Anda di halaman 1dari 29

TUGAS KEPERAWATAN KRITIS

SISTEM BUFFER MEMPENGARUHI ASAMBASA

OLEH :

LILI MARLEN

211211961

STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG

TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Asam dan Basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan sifat asam basa,
larutan dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu bersifat asam, bersifat basa,
dan bersifat netral. Asam dan basa memiliki sifat-sifat yang berbeda, sehingga
dapat kita bisa menentukan sifat suatu larutan. Untuk menentukan suatu
larutan bersifat asam atau basa, ada beberapa cara, yaitu pertama
menggunakan indikator warna, yang akan menunjukkan sifat suatu larutan
dengan perubahan warna yang terjadi. Misalnya Lakmus, akan berwarna
merah dalam larutan yang bersifat asam dan akan berwarna biru dalam larutan
yang bersifat basa. Sifat asam basa suatu larutan juga dapat ditentukan dengan
mengukur pH-nya. pH merupakan suatu parameter yang digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman larutan.
Larutan asam memiliki pH kurang dari 7, larutan basa memiliki pH
lebih dari 7, sedangkan larutan netral memiliki pH=7. pH suatu larutan dapat
ditentukan dengan indikator pH atau dengan pH meter. Menurut penjelasan
tersebut menjelaskan tentang keseimbangan asam basa serta berbagai macam
faktor atau hal - hal yang berkaitan dengan keseimbangan asam basa.
I.2 Tujuan
  1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui tentang keseimbangan asam basa yang ada
dalam tubuh manusia.
2.  Tujuan khusus
Mahasiswa mampu mengetahui apa yang dimaksud dengan
keseimbangan asam  basa, mahasiswa mampu mengetahui apa saja
gangguan yang ada pada keseimbangan asam basa, mahasiswa mampu
mengetahui bagaimana pengaturan  yang ada pada keseimbangan asam
basa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian
II.1.1 Asam
Asam didefinisikan sebagai zat yang dapat memberikan ion H+ ke zat lain
(disebut sebagai donor proton), sedangkan basa adalah zat yang dapat
menerima ion H+ dari zat lain (disebut sebagai akseptor proton). Suatu asam
baru dapat melepaskan proton bila ada basa yang dapat menerima proton
yang dilepaskan. Satu contoh asam adalah asam hidroklorida (HCL), yang
berionasi dalam air membentuk ion- ion hidrogen (H +) dan ion klorida (CL-)
demikian juga, asam karbonat (H2CO3) berionisasi dalam air membentuk ion
H+ dan ion bikarbonat (HCO3-).
Asam kuat adalah  asam yang berdiosiasi dengan cepat dan terutama
melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan. Contohnya adalah HCL.
Asam lemah mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk mendisosiasikan
ion-ionnya dan oleh karena itu kurang kuat melepaskan H+. Contohnya
H2CO3.
II.1.2 Basa
Basa adalah ion atau molekul yang menerima ion hidrogen. Sebagai
contoh, ion bikarbonat (HCO3-), adalah suatu basa karena dia dapat
bergabung dengan satu ion hidrogen untuk membentuk asam karbonat
(H2CO3). Demikian juga (HPO4) adalah suatu basa karena dia dapat menerima
satu ion hidrogen untuk membentuk (H2PO4). Protein- protein dalam tubuh
juga berfungsi sebagai basa karena beberapa asam amino yang membangun
protein dengan muatan akhir negatif siap menerima ion-ion  hidrogen. Protein
hemoglobin dalam sel darah merah dan protein dalam sel-sel tubuh yang lain
merupakan basa-basa tubuh yang paling penting.
Basa kuat adalah basa yang bereaksi secara cepat dan kuat dengan H +.
Oleh karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contoh yang
khas adalah OH-, yang bereaksi dengan H+ untuk membentuk air ( H2O ).
Basa lemah yang khas adalah HCO3- karena HCO3- berikatan dengan H+
secara jauh lebih lemah daripada OH-. Kebanyakan asam dan basa dalam
cairan ekstraseluler yang berhubungan dengan pengaturan asam basa normal
adalah asam dan basa lemah.
II.1.3 Keseimbangan Asam dan Basa
Keseimbangan asam basa adalah suat keadaan dimana konsentrasi ion
hydrogen yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion hydrogen yang
dikeluarkan oleh sel. Pada proses kehidupan keseimbangan asam pada tingkat
molecular umumnya berhubungan dengan asam lemah dan basa lemah, begitu
pula pada tingkat konsentrasi ion H+ atau ion OH- yang sangat rendah.
Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion hydrogen. Walaupun
produksi akan terus menghasilkan ion hydrogen dalam jumlah sangat banyak,
ternyata konsentrasi ion hydrogen dipertahankan pada kadar rendah pH 7,4.
Derajat keasaman (pH) darah manusia normalnya berkisar antara 7.35
hingga 7.45. Tubuh manusia mampu mempertahan keseimbangan asam dan
basa agar proses metabolisme dan fungsi organ dapat berjalan optimal.
Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua sistem
organ yakni paru dan ginjal. Paru berperan dalam pelepasan (eksresi CO2)
dan ginjal berperan dalam pelepasan asam.
Beberapa prinsip yang perlu kita ketahui terlebih dahulu adalah:
1.   Istilah asidosis mengacu pada kondisi pH < 7.35 sedangkan alkalosis
bila pH > 7.45
2.    CO2 (karbondioksida) adalah gas dalam darah yang berperan sebagai
komponen asam. CO2 juga merupakan komponen respiratorik. Nilai
normalnya adalah 40 mmHg.
3.    HCO3 (bikarbonat) berperan sebagai komponen basa dan disebut juga
sebagai komponen metabolik. Nilai normalnya adalah 24 mEq/L.
4.    Asidosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen asam atau
berkurangnya jumlah komponen basa.
5.    Alkalosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen basa atau
berkurangnya jumlah komponen asam.
II.1.4 Pengaturan Keseimbangan Asam dan Basa
Pengaturan keseimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama dengan
pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai
homeostatis. Harus ada keseimbangan antara asupan atau produksi ion
hidrogen dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion
lain, ginjal memainkan peranan kunci dalam pengaturan-pengaturan ion
hidrogen. Akan tetapi, pengaturan konsentrasi ion hidrogen cairan
ekstraseluler yang tepat melibatkan jauh lebih banyak daripada eliminasi
sederhana ion-ion hidrogen oleh ginjal. Terdapat juga banyak mekanisme
penyangga asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-paru yang
perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion hidrogen normal dalam cairan
ekstraseluler dan intraseluler.
Dalam hal ini berbagai mekanisme yang turut membantu mengatur
konsentrasi ion hidrogen, dengan penekanan khusus pada kontrol sekresi ion
hidrogen ginjal dan reabsorpsi, produksi, dan ekskresi ion – ion bikarbonat
oleh ginjal, yaitu salah satu komponen kunci sistem kontrol asam basa dalam
berbagai cairan tubuh.
Konsentrasi ion hidrogen dan pH cairan tubuh normal serta perubahan
yang terjadi pada asidosis dan alkalosis. Konsentrasi ion hidrogen darah
secara normal dipertahankan dalam batas ketat suatu nilai normal sekitar
0,00004 mEq/liter ( 40 nEq/liter ). Variasi normal hanya sekitar 3 sampai 5
mEq/liter, tetapi dalam kondisi yang ekstrim, konsentrasi ion hidrogen yang
bervariasi dari serendah 10 nEq/liter sampai setinggi 160 nEq/liter tampa
menyebabkan kematian.
Karena konsentrasi ion hidrogen normalnya adalah rendah dan dalam
jumlah yang kecil ini tidak praktis, biasanya konsentrasi ion hidrogen
disebutkan dalam skala logaritma, dengan menggunakan satuan pH. pH
berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen.
pH normal darah arteri adalah 7,4 , sedangkan pH darah vena dan cairan
interstetial sekitar 7,35 akibat jumlah ekstra karbondioksida ( CO2 ) yang
dibebaskan dari jaringan untuk membentuk H2CO3. Karena pH normal darah
arteri 7,4 seseorang diperkirakan mengalami asidosis saat pH turun dibawah
nilai ini dan mengalami alkolisis saat pH meningkat diatas 7,4. Batas rendah
pH dimana seseorang dapat hidup lebih dari beberapa jam adalah sekitar 6,8
dan batas atas adalah sekitar 8,0.
pH intraseluler biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena
metabolisme sel menghasilkan asam, terutama H2CO3. Bergantung pada jenis
sel, pH cairan intraseluler diperkirakan berkisar antara 6,0 dan 7,4. Hipoksia
jaringan dan aliran darah yang buruk ke jaringan dapat menyebabkan
pengumpulan asam dan itu dapat menurunkan pH intraseluler.
pH urin dapat berkisar dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada status asam
basa cairan ekstraseluler. Contoh ekstrim dari suatu cairan tubuh yang bersifat
asam adalah HCL yang diekskresikan kedalam lambung oleh oksintik  ( sel-
sel parietal ) dari mukosa lambung.
II.2 Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Asam dan Basa
Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi
dari 3 sistem:
1. Sistem Buffer
Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh, yang
dengan segera bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah
perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan.
Sistem buffer ini menetralisir kelebihan ion hydrogen, bersifat
temporer dan tidak melakukan eliminasi. Fungsi utama system buffer
adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh pengaruh asam
fixed dan asam organic pada cairan ekstraseluler. Sebagai buffer, system
ini memiliki keterbatasan yaitu:
a. Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang
disebabkan karena peningkatan CO2.
b. System ini hanya berfungsi bila system respirasi dan pusat pengendali
system pernafasan bekerja normal
c. Kemampuan menyelenggarakan system buffer tergantung pada
tersedianya ion bikarbonat.
Ada 4 sistem buffer:
1. Buffer bikarbonat merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama
untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
2. Buffer protein merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
3. Buffer hemoglobin merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk
perubahan asam karbonat
4. Buffer fosfat merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan
intrasel.
Sistem dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa
sementara. Jika dengan buffer kimia tidak cukup memperbaiki
ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-
paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam
darah akinat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan,
kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan
ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan
ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan
bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.
Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal. Mekanisme paru
dan ginjal dalam menunjang kinerja system buffer adalah dengan
mengatur sekresi, ekskresi, dan absorpsi ion hydrogen dan bikarbonat serta
membentuk buffer tambahan (fosfat, ammonia). Untuk jangka panjang,
kelebihan asam atau basa dikeluarkan melalui ginjal dan paru sedangkan
untuk jangka pendek, tubuh dilindungi dari perubahan pH dengan system
buffer. Mekanisme buffer tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH
darah antara 7,35- 7,45.
A. Buffer bikarbonat
1. Pengertian
Sistem buffer bikarbonat merupakan buffer ekstraselular utama dan
bertanggung jawab mempertahankan pH darah. Karbondioksida yang terbentuk
selama respirasi sel akan larut dalam air (plasma) untuk membentuk asam
karbonat.
Reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh manusia merupakan reaksi
enzimatis yaitu reaksi yang melibatkan enzim sebagai katalis . enzim sebagai
katalis hanya dapat bekerja dengan baik pada pH tertentu (pH optimumnya). Agar
enzim tetap bekerja secara optimum, diperlukan lingkungan reaksi dengan pH
yang relative tetap, untuk itu maka diperlukan larutan penyangga (buffer). Di
dalam setiap cairan tubuh terdapat pasangan asam-basa konjugasi yang berfungsi
sebagai buffer. Cairan tubuh baik sebagai cairan intra sel dan ekstra sel
memerlukan system penyangga tersebut untuk mempertahankan harga pH cairan
tersebut. System penyangga ekstra sel yang penting adalah penyangga
bikarbonat. yang berperan dalam menyangga pH darah.
Sistem buffer yang utama di dalam plasma darah adalah buffer karbonat,
yang terdiri dari asam karbonat (H2CO3) sebagai donor proton dan bikarbonat
(HCO3) sebagai akseptor proton.
H2CO3 H+ + HCO3
Sistem bikarbonat yang mempunyai konstanta ekuilibrium sendiri

K2’ = [H+][HCO3-]
[H2CO3]
Berfungsi sebagai buffer, sama seperti pasangan asam-basa konyugat
lainya, tetapi system ini bersifat uni, dalam hal bahwa salah satu komponennya,
asam karbonat dibentuk dari karbon dioksida yang melarut,dan air, menurut
persamaan reaksi dapat balik
CO2(d) = H2O H2CO3
Yang mempunyai konsatanta ekulibrium yang diberikan oleh persamaan

K2’ = [H2CO3}
[CO2(d)][H2O]

Karena karbon dioksida bersifat gas pada kondisi normal, konsentrasi CO 2 terlarut
merupakan hasil ekuilibrium dengan CO2 dari fase gas

CO2 (g) CO2 (d)


pH system buffer bikarbonat tergantung pada konsentrasi H 2CO3 dan HCO3-
terlarut, donor proton dan komponen akseptor.Tetapi, karena konsentrasi H2CO3
tergantung kepada konsentrasi CO2 terlarut,dan konsentrasi ini seterusnya
tergantung kepada tekanan bagian CO2 di dalam fase gas, PH buffer bikarbonat
yang bersinggungan dengan fase gas, pada akhirnya ditentukan oleh konsentrasi
HCO3- di dalam fase cair dan tekanan bagian CO2 di dalam fase gas ( kontak 4-3)
Sistem buffer bikarbonat merupakan buffer fisiologi yang efektif
pada pH di dekat 7,4 karena donor proton H 2CO3 di dalam plasma darah berada
dalam kesetimbangan yang lebih dengan persediaan CO2 yang berlimpah di dalam
ruang udarapada paru-paru. Pda setiap keaadan, pada saat darah harus menyerap
kelebihan OH-, H2CO3 di dalam darah yang terubah menjadi HCO3- oleh reaksi
dengan OH- , secara cepat dikembalikan dari tempatnya yang berlimpah di dalam
fase gas CO2 pada paru-paru.Gas ini melarutkan ke dalam darah menjadi CO 2(d)
terlarurt,yang seterusnya bergabung dengan air membentuk H2CO3
Sebaliknya,jika pH darah mengalami penurunan, sebagian HCO3- dari buffer
bereaksi denga kelebihan H+ membentuk H2CO3. Senyawa ini berurai,
menghasilkan CO2 terlarut yang selanjutnya dilepaskan sebagai CO2 (fase gas ) di
dalam paru-paru dan akhirnya dikeluarkan dari tubuh. Ketika darah mengalir
melalui sejumlah kapiler halus di dalam paru-paru , system buffer bikarbonat
segera berada dalam keadaan hamper setimbang dengan CO2 di dalam rongga
udara pada paru-paru . Kerjasama diantara system buffer bikarbonat dan aktifitas
paru-paru menghasilkan mekanisme yang amat responsive untuk mempertahankan
pH darah supaya tetap stabil.

2.    Sistem kerja buffer bikarbonat di dalam darah

Sitem Buffer ini melibatkan serangkaian dari tiga ekuilibrium dapat


balik di antara gas CO2 di dalam paruu-paru dan bikarbonat di dalam plasma
darah ( Gambar 1). Dengan penambahan H+ pada saat darah mengalir ke
jaringan , terjadi kenaikan sementara konsentrasi H+. Kenaikan ini menyebabkan
reaksi 3 berjalan menuju keseimbangan baru, meningkatkan konsentrasi H2CO3
dan menyebabkan peningkatan konsentrasi CO2(d) terlarut di dalam darah. Hal ini
mengakibatkan peningkatan tekanan CO2 fase gas di dalam paru-paru dan
kelebihan CO2 ini dapat dikeluarkan dari tubuh
Sebaliknya, jika terjadi penambahan OH- ke dalam plasma darah,
terjadi serangkaian reaksi kebalikan : konsentrasi H+ menurun, meneybabkan
lebih banyak H2CO3 berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3-. Hal ini, selanjutnya
menyebabkan lebih banyak CO2 (gas) dari paru-paru yang melarut ke dalam
plasma darah.Kecepatan bernafas, yakni kecepatan pemasukaan dan
pelepasanCO2, oleh karenanya, dapat cepat menyesuaikan ekuilibrium ini untuk
mempertahankan pH darah sehingga hamper senantiasa tetap.

Fase cair
H+ + HCO3-
Reaksi 1

H2CO3
Reaksi 2
H2O H2O
CO2(d)
Reaksi 3

Rongga udara di dalam paru-paru


 

Gambar 1
CO2 di dalam rongga udara berada dalam keseimbangan dengan buffer bikarbonat
pada plasma darah yang melalui kapiler di dalam paru-paru. Karena konsentrasi
CO2 terlarut dapat disesuaikan dengan cepat melalui perubahan dalam kecepatan
bernafas, system buffer bikarbonat di dalam darah berada dalam keadaan hamper
setimbang dengan persediaan CO2 yang berlimpah.
B.

2. Sistem Paru
Paru-paru, dibawah kendali medula otak, mengendalikan
karbondioksida, dan karena itu juga mengendalikan kandungan asam
karbonik dari cairan ekstraseluler. Paru-paru melakukan hal ini dengan
menyesuaikan ventilasi sebagai respons terhadap jumlah karbon dioksida
dalam darah. Kenaikan dari tekanan parsial karbondioksida dalam darah
arteri (PaCO2) merupakan stimulan yang kuat untuk respirasi. Tentu saja,
tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) juga
mempengaruhi respirasi. Meskipun demikian, efeknya tidak sejelas efek
yang dihasilkan oleh PaCO2.
Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan meningkat
sehingga menyebabkan eliminasi karbon dioksida yang lebih besar (untuk
mengurangi kelebihan asam). Pada keadaan alkalosis metabolik , frekuensi
pernapasan diturunkan, dan menyebabkan penahanan karbondioksida
(untuk meningkatkan beban asam).
3. Sistem Ginjal
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus
mengeluarkan anion asam non volatile dan mengganti HCO3-. Ginjal
mengatur keseimbangan asam basa dengan sekresi dan reabsorpsi ion
hidrogen dan ion bikarbonat. Pada mekanisme pemgaturan oleh ginjal ini
berperan 3 sistem buffer asam karbonat, buffer fosfat dan pembentukan
ammonia. Ion hydrogen, CO2, dan NH3 diekskresi ke dalam lumen
tubulus dengan bantuan energi yang dihasilkan oleh mekanisme pompa
natrium di basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam karbonat dan
natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali.
Tubulus proksimal adalah tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan
pengeluaran asam.
Ion hidrogen sangat reaktif dan mudah bergabung dengan ion
bermuatan negative pada konsentrasi yang sangat rendah. Pada kadar yang
sangat rendahpun, ion hydrogen mempunyai efek yang besar pada system
biologi. Ion hydrogen berinteraksi dengan berbagai molekul biologis
sehingga dapat mempengaruhi struktur protein, fungsi enzim dan
ekstabilitas membrane. Ion hydrogen sangat penting pada fungsi normal
tubuh misalnya sebagai pompa proton mitokondria pada proses fosforilasi
oksidatif yang menghasilkan ATP.
Produksi ion hidrogen sangat banyak karena dihasilkan terus
meneru1s di dalam tubuh. Perolehan dan pengeluaran ion hydrogen sangat
bervariasi tergantung diet, aktivitas dan status kesehatan. Ion hydrogen di
dalam tubuh berasal dari makanan, minuman, dan proses metabolism
tubuh. Di dalam tubuh ion hidrogen terbentuk sebagai hasil metabolism
karbohidrat, protein dan lemak, glikolisis anaerobik atau ketogenesis.
II.3 Jenis Gangguan Keseimbangan Asam dan Basa
1. Asidosis Respiratorik
a. Pengertian
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena
penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi
paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan
kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam
darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH
darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar
karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur
pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
b. Penyebab
Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan
karbondioksida secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-
penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti:
- Emfisema
- Bronkitis kronis
- Pneumonia berat
- Edema pulmoner
- Asma.
Selain itu, seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat
narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan Asidosis
respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot
dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan.
c. Gejala
Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika
keadaannya memburuk, rasa mengantuk akan berlanjut menjadi stupor
(penurunan kesadaran) dan koma. Stupor dan koma dapat terjadi dalam
beberapa saat jika pernafasan terhenti atau jika pernafasan sangat
terganggu; atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak terlalu
terganggu. Ginjal berusaha untuk mengkompensasi asidosis dengan
menahan bikarbonat, namun proses ini memerlukan waktu beberapa
jam bahkan beberapa hari.
d. Diagnose
Biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan pH darah
dan pengukuran karbondioksida dari darah arteri.
e. Pengobatan
Pengobatan asidosis respiratorik bertujuan untuk meningkatkan fungsi
dari paru-paru. Obat-obatan untuk memperbaiki pernafasan bisa
diberikan kepada penderita penyakit paru-paru seperti asma dan
emfisema. Pada penderita yang mengalami gangguan pernafasan yang
berat, mungkin perlu diberikan pernafasan buatan dengan bantuan
ventilator mekanik.
2. Asidosis Metabolik
a. Pengertian
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang
ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila
peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan
benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah,
pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh
untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara
menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga
berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan
lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut
bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak
asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan
koma.

b. Penyebab
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3
kelompok utama adalah:
1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu
asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam.Sebagian besar
bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun.
Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen
glikol).Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis
metabolik.
2.  Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui
metabolisme. Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan
sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu diantaranya
adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak terkendali dengan
baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang
disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok
stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.
3. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk
membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah
asam yang normal pun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak
berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai
asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal
atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal
untuk membuang asam.
Penyebab utama dari asidois metabolik: Gagal ginjal
- Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
- Ketoasidosis diabetikum
- Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
- Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol,
paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida
- Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan
karena diare, leostomi atau kolostomi.
-
c. Gejala
Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun
biasanya penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan
menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat, namun kebanyakan
penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan dengan memburuknya
asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa, rasa
mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan. Bila asidosis
semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok,
koma dan kematian.
d. Diagnosa
 Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran pH
darah yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan
tangan). Darah arteri digunakan sebagai contoh karena darah vena tidak
akurat untuk mengukur pH darah.
 Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon
dioksida dan bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan
tambahan untuk membantu menentukan penyebabnya. Misalnya kadar
gula darah yang tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya
menunjukkan suatu diabetes yang tak terkendali. Adanya bahan toksik
dalam darah menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang terjadi
disebabkan oleh keracunan atau overdosis. Kadang-kadang dilakukan
pemeriksaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air kemih.
e. Pengobatan
      Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada penyebabnya.
Sebagai contoh, diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan
diatasi dengan membuang bahan racun tersebut dari dalam darah.
Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau
keracunan yang berat.
Asidosis metabolik juga bisa diobati secara langsung. Bila terjadi
asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena dan pengobatan
terhadap penyebabnya. Bila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat
mungkin secara intravena; tetapi bikarbonat hanya memberikan
kesembuhan sementara dan dapat membahayakan
3. Alkalosis Respiratorik
a. Pengertian
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa
karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar
karbondioksida dalam darah menjadi rendah.
b. Penyebab
Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang
menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang
dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling
sering ditemukan adalah kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis
respiratorik adalah:
- rasa nyeri
- sirosis hati
- kadar oksigen darah yang rendah
- demam
- overdosis aspirin.
c. Gejala
 Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan
dapat menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika
keadaannya makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan
kesadaran.
d. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran kadar
karbondioksida dalam darah arteri. pH darah juga sering meningkat.
e. Pengobatan
Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah
memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan,
memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika
penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri.
Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik)
bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita
menghirup kembali karbondioksida yang dihembuskannya.
Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya
selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan
kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam
satu rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida
meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi
kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik
4. Alkalosis Metabolik
a. Pengertian
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan
basa karena tingginya kadar bikarbonat.
b. Penyebab
Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.
Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama
periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot
dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di
rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut).
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang
mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda
bikarbonat.
Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau
kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal
dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.
Penyebab utama akalosis metabolik:
- Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
- Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
- Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat
penggunaan kortikosteroid).
            c. Gejala
Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah
tersinggung), otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama
sekali. Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat terjadi kontraksi
(pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang berkepanjangan (tetani).
d. Diagnosa
Dilakukan pemeriksaan darah arteri untuk menunjukkan darah dalam
keadaan basa.
           e. Pengobatan
      Biasanya alkalosis metabolik diatasi dengan pemberian cairan dan
elektrolit (natrium dan kalium). Pada kasus yang berat, diberikan
amonium klorida secara intravena.

II.4 Analisa Gas Darah


Rentang nilai normal dan interpretasi dari tiap komponen:
1. pH
Rentang nilai normal : 7,35 – 7,45
Asidosis : <7,35
Alkalosis : >7,45
2. PaO2
Rentang nilai normal : 80 – 100 mmHg
Hipoksemia ringan : 70 – 80 mmHg
Hipoksemia sedang : 60 – 70 mmHg
Hipoksemia berat : <60 mmHg
3. SaO2
Rentang nilai normal : 93% – 98%
Bila nilai SaO2 >80% sudah dapat dipastikan bahwa darah diambil dari arteri,
kecuali pada gagal napas.
4. PaCO2
Rentang nilai normal : 35 – 45 mmHg
Asidosis respiratorik : >45 mmHg (pH turun)
Alkalosis respiratorik : <35 mmHg (pH naik)
5.  HCO3
Rentang
nilai
normal
: 22 – 26
mEq/L
Asidosis

metabolik : <22 mEq/L (pH turun)


Alkalosis metabolik : >26 mEq/L (pH naik)
6. BE
Rentang nilai normal : -2 s/d +2 mEq/L
Nilai – (negative) : asidosis
Nilai + (positif) : alkalosis
BE dilihat saat pH normal.
Cara menentukan apakah suatu kondisi termasuk ke dalam salah satu dari 4
gangguan asam-basa dengan melihat diagram dibawah ini:
Tabel ini menggambarkan gangguan keseimbangan asam-basa yang belum
terkompensasi, terkompensasi sebagian, dan terkompensasi penuh.
a. Pengertian
Pengukuran gas darah arteri sangat penting dalam menilai pertukaran
gas di dalam paru. Pengukuran ini untuk mengukur keasaman darah dan
kadar bikarbonat. Pemeriksaan dapat dilakukan melalui pengambilan
darah astrup dari arteri radialis, brakhialis, atau formalis. Analisa gas
darah (AGD) dilakukan untuk mengevaluasi status oksigen dan
karbondioksida di dalam darah arteri dan mengukur pH-nya. Proses
perubahan pH darah ada dua macam, yaitu proses perubahan yang
bersifat metabolik (adanya perubahan konsentrasi bikarbnat yang
disebabkan gangguan metabolisme) dan yang bersifat respiratorik
(adanya perubahan tekanan parsial CO2 yang disebabkan gangguan
respirasi). Perubahan PaCO2 akan menyebabkan perubahan pH darah.
pH darah akan turun /asidosis jika PaCO2 meningkat (asidosis

respiratorik primer) atau jika HCO3- /asidosis metabolik primer, pH


darah akan naik /alkalosis jika PaCO2 /alkalosis respiratorik primer
atau jika HCO3- /alkalosis metabolik primer.
b. Indikasi
Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu :
1) Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
Penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya hambatan
aliran udara pada saluran napas yang bersifat progresif non reversible
ataupun reversible parsial. Terdiri dari 2 macam jenis yaitu bronchitis
kronis dan emfisema, tetapi bisa juga gabungan antar keduanya.
2) Pasien dengan edema pulmo
Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan
cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam
paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-
persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),
berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang
buruk. Ada kalanya, ini dapat dirujuk sebagai "air dalam paru-paru"
ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang
berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic
pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk
sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
3) Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar
kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang
interstisiel alveolar dan perubahan dalarn jaring- jaring kapiler, terdapat
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat-akibat
kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-
paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan,
yang mengarah pada kolaps alveolar . Komplians paru menjadi sangat
menurun atau paru- paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan
karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan
hipokapnia.
4) Infark miokard
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung
yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen. Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan
mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan.
5) Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem dimana
alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung
jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan
dengan penimbunan cairan.Pneumonia disebabkan oleh berbagai
macam sebab,meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau parasit.
Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik
dari paru-paru, atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti
kanker paru atau penggunaan alkohol.
6) Pasien syok
Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah
arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.
Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu
curah jantung, volume darah, dan pembuluh darah. Jika salah satu dari
ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan
kompensasi maka akan terjadi syok. Pada syok juga terjadi hipoperfusi
jaringan yang menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel
sehingga seringkali menyebabkan kematian pada pasien.
7) Post pembedahan coronary arteri baypass
Coronary Artery Bypass Graft adalah terjadinya suatu respon inflamasi
sistemik pada derajat tertentu dimana hal tersebut ditandai dengan
hipotensi yang menetap, demam yang bukan disebabkan karena infeksi,
DIC, oedem jaringan yang luas, dan kegagalan beberapa organ tubuh.
Penyebab inflamasi sistemik ini dapat disebabkan oleh suatu respon
banyak hal, antara lain oleh karena penggunaan Cardiopulmonary
Bypass.
8) Resusitasi cardiac arrest
Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh
beberapa faktor,diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik
(perdarahan yang banyak, sengatan listrik,kekurangan oksigen akibat
tersedak, tenggelam ataupun serangan asma yang berat),
kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup
atau otot jantung) dan obat-obatan.Penyebab lain cardiac arrest adalah
tamponade jantung dan tension pneumothorax. Sebagai akibat dari henti
jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran
darahmencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ
tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen,
termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak,
menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas
normal.Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak
ditangani dalam 5 menit dan selanjutnyaakan terjadi kematian dalam 10
menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi dan ditangani dengansegera,
kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak, ataupun kematian
mungkin bisa dicegah.
c. Kontra Indikasi Analisa Gas Darah
1. Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma.
2. Modifikasi Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi tetap
dipaksa untuk dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri
radialis, maka akan terjadi thrombosis dan beresiko mengganggu
viabilitas tangan.
3. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah
perifer pada tempat yang akan diperiksa
4. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan
denganantikoagulan dosis sedang dan tinggi merupakan
kontraindikasi relatif.
d. Alat dan Bahan untuk Pengambilan Darah Arteri
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pengambilan darah arteri antara
lain :
1. Disposible Spuit 2,5 cc, jarum ukuran 23 G/ 25 G
2. Penutup jarum khusus atau gabus
Mencegah kontaminasi dengan udara bebas. Udara bebas dapat
mempengaruhi nilai O2 dalam AGD arteri.
3. Nierbeken/Bengkok
Digunakan untuk membuang kapas bekas pakai.
4. Anticoagulant Heparin
Untuk mencegah darah membeku.
5. Alcohol swabs ( kapas Alkohol )
Merupakan bahan dari wool atau kapas yang mudah menyerap dan
dibasahi dengan antiseptic berupa etil alkohol. Tujuan penggunaan
kapas alkohol adalah untuk menghilangkan kotoran yang dapat
mengganggu pengamatan letak vena sekaligus mensterilkan area
penusukan agar resiko infeksi bisa ditekan.
6. Plester
Digunakan untuk fiksasi akhir penutupan luka bekas plebotomi,
sehingga membantu proses penyembuhan luka dan mencegah adanya
infeksi akibat perlukaan atau trauma akibat penusukan.
7. Kain pengalas
Untuk memberi kenyamanan pada pasien saat plebotomis
melakukan pengambilan darah vena.
8. Tempat berisi es batu
Bila laboratorium jauh, maka specimen darah arteri harus
dimasukkan kedalam tempat berisi es batu sebab suhu yang rendah
akan menurunkan metabolism sel darah yang mungkin merubah nilai
pH, PCO2, PO2, HCO3-.
9. Tempat sampah khusus needle
Tempat untuk membuang needle yang sudah dipakai untuk
mengurangi kontaminasi pasien satu dengan pasien yang lain.
e. Antikoagulan yang Digunakan
Antikoagulan yang digunakan dalam pengambilan darah arteri adalah
heparin. Pemberian heparin yang berlebiham akan menurunkan tekanan
CO2.Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung.
Sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO 2 terhadap
pH dihambat oleh keasaman heparin.
f. Alat Perlindungan Diri (APD) untuk Petugas
Alat Perlindungan Diri (APD) yang harus digunakan seorang petugas
yaitu:
1. Jas Laboratorium
Pemakaian utama dari jas laboratorium adalah untuk melindungi
pakaian petugas pelayanan kesehatan. Jas laboratorium diperlukan
sewaktu melakukan tindakan, bila baju tidak ingin kotor.
2. Sarung Tangan (Handscoon)
Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah terjadi
infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu pasien ke
pasien yang lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Sarung
tangan harus dipakai kalau menangani darah, duh tubuh, sekresi dan
eksresi (kecuali keringat). Petugas kesehatan (Plebotomis)
menggunakan sarung tangan untuk tiga alasan, yaitu:
a. Mengurangi resiko petugas kesehatan terkena infeksi dari
pasien.
b. Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien.
c. Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan
mikroorganisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke
pasien lain.
3. Masker
Masker digunakan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu
petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk, bersin, dan
juga mencegah ciprtan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi
masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan.
4. Sepatu Laboratorium
Alas kaki/sepatu laboratorium dipakai untuk melindungi kaki dari
perlukaaan oleh benda tajam atau dari cairan yang jatuh atau
menetes kaki. Sepatu bot dari karet atau kulit lebih melindungi, tapi
harus bersih dan bebas dari kontaminasi darah atau cairan tubuh
lainnya.
5. Kap (penutup rambut)
Dipakai untuk menutup rambut dan kepala, tujuan utamanya adalah
melindungi pemakainya dari ciprtan darah dan cairan tubuh lainnya.
6. Pelindung Mata
Pelindung mata melindungi petugas kesehatan dari cipratan darah
atau cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi dengan pelindung
mata.
g. Lokasi Pengambilan Darah Arteri
1. Arteri Radialis dan Arteri Ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s
test)
Test Allen’s merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi darah di
tangan, hal ini dilakukan dengan cara yaitu: pasien diminta untuk
mengepalkan tangannya, kemudian berikan tekanan pada arteri
radialis dan arteri ulnaris selama beberapa menit, setelah itu minta
pasien unutk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri,
observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan
harus memerah dalam 15 detik, warnamerah menunjukkan test
allen’s positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat,
menunjukkan test allen’s negatif. Jika pemeriksaan negative,
hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.
2. Arteri Dorsalis pedis
Merupakan arteri pilihan ketiga jika arteri radialis dan ulnaris tidak
bisa digunakan.
3. Arteri Brakialis
Merupakan arteri pilihan keempat karena lebih banyak resikonya
bila terjadi obstruksi pembuluh darah. Selain itu arteri femoralis
terletak sangat dalam dan merupakan salah satu pembuluh utama
yang memperdarahi ekstremitas bawah.
4. Arteri Femoralis
Merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas
tidak dapat diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah
akan menghambat aliran darah ke seluruh tubuh / tungkai bawah dan
bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat
menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan
vena besar, sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena
dan arteri.
Selain itu arteri femoralis terletak sangat dalam dan merupakan salah
satu pembuluh utama yang memperdarahi ekstremitas bawah.
Arteri Femoralis atau Brakialis sebaiknya jangan digunakan jika
masih ada alternative lain karena tidak memiliki sirkulasi kolateral
yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau thrombosis.
Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan
karena adanya resiko emboli ke otak.
II.5 Penatalaksanaan
1. Asidosis diberikan aterapi intravena dengan natrium bikarbonat
(150mmol/1;1,26 persen w/v) atau natrium laktat (165
mmol/1),penyediaan oksigen
2. Alkalosis diberikan terapi intravena dengan ammonium klorida (165
mmol/1),penyediaan oksigen
Penilaian Sistematik dalam Penilaian gangguan asam basa
1. Awali dengan kecurigaan klinis yang tinggi
a. Teliti riwayat klinis dari perjalanan penyakit yang dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan asam basa. Ini membutuhkan pengetahuan tentang
patogensis dari berbagai gangguan asam basa. Contohnya, asidosis
respiratorik mungkin dapat diperkirakan timbul pada penderita penyakit
paru obstruksi menahun.
b. Perhatikan tanda dan gejala klinis yang mengarah kepada gangguan asam
basa. Banyak tanda dan gejala dari gangguan asam basa tidak jelas dan
non spesifik. Contoh, pernafasan kussmaul pada pasien diabetes dapat
merupakan tanda kompensasi pernafasan terhadap asidosis metabolik.
c. Periksa hasil pemeriksaan laboratorium untuk elektrolit dan data lainnya
yang mengarah kepada proses penyakit yang berkaitan dengan gangguan
asam basa. Contoh, hipokalemia sering berkaitan dengan alkalosis
metabolik.
2. Menilai variabel-variabel asam basa untuk mengetahui tipe gangguan.
a. Pertama, periksa PH darah arteri untuk menentukan arah dan besarnya
gangguan asam basa. Jika menurun, pasien mengalami asidemia dengan
dua sebab yang mungkin : asidosis metabolik atau asidosis respiratorik.
Jika meningkat, pasien mengalami alkalemia dengan dua sebab yang
mungkin : alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik. Ingatlah bahwa
kampensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan PH kembali normal
sehingga jika ditemukan PH yang normal meskipun ada perubahan dalam
PaCO2 dan HCO3 ,mungkin ada gangguan campuran ; contohnya seorang
pasien dengan asidosis respiratorik yang bercampur dengan alkalosis
metabolik mungkin akan mempunyai PH yang normal.
b. Perhatikan variabel pernafasan (PaCO2) dan metabolik HCO3, yang
berhubungan dengan PH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan
primer bersifat respiratorik, metabolik atau campuran.
- Apakah PaCO2 normal (40 mmHg), meningkat atau menurun ?
- Apakah HCO3 normal (24 mEq/L), meningkat atau menurun ?
- Tambahan : apakah ada kelebihan atau kekurangan basa ?
- Pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu
berubah dalam arah yang sama.
- Penyimpangan dari PaCO2 dan HCO3 dalam darah yang berlawanan
menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran.
- Cobalah untuk menduga campuran primer dengan menghubungkan
hasil pemeriksaan yang ditemukan dengan keadaan klinis.
3. Perkirakan respon kompensatorik yang bakal terjadi pada gangguan asam
basa primer.
a. Jika respon kompensatorik lebih berat atau ringan dari pada yang
diperkirakan, mungkin ada gangguan asam basa campuran
(normogram asam basa juga dapat digunakan untuk mengetahui
gangguan asan basa campuran)
b. Hitung selisih (gap) anion plasma.
Jika meningkat ( >16 mEq/l ), mungkin sekali terjadi acidosis
metabolik.
c. Bandingkan besarnya penurunan HCO3 plasma dengan peningkatan
selisih anion : seharusnya sama besar.
d. Jika peningkatan < dari selisih anion penurunan HCO3 , mungkin
komponen dari acidosis metabolik disebabkan oleh kehilangan HCO3.
Jika peningkatan selisih dari anion jauh lebih besar dari penurunan
HCO3 berarti ada alkalosis metabolik yang menyertainya.
4. Buat penafsiran tahap akhir.
a. Gangguan asam-basa sederhana
1) Akut (tidak terkompensasi) atau
2) Kronik (sebagian atau sepenuhnya terkompensasi )
b. Gangguan asam-basa campuran
Asidosis metabolik dengan selisih anion normal atau lebar.

Anda mungkin juga menyukai