Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Keasaman atau kebasaan suatu larutan tergantung dari ion hidrogen yang dikandungnya. Peningkatan kadar H+ akan menurunkan pH sehingga larutan menjadi lebih asam. Penurunan H+ akibat penambahan basa ke dalam plasma akan menaikkan pH. Tubuh manusia dapat mempertahankan keseimbangan asam basa dengan mengganti basa dan asam kuat dengan basa atau asam lemah. Kadar ion hidrogen dalam serum adalah 0,0000001 gr/l atau 10-7 gr/l, angka yang sulit untuk diperhitungkan sehingga biasanya dipakai logaritma negative dari angka tersebut yang dinamakan pH. Nilai pH cairan ekstraseluler normal adalah 7,4 + 0,05 (sedikit alkalis), sedangkan cairan intraseluler 6,8-7,00 (lebih netral). Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa diperlukan system penyangga (BUFFER), system respirasi, dan system renal. Dalam cairan ekstraseluler dan cairan intraseluler terdapat beberapa kombinasi kimiawi yang bertindak sebagai penyangga terhadap perubahan kadar H+ yang mendadak. Substansi-substansi ini akan mempertahankan cairan tubuh dalam keadaan pH relative konstan. Sistem penyangga selalu terdiri dari dua bagian, yaitu asam lemah (donor H+) dan garam dari asam tersebut. Jadi, bila asam kuat ditambahkan ke dalam larutan, proton bebas (H+) akan bergabung dengan penerima proton (basa) untuk membentuk asam lemah. Demikian pula bila basa kuat (OH) ditambahkan ke dalam larutan, akan menarik H+ dari asam lemah membentuk H2O, sehingga mengurangi perubahan kadar H+. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Rumusan Masalah Umum Apa yang dimaksud dengan gangguan keseimbangan asam basa?

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus 1. Bagaimana pertimbangan fisiologi terhadap gangguan keseimbangan asam basa? 2. Bagaimana cara penilaian ketidakseimbangan asam basa? 3. Penyakit apa saja yang dapat disebabkan karena adanya gangguan keseimbangan asam basa? 4. Apa yang dimaksud dengan gangguan asam basa campuran? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui tentang gangguan keseimbangan asam basa. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pertimbangan fisiologi terhadap gangguan keseimbangan asam basa. 2. Untuk mengetahui cara penilaian ketidakseimbangan asam basa. 3. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit yang timbul karena adanya gangguan keseimbangan asam basa. 4. Untuk mengetahui tentang gangguan asam basa campuran. 1.4 Manfaat Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan bagi pembaca tentang Gangguan Keseimbangan Asam Basa beserta jenisjenis penyakit yang dapat timbul karena adanya gangguan keseimbangan asam basa.

BAB II ISI 2.1 Pertimbangan Fisiologi Keseimbangan asam basa adalah homeostasis dari kadar ion hydrogen (H+) pada cairan tubuh. Asam terus menerus diproduksi dalam metabolism yang normal. Meskipun terbentuk banyak asam sebagai hasil metabolisme, namun H+ cairan tubuh tetap rendah. Kadar H+ normal darah arteri adalah 0,00000004 (4x10-8) mEq/L atau sekitar 1 persejuta dari kadar Na+. meskipun rendah , H+ yang stabil perlu dipertahankan agar fungsi sel dapat berjalan normal, karena sedikit fluktuasi (naik turun) sangat mempengaruhi aktivitas enzim sel. Perubahan H+ yang relatif kecil dapat sangant mempengaruhi hidup seseorang karena berefek terhadap enzim sel. Skala pH Larutan H+ menyebabkan laritan menjadi bertambah asam dan penurunannya menyababkan larutan berubah bertambah basa. H+ berada dalam jumlah yang kecil, sehingga para ahli kimia menggunakan skala pH sebagai cara untuk menyatakan H+. pH adalah logaritma negatif dari kadar ion hydrogen (pH = -log H+). Dengan demikian H+ sebesar 0,0000001 g/L, sama dengan pH 7. Nilai pH berbanding terbalik dengan H+. apabila H+ meningkat, pH menurun, demikian juga jika H+ menurun maka pHmeningkat. Kadar pH yang rendah berarti larutan itu lebih asam, sedangkan pH yang tinggi berarti larutan lebih alkali atau basa. Air mempunyai pH 7, dan bersifat netral karena jumlah ion hidrogennya tepat sama denhan ion hidroksil. Larutan asam mempunyai pH kurang dari 7, sedangkan larutan basa mempunyai pH lebih dari 7. Skala pH berkisar dari 1(paling asam) sampai 14 paling basa. Nilai pH rata-rata darah atu cairan ekstrasel (ECF) adalah sedikit basa, yaitu 7,4. Batas normal pH darah adalah dari 7,38-7,42 (deviasi standard 1 dari nilai rata-rata) atau 7,35-7,45 (deviasi standard 2 dari nilai rata-rata).

Asam Asam adalah suatu substansi yang mengandung 1 atau lebih ion H+ yang dapat dilepaskan dalam larutan (donor proton). Asam kuat, seperti asam hidroklorida (HCl), hampir terurai sempurna dalam larutan, sehingga melepaskan lebih banyak ion H+. Asam lemah, seperti asam karbonat (H2CO3), hanya terurai sebagian dalam larutan sehingga lebih sedikit ion H+ yang dilepaskan. Basa Berlawanan dengan asam, basa adalah substansi yang dapat menangkap atau bersenyawa denagn ion hiodrogen sebuah larutan (akseptor proton). Basa kuat, saperti natrium hidroksida (NaOH), terurai dengan mudah dalam larutan dan bereaksi kuat dengan asam. Basa lemah, seperti natrium bikarbonat (NaHCO3), hanya sebagian yang terurai dalam larutan dan kurang bereaksi kuat dengan asam. Tinjauan Ketidakseimbangan Asam-Basa Primer Batas normal pH darah yaitu sekitar 7,4 dan batas terjauh yang masih dapat ditanggulangi adalah antara 6,8 sampai 7,8 atau interval dari satu unit pH. Batas normal pH adalah dari 7,38 sampai 7,42 jika menggunakan nilai yang lebih sensitif yaitu satu standar deviasi dari nilai rata-rata 7,4. Tetapi, umumnya para klinisi memakai nilai yang kurang sensitif yaitu 7,35-7,45, dengan dua standar deviasi dari nilai rata-rata. pH darah yang kurang dari 7,35 disebut asidemia dan proses penyebabnya disebut asidosis. pH 7,25 atau kurang dari itu dapat membahayakan jiwa dan pH 6,8 sudah tidak dapat ditanggulangi oleh tubuh. Demikian juga, pH darah yang lebih besar dari 7,45 disebut alkalemia dan proses penyebabnya disebut alkalosis. pH yang lebih besar dari 7,55 dapat membahayakan jiwa dan pH yang lebih besar dari 7,8 tidak dapat ditanggulangi lagi oleh tubuh. pH darah normal adalah 7,40 0,02 (1SD) atau 0,05 (2SD). Keseimbangan asam-basa terjadi jika perbandingan bikarbonat terhadap asam

karbonat adalah 20:1. Setiap perubahan dalam perbandingan ini akan mengganggu keseimbangan an menggeser jarum penunjuk ke sisi asidosis atau alkalosis. pH kurang dari 7,25 atau lebih dari 7,55 dapat membahayakan jiwa dan pH yang ekstrim yaitu 6,8 atau 7,8 dapat menyebabkan kematian. Respons Kompensatorik Terhadap Perubahan pH Apabila pH berubah akibat gangguan asam-basa primer, maka tubuh segera menggunakan respons kompensatorik untuk mengembalikan pH ke nilai normal. Tiga respons kompensatoriknya yang telah dibicarakan sebelumnya adalah: (1) bufer ICF dan ECF; (2) respons pernapasan terhadap PaCO2 melaui hipoventilasi atau hiperventilasi, dan (3) respons ginjal terhadap [HCO3] atau [H+]. Bufer ECF dan ICF mencakup perpindahan H+ ke dalam atau ke luar sel sebagai penukar K+, yang akan dibicarakan kemudian. Respons kompensatorik respiratorik dan ginjal mudah dipelajari melalui persamaan Handerson-Hasselbalch. Asidosis metabolik primer (penurunan [HCO3]) dikompensasi dengan hiperventilasi respiratorik, sehingga menurunkan PaCO2 dan memulihkan pH ke nilai normal. Respons kompensatorik pernapasan terjadi dalam beberapa menit. Sebaliknya, kompensasi ginjal untuk asidosis respiratorik primer (peningkatan PaCO2 ) atau alkalosis (penurunan PaCO2) terjadi melalui retensi atau ekskresi ion HCO3 atau H+. Namun demikian, kompensasi yang dilakukan ginjal berlangsung lambat sehingga efeknya tidak dapat terlihat sampai kira-kira 24 jam. Kompensasi penuh memerlukan waktu sekitar 2 sampai 3 hari. Dengan demikian, asidosis respiratorik diklasifikasikan sebagai keadaan akut bila tidak terjadi kompensasi ginjal dan HCO3 masih dalam keadaan normal; bila terjadi kompensasi ginjal dan HCO3 telah meningkat, maka keadaan ini diklasifikasikan sebagai kronis. Alkalosis respiratorik primer juga dapat digolongkan dalam keadaan akut atau kronis, bergantung pada kompensasi ginjal yang terjadi sebagian atau lengkap. Apabila pembilang dalam persamaan Handerson-Hasselbalch meningkat, maka penyebut harus meningkat pula agar perbandingan tetap 20:1, dan

memperkecil penyimpangan pH dari normal. Kompensasi selalu melibatkan perubahan kompensatorik pada pembilang (atau penyebut), dengan arah yang sama seperti pada gangguan primer. Tabel memperlihatkan ringkasan keempat gangguan asam-basa primer.

2.2 Penilaian Ketidakseimbangan Asam Basa Penegakan diagnosis dan penanganan gangguan asam basa membutuhkan pengertian yang mendalam mengenai patofisiologi dan patogenesis gangguan-gangguan ini. Banyak berbagai metode yang disederhanakan untuk menafsirkan nilai-nilai komponen metabolik dan pernapasan dari gas darah arteri, untuk mengenali ketidakseimbangan primer atau gangguan campuran. Metode ini mencakup penggunaan nomogram asam basa, bikarbonat, dan mengukur kelebihan dan kekurangan basa untuk mengenali adanya gangguan metabolik. Namun demikian harus ditekankan bahwa, tidak ada satupun metode yang sempurna dan tidak dapat menimbulkan salah penafsiran. Pada akhirnya, gangguan campuran seperti gangguan asam basa (asidosis respiratorik dengan alkalosis metabolik) terkompensasi baik, jika tidak disertai keterangan klinis yang jelas. Penting sekali untuk menafsirkan niali-nilai laboratorium untuk menegakkan diagnosis gangguan asam basa. PaCO2 tidak dapat ditafsirkan secara tersendiri sebagai suatu indikator dariadanya gangguan pernapasan, demikian HCO3- tidak dapat dilihat secara terpisah dari gangguan metabolik. Kadar PaCO2 yang rendah dapat menunjukkan alkalosis respiratorik primer atau dapat disebabkan oleh kompensasi pernapasan yang terjadi pada asidosis metabolik. Demikian, peningkatan HCO3- dapat mencerminkan adanya alkalosis metabolik primer atau respon kompensatorik terhadap asidosis respiratorik kronis. Selain itu dari kebanyakan gangguan asam basa sudah terkompensasi sebagian ketika pertama kali diketahui dan sering terjadi gangguan campuran. Singkatnya, tidak ada jalan pintas terhadap adanya gangguan asam basa. Variabel laboratorium tidak dapat ditafsirkan secara

terpisah tetapi harus dikaitkan dengan pengetahuan mengenai keadaan klinis dan pemahaman terhadap asam basa. 2.3 Gangguan Asam Basa a. Asidosis Metabolik Asidosis metabolik (kekurangan HCO3) merupakan suatu gangguan sistemik yang ditandai dengan adanya penurunan primer kadar bikarbonat plasma, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH (peningkatan [H+]. [HCO3]. Kompensasi pernapasan kemudian segera dimulai untuk menurunkan PaCO2 melalui hiperventilasi sehingga asidosis metabolik jarang terjadi secara adekuat. Etiologi Dan Patogenesis Penyebab mendasar asidosis metabolik adalah penambahan asam terfiksasi (non karbonat), kegagalan ginjal untuk mengekskresi beban asam harian, atau kehilangan bikarbonat basa. Dimana hal ini dihitung berdasarkan dari pengurangan kadar Na+ dari jumlah kadar Cl- dan HCO3 plasma. Dimana angka normalnya adalah 12. Penyebab asidosis metabolik umumnya dibagi manjadi 2 kelompok berdasar selisih anion normal dan selisih anion meningkat. Apabila asidosis disebabkan oleh kehilangan bikarbonat (seperti pada diare), atau bertambahnya asam klorida (contohnya, pada pemberian amonium klorida), maka selisih anion akan normal. Selisih anion normal (hiperkloremik) dibedakan menjadi : 1. Kehilangan bikarbonat Kehilangan melalui saluran cerna, misalnya diare. Ileostomi : fistula pankreas, biliaris, atau usus halus Ureterosigmoidostomi 2. Kehilangan melalui ginjal: Asidosis tubulus proksimal ginjal (RTA)

Inhibitor karbonik anhidrase (asetazolamid) Hipoaldosteronisme 3. Peningkatan beban asam Amonium klorida (NH4ClNH3 + HCl) Caiaran cairan hiperalimentasi 4. Lain-lain Pemberian IV larutan salin secara cepat, biasanya bersifat sementara dan ringan, biasanya disebut dengan asidosis dilusional. Penyebab asidosis metabolik dengan selisih anion yang tinggi adalah peningkatan anion yang tidak terukur seperti asam sulfat, asam fosfat, asam laktat, dan asam-asam organik lainnya. Jika asidosis disebabkan karena peningkatan produksi asam organik (seperti asam laktat pada syok sirkulasi) atau retensi asam sulfat dan asam fosfat (contohnya pada gagal ginjal), maka kadar anion tak terukur (selisih anion) akan meningkat. Dimana, selisih anion meningkat dikarenakan : 1. Peningkatan produksi asam Asidosis Laktat :laktak disini merupakan perfusi jaringan atau oksigenasi yang tidak memadai seperti pada syok atau henti pada kardiopulmoner) Ketoasidosis diabetik : Beta-hidroksibutirat Kelaparan :peningkatan asam asam keto Intoksikasi alkohol : peningkatan asam-asam keto 2. Menelan substansi toksik Overdosis salsilat : salisat , laktat , keton. Etilen glikol (antibeku) : oksilat , glikolat 3. Kegagalan ekskresi asam : tidak adanya ekskresi NH4- : Retensi asam sulfat dan asam fosfat Gagal ginjal akut atau kronis

Respon Kompensatorik terhadap Beban Asam pada Asidosis metabolik. Respon segera terhadap beban pada asidodis metabolik adalah mekanisme bufer, sehingga mengurangi plasma. Yang berlebihan juga memasuki sel dan dibufer oleh protein dan fosfat (yang merupakan 60% dari sistem bufer). Untuk mempertahankan muatan listrik netral , masuknya H+ ke dalam sel diikuti oleh keluarnya K+ dari sel menuju ECF. Dengan demikian K+ serum meningkat pada keadaan asidosis. Apabila pasien asidosis mengalami normokalemia atau hipokalemia, maka berarti ada penurunan K+ dan harus dikoreksi bersama asidosnya. Mekanisme ke 2 pada asidosis metabolik yang bekerja dalam beberapa menit kemudian adalah kompensasi pernapasan. [H+] arteri yang meningkat merangsanh kemoreseptor yang terdapat dalam badan karotis, yang akan merangsang peningkatan ventilasi alveolar (hiperventilasi). Akibatnya PaCO2 menurun dan pH kembali pulih menjadi 7,4. Gambaran Klinis dan Diagnosis Gejala serta tanda asidosis metabolik cenderung tidak jelas, dan pasien dapat asimtomatik, kecuali jika HCO3- serum turun sampai di bawah 15 mEq/L. Pernapasan Kussmaul (napas dalam dan cepat yang menunjukkan adanya hiperventilasi kompensatorik) mungkin lebih menonjol pada asidosis akibat ketoasidosis diabetik dibandingkan pada asidosis akibat gagal ginjal. Gejala dan tanda utama asidosis metabolik adalah kelainan kardiovaskuler, neurologis, dan fungsi tulang. Apabila pH dibawah 7,1 , maka terjadi penurunan kontraktilitas jantung dan respon inotropik terhadap ketokolamin. Bisa juga terjadi vasodilatasi perifer hipotensi dan disritmia jantung. Gejala neurologis dapat berupa kelelahan hingga koma yang disebabkan oleh penurunan pH cairan serebrospinal. Dapat juga terjadi mual dan muntah. Gejala-gejala neurologik lebih ringan pada asidosis

metabolik dibandingkan dengan asidosis respiratorik, karena CO2 yang larut dalam lemak lebih cepat menembus sawar darh otak dibandingkan dengan HCO3- yang larut dalam air. Mekanisme bufer H+ oleh bikarbonat tulang dalam asidosis metabolik penderita gagal ginjal kronis, akan menghambat pertumbuhan anak dan dapat menyebabkan terjadinya berbagai kelainan tulang. (osteodistrofi ginjal). Diagnosis asidosis metabolik ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, dan dipastikan oleh hasil pemeriksaan laboratorium yaitu pH, PaCO2, dan HCO3- dengan menggunakan pendekatan sistematik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil pemeriksaan menunjukkan : pH < 7,35, HCO3- < 22 mEq/L, dan PaCO2 <40 mmHg tapi jarang sampai dibawah 12 mmHg. Derajat kompensasi yang diperkirakan harus dihitung untuk menentukan adanya gangguan asam-basa campuran yang menyertai. Penanganan Tujuan penanganan asidosis metabolik adalah untuk meningkatkan pH sistemik sampai ke batas aman, dan mengobati penyebab asidosis yang mendasari. Untuk dapat kembali ke batas aman pada pH 7,20 atau 7,25 hanya dibutuhkan sedikit peningkatan pH. Gangguan proses fisiologis yang serius baru timbul jika HCO3- < 15mEq/L dan pH < 7,20. Asidosis metabolik harus dikoreksi secara perlahan untuk menghindari timbulnya komplikasi akibat pemberian NaHCO3 IV berikut ini : 1. Peningkatan pH cairan serebrospinal (CSF) dan penekanan pacu pernapasan, pernapasan. 2. Alkalosis respiratorik karena pasien cenderung hiperventilasi selama beberapa jam setelah asidosis ECF terkoreksi. 3. Pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri pada komplikasi alkalosis respiratorik, yang meningktkan afinitas oksigen terhadap hemoglobin dan mungkin mengurangi hantaran oksigen ke jaringan. sehingga menyebabkan berkurangnya kompensasi

10

4. Alkalosis metabolik (karena tidak terjadi kehilangan bikarbonat potensial, dan asam-asam keto dapat dimetabolisme kembali menjadi laktat) pada penderita ketoasidosis diabetik (DKA). Pemakaian insulin saja biasanya dapat memulihkan keseimbangan asam-basa ; namun penting untuk melakukan pemantauan K+ serum selama asidosis dikoreksi, karena asidosis dapat menutupi kekurangan K+ yang terjadi. 5. Alkalosis metabolik berat disebabkan oleh koreksi asidosis laktat yang berlebihan akibat henti jantung. Beberapa penyelidik menemukan bahwa pH serum dapat mencapai 7,9 dan bikarbonat serum 60 sampai 70 mEq/L pada infus NaHCO3 yang sembarangan selama resusitasi kardiopulmunar (CPR) 6. Hipokalsemia fungsional akibat pemberian NaHCO3 IV pada pasien gagal ginjal dengan asidosis metabolik berat (asidosis dapat menutupi hipokalsemi yang terjadi karena (Ca++) lebih mudah larut dalam medium asam ; Ca++ kurang larut dalam medium basa), sehingga terjadi tetani, kejang, dan kematian. Hemodialisis adalah penanganan yang umum dilakukan pada asidosis metabolik. 7. Kelebihan beban sirkulasi yang serius (hipervolemia)pada pasien yang telah mengalami kelebihan volume ECF, seperti pada gagal jantung kongesti atau gagal ginjal. Larutan ringer laktat IV biasanya merupakan cairan pilihan untuk memperbaiki keadaan asidosis metabolik dengan selisih anion normal serta kekurangan volume ECF yang sering menyertai keadaan ini. Natrium laktat dimetabolisme secara perlahan dalam tubuh menjadi NaHCO3, dan memperbaiki keadaan asidosis secara perlahan. Penanganan asidosis metabolik dengan selisih anion yang tinggi, umumnya langsung bertujuan untuk memperbaiki faktor penyabab. Penanganan asidosis itu sendiri hanya dibutuhkan jika menyebabkan gangguan fungsi organ yang serius (HCO3-< 10 mEq/L). Pada keadaan ini diberikan NaHCO3 yang secukupnya untuk menaikan HCO3- menjadi 15 mEq/L dan pH kir-kira sampai 7,20 dalam jangka waktu 12 jam.

11

b. Alkalosis Metabolik Alkolosis metabolik (kelebihan HCO3- ) adalah suatu gangguan sistemik yang dicirikan dengan adanya peningkatan primer kadar HCO3plasma, sehingga menyebabkan peningkatan pH (penurunan H+). Alkolosis metabolik sering disertai dengan berkurangnya volume ECF dan hipolalemia. Kompensasi pernapasan berupa peningkatan paco2 melalui hipoventilasi; akan tetapi tinkat hipoventilasi terbatas karena pernapasan terus berjalan oleh dorongan hipoksia. Etiologi dan patogenesis Penyebab alkalosis metabolik yaitu kekurangan H+ dan ion klorida atau berlebihnya retensi HCO3-. 1. Kehilangan H+ dari ECF a. Kehilangan melalui saluran cerna (berkurangnya volume ECF) Muntah atau penyedotan nasogastrid Diare dengan kehilangan klorida b. Kehilangan melalui ginjal Diuretik simpai atau tiazid (pembatasan NaCl + berkurangnya ECF) Kelebihan mineralokortikoid Hiperaldosteronisme Sindrom chushing; terapi kortikosteroid eksogen Makan licolice berlebihan Karbenisilin atau penisilin dosis tinggi c. 2. a. b. c. Perpindahan H+ ke dalam sel Hipokalemia Retensi HCO3-. Pemberian natrium bikarbonat berlebihan Sindrom susu alkali (antasida, susu, NaHCO3) Darah simpan (sitrat) yang banyak (lebih dari 8 unit)

12

d. Alkalosis metabolik pasca hiperkapnia (setelah koreksi asidosis respiratorik kronis) e. Ventilasi mekanis : penurunan cepat dari PaCO2 tapi HCO3- tetap tinggi sampai ginjal mengeksresi kelebihannya. 3. a. b. c. Alkalosis metabolik responsif terhadap klorida (Cl- urine < 10 mEq/L) biasanya disertai penurunan volume ECF Muntah atau penyedotan nasogastrid Diuretik Pasca hiperkapnia 4. Alkalosis metabolik yang resisten terhadap klorida (Cl- urine < 20 mEq/L) biasanya tidak disertai penurunan volume ECF a. Kelebihan mineralokortikoid b. Keadaan edematosa (gagal jantung kongesif; sirosis; sindrom nefrotik) Gambaran Klinis dan Diagnosis Tidak terdapat tanda dan gejala alkalosis metabolik yang spesifik. Adanya gangguan ini harus dicurigai pada pasien yang memiliki riwayat muntah, penyedotan nasogastrid, pengobatan diuretik, atau pasien yang baru sembuh dari gagal napas hiperkapnia. Selain itu dapat timbul gejala serta tanda hipokalemia dan kekurangan volume cairan, seperti kelemahan dan kejang otot. Alkalemia berat (pH > 7,6) dapat menyebabkan terjadinya disritmia jantung pada orang normal dan terutama pada pasien penyakit jantung. Apabila pasien mengalami hipokalemia, terutama jika menjalani digitalisasi, maka dapat dijumpai adanya kelainan EKG atau disritmia jantung. Kadang-kadang dapat terjadi tetani pada pasien bila kadar Ca++ serum berada dibatas rendah, dan terjadi alkalosis dengan cepat. Ca++ terikat lebih erat dengan albumin pada pH basa, dan penurunan ion Ca++ dapat menyebabkan tetani atau kejang. Diagnosis alkalosis metabolik ditegakkan berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung, pH plasma

13

meningkat diatas 7,45 dan HCO3- lebih tinggi dari 26 mEq/L. PaCO2 mungkin normal sedikit meningkat; peningkatan PaCO2 kompensasi diperkirakan sebesar 0,7 mmHg untuk tiap peningkatan HCO3- sebesar 1 mEq. K+ serum < 3,5 mEq/L dan Cl serum mungkin < 98 mEq/L (alkalosis metabolik hipokloremikhipokalemik). Pengukuran Clurin dapat membantu mengetahui sebab dan cara penanganan pada penderita alkalosis metabolik responsif klorida dengan volume ECF yang berkurang. Pasien dengan Cl- urin lebih 20 mEq/L umunya tidak mengalami penurunan volume cairan dan mengalami alkalosis metabolik resisten/ klorida. Penanganan Alkalosis metabolik resisten klorida yang disebabkan oleh steroid adrenal berlebihan pada hiperaldosteronisme atau sindrom cushing, dikoreksi dengan mengatasi penyakit yang mendasarinya. Asetazolamid, inhibitor karbonik anhidrase yang meningkatkan eskresi HCO3-, dapat diberikan pada pasien yang mengalami kelebihan volume cairan (misalnya pasien gagal jantung kongestif yang mendapat pengobatan diuretik). KCl juga bermanfaat untuk mengobati dan mencegah terjadinya alkalosis dan hipokalemia. c. Asidosis Respiratorik Asidosis respiratorik ( kelebihan H2CO3 ) ditandai dengan peningkatan primer PaCO3 (hiperkapnia), sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH dimana PaCO3 lebih besar dari 45 mmHg dan pH kurang dari 7,35. Kompensasi ginjal mengakibatkan peningkatan HCO3serum. Asiddosis respiratorik dapat timbul secara akut ataupun kronik. Hipoksemia (PaO2 rendah) selalu menyertai asidosis respiratorik jika pasien bernapas dalam udara ruangan.

Etiologi dan patogenisis

14

Penyebab mendasar asidosis respiratorik adalah hipoventilasi alveolar (penumpukan CO2). Dalam keadaan normal, 15.000-20.000 mmol CO2 diproduksi setiap hari oleh jaringan melalui metabolisme dan dikeluarkan oleh paru. Ketika CO2 jarigan memasuki darah, terjadi peningkatam kadar ion H+ yang merangsang pusat pernapasan , sehingga menyebabkan peningkatan ventilasi. Dalam keadaan normal, proses ini begitu efisien sehingga PaCO2 dan pH tetap dalam batas normal. Penumpukan CO2 hampir selalu disebabkan oleh hambatan pada kecepatan ventilasi alveolar dan jarang disebabkan oleh overproduksi CO2 akibat hipermetabolisme. Pada asidosis respiratorik akut umumnya timbul akibat obstruksi saluran napas akut seperti : pada laringospasme, aspirasi benda asing atau depresi CNS pada pusat pernapasan di medulla oblongata seperti pada asidosis barbiturat. Asidosis akan diperberat oleh asidosis metabolic yang cepat selam berlangsung nya glikolisis sel anaerob. Penyebab lain asidosis respiratorik akut adalah gangguan otot pernapasan atau cedera dinding dada. Sampai sejauh ini., penyebab tersering asidosis respiratorik kronis adalah COPD. Pada pasien ini gagal napas akut sering menunggangi retensi CO2 kronis jika terjadi bronchitis akut terjadi sekunder akibat infeksi bakteri atau virus pada paru. Kadar pH arteri dan HCO3- plasma berbeda pada asidosis respiratorik akut dan kronis. Respon terhadap asidosis respiratorik akut hanya melalui buffer sel, karena kompensasi mekanisme ginjal baru bermakna setelah 12-24 jam kemudian. H2CO3 yang meninggi merupakan bagian dari pasangan buffer utama ECF yaitu HCO3- dan H2CO3, sehingga pasangan ini tidak berperan langsung sebagai mekanisme pertahanan pada asidosis respiratorik. Hemoglobin merupakan beffer utama ICF. Saat CO2 memasuki eritrosit ( menghasilkan H+ ), HCO3- akan keluar dan bertuar dengan Cl-. Peningkatan HCO3- serum diperkirakan sekitar 1 mEq/L untuk setiap peningkatan CO2 sebanyak 10 mmHg. Buffer sel hanya tidak efektif

15

untuk memulihkan pH normal. Sehingga asidosis respiratorik hanya sedikit terkompensasi dan pH akan menurun cukup banyak. Berbeda dengan asidosis respiratirik akut, maka asidodis respiraorik kronik terkompensasi baik karena tersedia cukup waktu bagi ginjal untuk melakukan mekanisme kompensasi. Ginjal akan meningkatkan kompensasi ekskresi dan sekresi H+ disertai dengan resorpsi dan pembentukan HCO3- baru. Peningkatan kompensatorik HCO3- plasma membutuhkan waktu 2-3 hari agar dapat berlangsung sepenuhnya. Oleh karena itu penderita asidosis respiratorik yang relative terkompensasi dengan baik- terbukti dengan pH yang mendekati normal, tidak boleh ditangani dengan pH dengan terlalu terburu-buru. PaCO2 terlalu cepat turun akan mengakibatkan kelebihan HCO3yang cukup besar dan menggeser keseimbangan asam basa menjadi alkalosis akut. Peningkatan respiratorik yang diperkirakan dari HCO3- dari plsma pada asidosis respiratorik kronis adalah 3,5 mEq/L untuk tiap peningkatan PaCO2 sebanyak 10 mmHg di atas 40 mmHg. Gambaran Klinis dan Diagnosis Gejala dan tanda retensi CO2 tidak bersifat khas dan pada umumnya tidak mencerminkan kadar PaCO2. Semakin besar dan cepat peningkatan PaCO2, maka berat gejala gejala yang ditimbulkan . Peningkatan akut kadar PaCO2 hingga mencapai 60 mmHg atau lebih akan menyebabkan terjadinya somnolen, kekacauan mental, strupor dan akhirnya koma. PaCO2 tinggi menyebabkan semacam sindrom metabolic otak, sehingga dapat timbul asteriksis( foapping tremor) dan mioklonus ( kedutan otot ). Retensi CO2 menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak , sehingga kongesti pembuluh darah otak yang terkena menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial (ICP). Pemeriksaan metabolic pada asidosis respiratorik akanmenuju kadar PaO2 rendah, pH<7,35, PaCO2>45 mmHg dan HCO3yang lebih besar dari 30 mEq/L

16

menunjukkan adanya kompensasi ginjal. pH normal dapat sedikit menurun pada asidosis respiratorik kronis yang terkompensasi dengan baik. Penanganan Asidosis Respiratorik Akut dan Kronis Tujuan penanganan asidosis respiratorik akut adalah memulihkan ventilasi efektif secepatnya dengan terapi O2 dan mengatasi penyebab yang mendasari. PO2 harus di naikkan sampai mencapai batas minimum 60 mmHg dan pH di atas 7,2 untuk menghindari terjadinya disritmia jantung. Kadar O2 yang tinggi (>50%) aman diberikan pada pasien selama 1-2 hari bila tidak ada riwayat hiperkapnia kronis. Pada pasien ini hipoksia mengambil alih hiperkapnia sebagai pendorong utama pernapasannya. Dengan demikian jika pemberian O2 meningkatkan PaO2 di atas kadar normal pasien tersebut, maka rasangan hipoksia terhadap pernapasan akan hilang. Oleh karena itu cara penanganan yang benar adalah dengan pmberian kadar O2 serendah mungkin (24-28%) untuk menaikkan kadar PaO2 sampai 60-72 mmHg. Gas darah arteri harus dipantau ketat selama perawatan untuk mendeteksi adanya tanda-tanda peningkatan PaCO2 dan memburuknya ventilasi alveolar. Tujuan penanganan adalah menurunkan PaCO2, tapi tidak untuk mencapai nilai normal. d. Alkalosis Respiratorik Alkalosis respiratorik ( kekurangan asam karbonat) adalah penurunan primer PaCO2 (hipokapnia), sehingga terjadi penurunan pH. PaCO2 < 35 mmHg dan Ph > 7,45. kompensasi ginjal berupa penurunan ekskresi H+ dengan akibat lebih sedikit absorpsi HCO3-. Penurunan HCO3serum berbeda-beda, bergantung pada keadaannya yang akut atau kronis. Etiologi dan Patogenesis Penyebab mendasar
alkalosis

respiratorik adalah hiperventilasi

alveolar atau eksresi CO2 yang berlebihan pada udara ekspirasi. Alkalosis respiratorik mungkin merupakan gangguan keseimbangan asam basa yang

17

paling sering terjadi, meskipun sering tidak dikenali. Hiperventilasi mungkin sulit dikenali secara klinis, dan sering kali diagnosis hanya dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan gas darah. Alkalosis respiratorik dapat terjadi akibat rangsangan pusat pernapasan di medula oblongata. Sejauh ini, penyebab tersering adalah hiperventilasi fungsional akibat kecemasan dan stress emosional ( sindrom hiperventilasi atau hiperventilasi psikogenik).
Keadaan

lain yang merangsang

pusat pernapasan adalah keadaan hipermetabolik yang disebabkan oleh demam atau tirotoksikosis serta lesi CNS seperti gangguan pembuluh darah otak, meningitis, cedera kepala, atau tumor otak. Salisilat adalah obat terpenting yang dapat menyebabkan alkalosis respiratorik, agaknya melalui rangsangan langsung pada pusat pernapasan di medula oblongata. Hipoksia adalah penyebab lazim hiperventilasi primer yang menyertai pneumonia, edema paru atau fibrosis paru, dan gagal jantung kongesif. Umumnya diperlukan penurunan PaCO2 di bawah 60 mmHg untuk merangsang ventilasi. Koreksi hipoksia jaringan menyebabkan cepat pulihnya alkalosis respiratorik. Hiperventilasi kronis terjadi sebagai respon penyesuian terhadap ketinggian (tekanan oksigen lingkungan yang rendah). Alkalosis respiratorik sering disebabkan faktor iatrogenik akibat ventilasi mekanis dengan ventilator siklus volume atau tekanan. Alkalosis respiratorik sering terjadi pada sepsis gram negatif dan sirosis hati. Respon segera terhadap penurunan akut PaCO2 adalah suatu mekanisme bufer intrasel. H+ dilepas dari buffer jaringan intrasel, yang memperkecil alkalosis dengan menurunkan HCO3- plasma. Alkalosis akut juga merangsang pembentukan asam laktat dan piruvat di dalam sel dan membantu pelepasan H+ lebih banyak ke dalam ECF. Buffer ekstrasel oleh protein plasma hanya sedikit menurunkan HCO3- plasma. Efek mekanisme buffer ECF dan ICF adalah sedikit menurunkan HCO3- plasma. Apabila hipokapnia tetap berlangsung, maka penyesuaian ginjal mengakibatkan lebih banyak HCO3- plasma yang berkurang. Terjadi hambatan reabsorpsi tubulus ginjal dan pembentukan HCO3- baru. Seperti halnya pada asidosis

18

respiratorik, kompensasi pada alkalosis respiratorik kronis jauh lebih sempurna dibandingkan pada keadaan akut. Pada keadaan akut, penurunan kadar HCO3- plasma diperkirakan sebesar 2 mEq/L untuk setiap penurunan PaCO2 sebesar 10 mmHg; penurunan HCO3- diperkirakan 5 mEq/L untuk setiap penurunan PaCO2 sebesar 10 mmHg pada keadaan kronis. Gambaran Klinis dan Diagnosa Terdapat pola napas yang berbeda-beda pada sindrom hiperventilasi yang diinduksi oleh kecemasan, mulai dari pola pernapasan yang normal sampai pernapasan yang jelas tampak lebih cepat, dalam, dan panjang. Gejala-gejala yang menjurus ke sistem pernapasan diantaranya napas pendek, kepala terasa ringan, parestesi sekitar mulut, kesemutan, dan rasa baal di jari tangan dan kaki. Apabila alkalosis yang terjadi cukup parah, dapat timbul tetani seperti spasme karpopedal. Alkalosis respiratorik berat dapat disertai dengan ketidakmampuan berkonsentrasi, kekacauan mental, dan sinkop. Diagnosis alkalosis ditegakkan berdasarkan pada gejala dan tanda neuromuskular, karena alkalosis meningkatkan iritabilitas neuromuskular secara langsung. Selain itu, kalsium lebih sedikit terionisasi dalam suatu medium alkali, sehingga hipokalsemia fungsional dapat menimbulkan tetani. Gejala CNS dapat timbul menyertai hipoksia otak. Alkalosis tidak hanya menggeser disosiasi oksihemoglobin ke kiri (menyebebkan hemoglobin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap oksigen), tapi juga mengurangi aliran darah otak. Kedua mekanisme ini dapat mendorong terjadinya hipoksia otak. Aliran darah otak menurun sampai kira-kira 40 % pada PaCO2 20 mmHg. Dalam kenyataannya, hiperventilasi dan hipokapnia akut merupakan penyebab potensial timbulnya vasokontriksi otak, sehingga sengaja diberikan ventilator mekanis untuk menangani penderita kongesti pembuluh darah otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Meskipun dengan cara seperti ini dapat

19

timbul hipoksia otak, tapi efek mengurangi edema otak dinilai lebih menguntungkan daripada terjadinya hipoksia otak. Pemeriksaan laboratorium pada alkalosis respiratorik akut adalah pH yang lebih dari 7,45 dan PaCO2 yang kurang dari 35 mmHg. Pemeriksaan laboratorium lainnya adalah hiperklremia timbal balik dan hipokalemia. Diagnosis alkalosis respiratorik ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, gejala dan tanda, serta dipastikan dengan bukti hasil pemeriksaan laboratorium. Penanganan Satu-satunya penanganan yang dapat berhasil mengatasi alkalosis respiratorik adalah dengan menyingkirkan penyebab yang mendasari. Hiperventillasi dengan ventilator mekanis dapat dikoreksi dengan menurunkan ventilasi jika berlebihan, atau menambah ruang hampa udara (dead space). Apabila hal ini tidak dapat dicapai dengan penyesuaian oksigenasi, dapat digunakan campuran gas yang mengandung 3 % CO2 untuk sementara waktu. (Schrier,1997) Apabila kecemasan yang berat menyebabkan timbulnya sindrom hiperventilasi, maka menyuruh pasien bernapas dalam kantong kertas yang disungkupkan rapat disekitar hidung dan mulut umumnya berhasil menghentikan serangan akut. Pasien-pasien ini memerlukan konseling penanggulangan stress. 2.4 Gangguan Asam Basa Campuran Gangguan asam basa campuran adalah keadaan terdapatnya satu atau lebih gangguan asam basa sederhana yang terjadi bersamaan.Melihat begitu luasnya proses patofisiologi yang menyebabkan perubahan PaCO2 atau HCO3, maka tidak mengherankan jika manifestasi satu macam gangguan asam basa tidak berarti menyingkirkan kemungkinan timbulnya gangguan sam basa lain yang memiliki efek tersendiri pada gangguan asam basa.Malah dalam kenyataannya, adanya gangguan asam basa akan meningkatkan

20

kemungkinan timbulnya gangguan lain.Gangguan asam basa campuran sering terjadi pada keadaan problem medis yang kompleks, sehingga gambaran klinisnya sulit dibedakan dari penyakit yang mendasari. Gangguan Asam Basa Campuran yang Lazim Terjadi a. Efek Adiktif Pada Perubahan Ph Gangguan Ganda Asidosis metabolik + Asidosis respiratorik PaCO2 terlalu tinggi HCO3 terlalu rendah pH sangat rendah Penyebab Yang Sering Henti kardiopulmonar Pasien COPD yang mengalami syok Gagal paru Penderita DKA yang mendapat narkotik kuat atau barbiturat Alkalosis metabolik + Alkalosis respiratorik PaCO2 terlalu rendah HCO3 terlalu tinggi Ph sangan tinggi Pasien asidosis respiratorik yang sebelumnya berlebihan mekanis Pasien hiperventilasi dengan gagal jantung kongestif atau sirosis hati yang atau Pasien diuretik muntah atau mendapat nasogastrik dengan mendapat pengobatan dengan diuretic kuat penyedotan cidera yang kepala terkompensasi dengan oleh COPD yang mendapat ventilasi respirator ginjal kronis dengan kelebihan volume cairan dan edema

hiperventilasi

21

b. Efek yang Menutupi Perubahan pH Gangguan Ganda Asidosis metabolik + Alkalosis respiratorik PaCO2 terlalu rendah HCO3 terlalu rendah Ph mendekati normal Alkalosis metabolik + Asidosis respiratorik PaCO2 terlalu tinggi HCO3 terlalu tinggi pH mendekati normal Pasien COPD yang muntah atau yang menjalani penyedotan diuretik kuat Sindrom distres pernapasa dewasa nasogastrik atau Penyebab Yang Sering Asidosis laktat sebagai komplikasi syok septik Sindrom hepatorenal Intoksinasi salisilat

Setiap gangguan asam-basa sederhana dapat tumpang tindih dengan yang lain, atau terjadi akibat gangguan lain. Dengan melihat kombinasi ketidakseimbangan asam-basa campuran, gangguan ini dapt menambah atau mengurangikeasaman plasma, sehingga perunahan pH dapat menjadi sangan berat atau seakan-akan lebih ringan. Asidosis Metabolik dan Asidosis Respiratorik Keadaan yang paling sering menyebabkan terjadinya asidosis metabolik dan asidosis respiratorik adalah henti kardiopulmonar yang tidak ditangani.Henti napas tanpa ventilasi alveolar menyebabkan terjadinya penumpukan CO2 yang cepat dan hipoksia jaringan.Hipoksia jaringan yang disebabkan oleh tidak adanya oksigenasi akan mengaktivasi metabolisme anaerobik, sehingga terjadi penumpukan assam laktat.Contoh lainnya adalah penderita COPD (asidosis respiratorik kronis) yang jatuh ke dalam keadaan syok (asidosis metabolik).Contoh ketiga adalah pasien gagal ginjal kronis (asidosis metabolik) yang mengalami komplikasi insufisiensi pernapasan akibat beban cairan yang berlebihan dan edema paru.Pasien gagal ginjal

22

kronis sulit menjalankan diet pembatasan garam, dan jika lalai dapat menyebabkan terjadinya beba caiaran yang berlebihan dan edema paru.Keadaan lain yang tidak begitu ketara menyebabkan gangguan campuran adalah pasien ketoasidosis diabetik yang mendapat pengobatan narkotik atau sedatif kuat, sehingga menyebabkan depresi pusat pernapasan. Pada masing-masing contoh ini klelaianan sistem pernapasan menghambat penurunan kompensatorik PaCO2 pada asidosis metabolik dan kelainan metabolik menghambat mekanisme sistem buffer dan ginjal untuk meningkatkan HCO3 sebagai upaya untuk mengatasi asidosis respiratorik.Akibatnya data laboratorium menunjukkan peningkatan PaCO3 dan penurunan HCO3, dan sangat menurunnya pH plasma. Kunci untuk mengenali gangguan campuran ini adalah perubahan komponen pernapasan dan metabolik dari perubahan persamaan reaksi buffer kearah y6ang berlawanan.Riwayat klinis akan jelas mengarahkan diagnosis pada kasus henti kardiopulmonar, tetapi tidak begitu jelas pad apenderita COPD (asidosis metabolik kronis) yang mengalami ketoasidosis diabetik. Pengobatan gangguan campuran asidosis respiratorik dan metabolik ditujukan untuk menangani setiap penyakit yang mendasari.Pada kasus henti kardiopulmonar, tujuannya adalah untuk memulihkan perfusi dan oksigenasi jaringan dengan memulihkan fungsi jantung dan paru.Pemberian sedikit NaHCO3 juga diperlukan untuk meningkatkan pH ke tingkatb optimal (7,2) sehingga fungsi jantung dapat berespons terhadap usaha resusitasi. Alkalosis Metabolik dan Alkalosis Respiratorik Menurut Schirer. Gabungan alkalosis metabolik dan respiratorik merupakan salah satu gangguan asam basa campuran yang paling sering terjadi(1997).Contoh kllinis yang sering ditemukan adalah penderita COPD (asidosis respiratorik terkompensasi dengan meningkatkan HCO3) yang mengalami hiperventilasi akibat respirator.Asidosis respiratorik dengan cepat berubah menjadi alkalosis respiratorik, memperberat alkalosis metabolik akibat peningkatan kompensatorik HCO3 yang memang sudah terjadi.

23

Pada gangguan alkalosis campuran ini masing-masing gangguan akan menghambat kompensatorik satu dengan lainnya akibatnya pH meningkat secara jelas. PaCO2 dan HCO3- bergeser dari batas normal dalam arah berlawanan. Selain anamnesis, hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu mengenali gangguan campuran ini adalah hipokalemia. Pada pasien penderita hiperkapnia kronis bergantung pada rangsangan hipoksia untuk pernapasannya dan relatif tidak peka terhadap rangsangan CO2. sehingga peningkatan oksigen dan penurunan tekanan karbondioksida ke nilai normal pada penderita COPD dapat menekan dorongan pernapasan dan memperburuk keadaan Asidosis metabolik Alkalosis Respiratorik Gangguan campuran asidosis metabolic dan alkalosos respiratirik dapat diketahui jika jadar PaCO2 dan HCO3 plasma sama-sama rendah,tapi Ph normal atau mendekati normal olleh karena ke-2 gangguan ini cenderung saling menutupi satu dengan yang lain. Alkalosis respiratorik primer dapat timbul bersamaan dengan berbagai tipe asidosis metabolik;sring timbul pada asidosis laktat sebagai penyulit syok septic.Syok septik disertai oleh hiperventilasi.Alkalosis respiratorik juga sering mentertai asidosis ginjal pada sindrom hepatorenal dan asidosis organic pada intoksikasi salisilat. Pada gangguan camouran antara asidosis metabolic alkalosis respiratorik,penurunan PaCO2 lebih besar dari perkiraan kompensasi asidosis metabolic primer,dan penurunan HCO3lebih besar dari perkiraan sebagai kompensasi alakalosis respiratorik primer.Penanganan harus ditunjukkkan trehada penyebab tertentu yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan asam-basa campuran,karena Ph normal atau mendekaati normal.

Alkalosis Metabolik dan Asidosis Respiratorik

24

Diagnosis campuran antara asidosis respiratorik dan alkalosis metabolic dapat ditegakkan bila kadar HCO3 plasma dan PaCO2 samasamam meningkatdengan Ph yang normal atau mendekati normal.Gangguan campuran ini cukup sering terjadi dan paling sering terjadi pada psien COPD asidosis respiratorik kronis)mendapat pengobatan diuretic kuat atau yang mengalami gangguan lain yang menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic,seperti muntahpenyedotan nasogastrik,atu terapi steroid.Gangguan asam-basa ganda ini juga terjadi pada sindrom distress pernafasan dewasa(adult respiratory distress syndrom,ARDS) Deteksi terjadinya alkalosis metabolic yang ringan sekalipun pada pasien COPD dan hiperkapnia kronis perlu dilakukan,karena dorongan nafasnya sebagian bergantung pada asidosis yang menyertai.Dengan demikian,setiap penurunan H+ (peningakatan pH) dengan peningakatan HCO3akan menekan ventilasi dan menyebabkan semakin menimgkatnya PaCO2 dan menurunnya PaO2.Pada kasus yang demikian,penanganan alakalosis dapat meperbaiki ventilasi secara bermakna.Diet tinggi klorida atau pengobatan membantu penurunan kadar HCO3 plasma. Gangguan Asam-Basa Campuran Lainnya Walaupun telah dibahas mengenai empat kemungkinan campuran gangguan asam-basa ganda, tetapi perlu diingat bahwa ada ketidakseimbangan lain yang sering terjadi, yaitu serangan akut pada asidosis respiratorik kronis. Faktor pencetus yang sering dijumpai adalah infeksi paru tambahan atau pemberian sedative pada penderita COPD dan hiperkapnia kronis. Keadaan-keadaan ini menyebabkan peningkatan PaCO2 yang nyata dan penurunan pH yang serius. Kadar PaCO2 di atas 70 mmHg dapat menekan pernapasan dan menyebabkan terjadinya stupor, koma (narkosi CO2), dan hipoksemia. Penanganan ditujukan pada factor-faktor penyebab gagal napas. Ventilasi mekanis mungkin diperlukan untuk mengoreksi hiperkapnia, asidosis, dan yang lebih penting lagi, hipoksemia. Sebaliknya,

25

penurunan PaCO2 harus dilakukan secara bertahap sehingga tidak mencetuskan keadaan alkalosis metabolic pasca-hiperkapnia. Ringkasnya, gangguan asam-basa dapat menjadi kompleks. Untuk mengenali gangguan asam-basa, sangat diperlukan pengertian yang mendalam mengenai fisiologi dan patofisiologi asam-basa disertai dengan pendekatan sistematis seperti yang telah dijelaskan pada awal bab ini. Khususnya, dalam mengenali gangguan asam-basa campuran yang saling menutupi, sangat diperlukan anamnesis yang teliti dan bantuan data laboratorium

26

BAB III KESIMPULAN

Ketidakseimbangan asam basa dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Gangguan-gangguan tersebut yaitu: 1. Asidosis metabolic : penurunan kadar bikarbonat sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH (peningkatan [H+]. 2. Alkolosis metabolic : peningkatan kadar peningkatan pH (penurunan H+). 3. Asidosis respiratorik : kelebihan H2CO3 dan peningkatan PaCO3 sehingga menyebabkan penurunan pH. PaCO3 >45 mmHg dan pH < 7,35. 4. Alkalosis respiratorik : kekurangan asam karbonat dan penurunan PaCO2, sehingga terjadi penurunan pH. PaCO2 < 35 mmHg dan Ph > 7,45. Ada pula gangguan asam basa campuran yaitu : 1. Asidosis metabolic + Asidosis respiratorik : PaCO2 terlalu tinggi, HCO3 terlalu rendah. 2. Alkalosis metabolik + Alkalosis respiratorik : PaCO2 terlalu rendah, HCO3 terlalu tinggi, Ph sangat tinggi. 3. Aasidosis metabolic dan Alkalosis respiratorik : PaCO2 terlalu rendah, HCO3 terlalu rendah, Ph mendekati normal 4. Alkalosis metabolik + Asidosis respiratorik : PaCO2 terlalu tinggi, HCO3 terlalu tinggi, pH mendekati normal. HCO3- sehingga menyebabkan

27

Anda mungkin juga menyukai