Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ALKALOSIS

Disusun oleh :
1. I KOMANG AGUS NOVI BIMANTORO (21.9.1.007)
2. LAILI SAFITRI (20.9.1.006)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL WATHAN MATARAM
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang ALKALOSIS. Kami juga berterima kasih kepada Ibu Ns. Diny
Kusumawardani M. Kep selaku dosen mata kuliah PATOFISIOLOGI yang
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai alkalosis. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kami selaku penulis maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan
datang.

Penulis
Kamis 23 Februari 2023
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
A. LATAR BELAKANG..................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5
A. PENGERTIAN ALKOLOSIS......................................................................5
B. SISTEM BUFER...........................................................................................5
C. KOMPENSASI OLEH GINJAL DAN PARU-PARU.................................5
D. GANGGUAN KESEIMBANGAN ASAM-BASA......................................6
E. ALKALOSIS METABOLIK........................................................................6
F. ALKALOSIS RESPIRATORIK.................................................................13
BAB III PENUTUP...............................................................................................16
A. KESIMPULAN...........................................................................................16
B. SARAN.......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................Error! Bookmark not defined.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu asam kuat memiliki pH yang angat rendah (hamper 1,0)
sedangkan suatu basa kuat memiliki pH yang sangat tinggi (diatas 14,0) darah
memiliki pH antara 7,35-7,45. Keseimbangan asam basa darah dikendalikan
secara seksama, karena perubahan pH yang sangat kecil pun dapat memberi
efek yang serius terhadap beberapa organ.
Dalam keadaan normal pH ditubuh relative dipertahankan pada angka
7,4. Kita mengetahui bahwa pH ini dipengaruhi oleh oleh jumlah ion H +
,sedangkan ion H+ mempengaruhi semua aktifitas enzim, pemeabilitas sel, dan
struktur sel. Oleh karena itu pengaturan H+ ini sangat lah penting sekali.
Dalam keadaan normal, kadar ion H+ di CES yaitu 0,0004mEq/L. jumlah ini
mengakibatkan pH normal sekitar 7,4. Untuk mempertahanakan pH darah
arteri ini teteap relative 7,4 maka tubuh memiliki 3 mekanisme pertahanan
yaitu system buffer ( HCO3-, PO42-, dan protein/ berkerja dalam hitungan detik-
menit ), respirasi (bekerja dalam hitungan menit-jam ), dan ginjal ( bekerja
dalam hitungan jam-hari ).
Dalam tubuh kita menggunakan 3 mekanisme keseimbangan asam dan
basa yaitu kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam
bentuk amoni, tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah
sebagai pelindung terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH
darah dan pembuangan karbondioksisa. Adanya kelainan pada 1 atau lebih
mekanisme pengendalian pH tersebut, bisa menyebabkan salah satu dari 2
kelainan utama dalam keseimbangan asam basa, yaitu asidosis/ alkalosis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Alkolosis
Alkalosis merupakan penurunan konsentrasi ion hydrogen diseluruh
tubuh.Kehilangan CO2 yang berlebihan selama hiperventilasi, kehilangan
asam non-asiri pada saat vomitus atau asupan basa yang berlebihan dapat
menurunkan konsentrasi ion hydrogen.
Paru-paru dan ginjal bersama sejumlah sistem buffer kimia yang lain
dalam kompartemen intrasel dan ekstrasel bekerja sama untuk
mempertahankan nilai pH plasma dalam kisaran antara 7,35 dan 7,45
(kompensasi).
B. Sistem Bufer
Sistem buffer terdiri atas asam lemah (yang tidak mudah melepaskan
ion hidrogen asam dan basa yang bersesuaian, seperti natrium bikarborat.
Bufer tersebut akan menahan atau meminimalkan perubahan pH ketika asam
atau basa ditambahkan ke dalam larutan buffer ini. Buffer bekerja dalam
hitungan detik.
 Asam karbonat-sistem bikarbonat(buffer paling penting yang bekerja
dalam paru-paru)
 Sistem hemoglobin-oksihemoglobin (bekerja dalam sel darah merah)
 Buffer protein yang lain (dalam cairan skdtrasel dan intrasel)
 Sistem fosfat (terutama dalam cairan intrasel)
C. Kompensasi Oleh Ginjal Dan Paru-Paru
Jika terdapat gangguan pernapasan yang menyebabkan asidosis atau
alkalosis, ginjal akan bereaksi dengan mengubah penanganannya terhadap
ion-ion hydrogen dan bikarbonat untuk memulihkan pH menjadi normal.
Kompensasi renal dimulai beberapa jam hingga beberapa hari setelah terjadi
perubahan pH. Meskipun terdapat keterlambatan, kompensasi renal cukup
tinggi.
 Asidemia: ginjal mengekskresi kelbihan ion hydrogen yang dapat
berikatan dengan fosfat atau ammonia untuk membentuk asam yang bias
ditritrasi dalam urine.
 Alkalemia: ginjal mengekskresikelebihan ion bikarboat yang biasanya
bersama dengan ion natrium.
Apabila alkalosis terjadi gangguan karena metabolic atau renal, sistem
pernapasan mengatur frekuensi pernapasan untuk memulihkan pH kembali
normal. Tekanan parsial CO2 arteri (pa CO2) mencerminkan kadar CO2 yang
proporsional dengan pH darah. Ketika konsentrasi CO2 meningkat, tekanan
parsialnya juga meningkat. Dalam bebrapa menit perubahan yang sangat
kecil pada PaCO2 kemoreseptor sentral pada medulla oblongata , yang
mengatur frekuensi dan kedalaman pernapasan, dapat mendeteksi perubahan
tersebut.
 Asidemia meningkat frekuensi dan kedalaman pernapasan untuk
mengeliminasi CO2
 Alkalemia menurunkan frekuensi dan kedalam pernapasan untuk menahan
CO2
D. Gangguan Keseimbangan Asam-Basa
Gangguan ini dapat menyebabkan alkalosi respiratorik ataupun
alkalosis metabolic. Penurunan sistematika konsentrasi H+ mungkin
disebabkan oleh:
- Hilangnya CO2 berlebih selama hiperventilasi
- Hilangnya asam laktat selama muntah
- Penyerapan basa secara berlebih
E. Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolik (kelebihan HCO3-) adalah suatu gangguan
sistemik yang dicirikan dengan adanya peningkatkan primer kadar HCO 3-
plasma, sehingga menyebabkan peningkatan pH (penurunan [H +]). [HCO3-]
EFC lebih besar dari 26 mEq/L dan pH lebih besar dari 7,45. Alkalosis
metabolik sering disertai dengan berkurangnya volume EFC dan
hipokalemia.Kompensasi pernapasan berupa peningkatan PaCO2 melalui
hipoventilasi; akan tetapi tingkat hipoventilasi terbatas karena pernapasan
terus berjalan oleh dorongan hipoksia. Sejumlah gangguan yang dapat
menimbulkan alkalosis metabolik (nonrespiratorik) :
a) Pada hipokalemia ,gradien kimia K+ yang melewati membran
sel meningkat. Pada beberapa sel, hal ini menimbulkan
hiperpolarisasi, contohnya, meningkatkan pengeluaran HCO3-
dari sel di tubulus proksimal (ginjal) melalui kontranspor Na +
/H+ di lumen dan juga meningkatkan sekresi H+ serta
pembentukan HCO3- di sel tubulus proksimal. Akhirnya, kedua
proses tadi menyebabkan alkalosis (ekstrasel).
b) Pada keadaan muntah yang disertai dengan pengeluaran isi
lambung, tubuh akan kehilangan H+ ( A6). Jika HCL yang
dihasilkan oleh sel parietal dikeluarkan, yang tersisa sekarang
hanya HCO3- . Normalnya, HCO3- yang dibentuk di lambung
akan digunakan kembali di duodenum untuk menetralisir isi
lambung yang asam dan hanya sementara menimbulkan
alkalosis (ringan).
c) Muntah juga mengurangi volume darah. Edema serta
kehilangan cairan melalui ginjal dan ekstrarenal dapat pula
menimbulkan pengurangan volume (A4; lihat juga hlm. 122) .
volume darah yang berkurang merangsang pertukaran Na+/H+ di
tubulus proksimal dan mendorong peningkatan reabsorpsi
HCO3- dan ginjal, meskipun pada keadaan alkolosis. Selain itu,
aldosteron yang dilepaskan pada keadaan hipovolemia
merangsang sekresi H+ di nefron bagian distal (A5). Jadi,
kemampuan ginjl untuk membuang HCO3- menjadi berkurang,
dan akibatnya terjadi alkolosis karena pengurangan volume
.Hipetaldosterosisme dapat menimbulkan alkolosis tanpa
terjadi pengurangan volume.
d) Hormon paratiroid (PTH) umumnya menghambat absorpsi
HCO3- di tubulus proksimal. Oleh karena itu,
hipoparatiroidisme dapat menimbulkan alkalosis.
e) Hati dapat membentuk glutamin atau urea dari NH4+ melalui
katabolisme asam amino. Pembentukan urea selain memerlukan
2 HCO3- yang hilang jika urea dieksresikan, juga memerlukan
dua NH4+. (Namun, NH4+ dipecah dari glutamin di ginjal
kemudian dieksresi dalam bentuk NH4+), pada gagal hati,
pembentukan urea di hati menurun (A7), hati menggunakan
HCO3-yang lebih sedikit sehingga terjadi alkalosis. Akan tetapi,
pada gagal hati lebih sering terjadi alkalosis respiratorik karena
kerusakan pada neuron pernafasan (lihat atas)
f) Peningkatan suplai garam alkali atau pengeluaran garam alkali
dari tulang (A2) contohnya, selama imobilisasi dapat
menyebabkan alkalosis
g) Aktivitas metbolik dapat menyebabkan akumulasi asam organik,
seperti asam laktat dan asam lemak. Asam ini pada
kenyataannya berdisosiasi secara sempurna pada pH darah, yang
berarti H+ dibentuk dari satu asam. Jika asam ini mengalami
metabolisme, H+ akan menghilang kembali (A1). Oleh
karena itu, pemakaian asam dapat menyebabkan alkalosis
h) Pemecahan sistein dan metionim umumnya menghasilkan SO42-
+ 2H+, sementara pemecahan arginin dan lisin menghasilkan H +.
Pemecahan protein yang berkurang (misalnya, akibat diet yang
kurang protein;  A8) akan menurunkan pembentukan H+
sehngga mendorong terjadinya alkalosis

1. Patofisiologi
Kotak 22-3, menurut daftar penyebab alkalosis metabolik, yaitu
akibat kekurangan H+ (dan ion klorida) atau berlebihnya retensi
HCO3-.HCL dapat hilang melalui saluran cerna, seperti pada muntah
dan penyedotan nasogastrik yang berkepanjangan, atau melalui urine
akibat pemberian diuretik simpai atau tiazid.Alkalosis metabolik yang
berlarut-larut akibat pemberian bikarbonat oral atau parenteral jarang
dijumpai karena beban bikarbonat diekskresikan ke dalam urine
(kecuali jika disertai kekurangan klorida).
Patogenesis alkalosis metabolik paling baik dipahami dengan
memperhatikan ketiga tahapannya, yaitu: saat timbul, bertahan, dan
pemulihan. Alkalosis metabolik disebabkan oleh hilangnya H+ tubuh
yang menyebabkan meningkatnya HCO3-ECF (atau akibat
penambahan HCO3- eksogen).Bertahannya alkalosis metabolik yang
terjadi karena kelebihan basa tak dapat diekskresi.Berbagai faktor
(kekurangan Cl- dan K+, penurunan volume ECF (Na+ dan air), dan
kelebihan aldosteron) dapat menimbulkan keadaan ini.Berhentinya
keadaaan yang menyebabkan terjadinya alkalosis metabolik
(misalnya, muntah) tidak berarti selalu diikuti dengan pemulihan
alkalosis.Terapi yang spesifik jelas dibutuhkan jika kita memahami
faktor-faktor yang memperthankan alkalosis.
Kekurangan klorida juga penting, baik dalam terjadinya dan
bertahannya alkalosismetabolik hipokloremik. Na+ adalah kation
utama dalam ECF, yang diimbangi oleh anion dalam jumlah yang
sama, terutama Cl- dan HCO3- memiliki hubungan timbal balik:
penurunan Cl- mengakibatkan peningkatkan HCO3- , dan peningkatkan
Cl- mengakibatkan penurunan HCO3. Tujuan hubungan ini adalah
untuk menyeimbangkan muatan negatif dan positif total demi
mempertahankan muatan listrik yang netral. Dengan demikian, jika
HCl disekresi ke dalam lambung, makan HCO3- dalam jumlah molah
yang sama akan disekresi ke dalam ECF. Alkalosis metabolik
umumnya diawali dengan mengakibatkan kehilangan cairan kaya
klorida (HCl) dan berkurangnya HCO3-. (KCl, NaCl, dan air juga turut
hilang. Akibatnya HCO3- serum meningkat, K+ menurun, dan volume
cairan berkurang.
Respons kompensatorik segera terhadap alkalosis metabolik
adalah bufer intrasel. H+ keluar dari sel Alkalosis metabolik yang
berlarut-larut akibat pemberian bikarbonat tidak mudah terjadi, karena
ginjal dalam keadaan normal mempunyai kapasitas yang besar untuk
mengekskresikan HCO3-.
Hasil riset yang dilakukan oleh Galla dan Luke (1987)
menunjukkan bahwa penurunan Cl- berperan penting dalam
menghambat ekskresi HCO3- oleh ginjal.Teori ini berlawanan dengan
teori sebelumnya yang menyatakan bahwa yang berperan penting
adalah penurunan volume ECF dan hiperaldsoteronisme skunder.Para
pakar ini menyatakan bahwa mekanisme intrarenal yang bertanggung
jawab atas penurunan klorida, merupakan sebab dari bertahannya
alkalosis metabolik, tanpa bergantung pada keadaan volume ECF.
Menurut penemuan Galla dan Luke, penurunan Cl- merangsang
mekanisme reninangiostengsin-aldosteron, meningkatkan ekskresi K+
dan H+ ginjal, dan meningkatkan reabsorpsi HCO3- tanpa bergantung
pada kadara Na+ .
penurunan Cl- dapat menyebabkan terus bertahannya alkalosis
metabolik, selain itu berkurangnya volume cairan merangsang
mekanisme renin-angiostensin-aldosteron. Aldosteron menyebabkan
peningkatan reabsorpsi Na+ dan air dalam usahanya untuk
memulihkan volume ECF. Perlindungan volume ECF lebih
diutamakan dibanding kan koreksi terhadap alkalosis, karena
dibutuhkan ekskresi Na+ bersama-sama dengan HCO3- .
Bila Cl- berkurang, maka tidak tersedia cukup Cl- untuk
diabsorpsi bersama-sama Na+, sehingga lebih banyak Na+ yang
direabsorpsi sebagai penukaran H+ , baik ditubulus proksimal maupun
distal (melalui aldosteron). Sebenarnya, sekresi H+ dapat
meningkatkan samapai ke suatu titik ketika semua HCO 3- yang
difiltrasi akan sireabsorpsi, dan dimulainya pembentukan HCO3-
tambahan. Peningkatan sekresi H+ menyebabkan urine yang asam
pada keadaan alkalosis. Aldosteron juga merangsang ekskresi K+
.penurunan K+, akhirnya akan memicu ekskresi H+ dan mempercepat
reabsorpsi HCO3- . singkatnya, penurunan Cl- , penurunan volume
cairan, hiperaldosteronisme, dan penurunan K+ ikut berperan dalam
bertahannya alkalosis metabolik.
2. Gambaran Klinis dan Diagnosis
Tidak terdapat gejala dan tanda alkalosis metabolik yang
spesifik.Adanya gangguan ini harus dicurigai pada pasien yang
memiliki riwayat muntah, penyedotan nasogastrik, pengobatan
diuretik, atau pasien yang baru sembuh dari gagal napas
hiperkapnia.Selain itu dapat timbul gejala serta tanda hipoklemia dan
kekurangan volume cairan, seperti kelemahan dan kehang otot.
Alkalemia berat (pH > 7,6) dapat menyebabkan disritmia jantung
pada orang normal terutama pada pasien penyakit jantung.
Apabila pasien mengalami hipokalemia, terutrama jika
menjalani digitalisasi, maka dapat dijumpai adanya kelainan EKG
atau distrima jantung. Kadang-kadang dapat terjadi tetani pada pasien
bila kadar Ca++ serum berada di batas rendah, dan terjadi alkalosis
dengan cepat. Ca++ terikat lebih erat dengan albumin pada pH biasa,
dan penurunanya ion Ca++ dapat menyebabkan terjadinya tetani atau
kejang.
Diagnosis alkalosis metabolik ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan hasil pemeriksaan laborato rium yang mendukung, pH
plasma meningkat di atas 7,45 dan HCO3- lebih tinggi dari 26 mEq/L.
PaCO2 mungkin normal atau sedikit meningkat; peningkatan PaCO 2
kompensasi diperkirakan sebesar 0,7 mmHg untuk tiap peningkatan
HCO3- sebesar 1mEq. K+ serum biasanya <98 mEq/L (alkalosis
metabolik hipokloremik hipokalemik). Pengukuran Cl- urine dapat
membantu mengetahui sebab dan cara penanganan. Pada penderita
alkalosis metabolik responsif-klorida dengan volume ECF yang
berkurang, klorida urine <10 mEq/L. Pasien dengan Cl- urine >20
mEq/L umumnya tidak mengalami penurunan volume cairan dan
mengalami alkalosis metabolik resisten-klorida (lihat Kotak 22-3).
Tipe alkalosis yang terakhir ini jauh lebih jarang terjadi dan
dihubungkan dengan kelebihan aldosteron.

3. Penanganan
Alkalosis metabolik responsif-klorida yang ringan dapat
dikoreksi dengna mengganti kekurangan ECF dengan larutan salin
isotonik parenteral ditambah KCl. Pemberian Cl- memungkinkan
terjadinya peningkataka reabsorpsi Na+ di tunulus proksimal, dan Na+
di tubulus distal akan lebih sedikit.
Seiring dengan berkurangnya jumlah Na+ yang di reabsorpsi di
tubulus distal, maka keadaan alkalosis mulai dipulihkan karena lebih
sedikit H+ yang tersekresi dan lebih sedikit HCO 3- yang terbentuk.
Selain itu, sekresi H+ akan menurun sewaktu hipokalemia dikoreksi,
karena tersedia lebih banyak K+ untuk ditukar dengan Na+ . larutan
HCl IV (100 hingga 200 mEg/L dapat diberikan pada alkalosis yang
berat dan mengancam jiwa (pH>7,55) dan memerlukan koreksi
segera. Agen-agen pengasam lain yang kadang diberikan pada
alkalosis berat adalah amonium klorida (NH4Cl) IV atau arginin HCl.
Alkalosis metabolik resisten-klorida yang disebabkan oleh
streoid adrenal berlebihan pada hiperaldosteronisme atau sindrom
Cushing, dikoreksi dengan mengatasi penyakit yang mendasarinya.
Asetazolmaid, inhibitor karbonik anhidrase yang meningkatkan
ekskresi HCO3- , dapat diberikan pada pasien yang mengalami
kelebihan volume cairan (mis., pasien gagal jantung kognesif yang
mendapat pengobatan dieuretik). KCl juga bermanfaat untuk
mengobati dan mencegah terjadinya alkalosis dan hipokalemia.
F. Alkalosis Respiratorik
Alkalosisi respiratorik adalah peningkatan pH arteri yang terjadi
akibat gangguan pernapasan. Alkalosis respiratorik terjadi apabila kadar
karbon dioksida turun dibawah 38 mm Hg. Pada penurunan karbon dioksida,
persamaan 19,2 terdorong ke kiri sehingga terjadi penurunan konsentrasi ion
hydrogen bebas dan peningkatan pH.
1. Penyebab Alkalosis Respiratorik
Alkalosis respiratorik terjadi akibat hiperventilisasi. Penyebab
hiperventilisasi antara lain adalah demam dan rasa cemas hipoksemia,
perasaan yang terlalu gembira, keracunan salisilat, atau kerusakan
terhadap neuron pernapasan (misalnya, akibat peradangan, trauma,
atau gagal hati). Penyebab tersebut dapat merangsang hiperventilisasi
apabila tekanan parsisi oksigen dalam darah arteri turun dibawah 50
mm Hg (normalnya adalah sekitar 100 mm Hg).Toksisitas salsiliat dan
infeksi otak dapat secara langsung merangsang pusat pernapasan di
otak untuk meningkatkan percepatan pernapasan yang menyebabkan
pernapasan alkalosis respiratorik.
2. Kompensasi untuk Alkalosis Respiratorik
Alkalosis yang disebabkan oleh gangguan pernapasan akan
merangsang kompensasi ginjal. Kompensasi ginjal mengusahakan
pemulihan pH ketingkat normal dengan menurunkan sekresi
ionhidrogrn dan secara aktif mensekresi ion bikarbonat ke dalam urin.
Kompensasi ginjal memerlukan aktu 24 jam agar efektif.
3. Gambaran Klinis
 Manifestasi utama adalah gambaran pernapasan yang cepat yang
menjadi penyebab alkalosis
 Gangguan susunan saraf pusat termasuk pusing, kontraksi otot, dan
perubahan kesadaran.
4. Diagnostik
 Analisis gas darah memperlihatkan penurunan tekanan parsial
karbon dioksida dibawah 35 mm Hg (karena penurunan karbon
dioksida dalah penyebab alkalosis) untuk alkalosis respiratorik yang
belangsung lebih dari 24 jam, kadar bikarbonat akan menurun
(kurang dari 22 miliekuvalen per liter), yang mencerminkan
kenyataan bahwa ginjal kurang menyerap ulang basa atau
mensekresi basa kedalam urine.
 Apabila kompensasi ginjal berhasil, maka pH plasma akan tinggi
tetapi masih dalam rentang normal. Apabila kompensasi gagal atau
alkalosis respiratorik berlangsung lebih akut dari 24 jam, maka pH
plasma akan mencerminkan rendahnya konsentrasi ion hydrogen
(pH >7,5). pH urine akan basa karna ginjal berusaha untuk lebih
banyak mensekresikan lebih banyak basa bikarbonat dan
memulihkan pH ketingkat normal.
Pathway

5. Komplikasi
Kejang dan koma bila keadaan menetap atau makin parah
6. Penatalaksanaan
 Menentukan dan mangatasi penyebab hiperventilasi adalah terapi
yang paling berhasil.
 Meningkatkan tekanan parsial karbon dioksida dengan bernapas
melalui suatu kantong dan menghirup kembali udara yang
dikeluarkan dapat mengatasi alkalosis pada situasi situasi akut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Alkalosis merupakan penurunan konsentrasi ion hydrogen diseluruh
tubuh.Kehilangan CO2 yang berlebihan selama hiperventilasi, kehilangan
asam non-asiri pada saat vomitus atau asupan basa yang berlebihan dapat
menurunkan konsentrasi ion hydrogen.Alkalosis dibagi menjadi dua, yaitu
alkalosis metabolik dan alkalosis respiratory.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang laporan
pemdahuluan di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang
tentunga dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa
untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan laporan pendahuluan
yang telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar
pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar pustaka
laporan pendahuluan.

Anda mungkin juga menyukai