TINJAUAN PUSTAKA
2
o
C atau pada pH 6,8 dan suhu 37 oC; Perubahan yang terjadi karena
perubahan suhu menjadi penting selama hipotermi.
Karena cairan fisiologis adalah larutan biasa yang kompleks, Faktor lain
yang mempengaruhi penguraian dari air menjadi H + dan OH- adalah SID,
PCO2, dan ATOT.
3
yang tidak terdisosiasi. Yang menjadi masalah dalam perhitungan ini
adalah bahwa secara fenomenal Pengukuran pH dan bikarbonat, dan
kemudian variabel yang lainnya dapat dimanipulasi secara matematis.
Perhitungan ini dapat diukur dengan baik dengan air murni
konsentrasi [H+] harus sama dengan [OH-]. Tetapi larutan fisiologis,
walaupun larutan biasa, jauh lebih kompleks. Meskipun pada larutan
yang kompleks, [H+] dapat diperkirakan dengan menggunakan tiga
variabel : SID, PCO2, dan konsentrasi total asam lemah [ATOT].
4
A- sering disebut basa terkonjugasi dari HA. Konsep yang sama dapat
diterapkan untuk basa lemah, dimana
B + H+ BH+
Oleh karena itu, BH+ merupakan asam terkonjugasi dari B.
Buffer adalah larutan yang terdiri dari asam lemah dan basa
terkonjugasi atau basa lemah dan asam terkonjugasi. Buffer
meminimalisasikan setiap perubahan konsentrasi [H+] dengan cara
mudah menerima atau melepaskan ion hidrogen. Sehingga buffer sangat
efisien dalam meminimalisasi perubahan [H+] larutan (contoh, [A-] =
[HA]) ketika pH = pK. Terlebih lagi, pasangan konjugasi harus berada
dalam jumlah yang signifikan dalam suatu larutan agar dapat berperan
sebagai buffer yang efektif.
5
Jika hanya satu proses patologis yang terjadi, gangguan asam basa
dianggap sederhana. Adanya dua atau lebih proses primer merupakan indikasi
terjadinya gangguan asam basa campuran.
Kata -emia digunakan untuk menunjukkan efek dari semua proses
primer dan respon kompensasi fisiologis dari pH darah arteri. Karena pH
normal darah arteri orang dewasa 7,35-7,45, pada keadaan asidemia pH
<7,35, sedangkan pada alkalemia yang signifikan pH >7,45.
6
CaHPO4). Alkali berlebih (NaHCO3) dapat meningkatkan deposit
karbonat pada tulang.
Penyanggaan oleh bikarbonat plasma dapat terjadi segera
meskipun bikarbonat interstisial membutuhkan waktu 15-20 menit.
Sebaliknya, penyanggaan dengan protein intreseluler dan tulang
berlangsung lambat (2-4 jam). Lebih dari 50-60% asam berlebih
mungkin dapat disangga oleh sistem penyangga dati tulang dan
intraseluler.
dimana pK = 6,1.
Jika pK tidak mendekati pH normal arteri 7,4 maka bikarbonat
tidak dapat dikatakan sebagai buffer ekstraseluler yang efisien. Sistem
bikarbonat, bagaimanapun, penting karena dua alasan: (1) Bikarbonat
(HCO3-) berada dalam konsentrasi yang tinggi alam cairan ekstraseluler,
(2) Lebih penting lagi, PaCO2 dan [HCO3-] plasma diatur oleh paru-paru
dan ginjal secara terus-menerus. Kemampuan dari kedua organ ini
untuk mengubah rasio [HCO3-]/ PaCO2 menyebabkan kedua organ ini
memiliki pengaruh penting terhadap pH arteri.
7
Cara yang praktis dan lebih sederhana dari persamaan Henderson-
Hesselbach untuk buffer bikarbonat adalah:
Karenanya,
8
Tercatat bahwa HCO3- bereaksi dengan H+ untuk memproduksi
CO2. Selebihnya, CO2 secara normal dieliminasi oleh paru-paru
sehingga PaCO2 tidak berubah. Sebagai konsekwensi, [H +] = 24 x 40
21 = 45,7 nEq/L dan pH = 7,34. Selanjutnya penurunan pada [HCO 3-]
mempengaruhi jumlah dari asam nonvolatil yang ditambahkan.
9
dipakai sebagai buffer untuk asam karbonik (CO2) dan nonkarbonik
(nonvolatil):
10
kompensasi paru. Konsekwensinya, PaCO2 biasanya tidak pernah naik
diatas 55 mmHg pada respon terhadap alkalosis metabolik. Secara
umum, PaCO2 dapat diharapkan meningkat sebesar 0,25-1 mmHg untuk
setiap peningkatan [HCO3-] sebesar 1 mEq/L.
11
CO2 didalam sel tubulus ginjal berikatan dengan air dan
membentuk karbonat anhidrase. Asam karbonat (H 2CO3) terbentuk
dengan cepat dan terdisosiasi menjadi H+ dan HCO3-. Kemudian ion
bikarbonat masuk ke aliran darah sementara ion H + disekresi ke
dalam tubulus ginjal, dimana H+ bereaksi dengan HCO3- yang
terfiltrasi untuk membentuk H2CO3. Karbonik anhidrase menempel
ke dinding lumen dan mengkalisasi peruabhan H2CO3 menjadi CO2
dan H2O. Kemudian CO2 dapat berdifusi kembali kedalam sel
tubulus ginjal ntuk menggantikan CO2 yang sudah terpakai. Tubulus
proksimal secara normal mereabsorbsi 80-90% bikarbonat yang
terfiltrasi bersamaan dengan sodium, sedangkan tubulus distal
bertanggung jawab hanya 10-20%. Tidak seperti pompa H+ pada
tubulus proksimal, pompa H+ di tubulus distal tidak bersamaan
dengan reabsorbsi sodium, dan memiliki kemampuan mengatur
gradien H+ antara cairan tubulus dan sel tubulus. pH urine dapat
menurun sampai 4,4 (Bandingkan dengan pH plasma yaitu 7,4).
12
Gambar 2. Formatiom of titratable acid in urine
13
Gambar 3. Formation of ammonia in urine
14
biasanya berhubungan dengan peningkatan aktivitas mineralokortikoid
meskipun tidak terjadi deplesi dari sodium dan klorida.
Base Excess
Base Excess adalah jumlah assam atau basa yang harus
ditambahkan ke dalam darah agar pHnya kembali menjadi 7,4 dan
PaCO2 menjadi 40 mmHh pada keadaan saturasi O2 maksimal dan suhu
37 oC. Ditambah lagi, pemberian ini hanya berlaku untuk buffer yang
nonkarbonik di darah. Singkatnya, base excess menggambarkan tentang
komponen metabolisme dari gangguan asam asa. Nilai positif
menandakan keadaan metabolisme alkalosis, sedangkan nilai negatif
menandakan metabolisme asidosis. Base excess biasanya dalam bentuk
grafik atau secara elektronik dari normogram yang dikembabngkan oleh
Siggaard-Anderson dan membutuhkan penghitungan konsentrasi
hemoglobin.
2.4 Asidosis
EFEK FISIOLOGIS TERHADAP ACIDEMIA
[H+] diregulasi secara ketat dalam batas nanomol/L (36-43 nmol/L)
karena ion H+ memiliki kepadatan muatan yang tinggi dan medan listrik yang
las yang dapat mempengaruhi kekuatan ikatan hidrogen yang secara fisiologis
terdapat pada hampir semua biokimia. Reaksi biokimia sangat sensitif akan
perubahan [H+]. Keseluruhan efek akhir dari acidemia yang terlihat pada
15
pasien menunjukkan keseimbangan antara efek secara langsung dan aktivasi
simpatis ginjal. Dengan keadaan asidosis yang memburuk (pH < 7,20), efek
depresi secara langsung sangat dominan. Depresi otot jantung dan otot polos
secara langsung menyebabkan penurunan kontraksi jantung dan resistensi
pembuluh perifer, dan pada akhirnya menyebabkan hipotensi tang progresif.
Asidosis yang berat menyebabkan hipoksia jaringan disamping menyebabkan
affinitas hemoglobin terhadap oksigen bergeser ke arah kanan. Jantung dan
otot polos pembuluh darah menjadi kurang responsif terhadap katekolamin
eksogen dan endogen, dan ambang fibrilasi ventrikel menurun. Hiperkalemia
yang progresif sebagai akibat dari K+ yang keluar dari sel sebagai pengganti
untuk H+ ekstraseluler juga sangat potensial untuk menyebabkan kematian.
[K+] plasma meningkat sampai kira-kira 0,6 mEq/L untuk setiap penurunan
pH sebesar 0,10. Depresi sistem saraf pusat lebih sering terjadi pada respirasi
asidosis dibandingkan metabolik asidosis. Pengaruh ini, seringkali disebut
Narkosis CO2, mungkin sebagai hasil dari hipertensi sekunder intrakranial
untuk meningkatkan aliran darah otak (Cerebral Blood Flow) dan asidosis
intrasel yang berat. Tidak seperti CO2, ion H+ tidak mudah penetrasi melalui
sawar darah otak.
16
CO2 tidak dapat dinilai di bawah banyak keadaan, maka asidosis
respiratorik biasanya disebabkan hipoventilasi alveolar. Pada pasien
dengan kapasitas yang terbatas untuk meningkatkan ventilasi alveolar,
bagaimanapun juga, peningkatan produksi CO 2 dapat menjadi pencetus
asidosis respiratorik.
Causes of Respiratory Acidosis
Alveolar Hypoventilation
Central nervous system depression
Drug-induced
Sleep disorder
Obesity hypoventilation (Pickwickian) syndrome
Cerebral ischemic
Cerebral trauma
Neuromuscular disorders
Myopathies
Neuropathies
Chest Wall Abnormalities
Flail Chest
Kyphoscoliosis
Pleural abnormalities
Pneumothorax
Pleural effusion
Airway obstruction
Upper airway
o Foreign body
o Tumor
o Laryngospasm
o Sleep disorder
Lower airway
o Severe asthma
o Chronic Obstructive Pulmonary Disease
o Tumor
Parenchymal lung disease
Pulmonary edema
o Cardiogenic
o Noncardiogenic
Pulmonary emboli
Pneumonia
17
Aspiration
Interstitial lung disease
Ventilator malfunction
Increased CO2 production
Large caloric loads
Malignant hyperthermia
Intensive Shivering
Prolonged seizure activity
Thyroid storm
Extensive thermal injury (burns)
18
CO2 sangat berguna hanya pada kasus-kasus yang spesifik (seperti,
dantrolene untuk hipertermi berat, paralisis otot untuk tetanus,
medikasi antitiroid untuk krisis tiroid, dan penurunan asupan kalori).
Penantian yang tepat yang ditujukan untuk meningkatkan ventilasi
alveolar termasuk bronkhodilatasi, pengembalian keadaan narkosis,
pemberian stimulan pernafasan (doxapram), atau meningkatkan
kemampuan pengembangan paru (diuresis). Asidosis yang moderat
sampai berat (pH < 7,20), narkosis CO2, dan kelelahan otot
pernafasan yang tiba-tiba merupakan indikasi untuk pemasangan
ventilator. Peningkatan konsentrasi oksigen inspirasi juga
diperlukan, karena hipoksemia yang menetap biasa terjadi. NaHCO 3
intravenous sangat jarang terjadi kecuali pH < 7.10 dan HCO 3- < 15
mEq /L. Terapi sodium bikarbonat akan meningkatkan PaCO2 :
19
Asidosis metabolik didefinisikan sebagai penurunan primer dari
HCO3-. Proses patologis akan menghasilkan asidosis metabolik melalui
salah satu dari tiga mekanisme sebagai berikut:
1. Konsumsi HCO3- dengan asam kuat nonvolatil,
2. Eksresi Renal atau gastrointestinal dari bikarbonat,
3. Pengenceran cepat dari kompartemen cairan ekstraseluler dengan
cairan bebas bikarbonat .
Penurunan dari plasma (HCO3-) tanpa diikuti dengan reduksi
PaCO2 akan menurunkan pH arteri. Reaksi kompensasi pulmonal dalam
asidosis metabolik sederhana tidak akan menurunkan PaCO 2 sampai
tingkat yang dapat menormalkan pH tapi kompensasi hanya berupa
hiperventali yang jelas (Kussmaul).
Catat bahwa diferensial diagnosis yang menyebabkan asidosis
metabolik dapat diketahui melalui perhitungan anion gap.
Causes of Metabolic Acidosis
Increased anion gap
Incrased production of endogenous nonvolatile acids
Renal failure
Ketoacidosis
o Diabetic
o Starvation
Lactic acidosis
Mixed
o Nonketotic hyperosmolar coma
o Alcoholic
Inborn errors of metabolism
Ingestion of toxin
Salicylate
Methanol
Ethylene glycol
Paraldehyde
Toluene
Sulfur
Rhabdomyolisis
Normal anion gap (hyperchloremic)
Increased gastrointestinal losses of HCO3-
20
Diarrhea
Anion exchange resins (cholestyramine)
Ingestion of CaCl2, MgCl2
Fistula (pancreatic, biliary, or small bowel)
Ureterosigmoidostomy or obstructed ileal loop
Increased renal losses of HCO3-
Renal tubular acidosis
Carbonic anhydrase inhibitors
Hypoaldosteronism
Dilutional
Large amount of bicarbonate-free fluids
Total parenteral nutrition (Cl- salt of amino acids)
Increased intake of chloride-containing acids
Ammonium chloride
Lysine hydrochloride
Arginine hydrochloride
Anion Gap
Anion gap di plasma biasanya didefinisikan sebagai perbedaan
antara ukuran mayor kation dan anion.
Atau
Pada dasarnya, anion gap tidak dapat muncul karena tubuh selalu
mempertahankan keseimbangan elektrolit; jumlah anion sama dengan
jumlah kation. Jadi,
21
(termasuk proteinplasma), fosfat dan sulfat. Albumin plasma normalnya
menggambarkan fraksi terbesar anion gap (sekitar 11 mEq/l). Anion gap
turun 2,5 mEq/l setiap reduksi albumin plasma 1 g/dl. Proses apapun
yang meningkatkan anion tidak terukur atau menurunkan kation tidak
terukur akan meningkatkan anion gap. Sebaliknya, proses apapun yang
menurunkan anion tidak terukur akan menurunkan anion gap.
Elevasi ringan anion gap plasma hingga 20 mEq/l tidak
membantu diagnosis selama asidosis, tetapi nilai > 30 mEq/l biasanya
mengindikasikan adanya asidosis dengan anion gap tinggi (below).
Alkalosis metabolic juga dapat menyebabkan anion gap yang tinggi
karena penurunan volume elstraseluler, peningkatan pertukaran
albumin, dan peningkatan produksi laktat sebagai kompensasi. Anion
gap plasma yang rrendah mungkin disertai hipoalbumin, intoksikasi
bromida atau lithium dan multiple myeloma.
22
sianida) dapat m,enyebabkan asidosis laktat. Asam laktat yang
merupakan hasil akhir metabolisme glukosa secara anaerob
(glikolisis) secara cepat berakumulasi dalam kodisi kondisi
tersebut. Penrunan penggunaan laktat oleh hepar penggeluaran
yang sedikit oleh ginjal tidak begitu bertangguang jawab atas
terjadinya asidoss metabolik; penyebabnya termasuk hipoperfusi,
alakoholisme, dan penyakit hepar. Kadar laktat dapat dengan
mudah diukur dan normalnya 0,3 1,3 mEq/l. Asidosis disebabkan
oleh D-lactic acid yang tidak dikenali oleh enzim - lactat
dehydogenase (dan tidak diukur dalam pemeriksaan rutin), dapat
ditemukan pada pasien dengan short bowel syndromes; D-lactic
acid dibentuk oleh bakteri colon dari makanan yang mengandung
glukosa dan gandum dan diabsorbsi seccara sistemik. Kekurangan
insulin yang absolut atau relatif dapat menimbulkan hiperglikemia
dan ketoasidosis yang progresif yang berasal dari akumulasi -
hidroksibutirat dan asam asetat. Ketoasidosis juga dapat terlihat
dalam keadaan kelaparan dan kecanduan alkohol. Patofisiologi
asidosis sering berhubungan dengan intoksikasi alkohol dan koma
non ketotik hiperosmolar dan sangat kompleks dan dapat disertai
pembentukan laktat, keto dan asam tidak dikenal lainnya. Beberapa
gangguan metabolik bawaan sejak lahir , seperti maple syrup urine
disease, methylmalonic aciduria, propionic acidemia dan isovalleric
acidemia, menyebabkan asidosis metabolik dengan anion gap
tinggi sebagai hasil akumulasi asam amino abnormal.
23
sering menyebabkan asidosis dan gangguan penglihatan (retinitis).
Gejala gejalanya baru muncul setelah oksidasi lambat metanol
oleh enzim alcohol dehydrogenase untuk membentuk asam
glikolat. Asam glikolat, penyebab utama asidosis, lebih lanjut dapat
tersimpan di ginjal dan menyebabkan gagal ginjal.
24
berikatan dengan bikarbonat untuk membentuk garam yang tidak
larut di dalam usus.
25
hipokalemia. Penangananya termasuk pemberian lcali (sebanyak
10 25 mEq/kg/hari) dan suplemen potasium.
26
sodium. Dan untuk mengevaluasi terapi yang diberikan.peningkatan PH
arterial > 7,25 biasanya cukup untuk mengetahui efek samping dari
asidemia. Asidemia yang refrakter mungkin memerlukan hemodialisis
dengan dialisat bikarbonat.
Penggunaan rutin NaHCO3 dalam jumlah banyak dalam
penanganan henti jantung dan low flow states tidak lagi
direkomendasikan. Asidosis seluler paradoksik dapat muncul , biasanya
pada saat eliminasi CO2 terganggu. Karena CO2 yang telah terbentuk
memasuki sel sementara ion bikarbonatnya belum. Peningkatan buffer
yang tidak meningkatkan CO2 secara teoritis merupakan keadaan yang
terpilih, tapi tidak terbukti secara klinik.
Terapi spesifik untuk ketoasidodis diabetikum termasuk perbaikan
defisit cairan yang telah terjadi sebagai akibat dari diuresis osmotic
hiperglikemik dilanjutkan dengan penanganan insulin, potassium, fosfat
dan magnesium. Penanganan asidosis laktat harus diarahkan pertama
kali untuk mengembalikan oksigenasi yang adekuat dan perfusi
jaringan. Alkalinisasi urin oleh NaHCO3 untuk PH yang lebih besar dari
7 meningkatkan eliminasi salisilat untuk keadaan keracunan salisilat.
Infus etanol (IV 8-10 mL/Kg 10% etanol dalam larutan D5 dalam 30
menit dibarengi dengan infuse kontinum sebesar 0,15 mL/kg/jam untuk
mencapai kadar etanol dalam darah 100-130 mg/dL) adalah indikasi
untuk keadaan keracunan methanol atau etilen glikol. Etanol
berkompetisi dengan alkohol dehidrogenase dan menurunkan
pembentukan asam dari methanol glikolik dan asam oksalat dari etilen
glikol.
Bikarbonat Space
Bikarbonat Space adalah volume HCO3 yang akan didistribusikan
saat diberikan intra vena. Walaupun secara teoritis harus
menyeimbangkan dengan ruang cairan ekstraseluler (25% dari berat
badan), dalam kenyataannya dapat sebesar 25%-60% tergantung derajat
27
keparahan dan lamanya sidosis terjadi. Variasi ini setidaknya berkaitan
dengan jumlah buffer tulang dan intraseluler yang telah ada.
Contoh menghitung jumlah NaHCO3 yang diperlukan untuk
menghitung defisit basa (BD) -10mEq/L pada seorang laki-laki 70
tahun dengan bikarbonat space diperkirakan sebesar 30%:
dalam prakteknya, hanya 50% dari dosis yang telah dihitung (105 mEq)
biasa diberikan, setelahnya dilakukan pengukuran AGD.
28
Konsentrasi klorida urin selama alkalosis metabolik sensitif klorida
biasanya rendah (< 10mEq/L). Terapi diuretik adalah penyebab yang
paling umum alkalosis metabolik sensitif klorida. Diuretik seperti
furosemide, asam etakrinat, dan tiazid meningkatkan sekresi Na +, Cl-,
dan K+, mengakibatkan penurunan kadar NaCl, hipokalemi, dan
biasanya alkalosis metabolik sedang. Sekret gastrik mengandung ion H +
sebesar 25-100mEq/L, Na+ sebesar 40-160mEq/L, K+ sekitar 15 mEq/L
dan ion Cl- sebesar 200mEq/L. muntah atau kehilangan cairan gaster
melaui suction nasogastrik dapat berakibat alkalosis metabolik,
penurunan volume ekstraseluler, dan hipokalemia. Normalisasi cepat
dari PaCO2 setelah [HCO3-] plasma telah meningkat pada asidosis
respiratoris kronik pada alkalosis metabolik. Infant diberikan intake
yang mengandung Na+ tanpa klorida pada yang telah mengalami
alkalosis metabolik karena peningkatan sekresi H+ atau K+ yang harus
diimbangi dengan absorpsi sodium.
2.5 Alkalosis
2.5.1 Efek Fisiologis Alkalosis
Alkalosis meningkatkan afinitas Hb terhadap oksigen dan
pergeseran kurva disosiasi ke kiri, menyebabkan Hb lebih sulit
melepaskan oksigen ke jaringan. Pertukaran H+ keluar sel dengan K+
ekstraseluler yang masuk ke dalam sel menyebabkan hipokalemia.
Alkalosis meningkatkan jumlah binding site kalsium pada protein
plasma, menurunkan ionisasi plasma, sehingga menyebabkan depresi
sirkulasi dan iritabilitas neuromuscular. Alkalosis respiratori
menurunkan cerebral blood flow, meningkatkan resistensi vascular
sistemik dan presipitasi vasospasme koroner. Pada pulmonal, alkalosis
respiratori meningkatkan tonus otot polos bronkus (bronkokonstriksi)
namun menurunkan rsistensi vascular pulmonal.
29
ventilasi alveolar relative terhadap produksi CO2. [HCO3-] plasma
biasanya turun 2 mEq/L untuk setiap penurunan 10 mmHg secara akut
PaCO2 dibawah 40 mmHg. Perbedaan antara alkalosis respiratori akut
dan kronis tidak selalu ada, karena respon kompensasialkalosis sedikit
bervariasi; [HCO3-] plasma menurun 2-5 mEq/L untuk setiap penurunan
10 mmHg PaCO2 dibawah 40 mmHg.
Penyebab alkalosis respiratorik
Central Stimulation
Pain
Anxiety
Ischemic
Stroke
Tumor
Infection
Fever
Drug induced
Salicylates
Progesterone (Pregnancy)
Analeptics (doxapram)
Peripheral Stimullation
Hypoxemia
High altitude
Pulmonary disease
Conestive heart disease
Noncardiogenic pulmonary edema
Asthma
Pulmonaru embolism
Severe anemia
Unknow Mechanism
Sepsis
Metabolic encephalopathies
Iatrogenic
Ventilator induced
30
hidroklorida intravena, arginin klorida atau ammonium klorida dapat
diindikasikan.
31
Alkaline administration with renal insufficiency
Alkali therapy
Combined antacid and cation exchange resin therapy
Hypercalcemia
Milk Alkali syndrome
Boen metastase
Sodium penicillins
Glucose feeding after starvation
A. Alkalosis Metabolik Resisten Klorida
Peningkatan aktivitas mineralokortikoid biasanya berakibat
alkalosis metabolik meskipun tidak ada kaitannya dengan penurunan
volume ekstraseluler. Peningkatan tak terkendali aktivitas
mineralokortikoid menyebabkan retensi sodium dan peningkatan
volume ekstraseluler. Peningkatan sekresi H+ dan K+ mengambil
bagian untuk menyeimbangkan reabsorpsi sodium yang telah
ditingkatkan oleh aktivitas mineralokortikoid., menghasilkan
alkalosis metabolik dan hipokalemia. Konsentrasi klorida urin
biasanya lebih dari 20 mEq/L pada kasus seperti ini.
32
Penanganan Alkalosis Metabolik
Seperti kelainan asam basa lainnya, perbaikan alkalosis metabolik
tak pernah selesai kecuali penyebab utama telah ditangani. Saat
ventilasi dikontrol, componen respirasi yang menyebabkan alkalemia
harus dikoreksi dengan menurunkan minute ventilation untuk
normalisasi PaCO2. Penanganan terpilih untuk alkalosis metabolik
sensitif klorida dalah pemberian saline IV dan potasium/KCl. Terapi
blokade H2- berguna bila penyebabnya adalah kehilangan cairan gaster.
Asetazolamide dapat berguna pada pasien yang edematous. Alkalosis
dikaitkan dengan peningkatan aktivitas mineralokortikoid memberikan
respon yang baik dengan pemberian antagosis
aldosteron/spironolactone. Pada keadaan pH arterial lebih dari 7,60,
penanganan dengan hydrochlorida IV (0,1 mol/L), amonium klorida
(0,1mol/L), arginine hidrokorida atau hemodialisa harus
dipertimbangkan.
33
PaCO2 normal. Penanganan metabolisme alkalosis pada chloride-
sensitive adalah dari ion bersifat garam (NaCl) kedalam pembuluh
darah dan kalium (KCl). H2-blocker therapy bermanfaat ketika
hilangnya cairan lambung berlebihan merupakan suatu faktor.
Acetazolamide boleh juga bermanfaat pada pasien edematous. Alkalosis
terasosiasi dengan peningkatan langsung dalam aktivitas
mineralocorticoid yang siap bereaksi terhadap aldosterone lawan
(spironolactone). Ketika pH darah arteri lebih besar dari 7.60,
penanganan dengan asam hydrochloric (0.1 mol/L), ammonium klorid
(0.1 mol/L), arginine hydrochloride, atau hemodialysis ke dalam
pembuluh darah harus dipertimbangkan.
34
dan [HCO3-], dimana kompensasi pulmonal maupun renalis selalu terjadi
perubahan PaCO2 dan [HCO3-] yang searah. Perubahan yang berlawanan
arah mengindikasikan gangguan asam basa campuran.
6. Jika mekanisme kompensasi yang terjadi lebih atau kurang dari yang
diharapkan, maka terjadi gangguan asam basa campuran.
7. Hitung gap anion plasma pada kasus asidosis metabolik.
8. Ukur konsentrasi klorida urin pada kasus alkalosis metabolik.
Pendekatan alternatif yang cepat namun kurang tepat adalah dengan
menghubungkan perubahan pH dengan perubahan CO2 dan HCO3-. pada
gangguan respiratori, setiap perubahan 10 mmHg CO2 akan menyebabkan
perubahan pH arteri 0,08 U dengan arah yang berlawanan. Selama gangguan
metabolik, setiap perubahan 6 mEq HCO 3- juga merubah pH arteri 0,1 dengan
arah yang sama. Jika perubahan pH melebihi atau kurang dari yang
diprediksikan, maka mungkin terjadi gangguan asam basa campuran.
Normal Compensatory Response in Acid-Base Disturbances
Disturbance Response Expected Change
Respiratory acidosis
Acute [HCO3-] 1 mEq/L/10 mmHg increase in PaCO2
-
Chronic [HCO3 ] 4 mEq/L/10 mmHg increase in PaCO2
Respiratory alkalosis
Acute [HCO3-] 2 mEq/L/10 mmHg decrease in PaCO2
-
Chronic [HCO3 ] 4 mEq/L/10 mmHg decrease in PaCO2
Metabolic acidosis PaCO2 1.2 x the decrease in [HCO3-]
Metabolic alkalosis PaCO2 0.7 x the increase in [HCO3-]
35
terbatas. Tekanan oksigen pada darah vena (normal 40 mmHg)
menggambarkan ekstraksi jaringan bukan fungsi pulmonal. PCO2 vena
biasanya 4-6 mmHg lebih tinggi dari PaCO 2. Konsekuensinya, pH
darah vena 0,05 U lebih rendah dari pH darah arteri. Walaupun begitu,
darah vena sering digunakan dalam menentukan status asam basa.
Darah kapiler merepresentasikan campuran darah arteri dan vena, dan
nilai yang didapat merefleksikan hal tersebut. Sampel biasanya
dikumpulkan pada syringe heparin dan harus dianalisis segera.
Gelembung udara harus ditiadakan, sampel ditutup dan diletakkan di
atas es untuk mencegah ambilan udara dari sel darah atau kehilangan
udara ke atmosfer. Walaupun heparin sangat asam, jumlah haparin yang
berlebihan dalam syringe hanya menurunkan pH secara minimal namun
menurunkan PCO2 sebanding dengan persentase dilusinya, serta
memiliki efek bervariasi terhadap PO2.
2. Koreksi Suhu
Perubahan pada suhu mempengaruhi PCO2 dan PO2 secara
langsung serta pH secara tidak langsung. Turunnya suhu menurnunkan
tekanan parsial gas pada larutan- walaupun total gas content tidak
berubah- karena kelarutan sebanding dengan suhu. Baik PCO2 dan PO2
turun selama keadaan hipotermia, namun pH meningkat karena suhu
tidak mengubah [HCO3-]: PaCO2 menurnu, namun [HCO3-] tidak
berubah. Karena tekanan gas darah dan pH selalu diukur pada suhu 37
C, terdapat kontroversi apakan pengukuran nilai harus disesuaikan
dengan suhu pasien sebenarnya. Nilai normal pada suhu selain 37 oC
tidak diketahui. Banyak klinisi menggunakan pengukuran pada suhu 37
o
C, mengabaikan suhu pasien yang sebenarnya.
B. Pengukuran pH
Ketika logam diletakkan pada larutan garam, tendensi logam untuk
berionisasi ke dalam larutan menyebabkan logam bermuatan negatif. Jika
dua logam yang berbeda (elektroda) dan larutan garamnya dipisahkan oleh
36
partisi berpori (bisa terjadi pertukaran muatan), tendensi salah satu logam
untuk larut ke dalam larutan dibandingkan logam yang lain menyebabkan
adanya sebuah gaya elektromotive antara dua elektroda. Untuk mengukur
pH, elektroda perak/ perak klorida dan elektroda merkuri/ merkuri klorida
(calomel) adalah yang paling sering digunakan. Elektroda perak kontak
dengan larutan uji melalui gelas yang sensitif terhadap pH. Elektroda
calomel berhadapan dengan larutan uji melalui larutan potassium klorida
dan porous plug. Gaya elektromotive berkembang antara dua elektroda
adalah sebanding dengan [H+].
C. Pengukuran Karbondioksida
Modifikasi sistem elektroda pH dapat digunakan untuk mengukur
PCO2. pada sistem ini, (elektroda Severinghaus), dua elektroda dipisahkan
oleh larutan sodium bikarbonat dan potasium klorida. Sampel uji kontak
dengan larutan bikarbonat melalui membran teflon yang tipis yang
menyebabkan keseimbangan CO2 antara keduanya. Hasilnya, pH larutan
bikarbonat merefleksikan PCO2 pada larutan uji.
D. Pengukuran Oksigen
PO2 paling sering diukur secara polarografis menggunakan elektroda
Clark. Pada sistem ini, hubungan platinum dengan perak/ perak klorida
melalui larutan elektrolit (NaCl dan KCl) sampel uji dipisahkan dari
larutan elektrolit melalui membran yang menyebabkan oksigen brdifuis
secara bebas. Ketika voltase negatif ditambahkan pada elektroda platinum,
listrik yang mengalir antara dua elektroda secara langsung berhubungan
dengan PO2. pada prosesnya, molekul oksigen menangkap elektron dari
katoda dan bereaksi dengan air membentuk ion hidroksida.
37