Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS GANGGUAN

ASAM BASA DI RUANG INTENSIF CARE UNIT (ICU)


DI RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

DISUSUN OLEH:
Ipah Dayani
17.NS.212

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA
BANJARMASIN
2018
KETIDAKSEIMBAANGAN ASAM BASA

A. Konsep Dasar Ketidakseimbangan Asam Basa


Gambaran Umum Asam Basa Ph, pH adalah cerminan rasio asam terhadap
basa dalam cairan ekstrasel. pH mencerminkan konsentrasi ion hidrogen dalam larutan.
Semakin besar konsentrasi ion hidrogen, semakin tinggi keasaman suatu larutan dan
semakin rendah pH-nya. Sebaliknya, semakin tinggi pH, semakin rendah konsentrasi ion
hidrogen dan semakin basa larutannya.
Asam Asam adalah zat yang mampu membebaskan sebuah ion hidrogen.
Contoh asam antara lain adalah zat-zat yang dicetak tebal dalam rumus di bawah ini,
yang semuanya diperlihatkan dapat memberikan sebuah ion hidrogen:Suatu asam dapat
kuat atau lemah, bergantung pada derajat penguraiannyauntuk membebaskan ion
hidrogen. Misalnya, hidrogen klorida (HCl) secaracepat dan total terurai menjadi ion
hidrogen dan ion klorida sehingga dianggap asam kuat. Sebaliknya, hanya beberapa
molekul asam laktat yang terurai menjadi ion hidrogen dan laktat sehingga asam laktat
dianggap sebagai asam lemah.
Basa adalah setiap zat yang dapat menerima sebuah ion hidrogen, sehingga zat
tersebut dapat mengeluarkan ion hidrogen dari larutan. Karena masing-masing reaksi
diatas bersifat reversible, maka setiap zat yang dihasilkan bersama dengan ion hidrogen
dapat menyatu kembali dengannya, dan memindahkan reaksi ke arah yang sebaliknya.
Dengan demikian, zat tersebut dianggap sebagai basa. Reaksi-reaksi ini ditulis ulang di
rumus berikut, dengan basa dalam huruf tebal :
Cl- + H+ ↔ HCl
HCO3- + H+ ↔ H2CO3
Laktat + H+ ↔ Asam laktat
NH3 + H+ ↔ NH4+
Suatu basa dapat lemah atau kuat, bergantung pada derajat penerima ion
hidrogen. Sebagian asam dan basa yang terdapat dalam tubuh bersifat lemah.

Sistem Buffer pada tubuh manusia


Dalam keadaan normal pH dari cairan tubuh termasuk darah kita adalah antara
7.35-7.5. walaupun sejumlah besar ion H+  selalu ada sebagai hasil metabolisme dari
zat-zat tetapi keadaaan setimbang harus selalu di pertahankan dengan jalan membuang
kelebihan asam tersebut, sebab penurunan pH sedikit saja menujukkan keadaan sakit
misalnya pada diabetic coma dimana pH darah turun sampai 6.82 sehingga harus selalu
ada kesetimbangan asam basa dalam tubuh kita. Untuk ini maka tubuh kita mempunyai :
a. Sistem buffer 
Untuk mempertahankan pH tubuh agar tetap normal.
b. Sistem pernafasan.
Dengan mengatur pernafasan CO2 melalui pernafasan, jadi juga mengatur kosentrasi
H2CO3 dalam tubuh.
c. Ginjal
Mengatur kelebihan asam basa melalui ginjal
Buffer adalah zat yang dapat mempertahankan pH ketika ditambah sedikit
asam/basa atau ketika diencerkan. Buffer memiliki dua macam : asam lemah dan
garamnya atau basa lemah dan garamnya. Buffer dalam tubuh manusia adalah
darah. Jika darah tidak memiliki buffer maka ketika minum jus jeruk yang kecut,
tubuh kita dapat mengalami asidosis ( pH darah asam ) (Anonim, 2008).
Buffer dalam darah adalah jenis buffer yang terdiri dari asam lemah dan
garamnya. Asam lemah nya adalah asam karbonat H2CO3 ( asam lemah ) dan
garamnya adalah HCO3-. Buffer tersebut dapat mempertahankan pH darah sekitar
7,35 – 7,45 dengan reaksi sebagai berikut :
H2CO3 + OH- => HCO3- + H2OHCO3- + H+ => H2CO3
Ketika masuk zat asam dalam tubuh maka yang bertugas menetralisir
adalah asam lemah (asam karbonat). Jika masuk zat basa, yang bertugas
menetralisisr adalah garamnya.
Ketika masuk zat asam
Ketika hal ini terjadi asam karbonatlah yang menjadi pahlawan. Ia akan
menghadapi si asam ini dan bereaksi dengannya. Hasil reaksi ini membuat keadaan
kembali netral dan menghasilkan hasil reaksi berupa garam yang
banyak. Garam ini sebagian disimpan dan jika lebih akan dibuang melalui urin. Jadi
kalo banyak makan atau minum yang asam asam, kita akan banyak
menghasilkan urin. Karena asam karbonat bereaksi dengan asam untuk
menetralkan tadi, maka jumlah asam karbonat akan berkurang sehingga kita perlu
mempeorlhnya dari pernafasan CO2.
Ketika masuk zat basa
Ketika hal ini terjadi garam lah yang menjadi pahlawan. Ia akan menghadapi
si basaini dan bereaksi dengannya. Hasil reaksi ini membuat keadaan kembali netral
dan menghasilkan hasil reaksi berupa asam karbonat yang banyak. Asam
karbonat ini sebagain disimpan dan jika lebih akan dibuang melalui nafas (CO2).
Jadi kalo banyak makan atau minum yang basa basa, kita akan banyak
menghasilkan CO2.
Kebanyakan reaksi-reaksi biokimia dalam tubuh makhluk hidup hanya dapat
berlangsung pada pH tertentu. Oleh karena itu, cairan tubuh harus merupakan
larutan penyangga agar pH senantiasa konstan ketika metabolisme berlangsung.
Dalam keadaan normal, pH dari cairan tubuh termasuk darah kita adalah 7,35 – 7,5.
Walaupun sejumlah besar ion H+ selalu ada sebagai hasil metabolisme dari zat-zat,
tetapi keadaan setimbang harus selalu dipertahankan dengan jalan membuang
kelebihan asam tersebut. Hal ini disebabkan karena penurunan pH sedikit saja
menunjukkan keadaan sakit.
Ph darah tubuh manusia berkisar antara 7,35-7,45. pH darah tidak boleh
kurang dari 7,0 dan tidak boleh melebihi 7,8 karena akan berakibat fatal bagi
manusia. Organ yang paling berperan untuk menjaga pH darah adalah paru-paru
dan ginjal. Kondisi di mana pH darah kurang dari 7,35 disebut asidosis. Faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya kondisi asidosis antara lain penyakit jantung,
penyakit ginjal, kencing manis, dan diare yang terus-menerus. Sedangkan kondisi di
mana pH darah lebih dari 7,45 disebut alkolosis. Kondisi ini disebabkan muntah yang
hebat, hiperventilasi (kondisi ketika bernafas terlalu cepat karena cemas atau histeris
pada ketinggian).
Perhatikan bahwa ion hidrogen tidak dibuang dari tubuh hanya “
terperangkap “ oleh buffer. Sistem buffer kimiawi utama dalam tubuh adalah:
a. Sistem Buffer Bikarbonat
b. Sistem Buffer Fosfat
c. Sistem Buffer Protein
d. Sistem Buffer Hemoglobin
e. Sistem Buffer Amonia
Semua sistem buffer akan bekerja sama untuk mengembalikan pH dalam
sekejap, tetapi terdapat keterbatasan perubahan pH sebesar apa yang dapat dijaga
konstan oleh buffer. Hal ini tergantung pada cadangan buffer yang tersedia, disebut
juga kapasitas buffer. Jumlah asam atau basa yang ditambahkan sangat besar maka
sistem buffer tidak bisa mengatasinya.
1) Sistem Buffer bikarbonat
Sistem buffer bikarbonat merupakan buffer ekstra selular utama dan bertanggung
jawab mempertahankan pH darah. Karbondioksida yang terbentuk selama
respirasi sel akan larut dalam air plasma untuk membentuk asam karbonat.
Asam Karbonat ini akan berdisosiasi sebagai menghasilkan ion hidrogen dan ion
bikarbonat. Ion bikarbonat akan berperanasebagai akseptor ion hidrogen. Jika
ion hidrogen ditambahkan kedalam tubuh, seperti asam laktat yang dihasilkan
saat berolahraga, maka ion bikarbonat dan ion hidrogen yang terbentuk dari
asam laktat akan membentuk asam karbonat. Asam karbonat berperan sebagai
donor ion hidrogen. Jika ion hidrogen hilang dari tubuh, sepereti pada kasus
muntah-muntah berat, asam karbonat akan berdisosiasi lebih banyak untuk
melepaskan ion hidrogen dan ion bikarbonat. Rasio normal bikarbonat terhadap
asam karbonat adalah 20:1 (lihat persamaan 1). Sistem bikarbonat menyangga
90% ion hidrogen dalam darah dan sngat penting karena jumlah karbondioksida
dan ion bikarbonat juga dapat diatur oleh paru dan ginjal. Jumlah ion bikarbonat
yang tersedia untuk buffer disebut juga cadangan alkali.
2) Sistem buffer Fosfat
Sistem ini serupa dengan sistem buffer bikarbonat. Garam natrium dari
dihidrogen fosfat dan monohidrogen fosfat masing-masing akan berperan
sebagai asam lemah dan basa lemah (lihat persamaan 2). Buffer fosfat terutama
mempertahankan Ph fluida intra selular dan tubulus ginjal, sehingga tidak akan
mempertahankan Ph darah, namun merupakan buffer yang penting untuk urine.
3) Sistem Buffer Protein
Protein merupakan rantai panjang asam-asam amino yang bersatu. Asam amino
mengandung gugus amino dasar ( NH2 ) dan gugus asam (COOH). Tiga bentuk
asam amino yang ada tergantung dari Ph ( lihat persamaan 3). Buffer protein
merupakan sistem yang sangat komplek dan akan mempertahankan Ph fluida
intra selular dan plasma. Protein hemoglobin memiliki dua fungsi khusus, yaitu
mentransport oksigen kejaringan dan juga menyangga ion hidrogen yang transit
dari sel ke paru. 
4) Sistem Buffer Hemoglobin
Karbondioksida berdifusi ke dalam eritrosit (sel darah merah). Di dalam sel,
karbon dioksida akan diubah menjadi asam karbonat oleh enzim karbonat
anhidrase. Asam karbonat akan berdisosiasi sebagian menghasilkan ion
hidrogen dan ion bikarbonat (lihat persamaan 4). Kemudian hemoglobin dan ion
hidrogen tersebut bergabung membentuk hemoglobin tereduksi (lihat persamaan
5). Reaksi ini terjadi karena hemoglobin tereduksi merupakan asam yang lebih
lemah dibandingkan oksihemoglobin dan asam karbonat sehingga akan
berikatan lebih kuat dengan hidrogen. Sehingga ketika oksigen dilepas, ion
hidrogen yang terbentuk dari asupan karbondioksida akan terperangkap oleh
hemoglobin, dan hal ini akan mencegah perubahan pH.
Saat ion bikarbonat terbentuk dalam eritrosit, ion bikarbonat ini akan berdifusi
keluar kedalam plasma, menjadi bagian jadangan alkali dan menyangga ion
hidrogen. Pada saat ion bikarbonat berdifusi keluar eritrosit, ion klorida akan
berdifusi masuk kedalam. Hal ini terjadi untuk mempertahankan muatan sel tetap
netral atau seimbang, dan disebut juga reaksi pergeseran klorida.
Di alveoli paru terjadi kebalikan dari seluruh proses ini, karbondioksida dan air
akan dibuang melalui proses pernafasan.
5) Sistem buffer amonia
Amonia terbentuk dalam tubulus ginjal dari pemecahan asam amino. Amonia
akan berdifusi kedalam tubulus ginjal, menyanggha ion hidrogen dalam filtrat
ginjal dan membentuk ion amonium. Ion amonium diekskresi diurin dan
mencegah urin terlalu asam.

B. Definisi
Ketidakseimbangan asam basa terdiri dari 4 jenis dengan definisinya masing-
masing. Asidosis respiratorik (kelebihan asam karbonat) adalah peningkatan primer dari
PaCO2 (hiperkapnea), sehingga terjadi penurunan pH, PaCO2 > 45 mmHg, dan pH >
7,35. Kompensasi ginjal mengakibatkan peningkatan HCO3 serum. Asidosis respiratorik
dapat timbul secara akut ataupun kronis. Hipoksemia (PaO2 rendah) selalu menyertai
asidosis respiratorik jika klien bernapas dalam udara ruangan (Muttaqin 2009:513).
Gangguan keseimbangan asam-basa merupakan suatu gangguan yang
disebabkan oleh gangguan pada homeostasis ion hidrogen (H+) yang umumnya dikelola
oleh penyangga ekstraseluler, regulasi ion hidrogen dan bikarbonat dari ginjal, dan
regulasi ventilasi eliminasi karbon dioksida (CO2) (Dipiro et al., 2009)
Alkalosis respiratorik (kekurangan asam karbonat) adalah penurunan primer dari
PaCO2 (hipokapnea), sehingga terjadi penurunan pH. PaCO2 < 35 mmHg dan pH >
7,45. Kompensasi ginjal berupa penurunan ekskresi H+ dengan akibat lebih sedikit
absorpsi HCO3-. Penurunan HCO3- serum berbeda-beda, bergantung pada apakah
keadaannya akut atau kronis (Muttaqin 2009:518).
Asidosis metabolik (kekurangan basa bikarbonat) adalah gangguan klinis yang
ditandai oleh rendahnya pH (peningkatan konsentrasi hidrogen) dan rendahnya
konsentrasi bikarbonat plasma. HCO3- ECF adalah 22 mEq/L dan pH 7,35 (Muttaqin
2009:506).
Alkalosis metabolik (kelebihan HCO3-) adalah gangguan sistemik yang ditandai
dengan peningkatan primer dari kadar bikarbonat plasma, sehingga terjadi peningkatan
pH (penurunan H+). HCO3- ECF 26 mEq/L dan pH 7,45. Alkalosis metabolik sering
disertai berkurangnya volume ECF dan hipokalemia. Kompensasi pernapasan berupa
peningkatan PaCO2 dengan hipoventilasi. Akan tetapi, tingkat hipoventilasi terbatas,
karena pernapasan terus berjalan oleh dorongan hipoksia (Muttaqin 2009:509).
C. Etiologi
Penyebab ketidakseimbangan asam basa berbeda sesuai dengan jenis
ketidakseimbangan asam basa. Adapun penyebab untuk setiap jenis ketidakseimbangan
asam basa adalah sebagai berikut :
1. Asidosis Respiratorik Sebagian gejala asidosis respiratorik mungkin mirip dengan
gejala penyakit lain. Gejala-gejala asidosis meliputi kebingungan, lesu, sesak napas,
mengantuk, dan mudah lelah. Beberapa gejala lain termasuk kulit hangat, hipertensi
paru, denyut jantung tidak teratur, refleks tendon berkurang, batuk, mengi, mudah
marah (Dipiro et al., 2015).
2. Asidosis Metabolik Asidosis metabolik biasanya ditandai dengan pernapasan yang
cepat. Gejala-gejala asidosis metabolik tidak selalu spesifik tergantung dari
penyebab yang mendasarinya. Nyeri dada, sakit kepala, jantung berdebar, otot dan
nyeri tulang, kelemahan otot, dan sakit perut adalah beberapa gejala umum (Dipiro
et al., 2015).
3. Alkalosis Respiratorik Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas
dan dapat menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika keadaannya makin
memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran (Dipiro et al., 2015).
4. Alkalosis Metabolik Pernapasan lambat merupakan gejala utama dari alkalosis
metabolik. Pernapasan lambat berpotensi menyebabkan Apnea, yaitu tidak bernapas
sama sekali untuk interval waktu tertentu. Kondisi ini memicu perubahan warna pada
kulit sehingga menjadi kebiruan atau keunguan. Detak jantung juga akan
berlangsung lebih cepat yang disertai penurunan tekanan darah. Gejala lain alkalosis
metabolik meliputi mati rasa dan kesemutan, berkedut, kejang otot, mual, muntah,
dan diare (Dipiro et al., 2015).

D. Patofisiologi
1. Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan penurunan pH dan konsentrasi serum HCO3-
yang dapat diperoleh dari hasil penambahan asam organik ke cairan ekstraseluler
(misalnya, asam laktat dan ketoacids), kehilangan jumlah HCO3- (misalnya, diare),
atau akumulasi asam endogen karena gangguan fungsi ginjal (misalnya, fosfat dan
sulfat). Serum anion gap (SAG) digunakan untuk menerangkan penyebab asidosis
Metabolik (SAG = [Na+] − [Cl−] − [HCO3−] ). Mekanisme utama adalah untuk
menurunkan PaCO2 dengan meningkatkan laju pernapasan (Dipiro et al., 2015).
2. Alkalosis Metabolik
a. Alkalosis metabolik dimulai dengan peningkatan ph dan HCO3-, akibat dari
hilangnya H+ melalui saluran gastrointestinal (GI) (misalnya: nasogastric
suctioning, muntah) pemberian bikarbonat, asetat, laktat, atau sitrat).
b. Alkalosis metabolik dikelola oleh fungsi ginjal normal yang mencegah ginjal dari
eksktesi bikarbonat berlebih.
c. Respon pernapasan adalah untuk meningkatkan PaCO2 dengan hipoventilasi.
(Dipiro et al., 2015).
3. Alkalosis Respiratorik
a. Alkalosis pernapasan ditandai dengan penurunan PaCO2 yang mengarah ke
peningkatan pH.
b. PaCO2 menurun ketika ventilasi ekskresi CO2 melebihi produksi metabolik CO2,
biasanya karena hiperventilasi.
c. Penyebabnya antara lain peningkatan stimulasi neurokimia melalui mekanisme
pusat atau perifer, atau peningkatan fisik dalam ventilasi melalui cara voluntary
atau artificial mean (misalnya, ventilasi mekanik).
d. Respon kompensasi awal adalah untuk buffer kelebihan bikarbonat dengan
melepaskan ion hidrogen dari protein intraseluler, fosfat, dan hemoglobin. Jika
berkepanjangan (>6 jam), ginjal berusaha untuk lebih mengkompensasi dengan
meningkatkan eliminasi bikarbonat. (Dipiro et al., 2015).
4. Asidosis Respiratorik
a. Asidosis pernapasan ditandai dengan peningkatan PaCO2 dan penurunan pH.
b. Hasil asidosis pernapasan dari gangguan yang menghambat ventilasi atau
meningkatkan produksi CO2, kelainan saluran napas dan paru, kelainan
neuromuskuler, atau masalah ventilator mekanik.
c. Respon kompensasi awal asidosis pernapasan akut adalah buffering (bahan
kimia). Jika berkepanjangan (>12-24 jam), proksimal tubulus HCO3.
d. Reabsorpsi, ammoniagenesis, dan distal tubulus H+ sekresi ditingkatkan,
sehingga peningkatan HCO3 serum.
e. Konsentrasi yang menimbulkan pH normal. (Dipiro et al., 2015).

Penyebab asidosis respiratorik mencakup semua gangguan paru obstruktif


(penyakit paru obstruktif menahun atau asma) serta hipoventilasi apapun sebabnya,
termasuk overdosis obat atau obstruksi jalan napas. Kongesti paru yang parah dapat
menyebabkan penurunan difusi karbondioksida dari darah ke dalam paru sehingga
eliminasinya melalui udara berkurang. Demikian juga sindrom distress pernapasan pada
bayi atau dewasa, apapun sebabnya, berkaitan dengan penurunan aliran darah paru
serta gangguan pertukaran karbondioksida dan oksigen antara paru dan darah sehingga
terjadi penimbunan karbondioksida (Corwin 2009:755-756).
Alkalosis respiratorik terjadi akibat hiperventilasi. Penyebab hiperventilasi antara
lain adalah demam dan rasa cemas. Hipoksemia dapat merangsang hiperventilasi
apabila tekanan parsial oksigen dalam darah arteri turun dibawah 50 mmHg (normalnya
adalah 100 mmHg). Toksisitas salisilat dan infeksi otak dapat secara langsung
merangsang pusat pernapasan di otak untuk meningkatkan kecepatan pernapasan yang
menyebabkan alkalosis respiratorik (Corwin 2009:757).
Asidosis metabolik dapat timbul apabila terjadi peningkatan produksi asam-asam
yang tidak mudah menguap, penurunan klirens ginjal atau asam-asam yang tidak mudah
menguap, atau keluarnya bikarbonat (Corwin 2009:758-759).
Asam yang tidak mudah menguap antara lain adalah asam laktat yang terbentuk
selama hipoksia lama, keton yang dihasilkan sebagai suatu produk sampingan
metabolisme lemak pada pasien diabetes, dan asam-asam yang berasal dari overdosis
obat misalnya salisilat (suatu produk metabolisme aspirin); peningkatan pembentukan
asam manapun dari asam-asam ini dapat menimbulkan asidosis metabolik. Metabolisme
protein yang berlebihan selama kelaparan atau malnutrisi protein juga dapat
menyebabkan peningkatan produksi asam yang tidak mudah menguap.
Penurunan kliren ion hidrogen oleh ginjal terjadi pada gagal ginjal atau apabila
terjadi gangguan pada aliran darah ginjal. Akibat keadaan itu, ginjal yang dalam keadaan
normal akan menyerap ulang semua bikarbonat yang difiltrasi dan secara aktif
mensekresi ion hidrogen ke dalam urin, tidak dapat melakukan hal-hal tersebut,
sehingga terjadi penimbunan ion hidrogen.
Penimbunan zat-zat sisa bernitrogen, misalnya urea pada gagal ginjal atau
hipoksia ginjal, akan mengasamkan darah. Hilangnya bikarbonat dapat terjadi apabila
fungsi ginjal menurun karena ginjal gagal menyerap ulang bikarbonat. Hilangnya
bikarbonat, suatu basa, menyebabkan asidosis. Kadar bikarbonat juga turun pada diare
kronis karena bikarbonat terkonsentrasi dalam sekresi usus. Kadar klorida ekstrasel
yang tinggi (hiperkloremia) menyebabkan asidosis metabolik karena ion-ion bikarbonat
masuk ke dalam sel. Metabolik asidosis jenis ini disebut asidosis hiperkloremik.
Alkalosis metabolik dapat terjadi apabila terdapat pengeluaran asam yang
berlebihan, atau apabila asupan basa meningkat. Dehidrasi dan perubahan kadar
elektrolit ekstrasel, yang menyebabkan pergeseran dalam elektrolit-elektrolit plasma,
dapat menyebabkan alkalosis metabolik (Corwin 2009:761-762).
Hilangnya asam dapat timbul akibat muntah yang berlebihan, karena isi lambung
bersifat asam. Muntah juga menyebabkan alkalosis secara tidak langsung karena
keluarnya klorida melalui muntahan. Peningkatan kadar bikarbonat dapat terjadi pada
asupan bikarbonat dalam bentuk antasid yang mengandung bikarbonat yang digunakan
untuk mengobati indigesti atau nyeri ulu hati. Larutan bikarbonat mungkin digunakan
selama resusitasi kardiopulmonalis dan dapat menyebabkan alkalosis metabolik.
Kontraksi volume atau penurunan volume cairan ekstrasel dapat menyebabkan
peningkatan kadar bikarbonat plasma dan alkalosis metabolik dengan mengurangi
jumlah bikarbonat yang difiltrasi di glomerulus. Terjadi peningkatan presentase
bikarbonat yang direabsorbsi kembali ke kapiler peritubulus apabila kecepatan aliran
darah juga berkurang. Perubahan kadar elektrolit ekstrasel dapat menyebabkan
alkalosis akibat pergeseran ion-ion hidrogen ke dalam sel. Misalnya, penurunan klorida
ekstrasel dapat menyebabkan alkalosis metabolik sewaktu klorida berdifusi keluar sel
dan ion hidrogen berpindah ke kompartemen intrasel. Hal ini disebut alkalosis
hipokloremik. Demikian juga, hipokalemia (penurunan kalium plasma) dapat
menyebabkan alkalosis metabolik akibat peningkatan ekskresi hidrogen oleh ginjal. Dari
perjalanan penyakit diatas, dapat dibuat patofisiologi pathway dan respon masalah
keperawatan sebagai berikut (seperti gambar berikut):

Pada keadaan asidosis respiratorik :

HENTI JANTUNG (AKUT) KIFOSKOLIOSIS ASMA

DARAH DARI PARU-PARU DEFORMITAS RONGGA PENYEMPITAN


TIDAK DAPAT MEMASUKI DADA TRAKEA DAN
ATRIUM KIRI JANTUNG BRONKUS

VOL DARAH DI PARU-PARU ↑↑ DISFUNGSI OTOT-OTOT KETIDAKMAMPUAN PARU


PERNAPASAN DAN DINDING DALAM PENGELUARAN CO 2
DADA PADA WAKTU
INSPIRASI DAN EKSPIRASI
KEGAGALAN PARU2 UNTUK
EKSP & INSP

↑ [CO2]

↑ PRIMER PaCO2

+
↑ [H ] DI PARU2

+
Pd keadaan patologis/tdk ↑ AKUMULASI [H ] DI
ada lagi kompensasi PARU2

Sumber :Taylor & Ralph, (2010)


Pada keadaan asidosis metabolic :

KEHILANGAN ↑ BEBAN ↑ PRODUKSI MENELAN GAGAL GINJAL


BIKARBONAT: ASAM: ASAM: SUBSTANSI AKUT/KRONIS
DIARE AMONIUM KETOASIDOSIS TOKSIK:
KLORIDA DIABETIK SALISILAT

KEHILANGAN [HCO3-] +
↑ [H ] DI GASTROINTESTINAL KEGAGALAN GINJAL
UNTUK MENGEKSRESI
BEBAN ASAM SETIAP
HARI
+
↑ [H ] DALAM DARAH

Pd keadaan patologis/tdk
ada lagi kompensasi
AKUMULASI [H+] DI GINJAL

Sumber :Taylor & Ralph, (2010)

Pada keadaan alkalosis respiratorik :

STRESS EMOSIONAL ASMA TINGGAL DI TEMPAT TINGGI

PENGELUARAN CO2 ↑↑ PD PENYEMPITAN TRAKEA & PaO2 DI LINGKUNGAN ↑↑


SAAT EKSP MELALUI MULUT BRONKUS KELEMBAPAN UDARA TINGGI

PERNAPASAN CEPAT & IKATAN O2 + Hb  HbO2 LAMA TERBENTUK


DANGKAL UNTUK MEMENUHI KARENA KELEMBAPAN UDARA YANG
KEB O2 JARINGAN TINGGI

PENGELUARAN CO2 ↑↑ MELALUI IKATAN HCO3- + H+ ↔ H2CO3 ↔


MULUT & PARU2 H2O+ CO2 TERUS TERBENTUK

PENGELUARAN CO 2 ↑↑ DR TUBUH

↓ [CO2]

-
KEADAAN LEBIH BASA: ↑ [HCO 3 ]

Pd keadaan -
patologis/tdk ada ↑ AKUMULASI HCO 3 DI PARU2
lagi kompensasi

Sumber :Taylor & Ralph, (2010)


Pada keadaan alkalosis metabolic :
Sumber :Taylor & Ralph, (2010)

DIURETIK PEMBERIAN NATRIUM BIKARBONAT ↑↑

KEHILANGAN H+ DALAM BENTUK URIN RETENSI HCO3


(NH3 / NH4OH)

-
↑ [HCO3 ] DALAM DARAH

Pd keadaan
patologis/tdk ada ↑ AKUMULASI HCO3 DI GINJAL
lagi kompensasi

Pd keadaan B1
patologis/tdk ada ↑ AKUMULASI AKUMULASI ↑ AKUMULASI ↑ AKUMULASI
+ + - -
lagi kompensasi [H ] DI PARU2 [H ] DI GINJAL HCO3 DI GINJAL HCO3 DI PARU2

ASIDOSIS RESPIRATORIK KETIDAKSEIMBANGAN ASAM BASA


ALKALOSIS RESPIRATORIK

HIPOVENTILASI HIPERVENTILASI
B1 B2 B3 B4 B5 B1

↑↑ CO2 ↓↓ CO2

↑↑ PaCO2 ↓↓ PaCO2

GAS DARAH ARTERI ABNORMAL, pH ARTERI ABNORMAL, RR


ABNORMAL, SIANOSIS, DISPNEA, HIPERKAPNIA, HIPOKSIA,
HIPOKSEMIA, TAKIKARDIA, GELISAH

GANGGUAN PERTUKARAN GAS

PERNAPASAN LAMBAT & DALAM PERNAPASAN CEPAT & DANGKAL

RR ↓ RR ↑

DISPNEA, BRADIPNEA, TAKIPNEA, PERUBAHAN KEDALAMAN


PERNAPASAN, FASE EKSPIRASI MEMANJANG, PERNAPASAN
BIBIR MENCUCU, PENGGUNAAN OTOT BANTU PERNAPASAN

KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAPAS


Sumber :Taylor & Ralph, (2010)
Sumber :Taylor & Ralph, (2010)
Sumber :Taylor & Ralph, (2010)
Sumber :Taylor & Ralph, (2010)
E. Komplikasi
Menurut Corwin (2009:755-763), komplikasi ketidakseimbangan asam basa
dibagi menurut jenisnya :
1. Asidosis Respiratorik
Paralisis dan koma akibat vasodilatasi serebrum sebagai respon terhadap
peningkatan konsentrasi karbondioksida jika kadarnya menjadi toksik.
2. Alkalosis Respiratorik
Kejang dan koma bila keadaan menetap atau menjadi makin parah.
3. Asidosis Metabolik
Apabila asidosis metabolik disebabkan oleh gagal ginjal kronis, komplikasi dapat
berupa osteodistrofi (penguraian tulang akibat penyakit ginjal) dan ensefalopati
ginjal. Apabila pH kurang dari 7,0 maka dapat terjadi disritmia jantung. Hal ini terjadi
akibat perubahan dalam hantaran jantung, yang timbul sebagai respon langsung
terhadap penurunan pH, dan karena efek peningkatan konsentrasi ion hidrogen pada
kalium plasma dan intrasel.
4. Alkalosis Metabolik
Pada pH yang lebih dari 7,55 dapat terjadi disritmia dan koma akibat perubahan
depolarisasi neuron dan sel otot jantung.

F. Gejala klinik
Jenis Tanda dan Gejala
Asidosis Pernapasan kussmaul, hipotensi, letargi, mual, dan
metabolik muntah.

Alkalosis Nonspesifik: refleks hiperaktif, tetani, hipertensi, kram


metabolik otot, dan kelemahan.

Asidosis Tanda-tanda narkosis CO2: sakit kepala, letargi,


repiratorik mengantuk, koma, peningkatan frekuensi jantung,
hipertensi, berkeringat, penurunan responsivitas,
tremor/asteriksis, papiledema, dispnea (bisa ada/tidak
ada)

Alkalosis Gejala tak jelas: pusing, kebas, kesemutan (parastesia)


respiratorik ekstremitas, kram otot, tetani, kejang, refleks patologis
(+), aritmia, dan hiperventilasi.

Sumber: Hudak & Gallo (1997:479)


Menurut Muttaqin (2009), tanda dan gejala Ketidakseimbangan asam basa adalah
sebagai berikut :
Asidosis Respiratorik
Tanda dan gejala retensi CO2 tidak khas dan pada umumnya tidak
mencerminkan kadar PaCO2. Selain itu, baik asidosis respiratorik akut maupun kronis
selalu disertai hipoksemia, dimana hipoksemialah yang bertanggung jawab atas
banyaknya tanda-tanda klinis akibat retensi CO2. Umumnya, semakin besar dan cepat
peningkatan PaCO2, semakin berat gejala-gejala yang ditimbulkan. Peningkatan PaCO2
secara akut hingga mencapai 60 mmHg atau lebih mengakibatkan somnolen, kekacauan
mental, stupor dan akhirnya koma oleh karena PaCO2 yang tinggi menyebabkan
semacam sindrom metabolic otak, maka dapat timbul asteriksis (flapping tremor) dan
mioklonus (kedutan otot).
Retensi CO2 menyebabkan vasodilitasi pembuluh darah otak, maka kongesti
pembuluh darah otak yang terkena menyebabkan peningkatan tekanan intrakarnial
(TIK). Peningkatan tekanan intrakarnial dapat bermanifestasi sebagai papiledema
(pembengkakan diskus optikus yang terlihat pada pemeriksaan dengan oftalmoskop.
Pemeriksaan laboraturium pada asidosis respiratorik akan menunjukkan PaO2 rendah,
pH <7,35, PaCO2 >45 mmHg, dengan sedikit peningkatan kompensatorik dari HCO3-
(kurang dari 30 mEq/l Obstruksi akut saluran napas, gejala-gejala penekanan
pernapasan.

Alkalosis Respiratorik
Pada status respirasi didapatkan adanya gangguan pola napas dimana klien
mengeluh tidak dapat memperoleh cukup udara atau napas pendek, meskipun sudah
bernapas berlebihan. Keluhan lainnya adalah adanya kepala terasa ringan parestese
sekitar mulut, serta kesemutan dan baal pada jari-jari tangan dan kaki. Bila alkalosis
cukup berat, dapat timbul tetani seperti spasme karpopedal. Klien dapat mengeluh
kelelahan kronis, berdebar-debar, cemas, mulut terasa kering, dantidak bisa tidur. Pada
pemeriksaan telapak tangan dan kaki, dapat terasa dingin dan lembap, serta pasien
menunjukan ketegangan emosi. Alkalosis respiratorik yang berat dapat disertai
ketidakmampuan berkonsentrasi, kekacauan mental, dan sinkop.

Asidosis Metabolik
Tanda dan gejala utama pada asidosis metabolic bermanifestasi sebagai
kelainan pada kardiovaskuler; neurologis, dan fungsi tulang. Jika pH dibawah 7,1, maka
akan terjadi penurunan kontraktilitas jantung dan respons inotropik terhadap
katekolamin. Bisa juga terjadi vasodilatasi perifer. Efek-efek ini dapat menyebabkan
hipotensi dan disritmia jantung. Gejala-gejala neurologis dapat berupa kelelahan hingga
koma akibat penururnan pH pada cairan serebrospinal. Dapat juga timbul mual dan
muntah. Gejalagejala neurologis lebih ringan pada asidosis metabolic dibandingkan
asidosis repiratorik, karena CO2 yang larut dalam lemak lebih cepat menembus sawar
darah otak dari HCO3- yang larut dalam air. Mekanisme penyangga H+ oleh bikarbonat
tulang pada asidosis metabolic penderita gagal ginjal akan menghambat pertumbuhan
anak dan dapat mengakibatkan berbagai kelainan tulang (osteodistrofi ginjal).

Alkalosis Metabolik
Tidak ada tanda dan gejala alkalosis metabolic yang spesifik. Adanya gangguan
ini harus dicurigai pada klien dengan riwayat muntah dan penyedotan nasogastrik,
pengobatan dengan diuretic, atau klien yang sembuh dari gagalpernapasan
hiperkapnea.
Gejala dan tanda hipokalemia dan kekurangan volume cairan, seperti kelemahan
dan kejang otot dapat pula muncul. Alkalemia berat (pH >7,6) dapat menyebabkan
disritmia jantung pada orang normal, terutama pada klien penyakit jantung. Jika klien
mengalami hipokalemia, terutama jika mengalami digitalisasi, maka dapat timbul
kelainan EKG atau disritmia jantung. Kadang-kadang dapat terjadi tetani pada klien
dengan kadar Ca2+ serum tingkat perbatasan yang mengarah rendah dan alkalosis
dapat terjadi dengan cepat. Ca2+ terikat lebih erat dengan albumin pada pH yang basa
dan penurunan ion Ca2+ dapat menyebabkan tetani atau kejang.
Diagnosis alkalosis metabolic dibuat berdasarkan riwayat penyakit dan hasil
pemeriksaan laboraturium yang mendukung, seperti hal-hal berikut:
a. pH plasma meningkat diatas 7,45
b. HCO3- >26 mEq/l.
c. PaCO2 mungkin normal atau sedikit meningkat. Peningkatan PaCO2 kompensasi
diperkirakan sebesar 0,7 mmHg untuk tiap peningkatan HCO3- sebesar 1 mEq
d. K+ serum biasanya 3,5 mEq/l
e. Klorida serum dapat <98 mEq/liter (alkalosis metabolic hipokloremik hipokalemik).
G. Pemeriksaan Diagnostik dan Hasil
Analisis Darah Arteri
Menurut Muttaqin (2009:504-505), analisis darah arteri menjadi parameter utama dalam penilaian ketidakseimbangan asam
basa.
Tabel Parameter Analisis Gas Arteri :
Parameter Nilai Normal Definisi – Implikasi

PaO2 80-100 mmHG Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri (menurun bersama umur). Pada dewasa
60 tahun:
60-80 mmHg : hipoksemia ringan
40-60 mmHg : hipoksemia sedang
< 40 mmHg : hipoksemia berat
pH 7,40 (± 0,05 pada 2 SD) Untuk mengetahui apakah terjadi asidemia atau alkalemia, yang paling sering
7,40 (± 0,02 pada 1 SD) digunakan dalam klinis adalah nilai yang menggunakan 2 standar deviasi (SD) dari nilai
rata-rata.
H+ 40 (± 2 nmol/L atau nEq/L) Kadar ion hidrogen dapat digunakan sebagai pengganti pH.
PaCO2 35 - 45 mmHg Tekanan parsial CO2 dalam darah arteri:
PCO2 < 35 mmHg : alkalosis respiratorik
PCO2 > 45 mmHg : asidosis respiratorik
CO2 25,5 (± 4,5 mEq/L) Metode klasik untuk memperkirakan (HCO3-):
Ukurlah HCO3- + CO2 terlarut (yang terakhir umumnya sedikit, kecuali pada asidosis
respiratorik).
HCO3- 22 - 26 mEq/L Perkiraan kadar HCO3 setelah darah arteri yang teroksigenasi sepenuhnya
Standar diseimbangkan dengan CO2 pada keadaan dimana PCO2 40 mmHg dan suhu 38 0C,
menghilangkan pengaruh pernapasan pada kadar HCO3- plasma.
Kelebihan 0 (± 2 mEq/L) Mencerminkan komponen metabolik murni.
Basa Kelebihan basa 1,2 x deviasi dari 0
Negatif pada asidosis metabolik.
Positif pada alkalosis metabolik.
Dapat menyesatkan pada gangguan asam basa campuran.
Tidak penting pada interpretasi gangguan asam basa.
Selisih 12 (± 4 mEq/L) Selisih anion (atau delta) mencerminkan perbedaan antara kation tak terukur (K+, Mg+,
Anion Ca 2+) dan anion tak terukur (albumin, anion organik, HPO4, SO4); berguna untuk
mengenali tipe asidosis metabolik, nilai 16 sampai 20 menunjukan asidosis disebabkan
oleh retensi asam-asam organik
(contohnya: ketoasidosis diabetik).

Rumus-rumus yang berguna adalah sebagai berikut:


Selisih anion plasma = [Na+] – [(HCO3-) + (Cl-)]
Perhitungan parameter asam-basa ketiga jika dua parameter telah diketahui: a. [H+] = 24 x PaCO2
b. HCO3
Ringkasan Penilaian Keadaan Asam-Basa
Ringkasan penilaian keadaan asam-basa memudahkan perawat secara cepat dalam menganalisis yang disesuaikan atau
dibandingkan dengan parameter pemeriksaan gas arteri.
Tabel Ringkasan Penilaian Keadaan Asam-Basa :
No. Gangguan PaCO2 HCO3 pH
Normal
1. Asidosis respiratorik
atau
Normal
2. Alkalosis respiratorik
Atau
Normal
3. Asidosis metabolik
Atau
Normal
4. Alkalosis metabolik
atau
H. Penatalaksanaan
Menurut Corwin (2009:755-763), penatalaksanaan ketidakseimbangan asam
basa adalah sebagai berikut:
a. Asidosis Respiratorik
Perbaikan ventilasi penting dilakukan. Mungkin diperlukan ventilasi
mekanis.
b. Alkalosis Respiratorik
Menentukan dan mengatasi penyebab hiperventilasi adalah terapi yang
paling berhasil. Meningkatkan tekanan parsial karbondioksida dengan
bernapas melalui suatu kantong dan menghirup kembali udara yang
dikeluarkan dapat mengatasi alkalosis pada situasi akut.
c. Asidosis Metabolik
Penatalaksanaan untuk asidosis metabolik secara spesifik didasarkan
pada pengobatan penyebab gangguan. Pada pasien yang menderita
penyakit ginjal, penatalaksanaan harus mencakup pemberian basa yang
berlebihan dalam makanan. Mungkin diperlukan pemberian natrium
bikarbonat untuk meningkatkan pH secara cepat apabila pasien berisiko
meninggal. Prosedur ini harus dilakukan secara berhati-hati karena infus
natrium bikarbonat dapat menyebabkan pembengkakan otak.
d. Alkalosis Metabolik
Apabila penyebabnya adalah defisiensi klorida atau natrium, maka ion-ion
tersebut harus diganti. Apabila penyebabnya adalah penurunan volume
cairan ekstrasel, maka diperlukan sulih dengan larutan salin.
DAFTAR PUSTAKA

NANDA International Diagnosis Keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2009 2011,


Jakarta, EGC.
Corwin, Elisabeth (2009): Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3, Jakarta, EGC, hal
755-763.
Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V., & Wells, B.G. 2015.
Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. Mc Graw Hill, New York.
Hudak & Gallo (2012): Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik,Edisi 6,Jakarta,
EGC, hal 479-486.
Muttaqin (2009): Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular dan Hematologi, Jakarta, Salemba Medika, hal
497-526.
Tarwoto & Wartonah (2010): Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan, Edisi 3, Salemba Medika, Jakarta.
Taylor & Ralph, (2010): Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan,
Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai