi dari plasma atau dari cairan tubulus atau CO2
yang diproduksi secara metabolis di dalam sel tubulus. Lalu CO2 dan H2 O
membentuk H2 CO3 yang akan berdisosiasi membentuk H + dan HCO− 3 . Suatu
pembawa yang bergantung energi di membran luminal kemudian mengangkut
H + keluar sel ke dalam lumen tubulus. Di bagian nefron, pembawa ini
mengangkut Na+ yang berasal dari filtrat glomerulus ke arah yang berlawanan.
Karena reaksi ini diawali dengan CO2 jadi kecepatannya bergantung pada
konsentrasi CO2 , jika konsentrasi CO2 meningkat, maka reaksi akan berlangsung
cepat.
 Jika konsentrasi H + di plasma tinggi, sel-sel tubulus akan berespon dengan
mensekresikan H + dalam jumlah yang lebih untuk disekresikan ke dalam urin,
begitu pula sebaliknya. Ginjal tidak dapat meningkatkan konsentrasi plasma
dengan mereabsorpsi H + yang sudah difiltrasi karena tidak terdapat mekanisme
tersebut di dalam ginjal.

b. Ekskresi bikarbonat
 Sebelum dibuang oleh ginjal, H + yang dihasilkan dari asam non-karbonat
disangga oleh HCO− 3 plasma.
 Ginjal mengatur konsentrasi HCO− 3 plasma melalui 2 mekanisme yaitu :

1. Reabsorpsi HCO3 yang difiltrasi kembali ke plasma
 Ion bikarbonat tidak mudah menembus membran luminal sel-sel
tubulus ginjal sehingga tidak dapat difiltrasi dan direabsorpsi secara
langsung.
 Ion hidrogen yang disekresikan ke luar sel tubulus berikatan dengan
HCO− −
3 yang difiltrasi untuk membentuk H2 C𝑂3 . Lalu di bawah

pengaruh karbonat anhidrase, H2 CO3 tersebut teruari menjadi H2 O

19
dan CO2 . Lalu CO2 masuk kembali ke dalam sel tubulus karena CO2
mampu dengan mudah menembus membran sel tubulus. Di dalam sel,
di bawah pengaruh karbonat anhidrase intrasel, CO2 bergabung kembali
dengan H2O membentuk H2 C𝑂3− yang akan terurai menjadi H + dan
HCO− 3 . Karena dapat menembus membran basolateral sel tubulus,
HCO− 3 secara pasif berdifusi keluar sel masuk ke dalam plasma
kapiler-peritubulus. HCO− 3 ini seolah-olah direabsorpsi padahal
sebenarnya tidak.
 Dalam keadaan normal, ion hidrogen yang disekresikan ke dalam
lumen tubulus lebih banyak dibandingkan dengan ion bikarbonat yang
difiltrasi. Sehingga semua ion bikarbonat yang difiltrasi biasanya
direabsorpsi karena tersedia H + di lumen tubulus untuk berikatan
dengannya.
2. Penambahan HCO− 3 yang baru ke dalam plasma
 Pada saat semua HCO3− yang difiltrasi telah direabsorpsi dan sekresi
H + tambahan telah dihasilkan oleh disosiasi H2 CO3 , HCO− 3 yang
dihasilkan berdifusi ke dalam plasma sebagai HCO3− yang baru.
Disebut baru karena kemunculannya di dalam plasma tidak berikatan
dengan reabsorpsi HCO− +
3 yang difiltrasi. Sementara itu, H yang
dihasilkan bergabung dengan penyangga fosfat basa dan kemudian
dieksresi di urin.

 Selama asidosis, ginjal melakukan kompensasi sebagai berikut :


 Meningkatkan sekresi dan ekskresi H + di urin sehingga kelebihanH + dapat
dieliminasi dan konsentrasi H + di plasma menurun.
 Mereabsorpsi semua ion bikarbonat yang difiltrasi disertai dengan
penambahan ion bikarbonat baru ke plasma sehingga konsentrasi ion
bikarbonat plasma meningkat.
 Begitu pula sebaliknya pada alkalosis.
c. Sekresi amonia
 Terdapat dua penyangga urin yang penting yaitu penyangga fosfat (yang
difiltrasi) dan amonia (NH3) yang disekresi.
 Dalam keadaan normal, ion hidrogen yang disekresikan, pertama disangga oleh
sistem penyangga fosfat, yang berada di dalam lumen tubulus karena kelebihan
ingesti fosfat telah difiltrasi tetapi tidak direabsorpsi. Jika sekresi ion hidrogen

20
meningkat, kapasitas fosfat urin untuk menyangga akan terlampaui,tetapi ginjal
tidak dapat mengeluarkan lebih banyak fosfat basa, maka semua ion fosfat basa
akan diekskresikan agar berikatan dengan ion hidrogen.
 Lalu sel-sel tubulus mensekresikan NH3 ke dalam lumen tubulus setelah
penyangga fosfat urin menjadi jenuh. Lalu, ion Hidrogen akan terus berikatan
dengan NH3 untuk membentuk ion amonium (NH4− )
 Ion amonium akan keluar melalui urin setiap ia mengangkut ion hidrogen.
 NH3 sengaja disintesis dari asam amino glutamin (setiap satu molekul glutamin
menghasilkan dua ion NH + yang akan dieksresikan melalui urin dan ion
bikarbonat yang akan dikembalikan ke darah) di dalam sel tubulus kemudian
berdifusi mengikuti penurunan gradien konsentrasike dalam lumen tubulus.
Kecepatannya diatur oleh jumlah kelebihan ion hidrogen yang akan diangkut di
urin.
 Untuk setiap NH4+ yang dieksresikan, dihasilkan HCO− 3 yang baru untuk
ditambahkan ke dalam darah.
 Sekresi NH3 selama asidosis berfungsi untuk menyangga kelebihan ion
hidrogen di dalam lumen tubulus, sehingga ion hidrogen dapat disekresikan
dalam jumlah besar ke dalam urin sebelum pH semakin menurun sampai batas
4,5.

Di bawah ini tabel ringkasan respon ginjal terhadap asidosis dan alkalosis :

Kelainan Sekresi H+ Ekskresi Reabsorpsi 𝐻𝐶𝑂3 − dan Ekskresi pH Urin Perubahan


Asam-Basa H+ Penambahan 𝐻𝐶𝑂3 − 𝐻𝐶𝑂3 − Kompensatorik
Baru ke Plasma pH Plasma

Asidosis ↑ ↑ ↑ Normal Asam Alkalinasi ke


arah normal

Alkalosis ↓ ↓ ↓ ↑ Alkali Pengasaman


kea rah normal

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Ukuran Keasaman ph


LO 2.1 Definisi
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan nilai keasaman atau kebasaan
yang dimiliki suatu larutan. Unit pH diukur pada skala 0 – 14. Istilah pH berasal dari “p”,
lambang matematika dari negatif logaritma dan “H” lambang kimia untuk unsur hidrogen.

pH dibentuk dari informasi kuantitatif yang dinyatakan oleh tingkat derajat keasaman atau
basa yang berkaitan dengan aktivitas ion hidrogen. Nilai pH dari suatu unsur adalah
perbandingan antara konsentrasi ion hidrogen [H+] dengan konsentrasi ion hidroksil [OH-].

pH H2O adalah 7,0 yang dianggap secara kimiawi sebagai larutan netral. Terjadi disosiasi
H2O dalam jumlah amat kecil menjadi ion hydrogen dan ion hidroksil (OH-). Karena OH-
memiliki kemampuan mengikat H+ untuk kembali membentuk H2O maka zat ini dianggap
basa. Karena menghasilkan ion hydrogen yang asam dan ion hidroksil yang basa dalam

21
jumlah sama maka H2O bersifat netral, tidak asam atau basa. Larutan dengan pH kurang dari
7 mengandung [H+] lebih tinggi daripada H2O murni dan dianggap asam. Sebaliknya, larutan
dengan nilai pH lebih besar daripada 7 memiliki konsentrasi [H+] yang lebih rendah dan
dianggap basa atau alkali.

[H+] dalam CES normalnya adalah 4 x 10-8 atau 0,00000004 ekivalen per liter. Konsep pH
dikembangkan untuk menyatakan [H+] secara lebih mudah. Secara spesifik, pH sama dengan
logaritma berbasis dari kebalikan konsentrasi ion hydrogen : pH = log 1/[H+].

LO 2.2 Cara Menentukan Ph

1. Asam Kuat
Asam kuat adalah asam yang berdisosiasi sempurna dalam air(α = 1). Untuk
menyatakan derajat keasamannya, dapat ditentukan langsung dari konsentrasi
asamnya dengan melihat valensinya. HCl dalam air akan berdisosiasi seluruhnya
menjadi ion H+ dan Cl- . Ion H+ yang terbentuk akan diikat oleh molekul air.
2. Asam Lemah
Penentuan besarnya derajat keasaman tidak dapat ditentukan langsung dari
konsentrasi asam lemahnya (seperti halnya asam kuat). Penghitungan derajat
keasaman dilakukan dengan menghitung konsentrasi [H+] terlebih dahulu dengan
rumus :

Ca = konsentrasi asam lemah


Ka = tetapan ionisasi asam lemah

3. Basa Kuat
Pada penentuan derajat keasaman dari larutan basa terlebih dulu dihitung nilai pOH
dari konsentrasi basanya. NaOH dalam air akan terdisosiasi seluruhnya menjadi ion
Na+ + OH-. Ion OH- yang terbentuk akan bereaksi dengan ion H+ dari air.

4. Basa Lemah
Penentuan besarnya konsentrasi OH- tidak dapat ditentukan langsung dari konsentrasi
basa lemahnya (seperti halnya basa kuat), akan tetapi harus dihitung dengan
menggunakan rumus :

Cb = konsentrasi basa lemah


Kb = tetapan ionisasi basa lemah

LO 2.3 Indikator Asam-Basa

22
Larutan indikator adalah zat-zat yang mempunyai warna berbeda dalam larutan yang
bersifat asam, basa, dan netral. Sehingga dapat membedakan larutan tersebut. Larutan
indikator akan berubah warn ajika pH berubah. Pada suhu 25°C maka pH + pOH = 14, netral
pH= pOH= 7.

Ada 2 macam indikator yaitu:


 Indikator penunjuk asam
Akan berubah warna, jika konsentrasi asam berubah sedikit saja. Daerah perubahan
warna untuk indicator ini kurang dari 7.

 Indikator penunjuk basa


Akan berubah warna, jika konsentrasi basa (OH) berubah sedikit saja. Daerah
perubahan warna untuk indikator ini lebih dari 7

Yang digunakan untuk mengukur pH suatu larutan adalah:

Kertas lakmus, kertas lakmus berubah menjadi merah bila keasaman larutan naik
(asam), sedangkan berubah menjadi warna biru bila jika tingkat keasamaan larutan
turun (basa). Penggunaan kertas lakmus ini adalah pengukuran yang paling sederhana,
tetapi tidak dapat menentukan nilai pasti pH tersebut, hanya menunjukkan asam atau
basa.
Di laboratorium, indikator yang sering digunakan adalah larutan fenolftalein (PP),
metil merah, dan metil orange.

Table beberapa indicator Asam-Basa yang lazim

Warna
Indikator Kisaran pH
Dalam Asam Dalam Basa

Timol biru merah Kuning 1,2-2,8

Bromofenol biru Kuning Ungu kebiruan 3,0-4,6

Metil jingga Jingga Kuning 3,1-4,4

Metil merah Merah Kuning 4,2-6,3

Klorofenol biru Kuning Merah 4,8-6,4

Bromotimol biru Kuning Biru 6,0-7,6

Kresol merah Kuning Merah 7,2-8,8

fenolftalein Tidak berwarna Pink kemerahan 8,3-10,0

*kisaran pH didefinisikan sebagai kisaran di mana indicator berubah dari


warna asam ke warna basa

23
Menggunakan alat pH meter yaitu alat yang digunakan di lab untuk menentukan pH
dari suatu larutan dan nilainya tertera sangat jelas. pH meter bekerja berdasarkan
prinsip elektrolit atau konduktivitas suatu larutan.Penggunaan alat ini dengan cara
dicelupkan pada larutan yang akan diuji, pada pHmeter akan muncul angka skala
yang menunjukkan pH larutan.

LI 3. Memahami dan Mejelaskan Analisa Gas Darah.


LO 3.1 Definisi
Analisa Gas Darah (AGD) merupakan pemeriksaan untuk mengukur keasaman (pH),
jumlah oksigen, karbondioksida, kadar bikarbonat (HCO3), saturasi O2, dan
kelebihan/kekurangan basa.

LO 3.2 Tujuan
1. mengetahui penderita asidemia (akalemia)
- Asidemia= pH < 7,35
- Alkalemia= pH > 7,45
2. Mengetahui gangguan asam basa
-asidosis metabolik= HCO3 menurun dan PaCO2 menurun
-Alkalosis metabolik= HCO3 meningkat dan PaCO2 meningkat
-Asidosis Respiratori= PaCO2 meningkat dan HCO3 meningkat
-Alkalosis respiratori= PaCO2 menurun dan HCO3 menurun

LO 3.3 Langkah-Langkah

Langkah-langkah untuk menilai gas darah :

1. Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia, dengan dua sebab
asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien mengalami alkalemia
dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi
ginjal dan pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH
yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada gangguan
campuran)

2. Perhatikan variabel pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang berhubungan dengan
pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik, metabolik atau
campuran (PaCO2 normal, meningkat atau menurun; HCO3 normal, meningkat atau menurun;
pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang
sama; penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan
adanya gangguan asam basa campuran).

3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi (hal ini
dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang sama dengan
nilai primer, kompensasi sedang berjalan).

24
4. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa
campuran).

Prosedur Pengambilan Gas Darah Arteri :

A. Alat

- Spuit gelas atau plastik 5 atau 10 ml

- Botol heparin 10 ml, 1000 unit/ml (dosis-multi)

- Jarum nomor 22 atau 25

- Penutup udara dari karet

- Kapas alcohol

- Wadah berisi es (baskom atau kantung plastik)

- Beri label untuk menulis status klinis pasien

B. Tekhnik

1. Arteri radialis umumnya dipakai meskipun brakhialis juga dapat digunakan


2. Bila menggunakan pendekatan arteri radialis lakukan tes Allen’s. Secara terus
menerus bendung arteri radialis dan ulnaris. Tangan akan putih kemudian pucat.
Lepaskan aliran arteri ulnaris. Tes allen’s positif bila tangan kembali menjadi
berwarna merah muda. Ini meyakinkan aliran arteri bila aliran arteri radialis tidal
paten.
3. Pergelangan tangan dihiperekstensikan dan tangan dirotasi keluar.

a. Penting sekali untuk melakukan hiperekstensi pergelangan tangan. Biasanya menggunakan


gulungan handuk untuk melakukan ini

b. Untuk pungsi arteri brakialis, siku dihiperekstensikan setelah meletakkan handuk di bawah
siku

1. 1 ml heparin diaspirasi kedalam spuit, sehingga dasar spuit basah dengan heparin, dan
kemudian kelebihan heparin dibuang melalui jarum, dilakukan perlahan sehingga
pangkal jarum penuh dengan heparin dan tak ada gelembung udara
2. Arteri brakialis atau radialis dilokalisasi dengan palpasi dengan jari tengah dan jari
telunjuk, dan titik maksimum denyut ditemukan. Bersihkan tempat tersebut dengan
kapas alcohol
3. Jarum dimasukkan dengan perlahan kedalam area yang mempunyai pulsasi penuh. Ini
akan paling mudah dengan memasukkan jarum dan spuit kurang lebih 45-90 derajat
terhadap kulit

25
4. Seringkali jarum masuk menembus pembuluh arteri dan hanya dengan jarum ditarik
perlahan darah akan masuk ke spuit
5. Indikasi satu-satunya bahwa darah tersebut darah arteri adalah adanya pemompaan
darah kedalam spuit dengan kekuatannya sendiri

Bila kita harus mengaspirasi darah dengan menarik plunger spuit ini kadang-kadang
diperlukan pada spuit plastik yang terlalu keras sehingga tak mungkin darah tersebut positif
dari arteri. Hasil gas darah tidak memungkinkan kita untuk menentukan apakah darah dari
arteri atau dari vena

1. Setelah darah 5 ml diambil, jarum dilepaskan dan petugas yang lain menekan area
yang di pungsi selama sedikitnya 5 menit (10 menit untuk pasien yang mendapat
antikoagulan)
2. Gelembung udara harus dibuang keluar spuit. Lepaskan jarum dan tempatkan penutup
udara pada spuit. Putar spuit diantara telapak tangan untuk mencampurkan heparin
3. Spuit diberi label dan segera tempatkan dalam es atau air es, kemudian dibawa
kelaboratorium.

26
DAFTAR PUSTAKA

Dorland,W.A.Newman.2002.Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29.Jakarta: EGC.


Ganong WF.2002.Review of Medical Physiology, 21th ed.
Home,Mima M. 2001.Keseimbangan cairan,elektrolit,dan asam basa edisi 2.Jakarta: EGC.
http //chem-is-try.org/pengukurankeasaaman/oleh Jim Clark/
Isselbacher, dkk. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol.1 Ed. 13. Jakarta :
EGC.
Sherwood, L. Human Physiology 7th Ed. Canada: Brooks/Cole, Cangage Learning. 2007. Hal:
569 – 584

Saifuddin, M, dkk. (2008). Gangguan Kesimbangan air-elektrolit dan asam-basa edisi


II. Jakarta: FKUI.

Sherwood L. (2001). Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem edisi 2. Jakarta: EGC

Sudoyo,Aru W.,dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.Jakarta: Interna
Publising.

27

Anda mungkin juga menyukai