Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

MAKALAH HIPOPITUITARISME

OLEH :

LILI MARLEN

STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG

PROGRAM STUDI RPL

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaium Wr. Wb.

Alhamdulilllah kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk dapat melaksanakan dan menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan
karena keterbatasan data dan pengetahuan penulis serta waktu yang ada saat ini, dengan rendah
hati penulis makalah ini mengharap kritik dan saran yang membangun dari berbagai kalangan.
pembimbing untuk kesempurnaan makalah yang kami kerjakan ini. Selanjutnya, kami
mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikanya kegiatan untuk mata kuliah Keperawatan anak., terutama kepada dosen
pembimbing. Terlepas dari semua kekurangan penulisan makalah ini, baik dalam susunan dan
penulisanya yang salah, penulis memohon maaf dan berharap semoga penulisan makalah ini
bermanfaat khususnya kepada kami selaku penulis dan umumnya kepada pembaca yang
budiman. Akhirnya, semoga Allah senantiasa meberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada siapa
saja yang mencintai pendidikan. Amin Ya Robbal Alamin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Solok, 9 Mei 2022

Tim Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………………………………..……1


Kata pengantar …………………………………………………………………………..……2
Daftar isi ……………………………………………………………………………………...3
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………4
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………….5
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………..14
BAB I
PENDAHULUAN

Sistem endokrin dalam kaitanya dengan system syaraf, mengontrol dan


memadukan fungsi tubuh. Kedua system ini bersama-sama bekarja untuk
mempertahankan homeostatis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain berhubungan, namun
dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya medulla adrenal dan kelenjar
hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural) jika keduanya dihancurkan
atau di ikat, maka fungsi dari kedua ginjal ini sebagian diambil alih oloeh system syaraf.
Terdapat 2 tipe kelenjar yaitu eksokrin dan endokrin. Kelenjar eksokrin melapaskan
sekresinya kedalam duktus pada permukaan tubuh, seperti kulit atau organ internal,
seperti lapisan traktus intestinal. Kelenjar endokrin termasuk hepar, pancreas(kelenjar
eksokrin dan endokrin), payudara kelenjar lakrimalis untuk air mata. Sebaliknya kelenjar
endokrin langsung melepaskan ekskresi langsung kedalam darah.kalenjar dokrin
termasuk pulau lagerhans pada pancreas gonad (ovarium dan testis) kelenjar adrenal,
hipofise, tiroid dan paratiroid serta timus, Infusiensi hipofise menyebabkan hipofungsi
organ sekunder. Hipofungsi hipofise jarang terjadi, namun dapat saja terjadi dalam setiap
kelompok usia. Kondisi ini dapat mengenai semua sel hipofise (panhipopituitarisme) atau
hanya sel-sel tertentu, terbatas pada suatu subset sel-sel hipofise anterior (mis.:
hipogonadisme sekunder terhadap defisiensi sel-sel gonadotropik) atau sel-sel hipofise
posterior (mis,: diabetes insipidus)
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi
Hipofungsi kelenjar hipofisis (hipopituitarisme) dapat terjadi akibat penyakit pada kelenjar
sendiri atau pada hipotalamus. (Robbins Cotran Kumar)
Hipopitutarisme is pituitary insuffisienency from destruction of the anterior lobe of the pituitary
gland. (Diane C. Baughman)
Hipopituitarisme mengacu kepada keadaan sekresi beberapa hormon hipofisis anterior yang
sangat rendah. (Elizabeth C Erorwin)
Hipopituitarisme adalah hiposekresi satu atau lebih hormon hipofise anterior. (Barbara C. Long)
Hipopituitarisme adalah disebabkan oleh macam – macam kelainan antara lain nekrosis, hipofisis
post partum (penyakit shecan), nekrosis karena meningitis basalis trauma tengkorak, hipertensi
maligna, arteriasklerosis serebri, tumor granulema dan lain – lain (Kapita Selekta Edisi:2)
B.     Anatomi Fisiologi
Secara Anatomi, Hypofisis cerebri atau glandula pituitari adalah struktur lonjong kecil
yang melekat pada permukaan bawah otak melalui infundibulum. Lokasinya sangat terlindungi
baik yaitu terletak pada sella turcica ossis sphenoidalis. Disebut master endocrine gland karena
hormon yang dihasilkan kelenjar ini banyak mempengaruhi kelenjar endokrin lainnya.

Dibagi menjadi 2 (dua) lobus, yaitu:


1.      Lobus anterior ( adenohypofisis),
dibagi lagi menjadi:
a. Pars anterior ( pars distalis )
b. Pars intermedia
Dipisahkan oleh suatu celah,
sisa kantong embrional.
Juluran dari pars anterior yaitu pars
tuberalis meluas keatas sepanjang
permukaan anterioar dan lateral
tangkai hypofisis.
2.      Lobus posterior (neurohypofisis)
Dibagi menjadi 2 (dua) lobus, yaitu:
Dengan Vaskularisasi Arteri carotis interna bercabang Arteri Hypophysialis superior dan
inferior. Vena bermuara ke dalam sinus intercavernosus.
Secara Histologi, kelenjar hipofise terbagi menjadi dua bagian yaitu: adenohipofise, dan
neurohipofise.
a.       Adenohipofise
1.      Pars distalis
Bagian ini merupakan bagian utama dari kelenjar hypofisis krn meliputi 75% dari seluruh
kelenjar. Dengan sedian yang diberi pewarnaan HE dapat dibedakan menjadi 2 macam sel :
a.      Sel Chromophobe (Sel utama)
Sitoplasma tidak menyerap bahan warna sehingga tampak intinya saja, ukuran selnya kecil. Sel
ini biasanya berkelompok dibagian tengah dari lempengan sel chromofil sehingga ada dugaan
bahwa sel ini merupakan sel yang sedang tidak aktif dan nantinya dapat berubah menjadi sel
acidofil atau sel basofil pada saat diperlukan.
b.      Sel Kromofil
Bagian ini terdiri dari :
1.      Sel Acidophil
Ukurannya lebih besar dengan batas yang jelas dan dengan pewarnaan HE rutin sitoplasmanya
berwarna merah muda. Berdasakan reaksinya terhadap bahan cat, dapat dibedakan menjadi 2 sel:
a.       Sel orangeophil (alpha acidophil = sel somatrotope)
Sel ini dapat dicat dengan orange-G, menghasilkan hormon GH
b.      Sel carminophil (epsilon acidhophil = sel mammotrope)
Sel ini bereaksi baik terhapat cat azocarmin. Jumlah sel ini meningkat selama dan setelah
kehamilan. Hormon yang dihasilkan hormon prolaktin
2.      Sel Basophil
Sel ini memiliki inti lebih besar dari sel acidiphil dan dengan pewarnaan HE sitoplasmanya
tampak berwarna merah ungu atau biru. Bila memakai pengecatan khusus aldehyde fuchsin,
dapat dibedakan 2 macam sel :
a.       Sel beta basophil (sel thyrotrophic)
Sel ini tercat baik dengan aldehyde – fuchsin dan menghsilkan hormon thyrotropic hormone
b.      Sel delta basophil
Sel ini tercat baik dengan aldehyde – fuchsin dan menghsilkan hormon thyrotropic hormone.
Dengan perwarnaan aldehyde – fuchsin tidak tercat dengan baik. Berdasarkan hormon yang
dibentuk, diduga sel ini ada 3 macam:
1.      Sel Gonadotropin tipe I menghasilkan FSH
2.      Sel Gonadotropin tipe II menghasilkan LH
3.      Sel Corticotrophic menghasilkan hormon ACTH, pada manusia sel ini membentuk melanocyte
stimulating hormone ( MSH)
2.      Pars intermedia
Bagian hypophysis ini pada manusia mengalami rudimenter, dan tersusun dari suatu lapisan sel
tipis yang berupa lempengan – lempengan yang tidak teratur dan gelembung yang berisi koloid.
Pada manusia diduga membentuk melanocyte stimulating hormon ( MSH ) yang akan
merangsang kerja sel melanocyte untuk membentuk pigmen lebih banyak. Tetapi hal ini masih
dalam penelitian lebih lanjut.
b.      Neurohipofise
Terdiri dari dua macam struktur:
1.      Pars Nervousa: infundibular processus
2.      Infundibulum: neural stalk (merupakan tangkai yang menghubungkan neurohipofise dengan
hipotalamus)
Bagian ini tersusun dari:
a.       Serabut syaraf tak bermyelin yang berasal dari neuro secretory cell hypotalamus yang
dihubungkan melalui hypotalamo – hypophyseal tract.
b.      Sel Pituicyte: sel ini menyerupai neuroglia yaitu selnya kecil dan mempunyai pelanjutan-
pelanjutan sitoplasma yang pendek.
Ciri khas yang terdapat dalam neuro – hipophyse ini adalah adanya suatu struktur yang
disebut herring’s bodies yang merupakan neurosekret dari neuro-secretory cell dari hypotalamus
yang kemudian dialirkan melalui axon dan ditimbun dalam neuro hypophyse sebagai granul.
Hormon – hormon yang dihasilkan oleh bagian ini adalah : ADH (vasopressin ), oxytocin.
Dipandang dari sudut fisiologi, kelenjar hipofisis dibagi menjadi:
1.      Hipofisis Anterior (Adenohipofisis)
Hormon yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior berperan utama dalam pengaturan fungsi
metabolisme di seluruh tubuh. Hormon-hormonnya yaitu:
a.       Hormon Pertumbuhan
Meningkatkan pertumbuhan seluruh tubuh dengan cara mempengaruhi pembentukan protein,
pembelahan sel, dan deferensiasi sel.
b.      Adrenokortikotropin (Kortikotropin)
Mengatur sekresi beberapa hormon adrenokortikal, yang selanjutnya akan mempengaruhi
metabolism glukosa, protein dan lemak.
c.       Hormon perangsang Tiroid (Tirotropin)
Mengatur kecepatan sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid, dan selanjutnya
mengatur kecepatan sebagian besar reaksi kimia diseluruh tubuh.
d.      Prolaktin
Meningkatkan pertunbuhan kelenjar payudara dan produksi air susu.
e.       Hormon Perangsang Folikel dan Hormon Lutein
Mengatur pertumbuhan gonad sesuai dengan aktivitas reproduksinya.
2.      Hipofisis Posterior (Neurohipofisis)
Ada 2 jenis hormon:
a.       Hormon Antideuretik (disebit juga vasopresin)
Mengatur kecepatan ekskresi air ke dalam urin dan dengan cara ini akan membantu mengatur
konsentrasi air dalam cairan tubuh.
b.      Oksitosis.
Membantu menyalurkan air susu dari kelenjar payudara ke putting susu selama pengisapan dan
mungkin membantu melahirkan bayi pada saat akhir masa kehamilan.
3.      Pars Intermedia
Daerah kecil diantara hipofisis anterior dan posterior yang relative avaskular, yang pada manusia
hamper tidak ada sedangkan pada bebrapa jenis binatang rendah ukurannya jauh lebih besar dan
lebih berfungsi.
Pembuluh darah yang menghubungkan hipotalamus dengan sel- sel kelenjar hipofisis anterior.
Pembuluh darah ini berkhir sebagai kapiler pada kedua ujungnya, dan makanya disebut system
portal.dalam hal ini system yang menghubungkan hipotalamus dengan kelenjar hipofisis disebut
juga system portal hipotalamus – hipofisis. System portal merupakan saluran vascular yang
penting karena memungkinkan pergerakan hormone pelepasan dari hypothalamus ke kelenjar
hipofisis, sehingga memungkinkan hypothalamus mengatur fungsi hipofisis. Rangsangan yang
berasal dari tak mengaktifkan neuron dalam nucleus hypothalamus yang menyintesis dan
menyekresi protein degan berat molekul yang rendah. Protein atau neuro hormone ini dikenal
sebagai hormone pelepas dan penghambat. Hormon –hormon ini dilepaskan ke dalam pembuluh
darah system portal dan akhirnya mencapai sel – sel dalam kelenjar hipofisis. Dalam rangkaian
kejadian tersebut hormon- hormon yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis diangkt bersama
darah dan merangsang kelenjar-kelenjar lain ,menyebabkan pelepasan hormon – hormon kelenjar
sasaran. Akhirnya hormon – hormon kelenjar sasaran bekerja pada hipothalamus dan sel – sel
hipofisis yang memodifikasi sekresi hormon.
C.    Etiologi
Hipopiutuitarisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus.
Penyebabnya menyangkut :
1.      Infeksi atau peradangan oleh : jamur, bakteri piogenik.
2.      Penyakit autoimun (Hipofisis limfoid autoimun)
3.      Tumor, misalnya dari sejenis sel penghasil hormon yang dapat mengganggu pembentukan
salah satu atau semua hormon lain.
4.      Umpan balik dari organ sasaran yang mengalami malfungsi. Misalnya, akan terjadi penurunan
sekresi TSH dari hipofisis apabila kelenjar tiroid yang sakit mengeluarkan HT dalam kadar yang
berlebihan.
5.      Nekrotik hipoksik (kematian akibat kekurangan O2) hipofisis atau oksigenasi dapat merusak
sebagian atau semua sel penghasil hormon. Salah satunya sindrom sheecan, yang terjadi setelah
perdarahan maternal.
D.    Patofisiologi
Penyebab hipofungsi hipofisis dapat bersifat primer dan sekunder. Primer bila gangguannya
terdapat pada kelenjar hipofisis itu sendiri dan sekunder bila gangguan terdapat pada
hipotalamus, penyebab tersebut diantaranya:
1.      Defek perkembangan kongenital, seperti pada dwarfisme pituitari.
2.      Tumor yang merusak hipofise atau merusak hipotalamus.
3.      Iskemia, seperti pada nekrosis post parfum.
Hipopituitary pada orang dewasa dikenal sebagai penyakit simmods yang ditandai dengan
kelemahan umum: intolesansi terhadap dingin, nafsu makan buruk, penurunan BB dan hipotensi.
Wanita yang mengalami penyakit ini tidak akan mengalami menstruasi dan pada pria akan
menderita impotensi dan kehilangan libido. Pada masa kanak-kanak akan menyebabkan
dwafirasme (kerdil).

E.     Tanda dan Gejala


1.      Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda – tanda tekanan intara kranial yang
meningkat. Mungkin merupakan gambaran penyakit bila tumor menyita ruangan yang cukup
besar.
2.      Gambaran dari produksi hormon pertumbuhan yang berlebih termasuk akromegali (tangan dan
kaki besar demikian pula lidah dan rahang), berkeringat banyak, hipertensi dan artralgia (nyeri
sendi).
3.      Hiperprolaktinemia: amenore atau oligomenore galaktore (30%), infertilitas pada wanita,
impotensi pada pria.
4.      Sindrom Chusing : obesitas sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, diabetes mellitus,
osteoporosis.
5.      Defisiensi hormon pertumbuhan : (Growt Hormon = GH) gangguan pertumbuhan pada anak –
anak.
6.      Defisiensi Gonadotropin : impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok pada pria, amenore
pada wanita.
7.      Defisiensi TSH : rasa lelah, konstipasi, kulit kering gambaran laboratorium dari hipertiroidism.
8.      Defisiensi Kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala – gejala yang
sangat hebat selama menderita penyakit sistemik ringan biasa, gambaran laboratorium dari
penurunan fungsi adrenal.
9.      Defisiensi Vasopresin : poliuria, polidipsia, dehidrasi, tidak mampu memekatkan urin.
F.     Penunjang
1.      Pemeriksaan Laboratorik.
Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.
2.      Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis Sella Tursika
a.       Foto polos kepala
b.      Poliomografi berbagai arah (multi direksional)
c.       Pneumoensefalografi
d.      CT Scan
e.       Angiografi serebral
3.      Pemeriksaan Lapang Pandang
a.       Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan
b.      Adanya tumor hipofisis yang menekan kiasma optik
4.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen atau testosteron
b.      Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH
c.       Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormon, dan dengan melakukan
pengukuran efeknya terhadapkadar hormon serum.
G.    Komplikasi
1.      Gangguan hipotalamus.
2.      Penyakit organ ’target’ seperti gagal tiroid primer, penyakit addison atau gagal gonadal primer.
3.      Penyebab sindrom chusing lain termasuk tumor adrenal, sindrome ACTH ektopik.
4.      Diabetes insipidus psikogenik atau nefrogenik.
5.      Syndrom parkinson
H.    Penatalasanaan Medik
1.      Kausal.
Bila disebabkan oleh tumor, umumnya dilakukan radiasi. Bila gejala – gejala tekanan oleh tumor
progresif dilakukan operasi.
2.      Terapi Substitusi
a.       Hidrokortison antara 20 – 30 mg sehari
diberikan per–os, umumnya disesuaikan dengan siklus harian sekresi steroid yaitu 10 – 15 mg
waktu pagi, 10 mg waktu malam. Prednison dan deksametason tidak diberikan karena kurang
menyebabkan retensi garam dan air, bila terdapat stres (infeksi, operasi dan lain - lain), dosis oral
dinaikkan atau diberikan parenteral. Bila terjadi krisis adrenal atasi syok segera dengan
pemberian cairan per-infus NaCl-glukosa, steroid dan vasopreses.
b.      Puluis tiroid / tiroksin diberikan setelah terapi dengan hidrokortison.
c.       Testosteron pada penderita laki – laki berikan suntikan testosteron enantot atau testosteron
siprionat 200 mg intramuskuler tiap 2 minggu. Dapat juga diberikan fluoxymestron 10 mg per-os
tiap hari.
d.      Esterogen diberikan pada wanita secara siklik untuk mempertahankan siklus haid. Berikan juga
androgen dosis setengah dosis pada laki – laki hentikan bila ada gejala virilisasi ’’growth
hormone’’ bila terdapat dwarfisme (cebol).
3.      Tumor hipofisis, diobati dengan pembedahan radioterapi atau obat (misal : akromegali dan
hiperprolaktinemia dengan hymocriptine). Beberapa cara pengobatan sering dilakukan.
4.      Defisiensi hormon host diobati sebagai berikut : penggantian GH untuk defisiensi GH pada
anak – anak, tiroksin dan kortison untuk defisiensi TSH dan ACTH, penggantian androgen atau
esterogen untuk defisiensi gonadotropin sendiri (isolated) dapat diobati dengan penyuntikan FSH
atau HCG.
5.      Desmopressin dengan insuflasi masal dalam dosis terukur.
I.       Penatalaksanaan Keperawatan
1.      Pemberian hormon pertumbuhan sintesis (oksigen).
2.      Ciptakan agar kondisi klien dapat dengan bebas mengungkapkan perasaan dan fikirannya
tentang perubahan tubuh yang dialaminya.
3.      Bangkitkan motivasi agar klien mau melaksanakan program pengobatan yang sudah
ditentukan.
4.      Anjurkan klien memeriksakan diri secara teratur ke tempat pelayanan terdekat.
5.      Anjurkan pada keluarga untuk dapat membantu klien memenuhi kebutuhan sehari-harinya bila
diperlukan serta dapat menciptakan lingkungan yang kondusif dalam keluarga seperti
menghindari perselisihan atau persaingan yang tidak sehat.
6.      Bantu klien untuk mengembangkan sisi positif yang dimiliki serta bantu untuk beradaptasi.
7.      Ajarkan klien cara melakukan perawatan kulit secara teratur setiap hari.
8.      Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakitnya, pengobatannya, dan kunci keberhasilan
pengobatan
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Hipopituitari
1.      Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan ini antara lain mencakup:
a)      Riwayat penyakit masa lalu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi pada
kepala.
b)      Sejak kapan keluhan dirasakan
Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin nyata
pada masa praremaja.
c)      Apakah keluhan terjadi sejak lahir.
Tubuh kecil dan kerdil sejak lahir terdapat pada klien kretinisme.
d)     Kaji TTV dasar untuk perbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang.
e)      Berat dan tinggi badan saat lahir atau kaji pertumbuhan fisik klien.Bandingkan perumbuhan
anak dengan standar.
f)       Keluhan utama klien:
1.      Pertumbuhan lambat.
2.      Ukuran otot dan tulang kecil.
3.      Tanda – tanda seks sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis dan rambut axila,
payudara tidak tumbuh,
penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid, dan lain – lain.
4.      Interfilitas.
5.      Impotensi.
6.      Libido menurun.
7.      Nyeri senggama pada wanita.

g)      Pemeriksaan fisik


Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran buah dada,
pertumbuhan rambut axila dan pubis pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut wajah
(jenggot dan kumis).
h)      Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar.
i)        Tergantung pada penyebab hipopituitary, perlu juga dikaji data lain sebagai data penyerta
seperti bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi
serebrum dan fungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
j)        Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemapuan klien dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya.
k)      Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti : Foto kranium untuk melihat
pelebaran dan atau erosi sella tursika.
l)        Pemeriksaan serta serum darah : LH dan FSH GH, androgen, prolaktin, testosteron, kartisol,
aldosteron, test stimulating yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid releasing
hormone.
2.      Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat dijumpai pada klien hipopituitary adalah :
a)      Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi tubuh
akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan.
b)      Koping individu tak efektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit.
c)      Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
d)     Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan gangguan transmisi impuls
sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.
e)      Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.
f)       Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
g)      Resiko gangguan integritas kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar
hormonal.
3.      Intervensi
Secara umum tujuan yang diharapkan dari perawatan klien dengan hipofungsi hipofisis adalah:
1.      Klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
2.      Klien dapat berpartisipasi aktif dalam program pengobatan.
3.      Klien dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari.
4.      Klien bebas dari rasa cemas.
5.      Klien terhindar dari komplikasi

Diagnosa Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan


perubahan struktur tubuh dan fungsi tubuh akibat
defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon
pertumbuhan.

1. Observasi
o Identifikasi harapan citra tubuh
berdasarkan tahap perkembangan
o Identifikasi budaya, agama, jenis kelami,
dan umur terkait citra tubuh
o Identifikasi perubahan citra tubuh yang
mengakibatkan isolasi sosial
o Monitor frekuensi pernyataan kritik
tehadap diri sendiri
o Monitor apakah pasien bisa melihat
bagian tubuh yang berubah
2. Terapiutik
o Diskusikan perubahn tubuh dan fungsinya
o Diskusikan perbedaan penampilan fisik
terhadap harga diri
o Diskusikan akibat perubahan pubertas,
kehamilan dan penuwaan
o Diskusikan kondisi stres yang
mempengaruhi citra tubuh (mis.luka,
penyakit, pembedahan)
o Diskusikan cara mengembangkan harapan
citra tubuh secara realistis
o Diskusikan persepsi pasien dan keluarga
tentang perubahan citra tubuh
3. Edukasi
o Jelaskan kepad keluarga tentang
perawatan perubahan citra tubuh
o Anjurka mengungkapkan gambaran diri
terhadap citra tubuh
o Anjurkan menggunakan alat bantu( mis.
Pakaian , wig, kosmetik)
o Anjurkan mengikuti kelompok
pendukung( mis. Kelompok sebaya).
o Latih fungsi tubuh yang dimiliki
o Latih peningkatan penampilan diri (mis.
berdandan)
o Latih pengungkapan kemampuan diri
kepad orang lain maupun kelompok
3
Diagnosa Koping individu tak efektif berhubungan dengan
kronisitas kondisi penyakit
Dukungan pengambilan keputusan

Observasi:

 Identifikasi persepsi mengenai maslah saat pembuatan


keputusan kesehatan

Terapeutik:

 Fasilitasi mengklarifikasi nilai dan harapan yang


membantu membuat pilihan

 Diskusikan kelebihan dan kekurangan dari setiap


solusi

 Fasilitasi melihat situasi secara realistic

 Motivasi mengungkapkan tujuan perawatan yang


diharapkan

 Fasilitasi pengambilan keputusan secara kolaboratif

 Hormati hak pasien untuk menerima atau menolak


informasi

 Fasilitasi menjelaskan keputusan kepada orang lain,


jika perlu

 Fasilitasi hubungan antara pasien, keluarga, dan


tenaga kesehatan lainnya

Edukasi

 Informasikan alternative solusi secara jelas

 Berikan informasi yang diminta pasien

1.
.
Diagnosa Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan
dengan gangguan transmisi impuls sebagai akibat
penekanan tumor pada nervus optikus.

1.
.
Diagnosa Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan
status kesehatan.
Diagnosa Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya
kekuatan otot.

1
Diagnosa Resiko tinggi gangguan integritas kulit (kekeringan)
berhubungan dengan menurunnya kadar hormonal.

B.  Perawatan Preoperasi
• Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang dilakukan.
• Menjelaskan penggunaan tampon hidung selama 2-3 hari pasca operasi. Anjurkan klien bernafas
melalui mulut selama pemasangan tampon.
• Menjelaskan penggunaan balut tekan yang ditempatkan dari bawah hidung, menggosok gigi,
batuk, bersin, karena hal ini dapat menghambat penyembuhan luka.
• Menjelaskan berbagai prosedur diagnostik yang diperlukan sebagai persiapan operasi seperti
pemeriksaan neurologik, hormonal, lapang pandang, swab tenggorok untuk pemeriksaan
kultur dan sensitivitas.
• Pendidikan kesehatan dilakukan sebelum tindakan pembedahan dilaksanakan. Setelah tindakan
transpenoidal hipofisektomi, perawat menjelaskan agar klien menghindari aktifitas yang dapat
menghambat penyembuhan seperti mengejan, batuk, dll. Juga jelaskan agar klien
mengindahkan faktor-faktor yang dapat mencegah obstipasi seperti makan makanan tinggi
serat, minum air yang cukup, pelunak feses bila diperlukan.
• Perawatan Pascaoperasi
• Amati respon neurologik klien dan catat perubahan penglihatan, disorientasi dan perubahan
kesadaran serta penurunan kekuatan motorik ekstrimitas.
• Amati pula komplikasi pascaoperasi yang lazim terjadi seperti transient insipidus (diabetes
insipidus sesaat).
• Anjurkan klien untuk melaporkan pada perawat bila terjadi pengeluaran sekret dari hidung.
• Tinggikan posisi kepala 30-45 derajat.
• Kaji drainase nasal baik kualitas maupun kuantitas.
• Hindari batuk, ajarkan klien bernafas dalam, lakukan hygiene oral secara teratur.
• Kaji tanda-tanda infeksi.
• Kolaborasi pemberian gonadotropin, kortisol ; sebagai dampak hipofisektomi.

Pembedahan
a.     Pembedahan transphenoidal
Pendekatan transphenoidal sering digunakan dalam melakukan  reseksi suatu adenoma. Sela
tursika dicapai melalui sinus sphenoid, dan tumor diangkat dengan bantuan suatu mikroskop
bedah. Insisi dibuat antara gusi dan bibir atas. Pendekatan ini pun digunakan untuk memasang
implant. Suatu lubang dibuat pada durameter pada jalan masuk sela tursika. Biasanya dirurup
dengan lapisan fascia yang diambil dari tungkai, sehingga pasien harus disiapkan untuk insisi
tungkai. Penampilan ini dilakukan untuk mencegah bocornya cairan serebrospinal (CSF).
Kebocoran CSF dapat terjadi beberapa hari postoperatif tapi harus ditutup. Hidung mungkin
mempet dan suatu sling perban ditempatkan dibawahnya untuk mengabsorpsi drainage.
Monitoring terhadap adanya kebocoran CSF perlu dilakukan.
Data-data berikut harus diperhatikan :
1.    Keluhan postnasal drip
2.    Menelan yang konstan
3.    Adanya halo ring pada nasal sling atau balutan (tanda berupa cairan CSF yang jernih
disekeliling cairan serosa yang lebih gelap ditengahnya)
4.    Memeriksa ada tidaknya glukosa pada drainase nasal.
Cairan serebrospinal mengandung glukosa, sedangkan cairan nasal tidak. Jika tes glukosa
positif, bahan pemeriksaan harus dikirim ke laboratorium untuk konfirmasi lebih lanjut.
        Jika terdapat kebocoran yang menetap, pasien dianjurkan untuk tirah baring dengan kepala
terangkat untuk menggantikan tekanan pada tambalan yang sudah ditentukan. Seringkali
kebocoran CSF sembuh dengan sendirinya, tetapi kadang-kadang diperlukan perbaikan dengan
tindakan operasi. Aktivitas yang meningkatkan tekanan intrakranial harus dihindari.
        Nyeri kepala dapat timbul dan dapat diobati dengan analgetik nonnarkotik tau cordein.
Nyeri kepala persisten atau rigiditas nuchal (kaku kuduk) dapat memberikan petunjuk akan
adanya meningitis dan hal ini harus segera dilaporkan. Karena kemungkinan terjadinya risiko
infeksi, maka antibiotik profilaktif dapat diberikan saat preoperatif atau postoperatif.
        Intervensi keperawatan lainnya bagi pasien dengan operasi transphenoidal meliputi hal
berikut :
• Memberikan cairan peroral dan diet cairan jernih segera setelah pasien sadar dan tak lagi merasa
mual setelah tinadakan anastesia.
• Meningkatkan diet yang sesuai (anorexia dapat timbul karena menurutnya sensasi penciuman).
• Meyakinkan pasien bahwa kehilangan sensasi penciuman hanya sementara dan akan membaik
segera setelah penutup hidung nasal sling diangkat.
• Memberikan O2 dengan kelembaban tertentu untuk menjaga kelembaban mukosa nasal dan oral.
• Melakukan perawatan mulut
a. Jangan menggosok gigi (untuk mencegah distrupsi benangjahitan).
b. Menggunakan kapas halus dan lembab pada saat membersihkan gigi.
c. Sering melakukan bilas mulut.
b. Pembedahan transfontal
Jika tumor hipofise dibawah tulang-tulang dari sella tursika (ekstra sellar), kraniotoomi
dilakukan untuk mendapatkan suatu lapang operasi yang cukup.  Tumor-tumor intraserebral lain,
penyakit-penyakit atau trauma terhadap struktur-struktur yang berdekatan dengan hipofise atau
dapat menyebabkan disfungsi  hipofise sementara maupun permanen.
  

DAFTAR PUSTAKA

Bagnara,Turnor.1998.Endokrinologi Umum. Yogyakarta: AirlanggaUniversity.


Corwin,Elizabet.J.1997.Buku Saku Patologi 2. Jakarta : EGC.
C. Long, Barbara.1996. Perawatan Medikal Bedah Edisi 3. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan keperawatan.
Doengoes,Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta: ECG.
Ganong.W.F.1995.Buku Ajar Fisiologi kedokteran Edisi 14. Jakarta :EGC.
Guyton.1987.Buku Ajar Fisiologi Manusia – Penyakit Manusia. Jakarta: EGC.
Guyton dan Hall.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC.
Hayes,Evelyn.R dan Joyce.L.Kee.1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.  Jakarta: EGC.
Kumar,Robbins.1995.Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta : EGC.
Ovedoff, David.2002.KapitaSelekta Kedokteran.  Jakarta : Binarupa Aksara.
Price,Sylvia.A dan Wilson.1995.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai