Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
ALKALOSIS. Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Ns.Nia Khusniyati,S.Kep selaku dosen
mata kuliah PATOFISIOLOGI yang memberikan tugas ini kepada penulis. Dan penulis juga
berterima kasih kepada orang tua yang telah mendampingi penulis dalam mengerjakan makalah
ini dan kepada seluruh pihak yang telah mendampingi penulis yang tidak dapat penulis sebutkan
satu-satu.

Penulis berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai alkalosis.Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
penulis memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini
di waktu yang akan datang.

Bekasi, 25 Maret 2017

Penulis
Latar Belakang

Suatu asam kuat memiliki pH yang angat rendah (hamper 1,0) sedangkan suatu basa kuat
memiliki pH yang sangat tinggi (diatas 14,0) darah memiliki pH antara 7,35-7,45. Keseimbangan
asam basa darah dikendalikan secara seksama, karena perubahan pH yang sangat kecil pun dapat
memberi efek yang serius terhadap beberapa organ.

Dalam keadaan normal pH ditubuh relative dipertahankan pada angka 7,4. Kita mengetahui
bahwa pH ini dipengaruhi oleh oleh jumlah ion H+ ,sedangkan ion H+ mempengaruhi semua
aktifitas enzim, pemeabilitas sel, dan struktur sel. Oleh karena itu pengaturan H+ ini sangat lah
penting sekali. Dalam keadaan normal, kadar ion H+ di CES yaitu 0,0004mEq/L. jumlah ini
mengakibatkan pH normal sekitar 7,4. Untuk mempertahanakan pH darah arteri ini teteap
relative 7,4 maka tubuh memiliki 3 mekanisme pertahanan yaitu system buffer ( HCO3-, PO42-,
dan protein/ berkerja dalam hitungan detik-menit ), respirasi (bekerja dalam hitungan menit-jam
), dan ginjal ( bekerja dalam hitungan jam-hari ).

Dalam tubuh kita menggunakan 3 mekanisme keseimbangan asam dan basa yaitu kelebihan
asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amoni, tubuh menggunakan
penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung terhadap perubahan yang terjadi secara
tiba-tiba dalam pH darah dan pembuangan karbondioksisa. Adanya kelainan pada 1 atau lebih
mekanisme pengendalian pH tersebut, bisa menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam
keseimbangan asam basa, yaitu asidosis/ alkalosis.
ALKALOSIS

Alkalosis merupakan penurunan konsentrasi ion hydrogen diseluruh tubuh.Kehilangan CO2 yang
berlebihan selama hiperventilasi, kehilangan asam non-asiri pada saat vomitus atau asupan basa
yang berlebihan dapat menurunkan konsentrasi ion hydrogen.

KOMPENSASI

Paru-paru dan ginjal bersama sejumlah sistem buffer kmia yang lain dalam kompartemen intrasel
dan ekstrasel bekerja sama untuk mempertahankan nilai pH plasma dalam kisaran antara 7,35
dan 7,45 (kompensasi).

SISTEM BUFER

Sistem buffer terdiri atas asam lemah (yang tidak mudah melepaskan ion hidrogen beas) dan
basa yang bersesuaian, seperti natrium bikarborat. Bufer tersebut akan menahan atau
meminimalkan perubahan pH ketika asam atau basa ditambahkan ke dalam larutan buffer ini.
Buffer bekerja dalam hitungan detik.

 Asam karbonat-sistem bikarbonat(buffer paling penting yang bekerja dalam paru-paru)


 Sistem hemoglobin-oksihemoglobin (bekerja dalam sel darah merah)
 Buffer protein yang lain (dalam cairan skdtrasel dan intrasel)
 Sistem fosfat (terutama dalam cairan intrasel)
Kompensasi oleh ginjal

Jika terdapat gangguan pernapasan yang menyebabkan asidosis atau alkalosis, ginjal akan
bereaksi dengan mengubah penanganannya terhadap ion-ion hydrogen dan bikarbonat untuk
memulihkan pH menjadi normal. Kompensasi renal dimulai beberapa jam hingga beberapa hari
setelah terjadi perubahan pH. Meskipun terdapat keterlambatan, kompensasi renal cukup tinggi.

 Asidemia: ginjal mengekskresi kelbihan ion hydrogen yang dapat berikatan dengan
fosfat atau ammonia untuk membentuk asam yang bias ditritrasi dalam urine.
 Alkalemia: ginjal mengekskresikelebihan ion bikarboat yang biasanya bersama dengan
ion natrium.

Kompensasi oleh paru-paru

Apabila alkalosis terjadi gangguan karena metabolic atau renal, sistem pernapasan mengatur
frekuensi pernapasan untuk memulihkan pH kembali normal. Tekanan parsial CO2 arteri (pa
CO2) mencerminkan kadar CO2 yang proporsional dengan pH darah. Ketika konsentrasi CO2
meningkat, tekanan parsialnya juga meningkat. Dalam bebrapa menit perubahan yang sangat
kecil pada PaCO2 kemoreseptor sentral pada medulla oblongata , yang mengatur frekuensi dan
kedalaman pernapasan, dapat mendeteksi perubahan tersebut.

 Asidemia meningkat frekuensi dan kedalaman pernapasan untuk mengeliminasi CO2


 Alkalemia menurunkan frekuensi dan kedalam pernapasan untuk menahan CO2

Gangguan keseimbangan asam-basa

Gangguan ini dapat menyebabkan alkalosi respiratorik ataupun alkalosis metabolic.

Alkalosis

Penurunan sistematika konsentrasi

H+ mungkin disebabkan oleh:

- Hilangnya CO2 berlebih selama hiperventilasi


- Hilangnya asam laktat selama muntah
- Penyerapan basa secara berlebih

ALKALOSIS METABOLIK

Alkalosis metabolik (kelebihan HCO3-) adalah suatu gangguan sistemik yang dicirikan dengan
adanya peningkatkan primer kadar HCO3- plasma, sehingga menyebabkan peningkatan pH
(penurunan [H+]). [HCO3-] EFC lebih besar dari 26 mEq/L dan pH lebih besar dari 7,45.
Alkalosis metabolik sering disertai dengan berkurangnya volume EFC dan
hipokalemia.Kompensasi pernapasan berupa peningkatan PaCO2 melalui hipoventilasi; akan
tetapi tingkat hipoventilasi terbatas karena pernapasan terus berjalan oleh dorongan hipoksia.

Sejumlah gangguan yang dapat menimbulkan alkalosis metabolik (nonrespiratorik) :

 Pada hipokalemia ,gradien kimia K+ yang melewati membran sel meningkat. Pada beberapa sel,
hal ini menimbulkan hiperpolarisasi, contohnya, meningkatkan pengeluaran HCO3- dari sel di
tubulus proksimal (ginjal) melalui kontranspor Na+ /H+ di lumen dan juga meningkatkan sekresi
H+ serta pembentukan HCO3- di sel tubulus proksimal. Akhirnya, kedua proses tadi menyebabkan
alkalosis (ekstrasel).
 Pada keadaan muntah yang disertai dengan pengeluaran isi lambung, tubuh akan kehilangan
H+ ( A6). Jika HCL yang dihasilkan oleh sel parietal dikeluarkan, yang tersisa sekarang hanya
HCO3- . Normalnya, HCO3- yang dibentuk di lambung akan digunakan kembali di duodenum
untuk menetralisir isi lambung yang asam dan hanya sementara menimbulkan alkalosis (ringan).
 Muntah juga mengurangi volume darah. Edema serta kehilangan cairan melalui ginjal dan
ekstrarenal dapat pula menimbulkan pengurangan volume (A4; lihat juga hlm. 122) . volume
darah yang berkurang merangsang pertukaran Na+/H+ di tubulus proksimal dan mendorong
peningkatan reabsorpsi HCO3- dan ginjal, meskipun pada keadaan alkolosis. Selain itu,
aldosteron yang dilepaskan pada keadaan hipovolemia merangsang sekresi H+ di nefron bagian
distal (A5). Jadi, kemampuan ginjl untuk membuang HCO3- menjadi berkurang, dan akibatnya
terjadi alkolosis karena pengurangan volume .Hipetaldosterosisme dapat menimbulkan
alkolosis tanpa terjadi pengurangan volume.
 Hormon paratiroid (PTH) umumnya menghambat absorpsi HCO3- di tubulus proksimal. Oleh
karena itu, hipoparatiroidisme dapat menimbulkan alkalosis.
 Hati dapat membentuk glutamin atau urea dari NH4+ melalui katabolisme asam amino.
Pembentukan urea selain memerlukan 2 HCO3- yang hilang jika urea dieksresikan, juga
memerlukan dua NH4+. (Namun, NH4+ dipecah dari glutamin di ginjal kemudian dieksresi dalam
bentuk NH4+), pada gagal hati, pembentukan urea di hati menurun (A7), hati menggunakan
HCO3-yang lebih sedikit sehingga terjadi alkalosis. Akan tetapi, pada gagal hati lebih sering
terjadi alkalosis respiratorik karena kerusakan pada neuron pernafasan (lihat atas)
 Peningkatan suplai garam alkali atau pengeluaran garam alkali dari tulang (A2) contohnya,
selama imobilisasi dapat menyebabkan alkalosis
 Aktivitas metbolik dapat menyebabkan akumulasi asam organik, seperti asam laktat dan asam
lemak. Asam ini pada kenyataannya berdisosiasi secara sempurna pada pH darah, yang berarti
H+ dibentuk dari satu asam. Jika asam ini mengalami metabolisme, H+ akan menghilang kembali
(A1). Oleh karena itu, pemakaian asam dapat menyebabkan alkalosis
 Pemecahan sistein dan metionim umumnya menghasilkan SO42- + 2H+, sementara pemecahan
arginin dan lisin menghasilkan H+. Pemecahan protein yang berkurang (misalnya, akibat diet
yang kurang protein;  A8) akan menurunkan pembentukan H+ sehngga mendorong terjadinya
alkalosis
Etilogi dan Patogenesis

Kotak 22-3, menurut daftar penyebab alkalosis metabolik, yaitu akibat kekurangan H+ (dan ion
klorida) atau berlebihnya retensi HCO3-.HCL dapat hilang melalui saluran cerna, seperti pada
muntah dan penyedotan nasogastrik yang berkepanjangan, atau melalui urine akibat pemberian
diuretik simpai atau tiazid.Alkalosis metabolik yang berlarut-larut akibat pemberian bikarbonat
oral atau parenteral jarang dijumpai karena beban bikarbonat diekskresikan ke dalam urine
(kecuali jika disertai kekurangan klorida).

Patogenesis alkalosis metabolik paling baik dipahami dengan memperhatikan ketiga


tahapannya, yaitu: saat timbul, bertahan, dan pemulihan. Alkalosis metabolik disebabkan oleh
hilangnya H+ tubuh yang menyebabkan meningkatnya HCO3-ECF (atau akibat penambahan
HCO3- eksogen).Bertahannya alkalosis metabolik yang terjadi karena kelebihan basa tak dapat
diekskresi.Berbagai faktor (kekurangan Cl- dan K+, penurunan volume ECF (Na+ dan air), dan
kelebihan aldosteron) dapat menimbulkan keadaan ini.Berhentinya keadaaan yang menyebabkan
terjadinya alkalosis metabolik (misalnya, muntah) tidak berarti selalu diikuti dengan pemulihan
alkalosis.Terapi yang spesifik jelas dibutuhkan jika kita memahami faktor-faktor yang
memperthankan alkalosis.

Kekurangan klorida juga penting, baik dalam terjadinya dan bertahannya


alkalosismetabolik hipokloremik. Na+ adalah kation utama dalam ECF, yang diimbangi oleh
anion dalam jumlah yang sama, terutama Cl- dan HCO3- memiliki hubungan timbal balik:
penurunan Cl- mengakibatkan peningkatkan HCO3- , dan peningkatkan Cl- mengakibatkan
penurunan HCO3. Tujuan hubungan ini adalah untuk menyeimbangkan muatan negatif dan
positif total demi mempertahankan muatan listrik yang netral. Dengan demikian, jika HCl
disekresi ke dalam lambung, makan HCO3- dalam jumlah molah yang sama akan disekresi ke
dalam ECF. Alkalosis metabolik umumnya diawali dengan mengakibatkan kehilangan cairan
kaya klorida (HCl) dan berkurangnya HCO3-. (KCl, NaCl, dan air juga turut hilang. Akibatnya
HCO3- serum meningkat, K+ menurun, dan volume cairan berkurang.

Respons kompensatorik segera terhadap alkalosis metabolik adalah bufer intrasel. H+ keluar dari
sel Alkalosis metabolik yang berlarut-larut akibat pemberian bikarbonat tidak mudah terjadi,
karena ginjal dalam keadaan normal mempunyai kapasitas yang besar untuk mengekskresikan
HCO3-.

Hasil riset yang dilakukan oleh Galla dan Luke (1987) menunjukkan bahwa penurunan
Cl berperan penting dalam menghambat ekskresi HCO3- oleh ginjal.Teori ini berlawanan dengan
-

teori sebelumnya yang menyatakan bahwa yang berperan penting adalah penurunan volume ECF
dan hiperaldsoteronisme skunder.Para pakar ini menyatakan bahwa mekanisme intrarenal yang
bertanggung jawab atas penurunan klorida, merupakan sebab dari bertahannya alkalosis
metabolik, tanpa bergantung pada keadaan volume ECF. Menurut penemuan Galla dan Luke,
penurunan Cl- merangsang mekanisme reninangiostengsin-aldosteron, meningkatkan ekskresi K+
dan H+ ginjal, dan meningkatkan reabsorpsi HCO3- tanpa bergantung pada kadara Na+ .
penurunan Cl- dapat menyebabkan terus bertahannya alkalosis metabolik, selain itu
berkurangnya volume cairan merangsang mekanisme renin-angiostensin-aldosteron. Aldosteron
menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+ dan air dalam usahanya untuk memulihkan volume ECF.
Perlindungan volume ECF lebih diutamakan dibanding kan koreksi terhadap alkalosis, karena dibutuhkan
ekskresi Na+ bersama-sama dengan HCO3- . Bila Cl- berkurang, maka tidak tersedia cukup Cl- untuk
diabsorpsi bersama-sama Na , sehingga lebih banyak Na+ yang direabsorpsi sebagai penukaran H+ , baik
+

ditubulus proksimal maupun distal (melalui aldosteron). Sebenarnya, sekresi H+ dapat meningkatkan
samapai ke suatu titik ketika semua HCO3- yang difiltrasi akan sireabsorpsi, dan dimulainya
pembentukan HCO3- tambahan. Peningkatan sekresi H+ menyebabkan urine yang asam pada
keadaan alkalosis. Aldosteron juga merangsang ekskresi K + .penurunan K+, akhirnya akan memicu
ekskresi H+ dan mempercepat reabsorpsi HCO3- . singkatnya, penurunan Cl- , penurunan volume
cairan, hiperaldosteronisme, dan penurunan K+ ikut berperan dalam bertahannya alkalosis metabolik.

Gambaran Klinis dan Diagnosis

Tidak terdapat gejala dan tanda alkalosis metabolik yang spesifik.Adanya gangguan ini harus dicurigai
pada pasien yang memiliki riwayat muntah, penyedotan nasogastrik, pengobatan diuretik, atau pasien
yang baru sembuh dari gagal napas hiperkapnia.Selain itu dapat timbul gejala serta tanda hipoklemia dan
kekurangan volume cairan, seperti kelemahan dan kehang otot. Alkalemia berat (pH > 7,6) dapat
menyebabkan disritmia jantung pada orang normal terutama pada pasien penyakit jantung. Apabila pasien
mengalami hipokalemia, terutrama jika menjalani digitalisasi, maka dapat dijumpai adanya kelainan EKG
atau distrima jantung. Kadang-kadang dapat terjadi tetani pada pasien bila kadar Ca++ serum berada di
batas rendah, dan terjadi alkalosis dengan cepat. Ca++ terikat lebih erat dengan albumin pada pH biasa,
dan penurunanya ion Ca++ dapat menyebabkan terjadinya tetani atau kejang.

Diagnosis alkalosis metabolik ditegakkan berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan


laboratorium yang mendukung, pH plasma meningkat di atas 7,45 dan HCO3- lebih tinggi dari 26 mEq/L.
PaCO2 mungkin normal atau sedikit meningkat; peningkatan PaCO2 kompensasi diperkirakan sebesar 0,7
mmHg untuk tiap peningkatan HCO3- sebesar 1mEq. K+ serum biasanya <98 mEq/L (alkalosis metabolik
hipokloremik hipokalemik). Pengukuran Cl- urine dapat membantu mengetahui sebab dan cara
penanganan. Pada penderita alkalosis metabolik responsif-klorida dengan volume ECF yang berkurang,
klorida urine <10 mEq/L. Pasien dengan Cl- urine >20 mEq/L umumnya tidak mengalami penurunan
volume cairan dan mengalami alkalosis metabolik resisten-klorida (lihat Kotak 22-3). Tipe alkalosis yang
terakhir ini jauh lebih jarang terjadi dan dihubungkan dengan kelebihan aldosteron.

Penanganan

Alkalosis metabolik responsif-klorida yang ringan dapat dikoreksi dengna mengganti kekurangan ECF
dengan larutan salin isotonik parenteral ditambah KCl. Pemberian Cl- memungkinkan terjadinya
peningkataka reabsorpsi Na+ di tunulus proksimal, dan Na+ di tubulus distal akan lebih sedikit. Seiring
dengan berkurangnya jumlah Na+ yang di reabsorpsi di tubulus distal, maka keadaan alkalosis mulai
dipulihkan karena lebih sedikit H+ yang tersekresi dan lebih sedikit HCO3- yang terbentuk. Selain itu,
sekresi H+ akan menurun sewaktu hipokalemia dikoreksi, karena tersedia lebih banyak K+ untuk ditukar
dengan Na+ . larutan HCl IV (100 hingga 200 mEg/L dapat diberikan pada alkalosis yang berat dan
mengancam jiwa (pH>7,55) dan memerlukan koreksi segera. Agen-agen pengasam lain yang kadang
diberikan pada alkalosis berat adalah amonium klorida (NH4Cl) IV atau arginin HCl.

Alkalosis metabolik resisten-klorida yang disebabkan oleh streoid adrenal berlebihan pada
hiperaldosteronisme atau sindrom Cushing, dikoreksi dengan mengatasi penyakit yang mendasarinya.
Asetazolmaid, inhibitor karbonik anhidrase yang meningkatkan ekskresi HCO3- , dapat diberikan pada
pasien yang mengalami kelebihan volume cairan (mis., pasien gagal jantung kognesif yang mendapat
pengobatan dieuretik). KCl juga bermanfaat untuk mengobati dan mencegah terjadinya alkalosis dan
hipokalemia.

ALKALOSIS RESPIRATORIK

Alkalosisi respiratorik adalah peningkatan pH arteri yang terjadi akibat gangguan pernapasan.
Alkalosis respiratorik terjadi apabila kadar karbon dioksida turun dibawah 38 mm Hg. Pada
penurunan karbon dioksida, persamaan 19,2 terdorong ke kiri sehingga terjadi penurunan
konsentrasi ion hydrogen bebas dan peningkatan pH.

Penyebab Alkalosis Respiratorik

Alkalosis respiratorik terjadi akibat hiperventilisasi. Penyebab hiperventilisasi antara lain adalah
demam dan rasa cemas hipoksemia, perasaan yang terlalu gembira, keracunan salisilat, atau
kerusakan terhadap neuron pernapasan (misalnya, akibat peradangan, trauma, atau gagal hati).
Penyebab tersebut dapat merangsang hiperventilisasi apabila tekanan parsisi oksigen dalam
darah arteri turun dibawah 50 mm Hg (normalnya adalah sekitar 100 mm Hg).Toksisitas salsiliat
dan infeksi otak dapat secara langsung merangsang pusat pernapasan di otak untuk
meningkatkan percepatan pernapasan yang menyebabkan pernapasan alkalosis respiratorik.

Kompensasi untuk Alkalosis Respiratorik

Alkalosis yang disebabkan oleh gangguan pernapasan akan merangsang kompensasi ginjal.
Kompensasi ginjal mengusahakan pemulihan pH ketingkat normal dengan menurunkan sekresi
ionhidrogrn dan secara aktif mensekresi ion bikarbonat ke dalam urin. Kompensasi ginjal
memerlukan aktu 24 jam agar efektif.

Gambaran Klinis

 Manifestasi utama adalah gambaran pernapasan yang cepat yang menjadi penyebab
alkalosis
 Gangguan susunan saraf pusat termasuk pusing, kontraksi otot, dan perubahan kesadaran

Perangkat Diagnostik

 Analisis gas darah memperlihatkan penurunan tekanan parsial karbon dioksida dibawah
35 mm Hg (karena penurunan karbon dioksida dalah penyebab alkalosis) untuk alkalosis
respiratorik yang belangsung lebih dari 24 jam, kadar bikarbonat akan menurun (kurang
dari 22 miliekuvalen per liter), yang mencerminkan kenyataan bahwa ginjal kurang
menyerap ulang basa atau mensekresi basa kedalam urine.
 Apabila kompensasi ginjal berhasil, maka pH plasma akan tinggi tetapi masih dalam
rentang normal. Apabila kompensasi gagal atau alkalosis respiratorik berlangsung lebih
akut dari 24 jam, maka pH plasma akan mencerminkan rendahnya konsentrasi ion
hydrogen (pH >7,5). pH urine akan basa karna ginjal berusaha untuk lebih banyak
mensekresikan lebih banyak basa bikarbonat dan memulihkan pH ketingkat normal.

Komplikasi

Kejang dan koma bila keadaan menetap atau makin parah

Penatalaksanaan

 Menentukan dan mangatasi penyebab hiperventilasi adalah terapi yang paling berhasil.
 Meningkatkan tekanan parsial karbon dioksida dengan bernapas melalui suatu kantong
dan menghirup kembali udara yang dikeluarkan dapat mengatasi alkalosis pada situasi
situasi akut.
KESIMPULAN

Alkalosis merupakan penurunan konsentrasi ion hydrogen diseluruh tubuh.Kehilangan CO2 yang
berlebihan selama hiperventilasi, kehilangan asam non-asiri pada saat vomitus atau asupan basa
yang berlebihan dapat menurunkan konsentrasi ion hydrogen.Alkalosis dibagi menjadi dua, yaitu
alkalosis metabolik dan alkalosis respiratory.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………….

Anda mungkin juga menyukai