1. Reaksi Protolisis
2. Hukum Pengenceran Ostwald
3. Larutan Buffer
4. Hidrolisis Garam
1.Reaksi Protolisis
Dengan demikian, derajat disosiasi elektrolit yang lemah sebanding dengan akar
kuadrat terbalik dari konsentrasi, atau akar kuadrat dari pengenceran. Konsentrasi
setiap spesies ionik diberikan oleh akar produk dari konstanta disosiasi dan
konsentrasi elektrolit.
3. Larutan Buffer
Larutan penyangga adalah suatu sistem larutan yang dapat mempertahankan nilai pH
larutan agar tidak terjadi perubahan pH yang berarti oleh karena penambahan asam atau basa
maupunpengenceran. Larutan ini disebut juga dengan larutan buffer atau dapar. Di dalam
tubuh makhluk hidup juga terdapat larutan penyangga yang sangat berperan penting. Dalam
keadaan normal, pH darah manusia yaitu 7,4. pH darah tidak boleh turun di bawah 7,0 ataupun
naik di atas 7,8 karena akan berakibat fatal bagi tubuh. pH darah dipertahankan pada 7,4 oleh
larutan penyangga karbonat-bikarbonat (H2CO3/HCO3−) dengan menjaga perbandingan
konsentrasi [H2CO3] : [HCO3−] sama dengan 1 : 20. Selain itu, dalam cairan intra sel juga terdapat
larutan penyangga dihidrogenfosfat-monohidrogenfosfat (H 2PO4−/HPO42−). Larutan penyangga
H2PO4−/HPO42− juga terdapat dalam air ludah, yang berfungsi untuk menjaga pH mulut sekitar
6,8 dengan menetralisir asam yang dihasilkan dari fermentasi sisa-sisa makanan yang dapat
merusak gigi.
Larutan buffer asam mempertahankan pH pada suasana asam (pH < 7). Larutan buffer asam
terdiri dari komponen asam lemah (HA) dan basa konjugasinya (A−). Larutan seperti ini dapat
diperoleh dengan:
1. mencampurkan asam lemah (HA) dengan garam basa konjugasinya (LA, yang dapat terionisasi
menghasilkan ion A−)
2. mencampurkan suatu asam lemah dalam jumlah berlebih dengan suatu basa kuat sehingga
bereaksi menghasilkan garam basa konjugasi dari asam lemah tersebut.
Pada penambahan asam (H+), kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri, sehingga reaksi
mengarah pada pembentukan CH3COOH. Dengan kata lain, asam yang ditambahkan akan
dinetralisasi oleh komponen basa konjugasi (CH3COO−).
Pada penambahan basa (OH−), kesetimbangan akan bergeser ke arah kanan, yakni reaksi
pembentukan CH3COO− dan H+, sebagaimana untuk mempertahankan konsentrasi ion H+ yang
menjadi berkurang karena OH− yang ditambahkan bereaksi dengan H+ membentuk H2O. Dengan
kata lain, basa yang ditambahkan akan dinetralisasi oleh komponen asam lemah (CH3COOH).
1. mencampurkan basa lemah (B) dengan garam asam konjugasinya (BHX, yang dapat terionisasi
menghasilkan ion BH+)
2. mencampurkan suatu basa lemah dalam jumlah berlebih dengan suatu asam kuat sehingga
bereaksi menghasilkan garam asam konjugasi dari basa lemah tersebut.
Pada penambahan asam (H+), kesetimbangan akan bergeser ke arah kanan, yakni reaksi
pembentukan NH4+ dan OH−, sebagaimana untuk mempertahankan konsentrasi ion OH− yang
menjadi berkurang karena H+ yang ditambahkan bereaksi dengan OH− membentuk H2O. Dengan
kata lain, asam yang ditambahkan akan dinetralisasi oleh komponen basa lemah (NH3).
Pada penambahan basa (OH−), kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri, sehingga reaksi
mengarah pada pembentukan NH3 dan air. Dengan kata lain, basa yang ditambahkan akan
dinetralisasi oleh komponen asam konjugasi (NH4+).
Dalam larutan buffer asam yang mengandung CH3COOH dan CH3COO−, terdapat
kesetimbangan:
Setelah disusun ulang, persamaan pH larutan di atas akan menjadi persamaan larutan penyangga
Jika a = jumlah mol asam lemah, g = jumlah mol basa konjugasi, dan V = volum larutan
penyangga,
Dalam larutan buffer basa yang mengandung NH3 dan NH4+, terdapat kesetimbangan:
NH3(aq) + H2O(l) ⇌ NH4+(aq) + OH−(aq)
Jika b = jumlah mol basa lemah, g = jumlah mol asam konjugasi, dan V = volum larutan
penyangga,
4.Hidrolisis Garam
Garam seperti NaCl yang dapat terbentuk dari reaksi basa kuat (NaOH) dan asam kuat (HCl)
tidak dapat terhidrolisis sehingga larutannya bersifat netral. Anion Cl − merupakan basa
konjugasi yang sangat lemah karena berasal dari asam kuat sehingga cenderung tidak dapat
menarik proton. Kation Na+ tidak terhidrolisis, sebagaimana di dalam air Na + hanya akan
terhidrasi (dikelilingi oleh molekul-molekul H 2O). Oleh karena densitas muatannya yang rendah,
kemampuan kation Na+ mempolarisasi molekul-molekul H2O di sekitarnya untuk melepas
proton dapat diabaikan. Akibatnya, kation Na+ cenderung tidak mempengaruhi keasaman
larutan.
Anion-anion basa konjugasi dari asam kuat yang tidak terhidrolisis, antara lain Cl −, Br−, I−, NO3−,
dan ClO4−.
Kation-kation dari basa kuat yang tidak terhidrolisis, antara lain kation-kation logam golongan IA
dan IIA (Li+, Na+, K+, Mg2+, Ca2+), kecuali Be2+.
Jadi, larutan garam dari asam kuat dan basa kuat umumnya tidak mengubah perbandingan
konsentrasi H+ dan OH− dalam air. Oleh karena itu, larutannya bersifat netral (pH = 7).
Garam seperti NH4Cl yang dapat terbentuk dari reaksi asam kuat (HCl) dan basa lemah (NH3)
akan mengalami hidrolisis kation yang berasal dari basa lemah sehingga larutannya bersifat
asam. Anion Cl− tidak terhidrolisis karena merupakan basa konjugasi yang sangat lemah. Kation
NH4+ dapat terhidrolisis karena merupakan asam konjugasi lemah yang berasal dari basa lemah
sehingga dapat mendonorkan proton (H+) kepada H2O dan membentuk ion hidronium (H3O+).
kation asam konjugasi dari basa lemah, seperti NH 4+, CH3NH3+, C6H5NH3+, dan C5H5NH+;
kation logam dengan densitas muatan tinggi, seperti Fe3+, Cr3+, Al3+, Cu2+, dan Ni2+.
Jika kation yang terhidrolisis dimisalkan sebagai BH+, maka reaksi hidrolisisnya dapat ditulis
sebagai berikut.
Reaksi ini dapat juga ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana seperti berikut.
Dengan asumsi jumlah kation BH+ yang terhidrolisis relatif kecil ([BH+]setimbang ≈ [BH+]awal = Mb),
sebagaimana kation terhidrolisis merupakan asam konjugasi lemah, maka pada kondisi
setimbang:
Hubungan antara nilai tetapan kesetimbangan Kh dengan nilai tetapan ionisasi basa lemah B (Kb)
dan nilai tetapan autoionisasi air (Kw), yaitu:
dengan Mb = molaritas komponen kation garam yang terhidrolisis.
Oleh karena itu, larutan garam dari asam kuat dan basa lemah akan meningkatkan konsentrasi H+
(H3O+) dalam air sehingga larutannya bersifat asam (pH < 7).
Garam seperti KCN yang dapat terbentuk dari reaksi asam lemah (HCN) dan basa kuat (KOH)
akan mengalami hidrolisis anion yang berasal dari asam lemah sehingga larutannya bersifat basa.
Kation K+ tidak terhidrolisis dan juga kation K+ yang terhidrasi memiliki densitas muatan yang
rendah sehingga cenderung tidak mempengaruhi keasaman larutan. Anion CN− dapat
terhidrolisis karena merupakan basa konjugasi lemah yang berasal dari asam lemah sehingga
dapat menarik proton (H+) dari H2O dan membentuk ion hidroksida (OH−).
Anion-anion basa konjugasi dari asam lemah yang dapat terhidrolisis menghasilkan ion OH−,
antara lain:
CN−, NO2−, F−, PO43−, CO32−, S2−, HS−, ClO−, C2O42−, HCOO−, CH3COO−, dan C6H5COO−.
Jika anion yang terhidrolisis dimisalkan sebagai A−, maka reaksi hidrolisisnya dapat ditulis
sebagai berikut.
Dengan asumsi jumlah anion A− yang terhidrolisis relatif kecil ([A−]setimbang ≈ [A−]awal = Ma),
sebagaimana anion terhidrolisis merupakan basa konjugasi lemah, maka pada kondisi setimbang:
Hubungan antara nilai tetapan kesetimbangan Kh dengan nilai tetapan ionisasi asam lemah HA
(Ka) dan nilai tetapan autoionisasi air (Kw), yaitu:
Oleh karena itu, larutan garam dari asam lemah dan basa kuat akan meningkatkan konsentrasi
OH− dalam air sehingga larutannya bersifat basa (pH > 7).
Garam seperti CH3COONH4 yang dapat terbentuk dari reaksi asam lemah (CH3COOH) dan basa
lemah (NH3) akan mengalami hidrolisis kation dan anionnya. pH larutan garam demikian
bergantung pada kekuatan asam relatif dari kation dan kekuatan basa relatif dari anion. Kekuatan
relatif dari anion dan kation dapat ditentukan dari kekuatan relatif asam lemah dan basa lemah
yang berhubungan. Dengan demikian, terdapat tiga kemungkinan kondisi keasaman larutan
garam yang terbentuk dengan parameter seperti berikut.
pH larutan garam dari asam lemah dan basa lemah hanya dapat diperkirakan menggunakan
rumus berikut dengan asumsi jumlah garam yang terhidrolisis relatif sangat kecil.