Hampir serupa semua reaksi biokimia di dalam tubuh bergantung pada pemeliharaan dari
konsentrasi hidrogen fisiologis. Yang kemudian diatur dengan ketat karena perubahan pada
konsentrasi hidrogen berkaitan dengan disfungsi organ yang luas. Sistem pemeliharaan ini sering
merujuk pada suatu keseimbangan asam basa yang sangat penting bagi seorang ahli anestesi.
Perubahan pada ventilasi dan perfusi dan infus cairan yang mengandung elektrolit merupakan hal
yang umum dalam suatu tindakan anestesia dan dapat dengan cepat mengubah keseimbangan
asam basa.
Keseimbangan asam basa sudah diperbarui. Di masa lalu, berfokus pada konsentrasi ion
hidrogen [H+], keseimbangan CO2, dan defisit/kelebihan basa. Strong Ion Difference (SID),
PCO2, dan total weak acid concentration (ATOT) dapat menjelaskan dengan baik mengenai
keseimbangan asam basa pada sistem fisiologis.
Suatu kelainan yang mengurangi pH menjadi lebih kecil dari normal disebut asidosis,
sedangkan suatu kelainan yang meningkatkan pH disebut sebagai alkalosis. Jika kelainan primer
hanya mempengaruhi [HCO3-], disebut sebagai metabolik. Jika kelainan primer hanya
mempengaruhi PaCO2, disebut sebagai respiratorik. Respons kompensasi sekunder (lihat di
bawah) harus disebut dengan kompensasi tersebut dan bukan suatu “–osis”. Satu hal yang
mungkin adalah dengan menyebut asidosis metabolik dengan kompensasi respiratorik.
Ketika hanya satu proses patologis yang terjadi sendiri, gangguan asam basa dianggap
sebagai kelainan sederhana. Adanya dua atau lebih proses primer mengindikasikan suatu
kelainan asam basa gabungan.
Akhiran “–emia” digunakan untuk menunjukkan pengaruh dari semua proses primer dan respons
kompensasi fisiologis (lihat di bawah) pada pH darah di dalam arteri. Karena pH darah arteri
normalnya sebesar 7,35 – 7,45 pada orang dewasa, terminologi asidemia menunjukkan nilai pH
< 7,35; sedangkan alkalemia menunjukkan pH > 7,45.
[H+] = 24 × (PCO2/HCO3)
Rasio PCO2 / HCO3 mengidentifikasi gangguan asam-basa primer dan respons sekunder, yang
ditunjukkan pada tabel di bawah.
Asidosis Metabolik
Respons sekunder terhadap asidosis metabolik adalah peningkatan ventilasi menit (volume tidal
dan frekuensi pernapasan) dan diikuti dengan penurunan PaCO2. Respons ini muncul dalam 30 -
120 menit, dan selesai dalam 12 hingga 24 jam (2). Besarnya respons didefinisikan oleh
persamaan di bawah ini (2).
ΔPaCO2 = 1.2 × ΔHCO3
Menggunakan PaCO2 normal 40 mm Hg dan HCO3 normal 24 mEq / L, persamaan di atas dapat
ditulis ulang sebagai berikut:
CONTOH: Untuk asidosis metabolik dengan HCO3 plasma 14 mEq / L, ΔHCO3 adalah 24 - 14
= 10 mEq / L, ΔPaCO2 adalah 1,2 × 14 = 17 mm Hg, dan PaCO2 yang diharapkan adalah 40 -
17 = 23 mm HG. Jika PaCO2> 23 mm Hg, ada asidosis respiratorik sekunder. Jika PaCO2 <23
mm Hg, ada alkalosis respiratorik sekunder.
Alkalosis Metabolik
Respons sekunder terhadap alkalosis metabolik adalah penurunan ventilasi menit dan diikuti
dengan peningkatan PaCO2. Respons ini tidak sekuat respons terhadap asidosis metabolik karena
kemoreseptor perifer tidak sangat aktif dalam kondisi normal, sehingga lebih mudah untuk
merangsang daripada menghambat. Besarnya respons terhadap alkalosis metabolik ditentukan
oleh persamaan di bawah ini (2)
Menggunakan PaCO2 normal 40 mm Hg dan HCO3 normal 24 mEq / L, persamaan di atas dapat
ditulis ulang sebagai berikut:
CONTOH: Untuk alkalosis metabolik dengan HCO3 plasma 40 mEq / L, ΔHCO3 adalah 40 -
24 = 16 mEq / L, ΔPaCO2 adalah 0,7 × 16 = 11 mm Hg, dan PaCO2 yang diharapkan adalah 40
+ 11 = 51 mm HG. Ini hanya peningkatan batas PaCO2, dan ini menunjukkan kelemahan relatif
dari respons terhadap alkalosis metabolik.
Tanggapan terhadap Gangguan Asam-Basa Pernafasan
Respons sekunder terhadap perubahan PaCO2 terjadi di ginjal, di mana penyerapan HCO3 dalam
tubulus proksimal disesuaikan untuk menghasilkan perubahan yang sesuai dalam HCO3 plasma.
Respons ginjal ini relatif rendah, dan dapat memakan waktu 2 atau 3 hari untuk selesai. Karena
keterlambatan dalam respons sekunder, gangguan asam-basa pernafasan dipisahkan menjadi
gangguan akut dan kronis.
CONTOH: Untuk peningkatan PaCO2 akut hingga 60 mm Hg, ΔHCO3 adalah 0,1 × 20 = 2
mEq / L untuk asidosis respiratorik akut, dan 0,2 × 20 = 4 mEq / L untuk alkalosis respiratorik
akut. Tak satu pun dari perubahan ini dianggap signifikan.
Mekanisme kompensasi
Respons fisiologis terhadap perubahan di dalam [H+] dikarakteristikkan oleh tiga fase: (1) buffer
kimia cepat, (2) kompensasi respiratorik (yang mungkin terjadi), dan (3) suatu respons
kompensasi ginjal yang lebih lambat tetapi lebih efektif yang mungkin mendekati pH normal
arteri bahkan jika proses patologis masih terjadi.
Kompensasi Respiratorik
Perubahan di dalam ventilasi alveolar bertanggung jawab untuk kompensasi respiratorik dari
PaCO2 diperantarai oleh kemoreseptor di dalam batang otak (lihat bab 23). Reseptor tersebut
merespons terhadap perubahan pH di dalam cairan serebrospinal. Peningkatan kecil ventilasi
sebesar 1-4 L/menit setiap peningkatan 1 mmHg pada PaCO2. Pada kenyataannya, paru – paru
bertanggung jawab untuk menghilangkan sekitar 15 mEq CO 2 yang dihasilkan setiap hari
sebagai hasil produk metabolisme karbohidrat dan lemak. Respons kompensasi respiratorik
juga penting dalam menghadapi perubahan yang tampak pada pH selama gangguan metabolik.
Kompensasi respiratorik selama asidosis metabolik
Penurunan pH darah arteri merangsang pusat pernapasan medular. Peningkatan yang terjadi di
dalam ventilasi alveolar menurunkan PaCO2 dan cenderung mengembalikan pH arteri kembali
normal. Respons respiratorik untuk menurunkan PaCO 2 terjadi dengan cepat tetapi mungkin
tidak mencapai suatu keadaan tetap yang diperkirakan sampai 12 – 24 jam kemudian; pH tidak
pernah kembali normal secara sempurna. PaCO2 normalnya menurun sebesar 1 – 1,5 mmHg di
bawah 40 mmHg untuk setiap penurunan [HCO3-] sebesar 1 mEq/L.
Kompensasi Ginjal
Kemampuan ginjal untuk mengendalikan jumlah [HCO3-] yang direabsorbsi dari cairan tubuler
yang disaring, membentuk [HCO3-] baru dan menghilangkan H+ dalam bentuk asam yang dapat
dititrasi dan ion amonium (lihat bab 29) memungkinkannya untuk memberikan pengaruh besar
terhadap pH selama gangguan asam basa metabolik maupun respiratorik. Pada kenyataannya,
ginjal bertanggung jawab untuk menghilangkan sekitar 1 mEq/kg per hari dari asam sulfur, asam
fosforik, dan asam organik yang teroksidasi secara tidak sempurna yang secara normal
dihasilkan oleh metabolisme makanan dan protein endogen, nukleoprotein, dan fosfat organik
(dari fosfoprotein dan fosfolipid). Metabolisme nukleoprotein juga menghasilkan asam urat.
Pembakaran asam lemak dan glukosa yang tidak sempurna menghasilkan asam keto dan asam
laktat. Alkali endogen dihasilkan selama metabolisme beberapa asam amino (glutamat dan
aspartat) dan senyawa organik lain (sitrat, asetat, dan laktat), tetapi jumlahnya tidak mencukupi
untuk melampaui produksi asam endogen.
Base excess
Base excess adalah jumlah asam atau basa (dalam satuan mEq/L) yang harus ditambahkan agar
pH darah mencapai 7,40 dan PaCO2 kembali ke 40 mmHg pada saturasi oksigen penuh dan suhu
37oC. Selanjutnya disesuaikan untuk buffer nonkarbonik di dalam darah. Secara senderhana,
base excess menunjukkan komponen metabolik pada gangguan asam-basa. Nilai positif
mengindikasikan alkalosis metabolik, sedangkan nilai negatif menunjukkan asidosis metabolik.
Base excess biasanya diukur secara grafik maupun elektronik menggunakan normogram yang
ditemukan oleh Siggaard-Andersen dan membutuhkan nilai konsentrasi Hb (Gambar 50-6).
ASIDOSIS
Efek fisiologis asidemia
[H+] di dalam tubuh diregulasi secara ketat dalam rentang nanomol/liter (36 – 43 nmol/L),
dikarenakan ion H+ memiliki densitas elektrik yang besar dan daerah elektris yang besar yang
mana dapat mempengaruhi kekuatan ikatan hidrogen yang terdapat pada hampir seluruh
molekul. Reaksi biokimia di dalam tubuh sangat sensitif terhadap perubahan jumlah [H +]. Secara
keseluruhan efek asidemia yang ditemukan pada pasien menunjukkan keseimbangan antara efek
langsung biokimia dengan efek dari asidemia yang terinduksi dari aktivasi simpatoadrenal. Pada
keadaan asidemia berat (pH < 7,20), efek langsung mendepresi mendominasi. Depresi langsung
pada miokard dan otot polos menyebabkan berkurangnya kontraktilitas jantung dan tahanan
pembuluh perifer, yang menyebabkan timbulnya hipotensi progresif. Asidosis berat dapat
menyebabkan hipoksia jaringan, meskipun terdapat pergeseran ke kanan pada afinitas
hemoglobin terhadap oksigen. Otot kardiak dan otot polos pembuluh, keduanya, menjadi kurang
responsif terhadap katekolamin endogen dan eksogen, dan ambang fibrilasi ventrikel menjadi
turun. Hiperkalemia progresif sebagai akibat dari perpindahan K+ keluar dari dalam sel dalam
pertukarannya dengan H+ ekstraseluler juga berpotensi letal. [K+] Plasma meningkat kurang lebih
0,6 mEq/L setiap penurunan 0,10 pada pH.
Depresi sistem saraf pusat lebih sering ditemukan pada kondisi asidosis respiratorik
dibandingkan pada asidosis metabolik. Kondisi tersebut sering disebut CO2 narkosis. Berbeda
dengan CO2, ion H+ tidak dapat mempenetrasi sawar darah otak (blood brain barrier)
ASIDOSIS RESPIRATORIK
Asidosis respiratorik didefinisikan sebagai suatu kondisi di mana terdapat peningkatan primer
dari PaCO2. Peningkatan tersebut memicu reaksi
H2O + CO2 ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3-
bergeser ke arah kanan, yang menyebabkan kenaikan H+ dan penurunan pH arteri. Seperti yang
sudah dideskripsikan di atas, [HCO3-] sangat sedikit terpengaruh.
PaCO2 menunjukkan keseimbangan antara produksi CO2 dan eliminasi CO2 :
CO2 merupakan produk dari metabolisme lemak dan karbohidrat. Aktivitas otot, suhu
tubuh, dan aktivitas hormon tiroid memiliki pengaruh besar pada produksi CO2. Dikarenakan
produksi CO2 tidak cukup banyak pada kondisi-kondisi tersebut, maka asidosis respiratorik
biasanya merupakan akibat dari hipoventilasi alveolar. Pada pasien dengan kapasitas
peningkatan ventilasi alveolar yang terbatas, bagaimanapun, peningkatan produksi CO 2 dapat
menimbulkan asidosis repiratorik.
Mekanisme Pernafasan
Alkalosis pernafasan - primer atau kompensasi - didefinisikan dengan hipokapnia, sebuah
temuan yang menyiratkan hiperventilasi alveolar. Gangguan neurologis sentral, agitasi, nyeri,
ventilasi mekanis yang tidak tepat, hipoksemia, dan penyakit restriktif yang mengurangi
kepatuhan sistem pernapasan, semuanya dapat mengakibatkan alkalosis pernapasan primer.
Mekanisme Kompensasi
Alkalosis respiratorik yang berlarut-larut menginduksi HCO3- ginjal, terbuang untuk
mengimbangi hipokapnia. Ketika stimulus untuk hiperventilasi dihilangkan, hiperpnea
cenderung berlanjut, didorong oleh asidosis SSP hingga HCO intraserebral, dan pH sepenuhnya
terkoreksi.
Buffer yang tidak memproduksi CO2, seperti Carbicarb TM atau tromethamine (THAM),
secara teori merupakan alternatif yang menarik, akan tetapi, tidak terdapat bukti yang
menunjukkan bahwa keduanya memiliki efikasi yang lebih baik dibanding bikarbonat.
CarbicarbTM merupakan campuran dari 0,3 M natrium bikarbonat dan 0,3 M natrium karbonat;
buffer dengan campuran tersebut secara utama lebih memproduksi natrium bikarbonat
dibandingkan CO2. Tromethamine mempunyai manfaat tambahan pada kekurangan natrium dan
mungkin merupakan buffer intrasel yang efektif.
Pasien dengan kondisi asidosis respiratorik kronik memerlukan perhatian khusus. Ketika
pasien tersebut mengalami gagal nafas akut, pemberian terapi harus bertujuan untuk
mengembalikan PaCO2 pada kondisi batas “normal” pasien. Normalisasi PaCO2 pasien menjadi
40 mmHg akan menyebabkan alkalosis respiratorik (lihat keterangan di bawah). Terapi oksigen
juga harus dikontrol secara ketat, karena pada pasien ini pernafasan mungkin terpicu tergantung
pada kondisi hipoksemia, bukan PaCO2. “Normalisasi” PaCO2 atau hiperoksia relatif. dapat
menyebabkan hipoventilasi berat.
ASIDOSIS METABOLIK
Asidosis metabolik didefinisikan sebagai kondisi penurunan primer jumlah HCO 3. Proses
patologis yang dapat menyebabkan keadaan asidosis metabolik adalah salah satu dari tiga
mekanisme berikut: (1). Konsumsi HCO3- oleh asam kuat non-volatil, (2). Kehilangan bikarbonat
di ginjal dan gastrointestinal, atau (3). Dilusi cepat antara kompartemen cairan ekstrasel dengan
cairan bebas bikarbonat.
Penurunan HCO3- plasma tanpa adanya penurunan yang proporsional dari PaCO2 dapat
menurunkan pH arterial. Respons kompensasi paru terhadap asidosis metabolik secara khas tidak
menurunkan jumlah PaCO2 ke keadaan yang dapat menormalkan pH tetapi ditandai dengan
hiperventilasi (pernapasan Kussmaul).
Tabel di bawah ini menunjukkan daftar penyakit yang dapat menyebabkan asidosis
metabolik. Perlu diperhatikan bahwa diagnosis banding dari asidosis metabolik dipengaruhi oleh
perhitungan anion gap.
ALKALOSIS
Efek fisiologis alkalosis
Kondisi alkalosis dapat meningkatkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen dan menggeser
kurva disosiasi oksigen ke kiri, sehingga menyebabkan hemoglobin semakin sulit menyalurkan
oksigen ke jaringan. Perpindahan H+ keluar dari sel dalam pertukarannya dengan K+ ekstraseluler
untuk masuk ke dalam sel dapat menyebabkan hipokalemia. Alkalosis dapat meningkatkan
jumlah reseptor pengikat Ca2+ anionik di protein plasma dan oleh karena itu dapat menurunkan
Ca2+ plasma, yang nantinya dapat menyebabkan depresi sistemik dan iritabilitas neuromuskular.
Alkalosis respiratorik menyebabkan penurunan aliran darah otak, meningkatkan resistensi
vaskuler sistemik, dan dapat menyebabkan vasospasme koroner. Di paru, alkalosis respiratorik
menyebabkan peningkatan tonus otot polos bronkial (bronkokonstriksi), namun menurunkan
resistensi vaskuler paru.
ALKALOSIS RESPIRATORIK
Alkalosis respiratorik didefinisikan sebagai suatu kondisi adanya penurunan primer pada PaCO2.
Mekanismenya biasanya yaitu adanya peningkatan yang tidak wajar pada ventilasi alveolar
kaitannya dengan produksi CO2. Pada tabel di bawah menyebutkan penyebab-penyebab yang
umum menimbulkan alkalosis respiratorik. [HCO3-] plasma biasanya turun sebesar 2 mEq/L
setiap penurunan akut 10 mmHg pada PaCO 2 di bawah 40 mmHg. Perbedaan antara alkalosis
respiratorik akut dan kronik umumnya jarang dapat dibedakan, karena respons kompensasi
terhadap alkalosis respiratorik kronik sangat beragam: [HCO3-] plasma menurun sebesar 2-5
mEq/L setiap penurunan 10 mmHg pada PaCO2 di bawah 40 mmHg.
Tabel. Penyebab Alkalosis Respiratorik
Stimulasi sentral
Nyeri
Ansietas
Iskemia
Stroke
Tumor
Infeksi
Demam
Obat-obatan
Salisilat
Progesterone (kehamilan)
Analeptic (doxapram)
Stimulasi perifer
Hipoksemia
Penyakit paru
Gagal jantung kongestif
Edema pulmo nonkardiogenik
Asma
Emboli paru
Anemia berat
Mekanisme yang tidak diketahui
Sepsis
Ensepalopati metabolik
Iatrogenik
Ventilator
Mekanisme Kompensasi
Alkalosis respiratorik yang berlarut-larut menginduksi HCO3- ginjal, terbuang untuk
mengimbangi hipokapnia. Ketika stimulus untuk hiperventilasi dihilangkan, hiperpnea
cenderung berlanjut, didorong oleh asidosis SSP hingga HCO intraserebral, dan pH sepenuhnya
terkoreksi.
ALKALOSIS METABOLIK
Alkalosis metabolik, pH lebih tinggi dari 7,45 dengan PaCO 2 normal atau meningkat, biasanya
dihasilkan dan dipertahankan oleh dua mekanisme patofisiologis yang berbeda. Alkalosis
metabolik didefinisikan sebagai suatu keadaan terdapatnya peningkatan primer pada [HCO 3-]
plasma. Seluruh kasus alkalosis matabolik dapat dibagi menjadi: (1) alkalosis metabolik yang
berkaitan dengan defisiensi NaCl dan deplesi cairan ekstrasel, atau sering disebut dengan
alkalosis metabolik sensitif klorida, dan (2) alkalosis metabolik yang berhubungan dengan
peningkatan aktivitas mineralokortikoid, yang secara umum dikenal dengan alkalosis metabolik
resisten klorida.
Kriteria Diagnostik
Alkalosis metabolik ditandai dengan peningkatan pH, peningkatan HCO3-, dan sering kali
peningkatan PaCO2 sebagai kompensasi jika gangguan kronis. Kesenjangan anion/anion gap
dapat meningkat karena peningkatan "kesetaraan muatan" albumin dan stimulasi sintesis anion
organik.
Alkalosis Respiratori
Akut ↓ HCO3- 2 mEq/L/10 mmHg
penurunan PaCO2
↓ HCO3-
Kronik 4 mEq/L/10 mmHg
penurunan PaCO2
Asidosis Metabolik ↓ PaCO2 1,2 x penurunan HCO3-
Alkalosis Metabolik ↑ PaCO2 0,7 x peningkatan HCO3-
Pendekatan alternatif yang cepat, namun mungkin kurang tepat, yaitu dengan
menghubungkan perubahan pH dengan perubahan CO2 atau [HCO3-]. Pada gangguan nafas,
setiap perubahan 10 mmHg pada CO2, secara berbanding terbalik dapat merubah pH arteri sekitar
0,08 U. Pada gangguan metabolik setiap perubahan 6 mEq pada [HCO3-] juga mengubah pH
arteri sekitar 0,1 berbanding lurus. Apabila perubahan pada pH lebih atau kurang dari yang
diperkirakan, kemungkinan terdapat gangguan asam-basa campuran.
Koreksi Suhu
Perubahan pada suhu berpengaruh terhadap PCO2, PO2, dan pH. Penurunan pada suhu akan
menurunkan tekanan parsial gas di dalam cairan – meskipun kandungan gas seluruhnya tidak
berubah- karena kelarutan gas berbanding terbalik dengan temperatur. Oleh karena itu, PCO 3 dan
PO2 menurun pada kondisi hipotermia, namun pH meningkat karena suhu tidak terlalu
menyebabkan HCO3- : PaCO2 menurun, tetapi [HCO3-] tidak berubah. Karena gas darah dan pH
selalu diukur pada suhu 37oC, muncul kontroversi mengenai apakah diperlukan koreksi suhu
sampai ke suhu pasien yang sebenarnya. Nilai “normal” temperatur selain 37 oC belum diketahui.
Banyak klinisi yang melakukan pemeriksaan secara langsung pada suhu 37 oC (“status-α”),
terlepas dari suhu pasien sebenarnya (lihat Bab 22)