Anda di halaman 1dari 37

Konsep Asam Basa BAB 1 PENDAHULUAN Keseimbangan asam-basa adalah homeostasis dari kadar ion hidrogen (H) pada

cairan-cairan tubuh. Asam terus menerus diproduksi dalam metabolisme normal. Meskipun banyak terbentuk asam sebagai hasil dari metabolisme, namun (H) cairan tubuh tetap rendah. Kadar H normal dari darah arteri adalah 0,00000004 (4x 108) mEq/L atau sekitar 1 per sejuta kadar Na. Meskipun kadarnya rendah, [H] yang stabil perlu dipertahankan agar fungsi sel dapat berjalan normal, karena sedikitnya fluktuasi (naik turun) mempunyai efek yang penting terhadap aktifitas anzim seluler. Karena efek terhadap enzim selular inilah, maka perubahan dari [H] yang relatif kecil dapat berpengaruh besar dalam hidup seseorang. Peningkatan [H] membuat larutan bertambah asam, dan penurunanya membuat bertambah basah. Karena [H] ada dalam jumlah yang kecil, maka para ahli kimia menggunakan skala pH sebagai cara untuk menyatakan [H]. pH adalah logaritma negatif dari kadar ion hidrogen (pH= -log [H]). Dengan demikian [H] sebesar 18 g/L sama dengan 107 g/l, sama dengan pH7. Jadi pH berbanding terbalik dengan [H]. Jika [H] meningkat, pH turun, demikian juga jika [H] menurun, pH meningkat. pH yang rendah berarti larutan tersebut lebih asam, sedangkan pH yang tinggi berarti larutan tersebut lebih alkali atau basa. Air mempunyai pH=7, bersifat netral karena kadar dari jumlah ion hidrogenya (asam) (H) tepat sama dengan jumlah ion hidroksi (basa) (OH). Larutan yang asam mempunyai pH kurang dari 7; sedangkan larutan alkali atau basa mempunyai pH lebih besar dari 7. Skala pH berkisar dari 1 (paling asam) sampai 14 (paling alkali). pH rata-rata dari darah atau cairan ekstraceluler (ECF) adalah sedikit basa yaitu 7,4. Batas normal dari pH darah adalah dari 7,38-7,42 (deviasi standar 2 dari nilai rata-rata). ASAM Merupakan suatu spesies ( molekul atau ion ) yang mendonorkan sebuah proton pada spesies lainnya di dalam sebuah reaksi. Asam adalah substansi yang mengandung 1 atau lebih H yang dapat dilepaskan dalam larutan (donator proton). Asam yang kuat, seperti asam hidroklorida (HCL, hampir terurai sempurna dalam larutan, sehingga dapat melepaskan lebih banyak ion H. Asam yang lemah seperti asam karbonat (H2CO3) hanya sebagian terurai dalam larutan sehingga lebih sedikit H yang dilepaskan. Sifat Senyawaan Asam : Mengubah kertas lakmus biru menjadi merah Bereaksi dengan logam aktif menghasilkan gas Hidrogen Rasanya masam Bereaksi dengan basa menghasilkan air dan senyawa garam Dua tipe asam yang dihasilkan oleh proses metabolik dalam tubuh adalah: menguap dan tak menguap (volatile dan non volatile). Asam volatile dapat berubah bentuk antara cairan maupun gas. CO2 - produk akhir utama dari oksidasi karbohidrat, lemak, dan asam amino- dapat dianggap sebagai asam karena kemampuanya untuk bereaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat (H2CO3) yang akan terus menerus menjadi H dan HCO3 CO2 H2O H2CO3 H HCO3 Karena karbondioksida adalah gas yang dapat dikeluarkan melalui paru-paru, maka karbondioksida sering disebut sebagai asam Volatile. Semua sumber-sumber lain dari H dianggap sebagai non volatile atau fixed-acids. asam-asam nonvolatile tak dapat berubah bentuk menjadai gas untuk bisa diekskresi oleh paru-paru, tetapi harus di ekskresikan melaui ginjal. Asam-asam nonvilatile dapat berupa annorganik maupun organik. Asam sulfat adalah produk akhir dari oksidasi asam amino yang mengandung sulfur, sedangkan asam fosfat dibentuk dari metabolisme fosfolipid, asam nukleat, fosfo protein. Karena asam-asam organik, seperti asam laktat dan asamasam keton, dibentuk selama metabolisme karbohidrat dan lemak, dan kemudian di oksidasi menjadi CO2 dan air, maka dalam keadaan normal asam-asam ini yidak mempengaruhi pH tubulus. Tetapi, asam-asam organik ini dapat menempuk dalam keadaan abnormal tertentu. Asam laktat akan menumpuk jika tidak ada O2, seperti dalam keadaan syok sirkulatorik atau henti jantung. Pada diabetes melitus takterkontrol, asam-asam keton ( asam aseto asetat dan beta-hidroksi butirat) dapat tertimbun karena metabolisme lemak yang meningkat. Sekitar 20rb mmol asam karbonat dan 80mmol asam nonvolatile di produksi oleh tubuh setiap hari dan dikeluar melalui paru-paru dan ginjal, secara terpisah. 2.2 BASA kebalikan dari asam, basa adalah substansi yang dapat menangkap atau bersenyawa dengan ion hidrogen dari sebuah larutan (akseptor proton). Basa yang kuat, seperti natrium hidroksida (NaOH), terurai dengan mudah dalam larutan dan bereaksi kuat dengan asam. Basa yang lemah, seperti natrium bikarbonat (NaHCO3), hanya sebagian terurai dalam larutan dan kurang bereaksi kuat dengan asam. Sifat Senyawaan Basa : 1. Mengubah kertas lakmus merah menjadi biru 2. Terasa licin jika mengenai kulit 3. Rasanya getir 4. Bereaksi dengan basa menghasilkan air dan senyawa garam 2.3 PENYANGGA Penyangga merupakan substansi kimia yang mengurangi perubahan pH dalam larutan yang disebabkan penambahan asam maupun basa. Penyangga merupakan campuran dari asam lemah dan garam basanya (atau basa lemah dengan garam asamnya). Empat pasang atau sistem penyangga utama dari tubuh yang membantu mempelihara pH agar tetap konstan adalah: Sistem penyangga bikarbonat atau asam karbonat (NaHCO3 dan H2CO3) Sistem penyangga binatrium atau mono natrium fosfat (Na2HPO4 dan NaH2PO4) Sistem penyangga dalam sel darah merah HB atau Oksihemoglobin Sistem penyangga protein(Pr dan HPr) Sistem penyangga bikarbonat atau asam karbonat adalah penyangga yang paling banya bekerja pada sistem respirasi secara kuantitatif. Penyangga ini mememgang lebih dari separuh kapasitas pennyangga dalam darah. Sistem penyangga fosfat adalah

penyangga yang penting dalam sel darah merah dan sel tubulus ginjal. H yang di ekskresi kedalam kemih, disangga dengan fosfat, dikenal sebagai asam yang dapat di filtrasi. Karena Hb yang tereduksi mempunyai afinitas kuat dengan asam, maka kebanyakan ionion ini menjadi terikat dengan Hb. Dalam hal ini hanya sedikit asam yang masih tetap bebas, sehingga keasaman darah vena hanya sedikit lebih besar dari darah arteri. Sewaktu darah vena melalui paru-paru, Hb menjadi jenuh dengan 02 dan kemampuanya untuk mengikat ion H menurun. Ion H dilepaskan , yang kemudian beraksi dengan bikarbonat membentuk CO2, yang kemudian diekspirasi melalui paru-paru. Sebenarnya sistem Hb atau oksihemoglobin menyangga sistem penyangga bikarbonat atau asam karbonat. Sistem penyangga protei paling banyak terdapat sistem sel jaringan dan juga bekerja dalam sel plasma. Karena berbagai asam dan basa terus-menerus memasuki tubuh melalui absorbsi dan katabolisme makanan, maka beberapa mekanisme diperlukan untuk menmetralkan atau membuang substansi-substansi ini. Sebenarnya, pH yang konstan dipelihara secara bersama oleh sistem penyangga tubuh, paru-paru, dan ginjal. Tiga mekanisme pengaturan ini dalam dalam kecepatan dan keefektifannya dalam mempertahankan pH yang konstan, pada penambahan atau pengeluaran asam atau basa tubuh. 2.4 PENILAIAN KETIDAKSEIMBANGAN ASAM-BASA Diagnosis dan penanganan gangguan asam basa membutuhkan pengertian yang mendalam mengenai patogenesis dan patofisiologis dari gangguan-gangguan ini. Kelebihan atau kekurangan basa dapat dihitung dari bikarbonat standar dan dianggap merupakan cara yang pasti untuk menilai komponen dari gangguan asam basa. Bikarbonat standar juga merupakan perkiraan dari bikarbonat plasma sebenarnya, dan tidak mempunyai kelebihan terhadap pengukuran kadar CO2. 2.5 ASIDOSIS METABOLIK Asidosis metabolik (kekurangan HCO3) adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan penurunan primer dari kadar bikarbonat plasma, sehingga terjadi penurunan pH. Sebab-sebab dan Patogenesis: Selisih Anion Normal (hiperkloremik): Kehilangan bikarbonat Kehilangan melalui saluran cerna: Diare Ileostomi; fistula pankreas, kantong empedu atau usus halus Ureterosigmodostomi b. Kehilangan melalui ginjal: Asidosis tubulus proksimal ginjal (RTA) Inhibitor karbonik anhidrase (Asetazolamid) Hipoaldosteronisme Peningkatan beban asam: Amonium klorida Cairan-cairan hiperalimentasi Lain-lain Pemberian IV larutan garam secara cepat Selisih Anion Meningkat: Peningkatan produksi asam: Asidosis laktat Ketoasidosis diabetik Kelaparan Intoksikasi alkohol Menelan substansi toksik: Kelebihan dosis salisilat Metanol atau formaldehide Etilen glikol (anti beku) Kegagalan ekskresi asam Gagal ginjal akut atau kronik Sebab-sebab mendasar dari asidosis metabolik adalah penambahan asam atau (nonkarbonat), kegagalan ginjal untuk mengekskresi beban asam setiap hari, atau kehilangan bikarbonat basa. Sebab dari asidosis metabolik umumnya dibagi dalam 2 kelompok berdasarkan apakah selisih anion normal atau meningkat. Nilai normalnya adalah 12. Sebab dari asidosis metabolik dengan selisih anion yang tinggi adalah peningkatan dari anion tak terukur seperti asam sulfat, asam fosfat, asam laktat, dan asam-asam organik lainnya. Jika asidosis disebabkan kehilangan bikarbonat (seperti pada diaree), atau bertambahnya asam klorida (contoh pada pemberian amonium klorida), maka selisih anion akan normal. Sebaliknya, jika asidosis disebabkan oleh peningkatan produksi asam organik (seperti asam laktat pada syok sirkulasi), atau retensi asam sulfat dan asam fosfat (contoh pada gagal ginjal). Kadar dari anion-anion tak terukur (selisih anion) akan meningkat. A. Gambaran dan Diagnosis Tanda dan gejala dari asidosis metabolik adalah cenderung kabur, dan pasien dapat asimptomatik, kecuali jika HCO3 serum turun di bawah 15mEq/L. Pernapasan kusmaul (pernapasan dalam,cepat, menunjukkan hiperventilasi kompensatorik). Tanda dan gejala utama pada asidosis metabolik sebagai kelainan pada kardiovaskuler, neurologik, dan fungsi tulang. Jika pH di bawah 7,1 maka terjadi penurunan kontraktilitas jantung dan respon inotropik terhadap katekolamin. Bisa juga terjadi vasodilatasi perifer. Efek-efek ini bisa menyebabkan hipotensi dan disritmia jantung. Diagnosis asidosis metabolik dibuat berdasarkan gambaran klinis, dan dipastikan dengan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap pH, PaCO2, dan HCO3 dengan menggunakan pendekatan sistematik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tingkat kompensasi yang diperkirakan harus diperhitungkan untuk menentukan apakah ada kemungkinan gangguan asam basa yang menyertainya. B. Penanganan Tujuan penanganan asidosis metabolik adalah meningkatkan pH sistemik sampai ke batas aman dan menanggulangi sebab-sebab aasidosis yang mendasarinya. Asidosis metabolik harus dikoreksi perlahan-lahan untuk menghindari komplikasi akibat pemberian NaHCO3 IV berikut ini : Peningkatan pH cairan serebrospinal (CSS) dan penekanan pacu pernapasan, sehingga mengurangi kompensasi pernapasan.

Alkalosis respiratorik karena pasien cenderung hiperventilasi selama beberapa jam setelah asidosis dikoreksi. Pergeseran kurva oksihemoglobin ke kiri pada komplikasi respiratorik, yang meningkatkan afinitas oksigen terhadap hemoglobin dan agaknya mengurangi pelepasan O2 pada jaringan. Alkalosis metabolik pada pasien dengan ketoasidosis diabetik (DKA). Pemakaian insulin saja biasanya dapat memulihkan keseimbangan asam basa tetapi penting sekali untuk memantau k+ serum selama asidosis dikoreksi, karena asidosis dapat menutupi adanya kekurangan k+. Alkalosis metabolik yang berat akibat koreksi asidosis laktat yang berlebihan sehingga terjadi henti jantung. Hipokalsemia fungsional akibat pemberian Na HCO3 IV pada pasien gagal ginjal dengan asidosis metabolik berat. 2.6 ALKALOSIS METABOLIK Alkalosis metabolik (kelebihan HCO3) adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan peningkatan primer dari kadar bikarbonat plasma, sehingga terjadi peningkatan pH. Sebab-sebab dan patogenesis : Kehilangan H+ : Kehilangan melalui saluran cerna: Muntah atau penyadotan nasogastrik Diare dengan kehilangan klorida Kehilangan melalui ginjal: Diuretik simpai atau tiazid (pambatasan NaCl) Kelebihan mineralkortikoid: Hiperaldosteronisme Syndrome cushing; terapi kortikosteroid eksogen Makan licorice berlebihan c. Kabenisilin atau penisilin dosis tinggi Retensi HCO3 : Pemberian natrium bikarbonat berlebihan Syndrome susu/alkali (antasida,susu,natrium bikabonat) Darah simpan atau sitrat yg banyak (lebih dari 8 unit) Alkalosis metabolik hiperkapnia (setelah koreksi pada asidosis respiratorik kronik) Asidosis metabolik yg responsif terhadap klorida: Muntah Diuretik Pasca hiperkapnea Asidosis metabolik yg resisten terhadap klorida: Kelebihan mineral kortikoid Keadaan edematosa(gagal jantung kongestif) Patogenesis alkalosis metebolik paling baik dipahami dengan memperhatikan ketiga tahapannya yaitu; saat timbul, bertahan dan pemulihan. Timbulnya alkalosis metabolik disebabkan kehilangan H+ tubuh yang berakibat meningginya HCO3. Bertahannya alkalosis metebolik karena kelebihan basa tak dapat diekskresi. Berhentinya keadaan yang menyababkan alkalosis metabolik (misalnya, muntah) tidak berarti selalu diikuti pemulihan dari keadaan alkalosis. Terapi yang spesifik jelas dibutuhkan jika kita memahami faktor-faktor yang menyebabkan alkalosis tetap bertahan. Gambaran Klinis dan Diagnosis Tidak ada tanda gejala alkalosis yang spesifik. Adanya gangguan ini harus dicurigai pada pasien dengan riwayat muntah dan penyedotan nasogastrik, pengobatan dengan diuretik, atau pasien yang baru sembuh dari gagal pernapasan hiperkapnea. Pengukuran klorida kemih dapat membantu mengetahui sebab dan cara penanganan. Pasien dengan alkalosis metabolik yang responsif terhadap klorida, klorida kemihnya < 10mEq/L. Klorida kemih yang > 20mEq/L umumnya tidak terjadi pada penurunan volume cairan dan merupakan alkalosis metabolik yang resisten terhadap klorida. B. Penanganan Alkalosis metabolik responsif klorida dapat diatasi dengan mengganti dengan larutan garam isotonik parenteral ditambah KCl. Pemberian klorida memungkinkan reabsorbsi natrium meningkat pada tubulus proksimal, dan natrium pada tubulus distal lebih sedikit. Maka keadaan alkalosis mulai dipulihkan dengan berkurangnya H+ yang disekresi. Alkalosis metabolik resisten klorida yang disebabkan oleh steroid adrenal berlebihan pada hiperaldosteronisme atau syndrome cushing, dikoreksi dengan mengatasi kelainan yang mendasarinya. Asetazolamid, inhibitor karbonik anhidrase yang meningkatkan ekskresi bikarbonat, dapat diberikan pada pasien dengan kelebihan volume cairan(seperti pada pasien pada gagal jantung kongestif yang mendapat diuretik). KCl juga bermanfaat untuk mengatasi serta mencegah terjadinya alkalosis dan hipokalemia pada pasienpasien ini. 2.7 ASIDOSIS RESPIRATORIK Asidosis respiratorik (kelebihan asam karbonat) ditandai dengan peningkatan primer dari PaCO2 (hiperkapnea),sehingga terjadi penurunan pH: PaCO2 > 45 mmHg dan Ph > 7,35. Kompensasi ginjal mengakibatkan peningkatan HCO3-serum. Asidosis respiratorik dapat timbul secara akut ataupun kronik. Hipoksemia (PaO2 rendah) selalu menyertai asidosis respiratorik jika pasien bernafas dalam udara ruangan. Sebab-sebab dan pathogenesis: Sebab mendasar dari asidosis respiratorik adalah hipoventilasi alveolar,istilah yang sebenarnya berarti sama dengan penumpukan CO2. Dalam keadaaan normal , 15.000-20.000 mmol CO2 diproduksi setiap hari oleh jaringan melalui metabolisme dan dikeluarkan oleh paru-paru. Sebagian besar CO2 dibawa ke paru-paru dalam bentuk HCO3- darah (lihat persamaan penyangga bikarbonat/asam bikarbonat). Ketika CO2 jaringan memasuki darah, terjadi peningkatan kadar ion H+ yang merangsang pusat pernafasan, sehingga meningkatkan ventilasi alveolar. Dalam keadaan normal,dalam keadaan normal proses ini begitu efisien sehingga PaCO2 dan Ph tetap berada pada batas-batas normal. Penumpukan CO2 hampir selalu desebabkan oleh hambatan pada kecepatan ventilasi alveolar

dan jarang disebabkan oleh produksi CO2 yang berlebihan akibat hipermetabolisme. Sebab-sebab Asidosis Respiratorik: Hambatan pada pusat pernafasan di medulla oblongata : 1. Obat-obatan= kelebihan dosis opiate,sedative,anastetik (akut) 2. Terapi oksigen pada hiperkapnea kronik 3. Henti jantung (akut) 4. Apnea saat tidur Gangguan otot-otot pernafasan dan dinding dada : Penyakit neuromuscular :miastenia gravis,sindrom guillain-barre,polimealitis,sklerosis lateral amiotropik. Deformitas rongga dada: kifoskoliosis Obesitas yang berlebihan: sindrom pickwickian Cedera dinding dada seperti patah tulang-tulang iga Gangguan pertukaran gas : PPOM (enfisema dan bronkitis) Tahap aktif penyakit paru intrinsic yang difus Pneumonia atau asma yang berat Edema paru akut Pneumotoraks Obstruksi saluran nafas atas yang akut : Aspirasi benda asing atau muntah Laringospasme atau edema laring,bronkospame berat. Gambaran klinis dan diagnosis Tanda dan gejala retensi CO2 tidak khas dan pada umumnya tidak mencerminkan kadar PaCO2. Umumnya semakin besar dan cepat peningkatan PaCO2 ,semakin berat gejala-gejala yang ditimbulkan. Peningkatan akut PaCO2 hingga mencapai 60mmHg atau lebih mengakibatkan somnolen,kekacauan mental,stupor, dan akhirnya koma. Karena PaCO2 yang tinggi menyebabkan semacam sindrom metabolic otak, maka dapat timbul asteriksis (flapping tremor)mioklonus (kedutan otot). Karena retensi CO2 menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak,maka kongesti pembuluh darah otak yang terkena menyebabkan peningkatan tekanan intracranial (TIK). TIK dapat bermanifestasi sebagai papiledema (pembengkakan diskus optikus yang terlihat pada pemeriksaan dengan oftalmoskop). Pemeriksaan laboraturium pada asidosis respiratorik akan menunjukkan PaO2 rendah,Ph <7,35 , PaCO2 > 45mmHg, dengan sedikit peningkatan kompensatorik dari HCO3- (kurang dari 30 mEq/L). tentu saja,pada keadaan di mana terdapat obstruksi akut saluran nafas, gejala penekanan pernafasan berkaitan dengan hipoksemia akan mendominasi gambaran klinis. Asidosi respiratorik kronik tampaknya jauh lebih baik daripada keadaan akut. Mungkin hanya timbul gejala dan tanda yang berkaitan dengan retensi CO2 dan asidosis,kecuali jika PaCO2 > 60mmHg. PaCO2 > 45mmHg dan 30mEq/L menunjukkan adanya kompensasi ginjal. Ph serum dapat normal ataupun sedikit menurun pada asidosis respiratorik kronik yang terkompensasi dengan baik. Polisitermia kompensatorik sering terjadi pada keadaan hiperkapnea kronik. Kadar hemoglobin dapat mencapai 16-22 g/L. gejala dan tanda PPOM dengan atau tanpa kor pulmonale,umumnya mendominasi. Asidosis respiratorik akut dan kronik dibedakan berdasarkan riwayat penyakit dan analisis gas darah arteri. B. Penanganan Tujuan penanganan asidosis respiratorik akut adalah memulihkan ventilasi efektif secepatnya dengan memberikan terapi O2 dan mengatasi sebab yang mendasarinya. PaCO2 harus dinaikkan mencapai batas minimum 60mmHg dan ph di atas 7,2 untuk menghindari terjadinya disritmia jantung. Kadar O2 yang tinggi (>50%) aman diberikan pada pasien selama 1-2hari bilamana tidak ada riwayat hiperkapnea kronik. Pada pasien hiperkapnea kronik yang mengalami peningkatan PaCO2 secara akut,harus dicari faktor-faktor penyebab seperti pneumonia atau emboli paru,yang dapat memperberat kelainan yang mendasarinya dan mempercepat terjadinya kritis. Ventilasi mekanik mungkin diperlukan jika terjadi krisis. Perhatian yang besar harus ditujukan pada pemberian O2 pada pasien-pasien hiperkapnea kronik. Pada pasien-pasien ini, hipoksia mengambil alih hiperkapnea sebagai pendorong pertama pernafasannya. Dengan demikian, jika pemberian O2 meningkatkan PaO2 di atas batas normal pasien tersebut,maka rangsangan hipoksia terhadap pernafasan akan hilang. Oleh karena itu, penanganan yang tepat untuk pasien-pasien seperti ini adalah dengan memberikan O2 dengan kadar serendah mungkin (24-28%) untuk menaikkan kadar PaO2 sampai 60-70mmHg. Gas-gas darah arteri harus dipantau dengan ketat selama perawatan untuk mendeteksi tanda-tanda kenaikan PaCO2 dan kemunduran ventilasi alveolar. Tujuan penanganan adalah menurunkan PaCO2, tapi tidak untuk mencapi nilai normal. 2.8 ALKALOSIS RESPIRATORIK Alkalosis respiratorik (kekurangan asam karbonat) adalah penurunan primer dari PaCO2 (hipokapnea), sehingga terjadi penurunan ph. PaCO2 <35% mmHg dan ph >7,45. Kompensai ginjal berupa penurunan ekskresi H+ dengan akibat lebih sedikit absorpsi HCO2-. Penurunan HCO3-serum berbeda-beda, tergantung keadaanya akut atau kronis. Sebab-sebab alkalosis respiratorik Perangsangan sentral terhadap pernafasan : Hiperventilasi psikogenik yang disebabkan oleh stress emosional. Keadaan hipermetabolik : demam,tirotoksitosis Gangguan SSP Cedera kepala atau gangguan pembuluh darah otak Tumor otak Intoksikasi salisilat (awal) Hipoksia: 1. Pneumonia,asma,edema paru 2. Gagal jantung kongestif 3. Fibrosis paru

4. Tinggal di tempat yang tinggi 5. Ventilasi mekanik yang berlebihan Mekanisme yang belum jelas: Sepsis gram negative Serosis hepatis Latihan fisik A.Gambaran Klinis dan Diagnosis Pola bernafas pada sindrom hiperventilasi yang diinduksi oleh kecemasan berbeda-beda,mulai dari pernafasan yang tampaknya normal sampai kepada pernafasan yang jelas tampak lebih cepat, dalam dan panjang. Seringkali terlihat banyak menguap. Anehnya, pasien sering kali tidak sadar akan keadaan hiperventilasi ini. Bila gejala-gejala menjurus ke system pernafasan, maka keluhan sering diutarakan sebagai tidak dapat memperoleh cukup udara atau nafas pendek maupun sudah bernafas berlebihan. Diagnosis alkalosis dapat dibuat berdasarkan tanda dan gejala neuromuscular, karena alkalosis secara langsung meningkat iritabilitas neuromuscular. Selain itu, kalsium lebih sedikit terionisasi dalam medium yang alkali, sehingga hipokalsemia fungsional daoat juga menimbulkan tetani. Gejala-gejala SSP dapat menyertai hipoksia otak. B. Penanganan Satu-satunya penanganan yang dapat berhasil mengatasi alkalosis adalah menyingkirkan sebab yang mendasarinya. Hiperventilasi dengan ventilator mekanik dapat dikoreksi dengan menurunkan ventilasi jika berlebihan, atau menambah ruang sepi udara (dead space). Jika hal ini tidak dapat dicapai dengan penyesuaian oksigenasi,campuran gas yang mengandung 3% CO2 dapat digunakan untuk sementara waktu. Pada kecemasan yang berat menyebabkan sindrom hiperventilasi, maka membuat pasien bernafas dalam kantong kertas yang disungkupkan rapat disekitar hidung dan mulut umumnya berhasil menghentikan serangan akut. Pasien-pasien seperti ini memerlukan bimbingan penanggulangan stress. 2.7 ASIDOSIS RESPIRATORIK Asidosis respiratorik (kelebihan asam karbonat) ditandai dengan peningkatan primer dari PaCO2 (hiperkapnea),sehingga terjadi penurunan pH: PaCO2 > 45 mmHg dan Ph > 7,35. Kompensasi ginjal mengakibatkan peningkatan HCO3-serum. Asidosis respiratorik dapat timbul secara akut ataupun kronik. Hipoksemia (PaO2 rendah) selalu menyertai asidosis respiratorik jika pasien bernafas dalam udara ruangan. Sebab-sebab dan pathogenesis: Sebab mendasar dari asidosis respiratorik adalah hipoventilasi alveolar,istilah yang sebenarnya berarti sama dengan penumpukan CO2. Dalam keadaaan normal , 15.000-20.000 mmol CO2 diproduksi setiap hari oleh jaringan melalui metabolisme dan dikeluarkan oleh paru-paru. Sebagian besar CO2 dibawa ke paru-paru dalam bentuk HCO3- darah (lihat persamaan penyangga bikarbonat/asam bikarbonat). Ketika CO2 jaringan memasuki darah, terjadi peningkatan kadar ion H+ yang merangsang pusat pernafasan, sehingga meningkatkan ventilasi alveolar. Dalam keadaan normal,dalam keadaan normal proses ini begitu efisien sehingga PaCO2 dan Ph tetap berada pada batas-batas normal. Penumpukan CO2 hampir selalu desebabkan oleh hambatan pada kecepatan ventilasi alveolar dan jarang disebabkan oleh produksi CO2 yang berlebihan akibat hipermetabolisme. Sebab-sebab Asidosis Respiratorik (sebab dasar=hipoventilasi) Hambatan pada pusat pernafasan di medulla oblongata : Obat-obatan= kelebihan dosis opiate,sedative,anastetik (akut) Terapi oksigen pada hiperkapnea kronik Henti jantung (akut) Apnea saat tidur Gangguan otot-otot pernafasan dan dinding dada : 1. Penyakit neuromuscular : miastenia gravis, sindrom guillain-barre, polimealitis, sklerosis lateral amiotropik. 2. Deformitas rongga dada: kifoskoliosis 3. Obesitas yang berlebihan: sindrom pickwickian 4. Cedera dinding dada seperti patah tulang-tulang iga Gangguan pertukaran gas : PPOM (enfisema dan bronkitis) Tahap aktif penyakit paru intrinsic yang difus Pneumonia atau asma yang berat Edema paru akut Pneumotoraks Obstruksi saluran nafas atas yang akut : Aspirasi benda asing atau muntah Laringospasme atau edema laring,bronkospame berat. Gambaran klinis dan diagnosis Tanda dan gejala retensi CO2 tidak khas dan pada umumnya tidak mencerminkan kadar PaCO2. Umumnya semakin besar dan cepat peningkatan PaCO2 ,semakin berat gejala-gejala yang ditimbulkan. Peningkatan akut PaCO2 hingga mencapai 60mmHg atau lebih mengakibatkan somnolen,kekacauan mental,stupor, dan akhirnya koma. Karena PaCO2 yang tinggi menyebabkan semacam sindrom metabolic otak, maka dapat timbul asteriksis (flapping tremor)mioklonus (kedutan otot). Karena retensi CO2 menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak,maka kongesti pembuluh darah otak yang terkena menyebabkan peningkatan tekanan intracranial (TIK). TIK dapat bermanifestasi sebagai papiledema (pembengkakan diskus optikus yang terlihat pada pemeriksaan dengan oftalmoskop). Pemeriksaan laboraturium pada asidosis respiratorik akan menunjukkan PaO2 rendah,Ph <7,35 , PaCO2 > 45mmHg, dengan sedikit peningkatan kompensatorik dari HCO3- (kurang dari 30 mEq/L). tentu saja,pada keadaan di mana terdapat obstruksi akut saluran nafas, gejala penekanan pernafasan berkaitan dengan hipoksemia akan mendominasi gambaran klinis. Asidosis respiratorik kronik tampaknya jauh lebih baik daripada keadaan akut. Mungkin hanya timbul gejala dan tanda yang berkaitan dengan retensi CO2 dan asidosis,kecuali jika PaCO2 > 60mmHg. PaCO2 > 45mmHg dan 30mEq/L menunjukkan adanya kompensasi ginjal. Ph serum dapat normal ataupun sedikit menurun pada asidosis respiratorik kronik yang terkompensasi dengan baik. Polisitermia kompensatorik sering terjadi pada keadaan hiperkapnea kronik. Kadar hemoglobin dapat mencapai 16-22 g/L. gejala dan tanda PPOM dengan atau tanpa kor pulmonale,umumnya mendominasi. Asidosis respiratorik akut dan kronik dibedakan berdasarkan riwayat penyakit dan analisis gas darah arteri.

B. Penanganan Tujuan penanganan asidosis respiratorik akut adalah memulihkan ventilasi efektif secepatnya dengan memberikan terapi O2 dan mengatasi sebab yang mendasarinya. PaCO2 harus dinaikkan mencapai batas minimum 60mmHg dan ph di atas 7,2 untuk menghindari terjadinya disritmia jantung. Kadar O2 yang tinggi (>50%) aman diberikan pada pasien selama 1-2hari bilamana tidak ada riwayat hiperkapnea kronik. Pada pasien hiperkapnea kronik yang mengalami peningkatan PaCO2 secara akut,harus dicari faktor-faktor penyebab seperti pneumonia atau emboli paru,yang dapat memperberat kelainan yang mendasarinya dan mempercepat terjadinya kritis. Ventilasi mekanik mungkin diperlukan jika terjadi krisis. Perhatian yang besar harus ditujukan pada pemberian O2 pada pasien-pasien hiperkapnea kronik. Pada pasien-pasien ini, hipoksia mengambil alih hiperkapnea sebagai pendorong pertama pernafasannya. Dengan demikian, jika pemberian O2 meningkatkan PaO2 di atas batas normal pasien tersebut,maka rangsangan hipoksia terhadap pernafasan akan hilang. Oleh karena itu, penanganan yang tepat untuk pasien-pasien seperti ini adalah dengan memberikan O2 dengan kadar serendah mungkin (24-28%) untuk menaikkan kadar PaO2 sampai 60-70mmHg. Gas-gas darah arteri harus dipantau dengan ketat selama perawatan untuk mendeteksi tanda-tanda kenaikan PaCO2 dan kemunduran ventilasi alveolar. Tujuan penanganan adalah menurunkan PaCO2, tapi tidak untuk mencapi nilai normal. 2.8 ALKALOSIS RESPIRATORIK Alkalosis respiratorik (kekurangan asam karbonat) adalah penurunan primer dari PaCO2 (hipokapnea), sehingga terjadi penurunan ph. PaCO2 <35% mmHg dan ph >7,45. Kompensai ginjal berupa penurunan ekskresi H+ dengan akibat lebih sedikit absorpsi HCO2-. Penurunan HCO3-serum berbeda-beda, tergantung keadaanya akut atau kronis. Sebab-sebab alkalosis respiratorik Perangsangan sentral terhadap pernafasan : Hiperventilasi psikogenik yang disebabkan oleh stress emosional. Keadaan hipermetabolik : demam,tirotoksitosis Gangguan SSP Cedera kepala atau gangguan pembuluh darah otak Tumor otak Intoksikasi salisilat Hipoksia: Pneumonia,asma,edema paru Gagal jantung kongestif Fibrosis paru Tinggal di tempat yang tinggi Ventilasi mekanik yang berlebihan Mekanisme yang belum jelas: Sepsis gram negative Serosis hepatis Latihan fisik A.Gambaran Klinis dan Diagnosis Pola bernafas pada sindrom hiperventilasi yang diinduksi oleh kecemasan berbeda-beda,mulai dari pernafasan yang tampaknya normal sampai kepada pernafasan yang jelas tampak lebih cepat, dalam dan panjang. Seringkali terlihat banyak menguap. Anehnya, pasien sering kali tidak sadar akan keadaan hiperventilasi ini. Bila gejala-gejala menjurus ke system pernafasan, maka keluhan sering diutarakan sebagai tidak dapat memperoleh cukup udara atau nafas pendek maupun sudah bernafas berlebihan. Diagnosis alkalosis dapat dibuat berdasarkan tanda dan gejala neuromuscular, karena alkalosis secara langsung meningkat iritabilitas neuromuscular. Selain itu, kalsium lebih sedikit terionisasi dalam medium yang alkali, sehingga hipokalsemia fungsional daoat juga menimbulkan tetani. Gejala-gejala SSP dapat menyertai hipoksia otak. B. Penanganan Satu-satunya penanganan yang dapat berhasil mengatasi alkalosis adalah menyingkirkan sebab yang mendasarinya. Hiperventilasi dengan ventilator mekanik dapat dikoreksi dengan menurunkan ventilasi jika berlebihan, atau menambah ruang sepi udara (dead space). Jika hal ini tidak dapat dicapai dengan penyesuaian oksigenasi,campuran gas yang mengandung 3% CO2 dapat digunakan untuk sementara waktu. Pada kecemasan yang berat menyebabkan sindrom hiperventilasi, maka membuat pasien bernafas dalam kantong kertas yang disungkupkan rapat disekitar hidung dan mulut umumnya berhasil menghentikan serangan akut. Pasien-pasien seperti ini memerlukan bimbingan penanggulangan strees. BAB 3 PENUTUP Asam dan Basa kuat sangat berbahaya bagi kesehatan. Dapat menyebabkan kerusakan yang bersifat korosif pada saluran pernafasan dan jaringan pada mata. Keseimbangan asam-basa adalah homeostasis dari kadar ion hidrogen (H) pada cairan-cairan tubuh. Asam terus menerus diproduksi dalam metabolisme normal. Meskipun banyak terbentuk asam sebagai hasil dari metabolisme, namun (H) cairan tubuh tetap rendah. Kadar H normal dari darah arteri adalah 0,00000004 (4x 108) mEq/L atau sekitar 1 per sejuta kadar Na. Meskipun kadarnya rendah, [H] yang stabil perlu dipertahankan agar fungsi sel dapat berjalan normal, karena sedikitnya fluktuasi (naik turun) mempunyai efek yang penting terhadap aktifitas anzim seluler. Karena efek terhadap enzim selular inilah, maka perubahan dari [H] yang relatif kecil dapat berpengaruh besar dalam hidup seseorang.

Soal respirasi diskusi pak Anton TAHAP 1 1. Bronkospasme = 2. Retensi CO2 =

3. Vep1 < 30% = 4. Taktil fermitus =

TAHAP 2 1. Apa pengaruh retensi CO2 pada sesak nafas ? 2. Apakah perokok aktif dapat mempengaruhi produksi sputum ? Ya, krna did lm asap rokok yg trhirup mngndung zat2 yg mnimbulkan sensitasi shg menstimulasi mmbran mukosa bronkus untuk mensekresi mucus scra brlebih dan slnjutnya mnimbulkan lumen bronkus 1. Apa hubungan alergi susu dengan sesak nafas ? Sesak nafas. Cuma gjlanya. Ada hubungan krn pngruh alergi hipersensitif 1. Suara bronkospasme seperti apa, bagaimana prosesnya ? Perjalanan allergen&fator kuastatif stimulasi Ig. E degrenulasi sel mast histamine, leukotrin, prostaglandin, bradikinin sekresi mucus, inflamasi, bronkospasme menggi, pnympitan jln nafas obstruksi jln nafas 1. VEP1 <30%, bernilai berapa normalnya ? Nilai normal > 80% 1. Apakah org yg tinggal didaerah industry selalu terjangkit sesak nafas ? Iya, krn adanya polusi udra yg bisa merusak saluran prnfsan/ paru2

Tidak selalu nmun mmliki resiko tinggi mengalami sesak nafas bahkan hingga asma, karena daerah industry menghasilakn asap2 maupun zat2 berbahaya yg mrupakan pnyebab timbulnya gejala sejak napas maupun penyakit saluran napas lainnya. Juga krena system imunitas setiap org brbeda2, hal ini juga mempengaruhu resiko ssorg trjangkit penyakit tersebut atau tidak 1. Untuk apa dilakukan pengambilan sempel darah ? Untuk mngtahui tkanan o2 dan CO2 dlm drh

BGA dilkukan untk mndteksi hipoksemia (paco2 yg mnurun, pao2 yg mnurun, normal/ mningkatkan) sehingga mmpu mengambil terapi lnjutan TAHAP 3

1. Pertolongan pertama apa yang bisa dilakukan ? Oksigen sesuai kbutuhan, bisa d lanjutkan 1. Perbedaan suara wheezing dan rhonkhi saat menggunakan stetoskop ? Wheezing: suara menggi, ngik-ngik-ngik. Stidor: suara sprit ngorok, grook-grook 1. Apakah binatang peliharaan dpt menimbulkan sesak nafas ? Bisa, karena bulu pada binatang peliharaan merupakan salah satu pnyebab allergen akstrinsik dari sesak napas-asma 1. Apa pengarug retensi CO2 dgn korpulmonal ? 2. Pemeriksaan fisik yg bisa dilakukan pd psien korpulmonal ? Menggunakan ECG,EKG,MRI, Foto Torak 1. Apakah pengaruh BGA dengan korpulmonal ? Korpulmonal (disebabkan o/ hipertensi) terjadi gggn o2 untuk membantu pemberian oksigen BGA bisa mendeteksi turunnya O2 1. Apa yg hrs dilakukan pd pasien yg sudah frustasi saya mau mati mbak ! ? Memberikan HE pd keluarga pasien , memotifasi karena kurangnya pengetahuan 1. Batuknya kering apa berdahak ? Berdahak, krna ada penumpukan sputum pada saluran pernafasan Kering, berdahak krna ada pnumpukan sputum 1. Kejadian batuknya terus menerus apa Cuma malam hari ? Tidak stju. Trgantung aktifitas & fktor pemicu (suhu, alergi)

10. Adakah rwyt asma pada keluarga ? Ada. Asma mrpkan pnykit kturunan Ada. Fktor genetic mmpngruhi

11. Bgmn TD dan Nadi nya ?

Asma. TD: rendah Nadi: cpt Asma TD: rendah Nadi: cpt ttpi lemah

12. Bgmn kondisi BB pasien SMRS & MRS ? 2.1 BB mnrun krn anoreksia, ggn tdr Tdk sllu kurus krn org obsitas juga bisa terkena asma Fisiologi Respirasi

Respirasi dapat didefinisikan sebagai gabungan aktivitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai O2 ke seluruh tubuh dan pembuangan karbondioksida (hasil dari pembakaran sel). Fungsi dari respirasi adalah menjamin tersedianya O2 untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh serta mengeluarkan karbondioksida (CO2) hasil metabolisme sel secara terus-menerus. Secara garis besar pernapasan dibagi menjadi dua: 1. 1. Pernapasan Dalam (Internal)

Pertukaran gas antara organel sel (mitokondria) dan medium cairnya. Hal tersebut menggambarkan proses metabolisme intraseluler yang meliputi konsumsi O2 (digunakan untuk oksidasi bahan nutrisi) dan pengeluaran CO2 (terdapat dalam medium cair/sitoplasma) samapi menghasilkan energy. 1. 2. Pernapasan Luar (Eksternal)

Absorpsi O2 dan pembuangan CO2 dari tubuh secara keseluruhan ke lingkungan luar. Urutan proses pernapasan eksternal adalah : 1. Pertukaran udara luar ke dalam alveolus melalui aksi mekanik pernapasan yaitu melalui proses ventilasi. 2. Pertukaran O2 dan CO2 yang terjadi di antara alveolus dan darah pada pembuluh kapiler paru-paru melalui proses difusi. 3. Pengangkutan O2 dan CO2 oleh system peredaran darah dari paru-paru ke jaringan dan sebaliknya yang disebut proses transportasi. 4. Pertukaran O2 dan CO2 darah dalam pembuluh kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan melalui proses difusi. Agar pernapasan dapat berlangsung dengan normal, diperlukan beberapa factor, yaitu: 1. Suplai oksigen yang adekuat

Tempat yang tinggi tidak mengubah komposisi udara, tetapi menyebabkan tekanan O2 (PO2) menurun. Reaksi awal yang timbul pada tempat yang tinggi berupa tanda dan gejala yang sama terlihat pada setiap orang yang mengalami kekurangan oksigen. Hal-hal yang menyebabkan suplai O2 terganggu adalah inhalasi udara yang mengandung O2 pada tekanan subnormal yang disebabkan oleh inhalasi asap, keracunan CO2, dan tercampurnya udara yang dihirup dengan gas-gas inert (nitrogen,helium,hydrogen,metan,atau gas anastetik seperti nitro oksida). 1. Saluran udara yang utuh Pernapasan dapat terganggu dan tidak berjalan normal bila saluran udara yang mengalirkan O2 dari udara melalui trakheobronkhial menuju membrane alveolus kapiler dalam keadaan terhambat.Hambatan tersebut umumnya disebabkan oleh obstruksi mekanik seperti tenggelam atau adanya benda asing pada percabangan trakheobronkhial. 1. Fungsi pergerakan dinding dada dan diafragma yang normal Kelemahan fungsi dinding dada akan memengaruhi pola pernapasan. Penyebab utama terganggunya fungsi tersebut adalah trauma pada dada yang menyebabkan fraktur iga atau luka tembus pada dada. 1. Adanya aveoli dan kapiler yang bersama-sama berfungsi membentuk unit pernapasan terminal dalam jumlah yang cukup. 2. Jumlah hemoglobin yang adekuat untuk membawa O2 pada sel-sel tubuh. 3. Suatu system sirkulasi yang utuh dan pompa jantung yang efektif. 4. Berfungsinya pusat pernapasan.

Proses respirasi dapat dibagi menjadi tiga proses utama, yaitu: 1. 1. Ventilasi pulmonal

Proses keluar masuknya udara antara atmosfer dan alveoli paru-paru. 1. 2. Difusi

Proses pertukaran O2 dan CO2 antara alveoli dan darah. 1. 3. Transportasi

Proses beredarnya gas (O2 dan CO2) dalam darah dan cairan tubuh ked an dari sel-sel.

2.2

Ventilasi Pulmoner

Udara masuk melewati hidung dan faring, tempat udara pernapasan dihangatkan dan dilembabkan dengan uap air, udara inspirasi berjalan menuruni trakea, melalui bronkiolus, bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris sampai ke alveoli.Selama pernapasan tenang (inspirasi) 500 ml udara atmosfir masuk ke paru-paru. 350 ml mencapai alveoli bercampur dengan udara sisa yang ada di alveoli. 150 ml berada di rongga mulut, hidung, trakea dan bronkus. Udara masuk dan keluar paru karena adanya selisih tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot pernapasan. Selama Inspirasi, volume thorak bertambah besar, peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura dari nilai normal -2,5 mmHg (Relatif terhadap tekanan atmosfir). Pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg.Pada saat yang sama tekanan intrapulmonal (tekanan Saluran Udara) menurun dari nilai normal 0 mmHg (Relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi -2 mmHg.Akibat perbedaan tekanan tersebut maka udara akan mengalir dari atmosfir ke dalam paru-paru.Pada akhir inspirasi tekanan Intrapulmonal akan sama kembali dengan tekanan atmosfir.Pada saat ekspirasi gerakan pasif elastisitas dinding dada dan paru-paru danthoraks mengecil/berkurangmeningkatkantekanan intrapleura dan tekanan intrapulmonal.Tekanan intrapulmonal meningkat sekitar 1-2 mmHg diatas tekanan atmosfir selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik sehingga udara keluar dari paru-paru.Pada akhir ekspirasi tekanan Intrapulmonal akan kembali sama dengan tekanan atmosfir. Tekanan intrapleura selalu berada di bawah tekanan atmosfir selama siklus pernapasan.

Faktor fisik yang memengaruhi keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru merupakan gabungan dari ventilasi mekanik yang terdiri atas: 1. Perbedaan Tekanan Udara Udara mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Selama inspirasi, pergerakan diafragma dan otot bantu pernafasan lainnya memperluas rongga dada, sehingga menurunkan tekanan dalam rongga dada sampai dibawah tekanan atmosfir. Hal ini menyebabkan udara tertarik melalui trachea dan bronkus lalu masuk hingga alveoli. Pada saat ekspirasi normal, diafragma relaksasi dan peru-paru mengempis.Hal tersebut menyebabkan penurunan luas rongga dada.Tekanan alveoli kemudian melebihi tekanan di atmofer, sehingga udara terdesak keluar dari paru-paru menuju atmofer. 1. Resistensi Jalan Udara Peningkatan tekanan dari cabang bronchus dan adanya benda asing dalam saluran napas akan mengakibatkan udara terhambat masuk ke dalam alveolus.

1. Komplian Paru-Paru Kemampuan paru-paru untuk mengembang dan mengempis.Pada saat inspirasi paru-paru mengembang dan saat ekspirasi paru-paru mengempis.Komplian sedikit lebih besar bila diukur selama pengempisan paru dibandingkan apabila diukur selama pengembangan paru.

2.1.1Volume Paru

Tidak semua udara yan ikut inspirasi masuk mencapai paru-paru dan tidak semua udara dalam alveoli terdorong keluar pada ekspirasi. 1. 1. Volume Alun Napas (Tidal Volume TV)

Volume udara inspirasi dan ekspirasi dalam pernapasan tenang. Pada keadaan istirahat jumlah ini sekitar 400 ml. dari jumlah tersebut sekitar 150 ml mengisi dead space dalam saluran hidung, trakea, bronki dan bronkiole, dan tidak memasuki alveoli. Sekitar 250 ml masuk ke dalam alveoli, di mana tercampur dengan 3000 ml yang tersisa di dalamnya setelah pernapasan tenang.Sekitar setengah dari yang 3000 ml ini dapat didorong keluar oleh upaya setelah pernapasan tenang berakhir. 1. 2. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume IRV)

Volume udara yang masih dapat masuk ke dalam paru-paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi secara biasa.Volume cadangan inspirasi pada laki-laki dan perempuan berbeda.Pada laki-laki sebesar 3300 ml, sedangkan pada perempuan sebesar 1900 ml. 1. 3. Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspiration Reserve Volume ERV)

Volume udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru-paru melalui kontraksi otototot ekspirasi setelah ekspirasi secara biasa.Pada laki-laki sebesar 1000 ml, sedangkan pada perempuan sebesar 700 ml. 1. 4. Volume Residu (Residual Volume RV)

Volume udara yang masih tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi maksimal.Volume residu penting untuk kelangsungan aerasi dalam darah pada saat jeda pernapasan.Pada laki-laki sebesar 1200 ml, sedangkan pada perempuan sebesar 1100 ml.

2.1.2Kapasitas Paru

Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume paru dan dibagi menjadi empat bagian, yaitu: 1. 1. Kapasitas Vital (Vital Capacity VC)

Volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar paru-paru selama satu siklus pernapasan yaitu setelah inspirasi maksimal dan ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV). Kapasitas tersebut bermakna untuk menggambarkan kemampuan pengembangan paru-paru dan dada.Besarnya 4600 ml. 1. 2. Kapasitas Inspirasi (Inspiration Capacity IC)

Volume udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru-paru setelah akhir ekspirasi secara biasa (IC = IRV + TV). Besarnya 3500 ml, kapasitas tersebut merupakan banyaknya udara yang dapat dihirup setelah taraf ekspirasi normal hingga mengembangkan paru sampai jumlahmaksimum. 1. 3. Kapasitas Residu Fungsional (Functional Residual Capacity FRC)

Volume udara di dalam paru-paru pada akhir ekspirasi secara biasa (FRC = ERV + RV). Kapasitas tersebut bermakna untuk mempertahankan kadar O2 dan CO yang relatif stabil di alveoli selama proses inspirasi dan ekspirasi. 1. 4. Kapasitas Paru-Paru Total (Total Lung Capacity - TLC)

Volume udara maksimal yang masih berada di paru-paru (TLC = VC + RV). Nilai TLC normal pada laki-laki adalah 6000 ml sedangkan pada perempuan 4200 ml.

Kapasitas dan volume paru

2.3

Ventilasi Alveolar

Pertukaran gas dalam system pernapasan hanya terjadi pada bagian terminal saluran udara, sehingga gas yang menempati bagian lain dalam system pernapasan tidak dapat digunakan untuk pertukaran gas dengan darah dalam kapiler paru.Pada keadaan normal, besar volume ruang rugi setara dengan berat badan dalam pon. Pada seorang pria dengan berat badan 150 pon (68 kg), hanya 350 ml pertama dari 500 ml udara yang dihirup pada inspirasi tenang akan bercampur dengan udara udara dalam alveolus. Sebaliknya, pada setiap ekspirasi, 150 ml pertama udara yang diekspirasikan merupakan gas yang menempati ruang rugi, dan hanya 350 ml terakhir merupakan gas yang berasal dari alveolus.Dengan demikian, ventilasi alveolar, yaitu jumlah udara yang mencapai alveolus per menit, lebih kecil dibandingkan volume pernapasan semenit. Akibat adanya ruang rugi, pernapasan cepat dan dangkal menghasilkan ventilasi alveolar yang lebih rendah dibandingkan pernapasan lambat dan dalam, untuk volume pernapasan semenit yang sama.

pengaruh variasi frekuensi dan kedalaman pernapasan pada ventilasi alveolar Frekuensi pernapasan 30/menit 10/menit Volume tidal 200 ml 600 mL Volume pernapasan semenit 6L 6L Ventilasi alveolar (200 - 150) x 30 = 1500 mL (600 - 150) x 10 = 4500 mL

*ventilasi alveolar = (VT vol dead space) x frekuensi napas *volume dead space :bagian dari sistem respirasi dimana tidak terjadi pertukaran gas. Volume 150 ml (usia makin tua semakin banyak)

2.4

Rasio Ventilasi Perfusi

Pada keadaan istirahat, rasio antara ventilasi dengan aliran darah pulmonal untuk seluruh paru adalah sekitar 0,8 (4,2 L/menit ventilasi dibagi dengan 5,5 L/menit aliran darah). Namun, akibat adanya pengaruh gravitasi, didapatkan perbedaan rasio ventilasi-perfusi yang cukup jelas pada berbagai bagian paru normal, dan perubahan lokasi rasio ventilasi-perfusi dijumpai pada berbagai penyakit.Apabila didapatkan penurunan ventilasi alveolus relative terhadap perfusinya, PO2 dalam alveolus menurun akibat berkurangnya pengiriman O2 ke alveolus dan PCO2 alveolus meningkat karena menurunnya pengeluaran CO2.Sebaliknya, apabila terjadi penurunan perfusi relative terhadap ventilasi, PCO2 berkurang karena lebih sedikit CO2 yang dikirimkan dan PO2 meningkat karena lebih sedikit O2 yang memasuki aliran darah. Pada posisi tegak, terjadi penurunan linier baik pada ventilasi maupun perfusi, mulai dari basis sampai apeks paru.Tetapi, rasio ventilasi-perfusi tinggi dibagian atas paru.Dikatakan bahwa rasio ventilasi-perfusi yang tinggi dibagian apeks berperan pada terjadinya predileksi tuberculosis di bagian apeks, karena PO2 alveolus yang relative tinggi merupakan lingkungan yang menyokong pertumbuhan bakteri tuberculosis. Apabila ventilasi dan perfusi yang tidak merata dalam paru mencakup daerah yang luas, dapat terjadi penurunan PO2 di dalam pembuluh arteri sistemik dan retensi PCO2.

rasio ventilasi perfusi 2.5 Difusi

Stadium kedua proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane antara alveolus-kapiler yang tipis (< 0,5 mm) yang dibentuk oleh epitel pulmonal, endotel kapiler serta membrane basalis masing-masing yang berfusi. Tercapai atau tidaknya keseimbangan senyawa yang melintas dari alveoli ke dalam darah kapiler dalam waktu 0,75 detik yang diperlukan darah untuk melewati kapiler paru pada saat istirahat bergantung pada reaksinya dengan senyawa dalam darah. Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara

darah dan fase gas. Tekanan O2 dalam atmosfer sama dengan tekanan laut yakni 149 mmHg (21 % dari 760 mmHg). Pada waktu O2 diinspirasi dan sampai pada alveolus, tekanan parsial ini mengalami penurunan sampai sekitar 103 mmHg sebagai akibat dari udara yang tercampur dengan ruang rugi anatomis pada saluran udara dan dengan uap air. Factor-faktor yang menentukan kecepatan difusi gas melalui membrane paru-paru adalah: 1. Semakin besar perbedaan tekanan pada membrane maka semakin cepat kecepatan difusi 2. Semakin besar area membrane paru-paru maka semakin besar kuantitas gas yang dapat berdifusi melewati membrane dalam waktu tertentu. 3. Semakin tipis membrane maka semakin vepat difusi gas melalui membrane tersebut ke bagian yang berlawanan. 4. Koefisien difusi secara langsung berbanding lurus terhadap kemampuan terlarut suatu gas dalam cairan membrane paru-paru dan berbanding terbalik terhadap ukuran molekul. Molekul kecil berdifusi lebih tinggi atau cepat daripada ukuran gas besar yang kurang dapat larut. Nilai koefisien difusi O2 = 1; Nitrogen = 0,53; dan CO2 = 20,3. Perbandingan nilai koefisien tersebut menggambarkan bahwa CO2 paling mudah larut dan N2 yang paling kurang dapat larut. Kapasitas difusi paru untuk suatu gas berbanding lurus dengan luas membrane alveolus-kapiler dan berbanding terbalik dengan tebal membrane.Kapasitas difusi CO (DLCO) diukur sebagai indeks kapasitas difusi karena pengambilannya dibatasi oleh kemampuan difusi. DLCO sebanding dengan jumlah CO yang memasuki darah (VCO) dibagi dengan tekanan parsial CO dalam darah yang masuk ke kapiler paru. Nilai terakhir ini mendekati nol sehingga dapat diabaikan, kecuali pada perokok habitual, dan persamaan tersebut menjadi = Pada keadaan istirahat, nilai normal DLCO sekitar 25 ml/menit/mmHg.Nilai ini meningkat 3 kali selama latihan fisik akibat dilatasi kapiler meningkat dan peningkatan jumlah kapiler yang aktif. PO2 udara alveolus normal adalah 100 mmHg dan PO2 darah yang memasuki kapiler paru adalah 40 mmHg. Seperti halnya CO, kapasitas difusi O2 pada keadaan istirahat adalah 25 ml/menit/mmHg, dan PO2 dalam darah meningkat mencapai 97 mmHg, nilai yang sedikit lebih rendah daripada PO2 alveolus. Nilai ini berkurang menjadi 95 mmHg di dalam aorta akibat adanya pintas (shunt) fisiologis. DLO2 meningkat mencapai 65 ml/menit/mmHg selama latihan fisik dan menurun pada penyakit seperti sarkoidosis dan keracunan berilium (beriliosis) yang menimbulkan fibrosis dinding alveolus. Penyebab lain fibrosis paru adalah PDGF berlebihan oleh makrofag alveolus, yang merangsang sel mesenkim disekitarnya. PCO2 darah vena adalah 46 mmHg, sedangkan dalam udara alveolus adalah 40 mmHg, sehingga CO2 berdifusi dari darah ke dalam alveoli sesuai selisih tekanan tersebut. PCO2 darah yang meninggalkan paru adalah 40 mmHg.CO2 mampu menembus seluruh membrane biologis dengan mudah, dan kapasitas difusi paru untuk CO2 jauh lebih besar dibandingkan O2.Inilah sebabnya mengapa retensi CO2 jarang merupakan masalah pada penderita fibrosis alveolus walaupun terdapat penurunan kapasitas difusi O2 yang nyata.

Gradient Diffusi Oksigen dan Karbondioksida Oksigen (O2) Karbondioksida (CO2) 1. Berpindah dari alveoli menuju darah. Darah telah tersaturasi penuh dengan oksigen ketika meninggalkan kapiler. 2. PO2 pada darah menurun karena tercampur dengan darah deoksigenasi 3. Oxygen berpindah dari kapiler jaringan masuk ke dalam jaringan 1. Berpindah dari jaringan menuju ke kapiler jaringan 2. Berpindah dari kapiler pulmonal ke alveoli

difusi gas oksigen dan karbondioksida

2.6

Transportasi

Perbedaan tekanan parsial untuk O2 dan CO2 merupakan kunci bagi terjadinya pergerakan gas dan O2 mengalir turun dari udara luar melalui aveoli dan darah ke dalam jaringan, sedangkan CO2 mengalir turun dari jaringan ke dalam alveoli. Walaupun demikian, jumlah kedua gas yang diangkut ke dan dari jaringan akan sangat tidak adekuat bila sekiar 99% O2 yang larut di dalam darah tidak terikat pada protein pembawa O2 hemoglobin dan bila sekitar 94,5% CO2 yang larut dalam darah tidak mengalami serangkaian reaksi kimia reversible yang mengubah CO2 menjadi senyawa lain. Dengan demikian, adanya hemoglobin akan meningkatkan kemampuan pengangkutan O2 oleh darah sebanyak 70 kali, dan pengubahan CO2 meningkatkan kandungan CO2 dalam darah sebanyak 17 kali. 2.4.1 Transpor Oksigen dalam Darah

System pengangkutan O2 di dalam tubuh terdiri atas paru-paru dan system kardiovaskular. Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu tergantung pada jumlah O2 yang masuk ke dalam paru-paru, adanya pertukaran gas dalam peru yang adekuat, aliran darah menuju jaringan, serta kapasitas darah untuk mengangkut O2. Aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jalinan

vascular di dalam jaringan serta curah jantung.Jumlah O2 di dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah serta afinitas hemoglobin terhadap O2.

2.4.2 Reaksi Hemoglobin dan Oksigen

Dinamika reaksi hemoglobin (Hb) dengan O2 sangat memudahkan pengangkutan O2.Hemoglobin adalah protein yang tersusun dari empat subunit, masing-masing subunit mengandung heme yang terikat pada rantai polipeptida. Oksigen dapat disalurkan dari paru-paru ke jaringan melalui dua cara yaitu secara fisik larut dalam plasma atau secara kimia berikatan dengan Hb sebagai oksihemoglobin (HbO2). Ikatan ini bersifat reversibel.Pada tingkat jaringan, O2 mengalami disosiasi (berpisah) dari hemoglobin kemudian berdifusi ke dalam plasma.Selanjutnya O2 masuk sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang bersangkutan.Hemoglobin yang melepaskan O2 pada tingkat jaringan disebut hemoglobin tereduksi.Hemoglobin ini berwarna ungu dan menyebabkan warna kebiruan pada daerah vena seperti yang kita lihat pada vena superfiisal.

2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Afinitas Hemoglobin terhadap Oksigen

Terdapat 3 keadaan penting yang mempengaruhi kurva disosiasi hemoglobin-oksigen: pH, suhu dan kadar 2,3-difosfogliserat (DPG; 2,3-DPG). Peningkatan suhu atau penurunan pH menggeser kurva ke kanan.Apabila kurva bergeser ke kanan, dibutuhkan PO2 yang lebih tinggi agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah tertentu O2.Sebbaliknya, penurunan suhu atau peningkatan pH menggeser kurva ke kiri, dan dibutuhkan PO2 yang lebih rendah untuk mengikat sejumlah tertentu O2.Indeks yang tepat untuk pergeseran tersebut adalah P50, yaitu nilai PO2 dengan saturasi hemoglobin terhadap O2 50%.Makin tinggi nilai P50, makin rendah afinitas hemoglobin terhadap O2. Berkurangnya afinitas hemoglobin terhadap O2 saat pH darah menurun dikenal sebagai efek Bohr dan hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa deoksihemoglobin lebih aktif mengikat H+ dibandingkan oksihemoglobin. Peningkatan kandungan CO2 darah akan menurunkan pH darah, sehingga bila PCO2 meningkat, kurva bergeser ke kanan dan P50 meningkat. Sebagian besar proses desaturasi hemoglobin yang terjadi di jaringan adalah sekunder akibat penurunan PO2, tetapi sebanyak 1-2% penambahan desaturasi disebabkan oleh peningkatan PCO2 dan pergesaran kurva disosiasi ke kanan yang ditimbulkannya. 2,3-DPG banyak terdapat di dalam sel darah merah. Senyawa ini dibentuk dari 3fosfogliseraldehid, yang merupakan hasil glikolisis melalui jalur Embden-Meyerhof.Senyawa ini

adalah suatu anion bermuatan tinggi yang terikat pada rantai deoksihemoglobin.Satu mol deoksihemoglobin mengikat 1 mol 2,3-DPG. Reaksinya, HbO2 + 2,3-DPG Hb-2,3-DPG + O

Pada persamaan ini, peningkatan konsentrasi 2,3-DPG akan menggeser reaksi ke kanan, menyebabkan lebih banyak O2 yang dibebaskan. Derajat kekuatan pengikatan ATP pada deoksihemoglobin lebih rendah, dan beberapa fosfat organic lain berikatan pada taraf yang sangat ringan. Salah satu factor yang mempengaruhi kadar 2,3-DPG di dalam sel darah merah adalah pH darah. Karena keadaan asidosis menghambat glikolisis dalam sel darah merah, konsentrasi 2,3-DPG akan menurun bila pH rendah. Hormone tiroid, hormone pertumbuhan, dan androgen akan meningkatkan kadar 2,3-DPG dan nilai P50. Afinitas hemoglobin janin (hemoglobin F) terhadap O2 yang lebih besar dibandingkan hemoglobin dewasa (hemoglobin A) akan mempermudah perpindahan O2 dari ibu ke janin. Afinitas yang lebih besar ini disebabkan oleh sukarnya pengikatan 2,3-DPG oleh rantai polipetida pada hemoglobin abnormal pada dewasa memiliki P50 yang rendah, dan afinitas yang besar terhadap O2 menimbulkan hipoksia jaringan yang cukup berat untuk merangsang peningkatan pembentukan sel darah merah baru, sehingga mengakibatkan polisitemia. Konsentrasi 2,3-DPG dalam sel darah merah meningkat pada anemia dan pada berbagai penyakit yang menimbulkan hipoksia kronis. Keadaan ini memudahkan pengangkutan O2 ke jaringan melalui peningkatan PO2 saat pelepasan O2 dalam kapiler perifer. Pada darah yang disimpan di bank darah, kadar 2,3-DPG menurun dan kemampuannya untuk melepaskan O2 di jaringan menurun. Penurunan ini, yang jelas akan membatasi manfaatnya bila ditransfusikan pada penderita hipoksia, dapat dikurangi bila darah disimpan dalam larutan sitrat-fosfat-dekstrosa dibandingkan larutan asam-sitrat-dekstrosa sebagaimana lazimnya.

2.4.4 Transpor Karbondioksida Dalam Darah

Transport karbondioksida dari jaringan ke paru-paru yang selanjutnya untuk dibuang dilakukan dengan tiga cara yaitu: 1. 10% secara fisik larut dalam plasma. 2. 20% berikatan dengan gugus amino pada hemoglobin dalam sel darah merah. Hemoglobin yang berikatan dengan CO2 disebut karbaminohemoglobin. 3. 70% ditranspor sebagai bikarbonat plasma.

Kelarutan CO2 dalam darah sekitar 20 kali lebih besar daripada kelarutan O2, sehingga pada tekanan parsial yang sama didapatkan jauh lebih banyak CO2 dibandingkan O2 dalam larutan sederhana. CO2 yang berdifusi ke dalam sel darah merah secara cepat dihidrasi menjadi H2CO3, karena adanya anhydrase karbonat.Selanjutnya H2CO3 berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3-. Reaksi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-

Di dalam darah vena, transport CO2 dipermudah, karena deoksihemoglobin mampu membentuk senyawa karbamino lebih cepat daripada HBO2. Sekitar 11% dari CO2 yang ditambahkan ke dalam darah pembuluh kapiler sistemik akan diangkut ke paru-paru dalam bentuk karbaminoCO2. Dalam plasma, CO2 bereaksi dengan protein plasma membentuk sejumlah kecil senyawa karbamino, dan sebagian kecil CO2 mengalami hidrasi, namun reaksi hidrasi berlangsung lambat karena tidak terdapatnya anhydrase karbonat. Keseimbangan asam dan basa sangat dipengaruhi oleh fungsi paru-paru serta homeostatis karbondioksida.Istilah yang menggambarkan terganggunya keseimbangan asam dan basa pada system respirasi adalah hiperventilasi dan hipoventilasi.Hiperventilasi terjadi jika metabolisme tubuh terlampau tinggi sehingga mendesak alveolus melakukan ventilasi secara berlebihan. Kondisi tersebut akan menyebabkan alkalosis respiratorik. Alkalosis adalah suatu kondisi di mana ekskresi CO2 dari paru-paru berlebihan yang mengakibatkan naiknya pH darah (pH darah > 7,4). Sedangkan hipoventilasi dapat menyebabkan asidosis akibat retensi tertahannya CO2 di dalam paru-paru. Hipoventilasi alveolus akan menyebabkan asidosis respiratorik sehingga pH akan turun. Hipoventilasi alveolus dapat terjadi jika total volume paru-paru berkurang (pengaruh ruang rugi) seperti yang terjadi apabila seseorang bernapas cepat dan dangkal.

2.4.5 Kurva Disosiasi Oksihemoglobin

Oksihemoglobin adalah struktur terikatnya oksigen pada hemoglobin.Heme pada unit hemoglobin adalah kompleks yang dibentuk dari porfirin dan satu atom besi ferro.Masingmasing atom besi dapat berikatan secara reversibel dengan satu molekul O2.Besi terseebut berbentuk ferro sehingga reakisnya adalah oksigenasi bukan oksidasi.Jika satu heme menangkap O2, maka heme lainnya pun dengan cepat mengikat O2 (heme-heme effect).Efek tersebut bermanfaat karena menciptakan efisiensi transportasi di dalam alveoli. Pada transport O2 dan CO2, viskositas dan tekanan osmotic bersifat tetap. Hemoglobin yang mengangkut hanya sebagian O2 (reduce Hb) dapat menyebabkan afinitas hemoglobin terhadap O2 rendah sehingga

dengan mudah O2 dilepaskan. Pengaruh PaO2 terhadap oksihemoglobin tidak digambarkan dengan fungsi garis lurus.Hal tersebut berarti pengaruh tekanan oksigen dalam pembuluh darah tidak bersifat langsung atau proporsinya bukan perbandingan 1:1. Gambaran kurva dalam kondisi PaO2 sebesar 60-100 mmHg akan menghasilkan kurva datar (plateau) dengan saturasinya 90%. Kurva tersebut menginformasikan bahwa walaupun PO2 hanya 60 mmHg daya angkut Hb (saturasi) masih cukup tinggi yakni 90%.Gambar kurva mulai terlihat curam jika PO2 kurang dari 40-50 mmHg.Hal tersebut menginformasikan bahwa daya hemoglobin untuk mengangkut O2 menurun sehingga O2 mudah lepas.Jika melakukan aktivitas fisik (exercise) maka nilai PO2 menurun sampai 20 mmHg.Maka jelaslah PO2 sebesar 60 mmHg adalah batas ketahanan manusia terhadap hipoksia.Nilai PCO2 merupakan petunjuk terbaik untuk menggambarkan kondisi ventilasi alveolus.Jika nilai PCO2 meningkat, maka penyebab langsungnya berupa hipoventilasi alveolus menurun. Terdapat tiga factor penting yang memengaruhi kurva ikatan (disosiasi) oksihemoglobin yaitu pH, suhu, dan konsentrasi 2,3 difosfogliserrat (2,3-DPG). Penurunan pH atau kenaikan suhu dapat menggeser kurva ke kanan.Bila kurva tergeser kea rah kanan maka diperlukan PO2 lebih tinggi yang memungkinkan hemoglobin dapat berikatan dengan O2 yang diperlukan. Sebaliknya, kenaikan pH atau penurunan suhu akan menggeser kurva ke arah kiri dan diperlukan PO2 yang lebih rendah untuk berikatan dengan O2. Soal neuro 1. lokasi yang paling banyak terjadi pada kasus stroke? - CVA bleeding paling sering di temporal yaitu di subarachnoid dan durameter. 2. Subarachnoid terletak diantara ? - Piameter dan Arachnoid 3. Apa perbedaan Trombus dan Embolitik? -trombus adl. Bekuan darah (massa mampu menyebabkan penyumbatan pemb. Darah dan sifatnya menempel/tidak bergerak). -embolitik adl. Massa yang mampu menyebabkan penyumbatan pemb. Darah tapi sifatnya bergerak. Misalnya: plak. 4. Sebutkan tanda dan gejala CVA infark Trombus?

Gejala

a. tampak gagap 5. Sebutkan tanda dan gejala CVA Infark Embolitik?

6. Apa yang dimaksud Hemiparese dan Hemiplagi? -Hemiparese lumpuh sebagian daerah ektremitas kanan atau kiri. -Hemiplagi lumpuh sebagian daerah ekstremitas atas atau bawah. 7. Sebutkan pencetus CVA Bleeding ? a. Hipertensi b. lesi vascular anatomic c. ggn perdarahan d. pemberian anti koagulan yg agresif 8. Apa penghubung antara otak kanan dan otak kiri? - Dekus satio piramidum. 9. Pemeriksaan penunjang pd CVA Bleeding ? - CT scan, MRI, 10. Apa perbedaan MRI dan CT Scan? MRI : Dapat mengetahui letak perdarahan yang lebih specific serta luas perdarahannya. CT Scan : hanya dapat mengetahui letak perdarahan.
PEMERIKSAAN FISIK PARU-PARU

A. Palpasi Toraks Setelah inspeksi, toraks di palpasi terhadap nyeri tekan, massa, lesi, ekskursi pernapasan, dan fremitus vokalis. Jika pasien telah melaporkan adanya area nyeri, atau bila tampak adanya lesi, palpasi langsung dilakukan dengan ujung jari (untuk lesi kulit dan massa subkutan) atau dengan kepalan tangan (untuk massa yang lebih dalam) atau rasa yang tidak nyaman umum punggung atas atau iga. B. Ekskursi Pernapasan Ekskursi pernapasan adalah suatu perkiraan ekspansi toraks dan dapat menunjukan informasi signifikan tentang gerakan toraks selama pernapasan. Perbedaan dalam ekspansi lebih mudah terdeteksi pada toraks anterior, tempat terjadinya gerakan dengan rentang penuh selama pernapasan. Ibu jari pemeriksa diletakkan setiap margin kostal, dibawah prosesus xifoid, sementara tangan terletak sepanjang sangkar iga lateral (Gbr. 22-15). Meluncurkan ibu jari kearah median sekitar 2,5 cm (1inci) akan menaikkan lipatan kulit kecil anatara ibu jari. Pasien diintruksikan untuk menghirup napas dalam sementara pemeriksa mengamati gerkan ibu jari selama inspirasi dan ekspirasi. Gerakan ini normalnya simetris. Pengkajian posterior dilakukan dengan menempatkan ibu jari berdekatan dengan medulla spinalis setinggi iga kesepuluh. Tangan dengan lembut meraih sangkar iga lateral. Lagi, gerakan medial ibu jari menaikkan lipatan kulit, dan pasien di intruksikan untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi penuh. Pemeriksa mengamati pendataran lipatan kulit normal dan merasakan gerakan simetris toraks. Ketimpangan atau kerusakan pernapasan sering merupakan akibat pleurisi, fraktur iga, atau trauma pada dinding dada. taktil fremitus bunyi yang dibangkitakan oleh penjalaran dalam laring kearah distal sepanjang pohon bronkial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan. Hal ini terutama benar pada bunyi kosonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus. Terdapat batasan yang luas pada fremitus normal. Hal ini secara jelas dipengaruhi oleh ketebalan dinding dada, terutama jika ketebalan tersebut adalah muskular, meski peningkatan jaringan subkutan berkaitan dengan obesitas dapat juga mempengaruhi fremitus. Bunyi dengan pekik rendah menjalar dengan baik menembus paru-paru yang normal dan menghasilkan vibrasi yang lebih besar pada dinding dada.

Dengan demikian, fremitus lebih menonjol dari pada pria dibanding wanita karena suara pria lebih dalam dari pada wanita. Normalnya, fremitus paling menonjol dimana bronkus yang besar terdekat dengan dinding dada dan paling teraba karena pemeriksa berlanjut dari bronkus besar ke bidang paru yang lebih jauh. Karenanya, paling mudah teraba pada toraks atas kearah anterior dan posterior. Untuk mendapatkan taktil fremitus, pemeriksa mengintruksikkan pasien untuk mengulangi kata-kata tujuh tujuh atau satu, dua, tiga atau eeee, eeeee,eee dengan gerakan tangan pemeriksa. Vibrasi dapat dideteksi dengan menempatkan permukaan telapak jari-jari dan tangan pemeriksa, atau aspek ulnar dari tangan yang dijulurkan, pada toraks. Untuk memudahkan pembanding, hanya satu tangan pemeriksa bergerak dalam urutan kebawah toraks. Area toraks yang berhubungan dibandingkan (gbr. 22-16). Area bertulang tidak diperiksa. Pengertian tentang sifat fisik transmisi suara melalui paru-paru dapat membantu dalam menginterpretasi temuan-temuan. Udara bukan penghantar bunyi yang baik; namun benda padat adalah penghantar yang baik (jaringan), karena jaringan mempunyai elastisitas dan tidak menggumpal menjadi massa nonresonan. Dengan demikian, peningkatan jaringan padat per unit volume paru akan meredamkan bunyi. Pasien dengan emfissema, yang mengakibatkan rupturnya alveoli dan terperangkapnya udara, hampir tidak menunnjukan taktil fremitus. Pasien dengan konsolidasi lobus paru akibat pneumonia akan mengalami peningkatan taktil fremitus diatas lobus tersebut. Udara dalam rongga pleural tidak akan menghantarkan bunyi. 1. Palpasi Dada 2. Palpasi gerakan diafragma. 3. Posisi pasien berbaring terlentang menghadap pemeriksa. 4. Posisi lengan pasien disamping dan sejajar dengan badan. 5. Letakan kedua telapak tangan pemeriksa dengan merenggangkan jari-jari pada dinding dada depan bagian bawah pasien. 6. Tempatkan sedemikian rupa sehingga kedua ujung ibu jari pemeriksa bertemu di ujung tulang iga depan bagian bawah. 7. Pasien diminta bernapas dalam dan kuat. 8. Gerakan diafragma normal, bila tulang iga depan bagian bawah terangkat pada waktu inspirasi. 2. Palpasi Posisi Tulang Iga (Kosta) 1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa 2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan. 3. Lakukan palpasi dengan mengenakan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan 4. Palpasilah mulai dari cekungan suprasternalis ke bawah sepanjang tulang dada 5. Carilah bagian yang paling menonjol (angulus lodovisi) kira-kira 5 cm dibawah fossa suprasternalis yaitu sudut pertemuan antara manubrium sterni sterni dan korpus sterni dimana ujung tulang iga kedua melekat. 6. Dari angulus lodovisi, tentukan pula parkir tulang iga pertama kearah atas / superior dan untuk tulang iga ketiga dan seterusnya kearah bawah / inferior.

3. Palpasi Tulang Belakang (Vertebra) 1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang sambil menundukkan kepala dan pemeriksa dibelakang pasien 2. Pemeriksa melakukan palpasi dengan jari tangan kedua dan ketiga sepanjang tulang belakang bagian atas (leher bawah) 3. Rasakanlah bagian yang paling menonjol pada leher bagian bawah, inilah yang disebut prosesus spinosus servikalis ketujuh. (C7) 4. Dari prosesus servikalis spinosus ketujuh (C7), kearah superior yaitu prosesus spinosus servikalis keenam dan seterusnya. Bila kearah inferior yaitu prosesus spinosus thorakalis pertama, kedua dan seterusnya.

4. Palpasi Iktus Jantung 1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa 2.Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan. 3.Tentukan ruang antar iga ke-5 kiri yaitu ruang antara tulang iga ke-5 dan ke-6. 4. Menentukan garis midklavikula kiri yaitu dengan menarik garis lurus yang memotong pertengahan tulang klavikula kearah inferior tubuh. 5. Tentukan letak iktus dengan telapak tangan kanan pada dinding dada setinggi ruang antar iga ke-5 digaris midklavikula 6. Bila ada getaran pada telapak tangan, kemudian lepaskan telapak tangan dari dinding dada. 7. Untuk mempertajam getaran gunakan jari ke-2 dan ke-3 tangan kanan 8. Tentukan getaran maksimumnya, disinilah letak iktus kordis. 5. Palpasi Sensasi Rasa Nyeri Dada 1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa. 2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan. 3.Tentukan daerah asal nyeri pada dinding dada. 4. Dengan menggunakan ujung ibu jari tangan kanan tekanlah dengan perlahan tulang iga atau ruang antar iga dari luar menuju tempat asal nyeri. 5. Rasa nyeri akan bertambah akibat tekanan ibu jari, nyeri dapat disebabkan fraktur tulang iga, fibrosis otot antar iga, pleuritis local dan iritasi akar syaraf. 6. Palpasi Pernapasan Dada 1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang berhadapan dengan pemeriksa. 2.Tempelkan kedua telapak tangan pemeriksa pada dinding dada pasien sesuai posisi yaitu telapak tangan kanan pemeriksa ke dinding dada kiri pasien, sedangkan telapak kiri pemeriksa pada dinding dada kanan pasien. 3. Tempatkan jari telunjuk dibawah tulang klavikula dan jari-jari lainnya disebar sedemikian rupa sehingga masing-masing berada di tulang iga berikutnya. 4. Pasien diminta bernapas dalam dan kuat, dan perhatikan gerakan jari-jari Pada orang muda jari jari-akan terangkat mulai dari atas disusul oleh jari-jari dibawahnya secara berurutan seperti membuka kipas. Sedangkan pada orang tua semua jari-jari bergerak bersama-sama. 7. Palpasi Getaran Suara Paru (Fremitus Raba)

Prinsip utama dari palpasi adalah untuk memeriksa gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan dirasakan oleh masing-masing tangan menempatkan rata terhadap belakang atau dada dengan ibu jari di garis tengah sepanjang margin kosta bawah paru-paru. Anak harus duduk selama prosedur ini dan jika kooperatif, harus mengambil dalam beberapa kali bernafas, Selama respirasi tangan akan bergerak dengan dinding dada, dokter mengevaluasi jumlah dan kecepatan perjalanan pernapasan, mencatat setiap simetri gerakan, Biasanya pada anak yang lebih tua dasar posterior paru-paru turun 5 sampai 6 cm (sekitar 2 inci) selama inspirasi dalam. Dokter juga palpates untuk fremitus vokal, konduksi suara suara melalui saluran pernapasan. Dengan permukaan palmar dari masing-masing tangan di dada, dokter bisa meminta anak untuk mengulangi kata-kata seperti sembilan puluh sembilan, satu, dua, tiga, tiga puluh tiga, 333 dll Anak harus berbicara kata-kata dengan suara intensitas Seragam. Getaran dirasakan seperti tangan bergerak secara simetris di kedua sisi atau sternum dan kolom tulang belakang. Secara umum, vokal fremitus adalah yang paling intens di daerah dada dimana trakea dan bronkus yang paling dekat ke permukaan, terutama di sepanjang sternum antara tulang rusuk pertama dan kedua dan posterior antara skapula itu, Maju ke bawah, menurun suara dan yang paling menonjol di dasar paru-paru. Fremitus vokal menurun pada saluran udara bagian atas dapat menunjukkan : a. Para obstruksi bronkus utama dari Pneumotorax, hidrotorax, dan haemothorax. b. Emfisema paru-paru. c. adipositas juga dapat menjadi penyebab penurunan fremitus vokal. Suara fremitus meningkat dapat terjadi pada seseorang dengan : a) pneumonia b) Dalam Abses c) Dalam ateletasis d) Dalam gua Tidak adanya fremitus biasanya menunjukkan obstruksi bronkus besar dari, yang mungkin terjadi sebagai hasil dari aspirasi benda asing. Penurunan atau fremitus absen adalah selalu dicatat dan dilaporkan untuk penyelidikan lebih lanjut. Selama palpasi getaran lain yang menunjukkan kondisi patologis dicatat. Salah satunya adalah friction rub pleura, yang memiliki sensasi okulasi. Hal ini sinkron dengan gerakan pernapasan dan merupakan hasil menentang permukaan lapisan pleura yang meradang bergesekan satu sama lain. Kertak dirasakan sebagai sensasi, kasar retak sebagai menekan menyerahkan daerah yang terkena. Ini adalah hasil dari keluarnya udara dari paru-paru ke dalam jaringan subkutan dari cedera atau intervensi bedah. Kedua menggosok gesekan pleura dan kertak biasanya dapat didengar serta dirasakan. Pemeriksaan klinis dada anak membutuhkan keterampilan dan teknik dan praktek sehingga terus menerus membuat aspek diagnosis sangat mudah. 8. Prosedur Pemeriksaan Fisik Dada 1. Posisi pasien duduk untuk pemeriksaan dada depan dan posisi duduk kedua tangan dipaha atau dipinggang. 2. Sedangkan posisi pasien tidur miring untuk pemeriksaan dada belakang sesuai dengan kondisi pasien. Pada posisi tidur terlentang / miring kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan. 3. letakkan sisi ulnar tangan kanan pemeriksa di dada kiri pasien dan sebaliknya. 4. Minta pasien mengucapkan kata-kata seperti satu, dua, ... dst berulang-ulang. 5. Pemeriksaan dilakukan mulai dari dada atas sampai dada bawah. 6. Perhatikan intensitas getaran suara dan bandingkan kanan dan kiri normal getaran kedua sisi sama, kecuali apeks kanan karena letaknya dekat dengan bronkus.Fremitus raba meningkat apabila terdapat konsolidasi paru, fibrosis paru selama bronkus masih tetap terbuka. Fremitus suara menurun bila ada cairan / udara dalam pleura dan sumbatan bronkus.

9. Prosedur Pelaksanaan Palpasi Dada a. Palpasi secara dangkal pada bagian posterior toraks 1. Kaji seberapa besar otot daerah tepat di bawah kulit. 2. Palpasi dada secara teratur mmenggunakan telapak tangan. Ingat : untuk mengkaji daerah superior scapula, sampai dengan tulang rusuk ke12 dan di lanjutkan sejauh mungkin garis mid-aksila pada kedua sisi. b. Palpasi dan hitung jumlah tulang rusuk dan sela interkostal 1. Minta pasien untuk fleksi leher (menunduk), sampai processus spinalis cervical ke-7 akan terlihat 2. Bila pemeriksaan memindahkan tangan sedikit ke kiri dan ke kanan dari processus, pemeriksa akan merasakan tulang rusuk pertama. c. Palpasi tiap-tiap processus spinal dengan gerakan ke arah bawah 1. Observasi apakah jari tangan pemeriksa saat bergerak turun membetuk garis lurus. Bila tidak lurus maka dapat menunjukkan adanya skoliosis. d. Palpasi toraks posterior untuk mengukur ekspansi pernapasan 1. Letakkan tangan sejajar dengan tulang rusuk ke 8-10. Letakkan kedua ibu jari dekat garis vertebrae dan tekan kulit secara lembut di antara kedua ibu jari. Pastikan telapak tangan bersentuhan dengan punggung pasien. 2. Mintalah pasien untuk menarik napas dalam. Pemeriksa seharusnya merasakan tekanan yang sama di kedua tangan dan tangan pemeriksa bergerak menjauhi garis vertebrae. e. Palpasi untuk menilai tactile fremitus Fremitus adalah vibrasi yang dirasakan di kuar dinding dada saat pasien bicara. Vibrasi paling besar dirasakan di daerah saluran napas berdiameter besar (trakea) dan hampir ada pada alveoli paru-paru. 1. Gunakan daerah sendi metacarpophalangeal atau permukaan luar dari tangan pada saat memeriksa. 2. Mintalah pasien untuk mengulang kata ninety-nine atau tujuh puluh tujuh.

Fisiologi Respirasi

Respirasi dapat didefinisikan sebagai gabungan aktivitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai O2 ke seluruh tubuh dan pembuangan karbondioksida (hasil dari pembakaran sel). Fungsi dari respirasi adalah menjamin tersedianya O2 untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh serta mengeluarkan karbondioksida (CO2) hasil metabolisme sel secara terus-menerus. Secara garis besar pernapasan dibagi menjadi dua: 1. 1. Pernapasan Dalam (Internal)

Pertukaran gas antara organel sel (mitokondria) dan medium cairnya. Hal tersebut menggambarkan proses metabolisme intraseluler yang meliputi konsumsi O2 (digunakan untuk oksidasi bahan nutrisi) dan pengeluaran CO2 (terdapat dalam medium cair/sitoplasma) samapi menghasilkan energy. 1. 2. Pernapasan Luar (Eksternal)

Absorpsi O2 dan pembuangan CO2 dari tubuh secara keseluruhan ke lingkungan luar. Urutan proses pernapasan eksternal adalah : 1. Pertukaran udara luar ke dalam alveolus melalui aksi mekanik pernapasan yaitu melalui proses ventilasi. 2. Pertukaran O2 dan CO2 yang terjadi di antara alveolus dan darah pada pembuluh kapiler paru-paru melalui proses difusi. 3. Pengangkutan O2 dan CO2 oleh system peredaran darah dari paru-paru ke jaringan dan sebaliknya yang disebut proses transportasi. 4. Pertukaran O2 dan CO2 darah dalam pembuluh kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan melalui proses difusi. Agar pernapasan dapat berlangsung dengan normal, diperlukan beberapa factor, yaitu: 1. Suplai oksigen yang adekuat Tempat yang tinggi tidak mengubah komposisi udara, tetapi menyebabkan tekanan O2 (PO2) menurun. Reaksi awal yang timbul pada tempat yang tinggi berupa tanda dan gejala yang sama terlihat pada setiap orang yang mengalami kekurangan oksigen. Hal-hal yang menyebabkan suplai O2 terganggu adalah inhalasi udara yang mengandung O2 pada tekanan subnormal yang disebabkan oleh inhalasi asap, keracunan CO2, dan tercampurnya udara yang dihirup dengan gas-gas inert (nitrogen,helium,hydrogen,metan,atau gas anastetik seperti nitro oksida). 1. Saluran udara yang utuh Pernapasan dapat terganggu dan tidak berjalan normal bila saluran udara yang mengalirkan O2 dari udara melalui trakheobronkhial menuju membrane alveolus kapiler dalam keadaan

terhambat.Hambatan tersebut umumnya disebabkan oleh obstruksi mekanik seperti tenggelam atau adanya benda asing pada percabangan trakheobronkhial. 1. Fungsi pergerakan dinding dada dan diafragma yang normal Kelemahan fungsi dinding dada akan memengaruhi pola pernapasan. Penyebab utama terganggunya fungsi tersebut adalah trauma pada dada yang menyebabkan fraktur iga atau luka tembus pada dada. 1. Adanya aveoli dan kapiler yang bersama-sama berfungsi membentuk unit pernapasan terminal dalam jumlah yang cukup. 2. Jumlah hemoglobin yang adekuat untuk membawa O2 pada sel-sel tubuh. 3. Suatu system sirkulasi yang utuh dan pompa jantung yang efektif. 4. Berfungsinya pusat pernapasan.

Proses respirasi dapat dibagi menjadi tiga proses utama, yaitu: 1. 1. Ventilasi pulmonal

Proses keluar masuknya udara antara atmosfer dan alveoli paru-paru. 1. 2. Difusi

Proses pertukaran O2 dan CO2 antara alveoli dan darah. 1. 3. Transportasi

Proses beredarnya gas (O2 dan CO2) dalam darah dan cairan tubuh ked an dari sel-sel.

2.2

Ventilasi Pulmoner

Udara masuk melewati hidung dan faring, tempat udara pernapasan dihangatkan dan dilembabkan dengan uap air, udara inspirasi berjalan menuruni trakea, melalui bronkiolus, bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris sampai ke alveoli.Selama pernapasan tenang (inspirasi) 500 ml udara atmosfir masuk ke paru-paru. 350 ml mencapai alveoli bercampur dengan udara sisa yang ada di alveoli. 150 ml berada di rongga mulut, hidung, trakea dan

bronkus. Udara masuk dan keluar paru karena adanya selisih tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot pernapasan. Selama Inspirasi, volume thorak bertambah besar, peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura dari nilai normal -2,5 mmHg (Relatif terhadap tekanan atmosfir). Pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg.Pada saat yang sama tekanan intrapulmonal (tekanan Saluran Udara) menurun dari nilai normal 0 mmHg (Relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi -2 mmHg.Akibat perbedaan tekanan tersebut maka udara akan mengalir dari atmosfir ke dalam paru-paru.Pada akhir inspirasi tekanan Intrapulmonal akan sama kembali dengan tekanan atmosfir.Pada saat ekspirasi gerakan pasif elastisitas dinding dada dan paru-paru danthoraks mengecil/berkurangmeningkatkantekanan intrapleura dan tekanan intrapulmonal.Tekanan intrapulmonal meningkat sekitar 1-2 mmHg diatas tekanan atmosfir selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik sehingga udara keluar dari paru-paru.Pada akhir ekspirasi tekanan Intrapulmonal akan kembali sama dengan tekanan atmosfir. Tekanan intrapleura selalu berada di bawah tekanan atmosfir selama siklus pernapasan.

Faktor fisik yang memengaruhi keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru merupakan gabungan dari ventilasi mekanik yang terdiri atas: 1. Perbedaan Tekanan Udara Udara mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Selama inspirasi, pergerakan diafragma dan otot bantu pernafasan lainnya memperluas rongga dada, sehingga menurunkan tekanan dalam rongga dada sampai dibawah tekanan atmosfir. Hal ini menyebabkan udara tertarik melalui trachea dan bronkus lalu masuk hingga alveoli. Pada saat ekspirasi normal, diafragma relaksasi dan peru-paru mengempis.Hal tersebut menyebabkan penurunan luas rongga dada.Tekanan alveoli kemudian melebihi tekanan di atmofer, sehingga udara terdesak keluar dari paru-paru menuju atmofer. 1. Resistensi Jalan Udara Peningkatan tekanan dari cabang bronchus dan adanya benda asing dalam saluran napas akan mengakibatkan udara terhambat masuk ke dalam alveolus.

1. Komplian Paru-Paru Kemampuan paru-paru untuk mengembang dan mengempis.Pada saat inspirasi paru-paru mengembang dan saat ekspirasi paru-paru mengempis.Komplian sedikit lebih besar bila diukur selama pengempisan paru dibandingkan apabila diukur selama pengembangan paru.

2.1.1Volume Paru

Tidak semua udara yan ikut inspirasi masuk mencapai paru-paru dan tidak semua udara dalam alveoli terdorong keluar pada ekspirasi. 1. 1. Volume Alun Napas (Tidal Volume TV)

Volume udara inspirasi dan ekspirasi dalam pernapasan tenang. Pada keadaan istirahat jumlah ini sekitar 400 ml. dari jumlah tersebut sekitar 150 ml mengisi dead space dalam saluran hidung, trakea, bronki dan bronkiole, dan tidak memasuki alveoli. Sekitar 250 ml masuk ke dalam alveoli, di mana tercampur dengan 3000 ml yang tersisa di dalamnya setelah pernapasan tenang.Sekitar setengah dari yang 3000 ml ini dapat didorong keluar oleh upaya setelah pernapasan tenang berakhir. 1. 2. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume IRV)

Volume udara yang masih dapat masuk ke dalam paru-paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi secara biasa.Volume cadangan inspirasi pada laki-laki dan perempuan berbeda.Pada laki-laki sebesar 3300 ml, sedangkan pada perempuan sebesar 1900 ml. 1. 3. Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspiration Reserve Volume ERV)

Volume udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru-paru melalui kontraksi otototot ekspirasi setelah ekspirasi secara biasa.Pada laki-laki sebesar 1000 ml, sedangkan pada perempuan sebesar 700 ml. 1. 4. Volume Residu (Residual Volume RV)

Volume udara yang masih tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi maksimal.Volume residu penting untuk kelangsungan aerasi dalam darah pada saat jeda pernapasan.Pada laki-laki sebesar 1200 ml, sedangkan pada perempuan sebesar 1100 ml.

2.1.2Kapasitas Paru

Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume paru dan dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. 1.

Kapasitas Vital (Vital Capacity VC)

Volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar paru-paru selama satu siklus pernapasan yaitu setelah inspirasi maksimal dan ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV). Kapasitas tersebut bermakna untuk menggambarkan kemampuan pengembangan paru-paru dan dada.Besarnya 4600 ml. 1. 2. Kapasitas Inspirasi (Inspiration Capacity IC)

Volume udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru-paru setelah akhir ekspirasi secara biasa (IC = IRV + TV). Besarnya 3500 ml, kapasitas tersebut merupakan banyaknya udara yang dapat dihirup setelah taraf ekspirasi normal hingga mengembangkan paru sampai jumlahmaksimum. 1. 3. Kapasitas Residu Fungsional (Functional Residual Capacity FRC)

Volume udara di dalam paru-paru pada akhir ekspirasi secara biasa (FRC = ERV + RV). Kapasitas tersebut bermakna untuk mempertahankan kadar O2 dan CO yang relatif stabil di alveoli selama proses inspirasi dan ekspirasi. 1. 4. Kapasitas Paru-Paru Total (Total Lung Capacity - TLC)

Volume udara maksimal yang masih berada di paru-paru (TLC = VC + RV). Nilai TLC normal pada laki-laki adalah 6000 ml sedangkan pada perempuan 4200 ml.

Kapasitas dan volume paru

2.3

Ventilasi Alveolar

Pertukaran gas dalam system pernapasan hanya terjadi pada bagian terminal saluran udara, sehingga gas yang menempati bagian lain dalam system pernapasan tidak dapat digunakan untuk pertukaran gas dengan darah dalam kapiler paru.Pada keadaan normal, besar volume ruang rugi setara dengan berat badan dalam pon. Pada seorang pria dengan berat badan 150 pon (68 kg), hanya 350 ml pertama dari 500 ml udara yang dihirup pada inspirasi tenang akan bercampur dengan udara udara dalam alveolus. Sebaliknya, pada setiap ekspirasi, 150 ml pertama udara yang diekspirasikan merupakan gas yang menempati ruang rugi, dan hanya 350 ml terakhir merupakan gas yang berasal dari alveolus.Dengan demikian, ventilasi alveolar, yaitu jumlah udara yang mencapai alveolus per menit, lebih kecil dibandingkan volume pernapasan semenit. Akibat adanya ruang rugi, pernapasan cepat dan dangkal menghasilkan ventilasi alveolar yang

lebih rendah dibandingkan pernapasan lambat dan dalam, untuk volume pernapasan semenit yang sama.

pengaruh variasi frekuensi dan kedalaman pernapasan pada ventilasi alveolar Frekuensi pernapasan 30/menit 10/menit Volume tidal 200 ml 600 mL Volume pernapasan semenit 6L 6L Ventilasi alveolar (200 - 150) x 30 = 1500 mL (600 - 150) x 10 = 4500 mL *ventilasi alveolar = (VT vol dead space) x frekuensi napas *volume dead space :bagian dari sistem respirasi dimana tidak terjadi pertukaran gas. Volume 150 ml (usia makin tua semakin banyak)

2.4

Rasio Ventilasi Perfusi

Pada keadaan istirahat, rasio antara ventilasi dengan aliran darah pulmonal untuk seluruh paru adalah sekitar 0,8 (4,2 L/menit ventilasi dibagi dengan 5,5 L/menit aliran darah). Namun, akibat adanya pengaruh gravitasi, didapatkan perbedaan rasio ventilasi-perfusi yang cukup jelas pada berbagai bagian paru normal, dan perubahan lokasi rasio ventilasi-perfusi dijumpai pada berbagai penyakit.Apabila didapatkan penurunan ventilasi alveolus relative terhadap perfusinya, PO2 dalam alveolus menurun akibat berkurangnya pengiriman O2 ke alveolus dan PCO2 alveolus meningkat karena menurunnya pengeluaran CO2.Sebaliknya, apabila terjadi penurunan perfusi relative terhadap ventilasi, PCO2 berkurang karena lebih sedikit CO2 yang dikirimkan dan PO2 meningkat karena lebih sedikit O2 yang memasuki aliran darah. Pada posisi tegak, terjadi penurunan linier baik pada ventilasi maupun perfusi, mulai dari basis sampai apeks paru.Tetapi, rasio ventilasi-perfusi tinggi dibagian atas paru.Dikatakan bahwa rasio ventilasi-perfusi yang tinggi dibagian apeks berperan pada terjadinya predileksi tuberculosis di bagian apeks, karena PO2 alveolus yang relative tinggi merupakan lingkungan yang menyokong pertumbuhan bakteri tuberculosis. Apabila ventilasi dan perfusi yang tidak merata dalam paru mencakup daerah yang luas, dapat terjadi penurunan PO2 di dalam pembuluh arteri sistemik dan retensi PCO2.

rasio ventilasi perfusi 2.5 Difusi

Stadium kedua proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane antara alveolus-kapiler yang tipis (< 0,5 mm) yang dibentuk oleh epitel pulmonal, endotel kapiler serta membrane basalis masing-masing yang berfusi. Tercapai atau tidaknya keseimbangan senyawa yang melintas dari alveoli ke dalam darah kapiler dalam waktu 0,75 detik yang diperlukan darah untuk melewati kapiler paru pada saat istirahat bergantung pada reaksinya dengan senyawa dalam darah. Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan O2 dalam atmosfer sama dengan tekanan laut yakni 149 mmHg (21 % dari 760 mmHg). Pada waktu O2 diinspirasi dan sampai pada alveolus, tekanan parsial ini mengalami penurunan sampai sekitar 103 mmHg sebagai akibat dari udara yang tercampur dengan ruang rugi anatomis pada saluran udara dan dengan uap air. Factor-faktor yang menentukan kecepatan difusi gas melalui membrane paru-paru adalah: 1. Semakin besar perbedaan tekanan pada membrane maka semakin cepat kecepatan difusi 2. Semakin besar area membrane paru-paru maka semakin besar kuantitas gas yang dapat berdifusi melewati membrane dalam waktu tertentu.

3. Semakin tipis membrane maka semakin vepat difusi gas melalui membrane tersebut ke bagian yang berlawanan. 4. Koefisien difusi secara langsung berbanding lurus terhadap kemampuan terlarut suatu gas dalam cairan membrane paru-paru dan berbanding terbalik terhadap ukuran molekul. Molekul kecil berdifusi lebih tinggi atau cepat daripada ukuran gas besar yang kurang dapat larut. Nilai koefisien difusi O2 = 1; Nitrogen = 0,53; dan CO2 = 20,3. Perbandingan nilai koefisien tersebut menggambarkan bahwa CO2 paling mudah larut dan N2 yang paling kurang dapat larut. Kapasitas difusi paru untuk suatu gas berbanding lurus dengan luas membrane alveolus-kapiler dan berbanding terbalik dengan tebal membrane.Kapasitas difusi CO (DLCO) diukur sebagai indeks kapasitas difusi karena pengambilannya dibatasi oleh kemampuan difusi. DLCO sebanding dengan jumlah CO yang memasuki darah (VCO) dibagi dengan tekanan parsial CO dalam darah yang masuk ke kapiler paru. Nilai terakhir ini mendekati nol sehingga dapat diabaikan, kecuali pada perokok habitual, dan persamaan tersebut menjadi = Pada keadaan istirahat, nilai normal DLCO sekitar 25 ml/menit/mmHg.Nilai ini meningkat 3 kali selama latihan fisik akibat dilatasi kapiler meningkat dan peningkatan jumlah kapiler yang aktif. PO2 udara alveolus normal adalah 100 mmHg dan PO2 darah yang memasuki kapiler paru adalah 40 mmHg. Seperti halnya CO, kapasitas difusi O2 pada keadaan istirahat adalah 25 ml/menit/mmHg, dan PO2 dalam darah meningkat mencapai 97 mmHg, nilai yang sedikit lebih rendah daripada PO2 alveolus. Nilai ini berkurang menjadi 95 mmHg di dalam aorta akibat adanya pintas (shunt) fisiologis. DLO2 meningkat mencapai 65 ml/menit/mmHg selama latihan fisik dan menurun pada penyakit seperti sarkoidosis dan keracunan berilium (beriliosis) yang menimbulkan fibrosis dinding alveolus. Penyebab lain fibrosis paru adalah PDGF berlebihan oleh makrofag alveolus, yang merangsang sel mesenkim disekitarnya. PCO2 darah vena adalah 46 mmHg, sedangkan dalam udara alveolus adalah 40 mmHg, sehingga CO2 berdifusi dari darah ke dalam alveoli sesuai selisih tekanan tersebut. PCO2 darah yang meninggalkan paru adalah 40 mmHg.CO2 mampu menembus seluruh membrane biologis dengan mudah, dan kapasitas difusi paru untuk CO2 jauh lebih besar dibandingkan O2.Inilah sebabnya mengapa retensi CO2 jarang merupakan masalah pada penderita fibrosis alveolus walaupun terdapat penurunan kapasitas difusi O2 yang nyata.

Gradient Diffusi Oksigen dan Karbondioksida Oksigen (O2) Karbondioksida (CO2) 1. Berpindah dari alveoli menuju darah. Darah telah tersaturasi penuh dengan oksigen ketika meninggalkan kapiler.

2. PO2 pada darah menurun karena tercampur dengan darah deoksigenasi 3. Oxygen berpindah dari kapiler jaringan masuk ke dalam jaringan 1. Berpindah dari jaringan menuju ke kapiler jaringan 2. Berpindah dari kapiler pulmonal ke alveoli

difusi gas oksigen dan karbondioksida

2.6

Transportasi

Perbedaan tekanan parsial untuk O2 dan CO2 merupakan kunci bagi terjadinya pergerakan gas dan O2 mengalir turun dari udara luar melalui aveoli dan darah ke dalam jaringan, sedangkan CO2 mengalir turun dari jaringan ke dalam alveoli. Walaupun demikian, jumlah kedua gas yang diangkut ke dan dari jaringan akan sangat tidak adekuat bila sekiar 99% O2 yang larut di dalam darah tidak terikat pada protein pembawa O2 hemoglobin dan bila sekitar 94,5% CO2 yang larut dalam darah tidak mengalami serangkaian reaksi kimia reversible yang mengubah CO2 menjadi senyawa lain. Dengan demikian, adanya hemoglobin akan meningkatkan kemampuan pengangkutan O2 oleh darah sebanyak 70 kali, dan pengubahan CO2 meningkatkan kandungan CO2 dalam darah sebanyak 17 kali. 2.4.1 Transpor Oksigen dalam Darah

System pengangkutan O2 di dalam tubuh terdiri atas paru-paru dan system kardiovaskular. Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu tergantung pada jumlah O2 yang masuk ke dalam paru-paru, adanya pertukaran gas dalam peru yang adekuat, aliran darah menuju jaringan, serta kapasitas darah untuk mengangkut O2. Aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jalinan vascular di dalam jaringan serta curah jantung.Jumlah O2 di dalam darah ditentukan oleh jumlah O2 yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah serta afinitas hemoglobin terhadap O2.

2.4.2 Reaksi Hemoglobin dan Oksigen

Dinamika reaksi hemoglobin (Hb) dengan O2 sangat memudahkan pengangkutan O2.Hemoglobin adalah protein yang tersusun dari empat subunit, masing-masing subunit mengandung heme yang terikat pada rantai polipeptida. Oksigen dapat disalurkan dari paru-paru ke jaringan melalui dua cara yaitu secara fisik larut dalam plasma atau secara kimia berikatan dengan Hb sebagai oksihemoglobin (HbO2). Ikatan ini bersifat reversibel.Pada tingkat jaringan, O2 mengalami disosiasi (berpisah) dari hemoglobin kemudian berdifusi ke dalam plasma.Selanjutnya O2 masuk sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang bersangkutan.Hemoglobin yang melepaskan O2 pada tingkat jaringan disebut hemoglobin tereduksi.Hemoglobin ini berwarna ungu dan menyebabkan warna kebiruan pada daerah vena seperti yang kita lihat pada vena superfiisal.

2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Afinitas Hemoglobin terhadap Oksigen

Terdapat 3 keadaan penting yang mempengaruhi kurva disosiasi hemoglobin-oksigen: pH, suhu dan kadar 2,3-difosfogliserat (DPG; 2,3-DPG). Peningkatan suhu atau penurunan pH menggeser kurva ke kanan.Apabila kurva bergeser ke kanan, dibutuhkan PO2 yang lebih tinggi agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah tertentu O2.Sebbaliknya, penurunan suhu atau peningkatan pH menggeser kurva ke kiri, dan dibutuhkan PO2 yang lebih rendah untuk mengikat sejumlah tertentu O2.Indeks yang tepat untuk pergeseran tersebut adalah P50, yaitu nilai PO2 dengan saturasi hemoglobin terhadap O2 50%.Makin tinggi nilai P50, makin rendah afinitas hemoglobin terhadap O2. Berkurangnya afinitas hemoglobin terhadap O2 saat pH darah menurun dikenal sebagai efek Bohr dan hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa deoksihemoglobin lebih aktif mengikat H+ dibandingkan oksihemoglobin. Peningkatan kandungan CO2 darah akan menurunkan pH darah, sehingga bila PCO2 meningkat, kurva bergeser ke kanan dan P50 meningkat. Sebagian besar proses desaturasi hemoglobin yang terjadi di jaringan adalah sekunder akibat penurunan PO2, tetapi sebanyak 1-2% penambahan desaturasi disebabkan oleh peningkatan PCO2 dan pergesaran kurva disosiasi ke kanan yang ditimbulkannya. 2,3-DPG banyak terdapat di dalam sel darah merah. Senyawa ini dibentuk dari 3fosfogliseraldehid, yang merupakan hasil glikolisis melalui jalur Embden-Meyerhof.Senyawa ini adalah suatu anion bermuatan tinggi yang terikat pada rantai deoksihemoglobin.Satu mol deoksihemoglobin mengikat 1 mol 2,3-DPG. Reaksinya, HbO2 + 2,3-DPG Hb-2,3-DPG + O

Pada persamaan ini, peningkatan konsentrasi 2,3-DPG akan menggeser reaksi ke kanan, menyebabkan lebih banyak O2 yang dibebaskan. Derajat kekuatan pengikatan ATP pada deoksihemoglobin lebih rendah, dan beberapa fosfat organic lain berikatan pada taraf yang

sangat ringan. Salah satu factor yang mempengaruhi kadar 2,3-DPG di dalam sel darah merah adalah pH darah. Karena keadaan asidosis menghambat glikolisis dalam sel darah merah, konsentrasi 2,3-DPG akan menurun bila pH rendah. Hormone tiroid, hormone pertumbuhan, dan androgen akan meningkatkan kadar 2,3-DPG dan nilai P50. Afinitas hemoglobin janin (hemoglobin F) terhadap O2 yang lebih besar dibandingkan hemoglobin dewasa (hemoglobin A) akan mempermudah perpindahan O2 dari ibu ke janin. Afinitas yang lebih besar ini disebabkan oleh sukarnya pengikatan 2,3-DPG oleh rantai polipetida pada hemoglobin abnormal pada dewasa memiliki P50 yang rendah, dan afinitas yang besar terhadap O2 menimbulkan hipoksia jaringan yang cukup berat untuk merangsang peningkatan pembentukan sel darah merah baru, sehingga mengakibatkan polisitemia. Konsentrasi 2,3-DPG dalam sel darah merah meningkat pada anemia dan pada berbagai penyakit yang menimbulkan hipoksia kronis. Keadaan ini memudahkan pengangkutan O2 ke jaringan melalui peningkatan PO2 saat pelepasan O2 dalam kapiler perifer. Pada darah yang disimpan di bank darah, kadar 2,3-DPG menurun dan kemampuannya untuk melepaskan O2 di jaringan menurun. Penurunan ini, yang jelas akan membatasi manfaatnya bila ditransfusikan pada penderita hipoksia, dapat dikurangi bila darah disimpan dalam larutan sitrat-fosfat-dekstrosa dibandingkan larutan asam-sitrat-dekstrosa sebagaimana lazimnya.

2.4.4 Transpor Karbondioksida Dalam Darah

Transport karbondioksida dari jaringan ke paru-paru yang selanjutnya untuk dibuang dilakukan dengan tiga cara yaitu: 1. 10% secara fisik larut dalam plasma. 2. 20% berikatan dengan gugus amino pada hemoglobin dalam sel darah merah. Hemoglobin yang berikatan dengan CO2 disebut karbaminohemoglobin. 3. 70% ditranspor sebagai bikarbonat plasma.

Kelarutan CO2 dalam darah sekitar 20 kali lebih besar daripada kelarutan O2, sehingga pada tekanan parsial yang sama didapatkan jauh lebih banyak CO2 dibandingkan O2 dalam larutan sederhana. CO2 yang berdifusi ke dalam sel darah merah secara cepat dihidrasi menjadi H2CO3, karena adanya anhydrase karbonat.Selanjutnya H2CO3 berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3-. Reaksi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-

Di dalam darah vena, transport CO2 dipermudah, karena deoksihemoglobin mampu membentuk senyawa karbamino lebih cepat daripada HBO2. Sekitar 11% dari CO2 yang ditambahkan ke dalam darah pembuluh kapiler sistemik akan diangkut ke paru-paru dalam bentuk karbaminoCO2. Dalam plasma, CO2 bereaksi dengan protein plasma membentuk sejumlah kecil senyawa karbamino, dan sebagian kecil CO2 mengalami hidrasi, namun reaksi hidrasi berlangsung lambat karena tidak terdapatnya anhydrase karbonat. Keseimbangan asam dan basa sangat dipengaruhi oleh fungsi paru-paru serta homeostatis karbondioksida.Istilah yang menggambarkan terganggunya keseimbangan asam dan basa pada system respirasi adalah hiperventilasi dan hipoventilasi.Hiperventilasi terjadi jika metabolisme tubuh terlampau tinggi sehingga mendesak alveolus melakukan ventilasi secara berlebihan. Kondisi tersebut akan menyebabkan alkalosis respiratorik. Alkalosis adalah suatu kondisi di mana ekskresi CO2 dari paru-paru berlebihan yang mengakibatkan naiknya pH darah (pH darah > 7,4). Sedangkan hipoventilasi dapat menyebabkan asidosis akibat retensi tertahannya CO2 di dalam paru-paru. Hipoventilasi alveolus akan menyebabkan asidosis respiratorik sehingga pH akan turun. Hipoventilasi alveolus dapat terjadi jika total volume paru-paru berkurang (pengaruh ruang rugi) seperti yang terjadi apabila seseorang bernapas cepat dan dangkal.

2.4.5 Kurva Disosiasi Oksihemoglobin

Oksihemoglobin adalah struktur terikatnya oksigen pada hemoglobin.Heme pada unit hemoglobin adalah kompleks yang dibentuk dari porfirin dan satu atom besi ferro.Masingmasing atom besi dapat berikatan secara reversibel dengan satu molekul O2.Besi terseebut berbentuk ferro sehingga reakisnya adalah oksigenasi bukan oksidasi.Jika satu heme menangkap O2, maka heme lainnya pun dengan cepat mengikat O2 (heme-heme effect).Efek tersebut bermanfaat karena menciptakan efisiensi transportasi di dalam alveoli. Pada transport O2 dan CO2, viskositas dan tekanan osmotic bersifat tetap. Hemoglobin yang mengangkut hanya sebagian O2 (reduce Hb) dapat menyebabkan afinitas hemoglobin terhadap O2 rendah sehingga dengan mudah O2 dilepaskan. Pengaruh PaO2 terhadap oksihemoglobin tidak digambarkan dengan fungsi garis lurus.Hal tersebut berarti pengaruh tekanan oksigen dalam pembuluh darah tidak bersifat langsung atau proporsinya bukan perbandingan 1:1. Gambaran kurva dalam kondisi PaO2 sebesar 60-100 mmHg akan menghasilkan kurva datar (plateau) dengan saturasinya 90%. Kurva tersebut menginformasikan bahwa walaupun PO2 hanya 60 mmHg daya angkut Hb (saturasi) masih cukup tinggi yakni 90%.Gambar kurva mulai terlihat curam jika PO2 kurang dari 40-50 mmHg.Hal tersebut menginformasikan bahwa daya hemoglobin untuk mengangkut O2 menurun sehingga O2 mudah lepas.Jika melakukan aktivitas fisik (exercise) maka nilai PO2 menurun sampai 20 mmHg.Maka jelaslah PO2 sebesar 60 mmHg

adalah batas ketahanan manusia terhadap hipoksia.Nilai PCO2 merupakan petunjuk terbaik untuk menggambarkan kondisi ventilasi alveolus.Jika nilai PCO2 meningkat, maka penyebab langsungnya berupa hipoventilasi alveolus menurun. Terdapat tiga factor penting yang memengaruhi kurva ikatan (disosiasi) oksihemoglobin yaitu pH, suhu, dan konsentrasi 2,3 difosfogliserrat (2,3-DPG). Penurunan pH atau kenaikan suhu dapat menggeser kurva ke kanan.Bila kurva tergeser kea rah kanan maka diperlukan PO2 lebih tinggi yang memungkinkan hemoglobin dapat berikatan dengan O2 yang diperlukan. Sebaliknya, kenaikan pH atau penurunan suhu akan menggeser kurva ke arah kiri dan diperlukan PO2 yang lebih rendah untuk berikatan dengan O2.

Anda mungkin juga menyukai