Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN CAP (COMMUNUTY ACQUIRED

PNEUMONIA) PADA NY.D DI INSTALASI GAWAR DARURAT RUMAH


SAKIT UMUM PROVENSI Dr. HASAN SADIKIN KOTA BANDUNG

Diajukan untuk memenuhi laporan Praktek Belajar Lapangan State Gadar Kritis

Dosen pengampu: Susy Puspasari, M.Kep

Disusun Oleh :

Desy Havana Erlianti (322064)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT

BANDUNG

2023
A. KONSEP CAP
1. Definisi
Community Aquared Pneumonia (CAP) didefinisikan sebagai pneumonia
yang berkembang dalam pengaturan rawat jalan atau dalam waktu 48 jam masuk
ke rumah sakit (Ika, 2017).
Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus tensi dengan cairan,
dengan atau tanpa di sertai infiltrat sel radang kedalam dinding alveoli dan rongga
intistisium (Faisal, 2018).

2. Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi menurut Misnadiarly, 2015. Yaitu :
1) Percabagan bronchial

Bronkus kanan dibagi dalam tiga cabang lobaris yang masing-masing


menyuplaiudara pada tiga lobus kiri paru yaitu lobus atas, lobus tengah, dan
lobus bawah.Bronkuslobus paru kiri atas selanjutnya bercabang menjadi tiga
segmen, yaitu anterior, apikal,dan posterior. Bronkus tengah paru kanan
bercabang menjadi dua segmen yaitu lateraldan medial. Lobus bawah
bercabang menjadi lima cabang, yaitu superior, anteriobasal,latero basal,
medio-basal, dan posterio-basal sehingga total terdapat 10 segmen pada paru
kanan. Selanjutnya, bronkus akan bercabang dalam subdivisi hingga 20 atau
lebih percabangan dalam bronkus subsegmental, bronkus terminal, bronkiolus
terminal, dan bronkiolus respiratorius. Bronkus respirarotorius selanjutnya
bercabang menjadi bronkiolus respiratorius terminalis hingga akhirnya
sampai padaductus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli.
Bronkus dibentuk oleh kartilago dan otot.Cincin kartilago inkomplet
seperti padatrakea ditemukan juga pada bronkus utama dan bronkus lobus
bawah.Sedikit cincinkartilago komplet terdapat pada bronkus lobaris dan
bronkus segmental.Pada bronkuskecil dan bronkiolus, terdapat jaringan
konektif elastis yang membantu kepatenanjalan napas.Pada bronkus kecil dan
bronkiolus tidak ada lagi tulang kartilago, hanyaterdapa otot yang memiliki
kemampuan recoil elastic. Bronkus dilapisi oleh epitelpseudostratifikasi
kollmnar berlapis (psudostartified ciliated columnar ephitelium).Selgoblet
dalam epithelium menyekresi mukus.Silia dan mucus bersam-sama membantu
melindungi paru dari debu, kuman, dan partikel lainnya
2) Paru

Sistem respirasi terdiri dari sepasang paru didalam rongga toraks. Paru
kanan dibagi oleh fisura transversa dan oblik menjadi tiga lobus: atas, tengah,
dan bawah.Paru kiri memiliki fisura oblik dan dua lobus. Pembuluh darah,
saraf, dan sistem limfatikmemasuki paru pada permukaan medialnya diakar
paru atau hilus. Setiap paru dibagidalam sejumlah segmen bronkopulmonal
yang berbentuk baji dan bagian apeks padahilus dan bagian dasarnya pada
permukaan paru.Setiap segmen bronkoplmonal dibagidisuplai oleh bronco
segmental, arteri, dan venanya sendiri serta dapat diangkat dengan
pembedahan yng hanya menimbulkan sedikit perdarahan atau keluarnya udara
dari paru yang masih ada.Setiap paru dilapisi oleh membrane tipis, yaitu
pleura viseralis,yang bersambungan dengan pleura parietalis yang melapisi
dinding dada, diafragma,pericardium, dan mediastinum.Ruang diantara
lapisan parietal dan visceral sangat tipispada keadaan sehat dan dilubrikasi
oleh cairan pleura.

3. Etiologi
Menurut Ika, 2017, Pneumonia bisa disebabkan karena beberapa faktor,
diantaranya adalah :
a. Bakteri (pneumokokus, streptokokus, H. Influenza, klebsiela mycoplasma
pneumonia)
b. Virus (virus adena, virus para influenza, virus influenza).
c. Jamur / fungi (kandida abicang, histoplasma, capsulatum, koksidiodes).
d. Protozoa (pneumokistis karinti), Bahan kimia (aspirasi makan/susu/isi
lambung, keracunan hidrokarbon (minyak tanah, bensin, dan lain-lain)

4. Klasifikasi
a. Pneumonia Kriteria minor
 Frekuensi nafas > 30 x/mnt
 Gagal nafas, PaO2 / FiO2 < 250
 Gambaran rongent : bilateral
 Gambaran rongent : > 2 lobus
 Sistolik < 90 mmHg dan Diastolik < 60 mmHg
b. Pneumonia berat Kriteria mayor :
 Membutuhkan ventilasi mekanik
 Abnormalitas ventilasi : respiratory muscle dysfunction, decrease
ventilatory drive, increased airway resistance/obstruction
 Abnormalitas oksigenasi : refractory hipoxemia, need for positive end
expiratory pressure (PEEP) (ARDS : PaO2/FiO2 < 200), excessive
work of breathing Infiltrasi bertambah > 50 %
 Membutuhkan vasopressor > 4 jam dan Kreatinin serum > 2 mg/dl
atau peningkatan > 2 mg bila tak ada penyakit ginjal.
5. Patofisiologi
Mencakup interaksi antara mikroorganisme (MO) penyebab yang masuk
melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh. Kuman mencapai alveoli
melalui inhalasi, aspirasi kuman orofaring, penyebaran hematogen dari focus
infeksi lain, atau penyebaran langsung dari lokasi infeksi. Pada bagian saluran
napas bawah, kuman menghadapi daya tahan tubuh berupa sistem pertahanan
mukosilier, daya tahan selular makrofag alveolar, limfosit bronkial dan neutrofit.
Faktor predisposisi antara lain berupa kebiasaan merokok, pasca infeksi virus.
Penyakit jantung kronik, DM, keadaan imunodefisiensi, kelainan atau kelemahan
struktur organ dada dan penurunan kesadaran. Pneumonia diharapkan akan
sembuh setelah terapi 2 – 3 minggu. Bila lebih lama perlu dicurigai adanya
infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur
mikrobakterium atau parasit. Karena itu penyelidikan lanjut terhadap MO perlu
dilakukan bila pneumonia berlangsung lama tanda dan gejalanyaadalah adan
terasa lemas, badan terasa panas , sesak napas, dan muntah-muntah (Faisal,
2018).
6. Pathway
7. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis CAP menurut (Faisal, 2018) bervariasi tergantung
penyebab, usia, status imunologis dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis berat
yaitu sesak dan sianosis. Gejala dan tanda pneumonia dibedakan gejala non
spesifik,pulmonal,pleural,dan ekstrapulmonal.
1) Gejala Spesifik
- Demam
- Batuk dahak
- Gelisah
- Gangguan gastronintestinal seperti muntah, kembung, diare atau sakit
perut.
2) Gejala Pulmonala.
- Nafas Cuping hidung
- Takipnea, dispenea dan apnea
- Menggunakan otot interkostal dan abdominald
- Wheezing
3) Gejala Pleura
- Nyeri dada yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoia dan
Staphylococcus aureus
4) Gejala ekstrapulmonal
- Abes kulit atau jaringan lunak pada kasus pneumonia karena
Staphylococcus aureus
- Otitis media, konjungtivis, sinusitis dapat ditemukan ditemukan pada
kasus infeksi karena H.Influenza, Steptococcus.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut (Ika, 2017), yaitu :
1) Pemeriksaaiksaan sputun gram dan kultur sputum sampel ampel adekuat.
2) Pemeriksaa darah, leukositosis, led, kultur darah.
3) Radiologi, abnormalitas yang disebabkan adanya radang atau cairan
ditandai dengan adanya konsolidasi dan kelainan bisa satu lobus atau
lebih.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CAP menurut (Faisal, 2018) dibagi menjadi :
a. Penderita rawat jalan
 Pengobatan suportif/simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
- Pemberian antibiotik harus diberikan kurang dari 8jam
b. Penderita rawat inap diruang rawat biasa
 Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektroit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik,mukolitik
- Pengobatan antibiotik harus diberikan ( sesuai bagan ) kurang dari 8
jam
c. Penderita rawat inap di Ruang rawat intensif
 Pengobatan suportif/simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik,mukolitik.
- Pengobatan antibiotik kurang dari 8jam.
- Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik.

10. Komplikasi
Komplikasi yang timbul dari pneumonia menurut Menurut (Ika, 2017) yaitu :
1) Empiema adalah akumulasi pus diantara paru dan membran yang
menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bila mana suatu paru
terinfeksi.
2) Otitis media akut adalah infeksi pada telinga bagian tengah, Otitis media akut
sering dijumpai pada anak-anak. Biasanya anak mengeluhkan nyeri disertai
penurunan pendegaran.
3) Emfisema adalah penyakit progresif jangka panjang pada paru-paru yang
umumnya menyebabkan napas menjadi pendek. Secara bertahap, kerusakan
jaringan paru pada emfisema akan membuatnya kehilangan elastisitas.
Kantung-kantung udara (alveoli) pada paru-paru penderita juga rusak.
4) Meningitis adalah penyakit yang disebabkan oleh peradangan pada selaput
pelindung yang menutupi saraf otak dan tulang belakang yang dikenal
sebagai meninges. Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi dari cairan
yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang.
5) Efusi pleura adalah kondisi yang ditandai oleh penumpukan cairan di antara
dua lapisan pleura. Pleura merupakan membran yang memisahkan paru-paru
dengan dinding dada bagian bagian dalam. Cairan yang diproduksi pleura
diproduksi pleura ini sebenarnya berfungsi sebaga pelumas yang membantu
kelancaran pergerakan paru-paru ketika bernapas.
6) Abses adalah infeksi paru-paru. Penyakit ini menyebabkan pembengkakan
yang mengandung nanah, nekrotik pada jaringan paru- paru, dan
pembentukan rongga yang berisi butiran nekrotik atau sebagai akibat i infeksi
mikroba. mikroba. Pembentukan banyak abses dapat menyebabkan
pneumonia atau nekrosis paru-paru.
7) Gagal napas adalah ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan
parsial normal O2 dan atau CO2 di dalam darah. Gagal nafas adalah suatu
kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan
karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi
metabolisme tubuh.
8) Sepsis adalah suatu keadaan di mana tubuh bereaksi hebat terhadap bakteria
atau mikroorganisme lain. Sepsis merupakan suatu keadaan yang mesti
ditangani dengan baik yang berhubungan dengan adanya infeksi oleh bakteri.
Bila tidak segera diatasi, Sepsis dapat menyebabkan kematian penderita.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
 Terdapat sekret di jalan napas (sumbatan jalan napas)
 Bunyi napas ronchi
b. Breathing
 Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung
 Menggunakan otot-otot asesoris pernapasan, pernafasan cuping hidung
 Kesulitan bernapas ; lapar udara, diaporesis, dan sianosis
 Pernafasan cepat dan dangkal
c. Circulation
 Akral dingin
 Adanya sianosis perifer
d. Dissability
Pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran
e. Exposure
Terjadi peningkatan suhu

2. Pengkajian focus
1) Identitas
2) Riwayat penyakit sekaran
Hal yang perlu dikaji :
- Keluhan yang dirasakan klien
- Usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan
3) Riwayat penyakit dahulu
Hal yang perlu dikaji :
- Pernah menderita ISPA
- Riwayat terjadi aspirasi
- Sebutkan sakit yang pernah dialami
4) Riwayat penyakit keluarga
- Ada anggota keluarga yang sakit ISPA
- Ada anggota keluarga yang sakit pneumonia
5) Demografi
- Usia : anak, dewasa, lansia
- Lingkungan : pada lingkungan yang sering berkontaminasi dengan polusi
udara
6) Pola pengkajian Gordon
Hal-hal yang perlu dikaji :
 Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Hal yang perlu dikaji yaitu kebersihan lingkungan, biasanya orang tua
menganggap anaknya benar- benar sakit jika anak sudah mengalami sesak
nafas.
 Pola nutrisi dan metabolic
Biasanya muncul anoreksia (akibat respon sistemik melalui control saraf
pusat), mual dan muntah (peningkatan rangsangan gaster sebagai dampak
peningkatan toksik mikroorganisme).
 Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan
cairan melalui proses evaporasi karena demam.
 Pola istirahat-tidur
Data yang sering muncul pasien mengalami sulit tidur,karena sesak nafas,
sering menguap serta kadang terbangun pada malam hari karena
ketidaknyamanan.
 Pola aktivitas-latihan
Pasien tampak aktivitas menurun dan latihannya sebagai dampak
kelemahan fisik. Pasien akan mengalami bedrest dan kemampuan
perawatan diri
 Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan
biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak
 Pola seksual-reproduksi
Kaji pasien mengenai :
- Masalah atau perhatian seksual
- Menstrusi, jumlah anak, jumlah Menstrusi, jumlah anak, jumlah
suami/istri
- Gambaran perilaku seksual (perilaku sesksual yang aman, pelukan,
sentuhan dll)
- Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi
- Efek terhadap kesehatan
- Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara,
rectum udara, rectum

3. Pemeriksaan Fisik
1) Penampilan umum Yaitu penampilan klien dimulai pada saat mempersiapkan
klien untuk pemeriksaan
2) Kesadaran Merupakan ukuran kesadaran dan juga respon seseorang terhadap
rangsangan lingkungan. Dalam pemeriksaaan kesadaran dikenal dengan
istilaah GCS atau Glaslow Coma Scale. Caranya :
1. Mata
Nilai 4 : Mata terbuka dan spontan
Nilai 3 : Mata terbuka jika diberi respon suara / diperintahkan untuk
membuka mata
Nilai 2 : Mata membuka dengan diberikan rangsangan nyeri
nilai 1 : Mata tidak terbuka sekalipun diberi rangsangan suara dan nyeri
2. Respon Verbal
Nilai 5 : mampu berbicara dan dapat menyebutkan nama dan dimana
Nilai 4 : disorientasi
Nilai 3 : mampu berbicara tapi tidak jelas
Nilai 2 : hanya mengerang
Nilai 1 : tidak berbicara sama sekali
3. Motorik
Nilai 6 : Dapat mengikuti perintah yg diinstruksikan
Nilai 5 : Dapatt menjauhkan stiimulus ketika diberi rangsangan nyeri
Nilai 4 : dapat menarik tubuh ketika diberi rangsangan nyeri
Nilai 3 : abnormal flexion
Nilai 2: abnormal extension
Nilai 1 : tidak ada respon
3) Kepala : Rambut Kulit kepela tampak bersih, tidak ada luka, ketombe tidak
ada, pertumbuhan rambut jarang, warna rambut hitam, kekuatan rambut :
mudah dicabut atau tidak, dan tidak ada pembengkakan dan nyeri tekan.
4) Mata Kebersihan mata : mata tampak bersih, gangguan pada mata : mata
berfungsi dengan baik, pemeriksaan : konjungtiva : pucat dan tidak pucat,
sklera biasanya putih, pupil : isokor atau anisokor dan kesimetrisan mata :
mata simeetris kiri dan kanan dan ada atau tidaknya massa atau nyeri tekan
pada mata
5) Telinga Fungsi pendengaran : biasanya berfungsi dengan baik, bentuk telinga
sama kika, kebersihan telinga.
6) Hidung Kesimetrisan hidung : biasanya simetris, kebersihan hidung nyeri
sinus, polip, fungsi pembauan dan apakah menggunakan otot bantu
pernapasan.
7) Mulut dan gigi Kemampuan bicara, adanya batuk atau tidak, adanya sputum
saat batuk atau tidak, keadaan bibir, keadaan platum, kelengkapan gigi, dan
kebersihan gigi.
8) Leher Biasanya simetris kika, gerakan leher : terbatas atau tidak, ada atau
tidak pembesaran kelenjer thyroid, ada atau tidaknya pembesaran vena
jugularis dan kelenjerr geth bening.
9) Thorax
a) Paru-paru
- Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan gerakan dada, frekuensi nafas cepat
(tachipnea), irama, kedalamannya pernapasan cuping hidung.
- Palpasi : adanya nyeri tekan, fremitus traktil bergetar kiri dan kanan.
Perkusi : Terdengar bunyi redup (Dullnes) adanya jaringan yang lebih padat
atau konsolidasi paru-paru seperti pneumonia.
- Auskultasi : Suara napas rhonci (nada rendah dan sangat kasar terdengar
baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi.
b) Jantung
Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan dada, ictus cordis tampak atau tidak
Palpasi : Ictus cordis terba, tidak ada massa (pembengkakan) dan ada atau
tidaknya nyeri tekan.
Perkusi : Perkusi jantung pekak (adanya suara perkusi jaringan yang padat
seperti pada daerah jantung)
Auskultasi : Terdengar suara jantung l dan suara jantung ll (terdengar bunyi
lub dup lub dup) dalam rentang normal.
10) Abdomen
 Inspeksi : Bentuk abdomen, kesimetrisan abdomen, ada atau tidakmnya
lesi, ada atau tidaknya stretch mark
 Auskultasi : Mendengarkan bising usus (normal 5-30 x/menit)
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar
 Perkusi : Terdengar suara tympany (suara berisi cairan)
11) Punggung : Tidak ada kelainan bentuk punggung, tidak ada terdapat luka
pada punggung.
12) Ekstremitas Atas : terpasang infus apa, ada kelemahan atau tidak pada
ekstremitas atas Bawah : ada atau tidaknya gangguan terhadap ekstremitas
bawah seperti kelemahan. Penilaian kekuatan otot mempunyai skala ukuran
yang umumnya dipakai untuk memeriksa penderita yang mengalami
kelumpuhan selain mendiagnosa status kelumpuhan juga dipakai untuk
melihat apakah ada kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan
atau sebaliknya apakah terjadi perburukan pada penderita. (Suratun, dkk,
2008). Penilaian tersebut meliputi :
 Nilai 0 : Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
 Nilai 1 : Kontaksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus
otot, dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakan sendi
 Nilai 2 : Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi
kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi
 Nilai 3 : Dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh
gravitasi.
 Nilai 4 : kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan kemampuan
otot terhadap tahanan yang ringan.
 Nilai 5 : kekuatan otot normal
13) Genetalia : Terpasang kateter atau tidak

4. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d batuk tidak
efektif, tidak mampu batuk.
2) Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (keengganan untuk makan) d.d bising usus
hiperaktif, membran mukosa pucat, sariawan, diare.
3) Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan d.d mengeluh sulit tidur,
mengeluh seringterjaga, mengeluh istirahat tidak cukup
4) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen d.d merasa lemah
5) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d pola
napas abnormal
6) Hipertermia b.d proses penyakit d.d suhu tubuh diatas nilai normal
7) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d tampak meringis
8) Defisit Pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menanyakan masalah
yang dihadapi
5. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI


1 Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi selama 3 jam, Latihan Batuk Efektif
b.d sekresi yang tertahan d.d maka Bersihan Jalan Napas Meningkat,
batuk tidak efektif. dengan kriteria hasil : O
 Identifikasi kemampuan batuk
 Batuk efektif meningkat  Monitor adanya retensi sputum
 Produksi sputum menurun  Monitor dada dan gejala infeksisaluran nafas
 Dispnea menurun  Monitor input dan output cairan
 Frekuensi napas normal 12-20
kali/menit T
 Pola napas membaik  Atur posisi semi Fowler atauFowler
 Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
pasien
 Buang sekret pada tempat sputum

E
 Jelaskan tujuan dan prosedur batukefektif
 Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
 Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga
3 kali
 Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik nafas dalamyang ke-3
K

 Kolaborasi pemberian mukolitik atau


ekspektoran, jika perlu.
Manajemen Jalan Nafas O

 Monitor pola nafas


 Monitor bunyi nafas tambahan
 Monitor sputum

 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-


tilt dan chin-lift (jaw- thrust jika dicurigai trauma
servikal)
 Posisikan semi-fowler atau fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigensi sebelum penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGlll
 Berikan oksigen

 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari


 Ajarkan teknik batuk efektif
K

 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran, mukolitik jika perlu.
2 Defisit nutrisi b.d faktor psikologis Setelah dilakukan intervensi selama 2 jam, maka Manajemen Nutrisi
(keengganan untuk makan) defisit nutrisi membaik, dengan kriteria hasil :

O
 Porsi makan yang dihabiskan
 Identifikasi status nutrisi
meningkat
 Identifikasi alergi dan intoleransi makan
 Pengetahuan tentang pilihan
 Identifikasi makanan yang disukai
makanan yang sehat meningkat
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
 Frekuensi makan membaik
 Identifikasi perlunya penggunaan selang
 Nafsu makan membaik
nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika


perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diet
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral
dapat ditoleransi

 Anjurkan posisi duduk, jika mampu


 Ajarkan diet yang diprogramkan

 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum


makan
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
3 Gangguan pola tidur b.d hambatan Setelah dilakukan intervensi selama 2 jam, maka Dukungan Tidur
lingkungan d.d mengeluh sulit tidur. pola tidur membaik, dengan kriteria hasil :

O
 Keluhan sulit tidur menurun
 Identifikasi pola aktivitas dan tidur
 Keluhan sering terjaga
 Identifikasi faktor pengganggu tidur
menurun
 Identifikasi makanan dan minuman yang
 Keluhan pola tidur berubah
mengganggu tidur
menurun
 Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
 Keluhan istirahat tidak cukup
menurun
 Kemampuan beraktivitas T
meningkat
 Modifikasi lingkungan
 Batasi waktu tidur siang
 Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
 Tetapkan jadwal tidur rutin
 Lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan
 Sesuaikan jadwal pemberian obat dan tindakan
untuk menunjang
siklus tidur terjaga

 Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit


 Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
 Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang mengganggu
tidur.
 Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung supresor terhadap tidur REM
 Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur
 Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
4 Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan intervensi selama 2 jam , maka Manajemen energi
ketidakseimbangan antara suplai dan toleransi aktivitas meningkat, dengan kriteria
kebutuhan oksigen d.d merasa hasil :
lemah. O

 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang


 Kemudahan dalam melakukan
mengakibatkkan kelemahan
aktivitas sehari-hari meningkat
 Monitor kelemahan fisik dan emosional
 Dispnea saat setelah aktivitas
 Monitor pola dan jam tidur
menurun
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
 Perasaan lemah menurun
selama melakukan aktivitas
 Frekuensi napas normal 12-20 x/menit
T

 Sediakan lingkungan nyaman dan


rendah stimulus

 Lakukan rentang gerak pasif/aktif


 Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur

 Anjurkan tirah baring


 Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
dan gejala kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan

 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang


cara meningkatkan asupan makanan.
5 Gangguan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan intervensi selama 3 jam , maka Pemantauan respirasi
ketidakseimbangan ventilasi- perfusi pertukaran gas meningkat, dengan kriteria hasil :

O
 Dispnea menurun
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
 Bunyi napas tambahan
upaya napas
menurun
 Monitor pola napas
 Gelisah menurun
 Monitoe kemampuan batuk efektif
 Pola napas membaik
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray torax

 Atur interval pemantauan respirasi sesuai


kondisi pasien
 Dokumentasian hasil pemantauan

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
6 Hipertermia b.d proses penyakit Setelah dilakukan intervensi selama 3 jam , maka Manajemen hipertermia
termoregulasi membaik, dengan kriteria hasil :

O
 Menggigil menurun
 Identifikasi penyebab hipertermia
 Pucat menurun
 Monitor suhu tubuh
 Suhu tubuh normal 36,5 °C- 37,5 °C
 Monitor kadar elektrolit
 Suhu kulit membaik
 Monitor haluaran urine
 Monitor komplikasi akibat hipertermia

 Sediakan lingkungan yang dingin


 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipas permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari jika mengalami
hiperhidrosis
 Lakukan pendinginan eksternal
 Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
 Berikan oksigen jika perlu

E
 Ajarkan tirah baring

K
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
jika perlu.
7 Nyeri akut b.d agen pencedera Setelah dilakukan intervensi selama 3jam
fisiologis , maka tingkat nyeri menurun, dengan O
kriteria hasil :  Identifikasi lokasi, karakterisitik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
 Keluhan nyeri menurun
 Identifikasi skala nyeri
 Meringis menurun
 Identifikasi respons nyeri nonverbal
 Sikap protektif menurun
 Identifikasi faktor yang memperberat dan
 Gelisah menurun
memperingannyeri
 Frekuensi nadi membaik
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri padakualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaananalgetik

T
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri

E
 Jelaskan penyebab, periode, danpemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkaan memonitor nyeri secaramandiri
 Anjurkan menggunakan analgetiksecara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

K
 Kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu

8 Defisit Pengetahuan b.d kurang Setelah dilakukan intervensi selama 3jam Edukasi Kesehatan
terpapar informasi d.d , maka tingkat pengetahuan meningkat,
menanyakan masalah yang dengan kriteria hasil : O
dihadapi.  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
Kriteria Hasil : informasi
 Perilaku sesuai anjuran
meningkat
 Kemampuan menjelaskan
pengetahuan tentang penyakit T
yang di derita meningkat  Sediakan materi dan media pendidikan
 Pertanyaan tentang masalah tentang penyakit

yang dihadapi menurun Pneumonia


 Persepsi yang keliru terhadap  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
penyakit menurun kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya

E
 Jelaskan pengertian penyakit pneumonia,
penyebab dan cara pengobatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Ika dkk, (2017) perbandingan pola terapi antibiotik pada Community Acquired

Pneumonia (CAP) Di rumah sakit Tipe A Dan B. Analisis Yogyakarta :

Universitas Indonesia Gadjah madjah.

Misnadiarly. 2015. Penyakit infeksi saluran napas pneumonia pada anak, orang

dewasa, usia lanjut, pneumonia atipik & pneumonia atipik mycobacterium.

Jakarta : pustaka obor popular.

Faisal, Muhammad (2018) Manajemen Asuhan Keperawatan Pada An A Dengan

Diagnosa Medis Comuniti Aquired Pneumonia Diruangan Igd (Instalansi

Gawat Darurat) Anak Di Rs Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Stikes

Panakkukang Makassar.

Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia,

Edisi 1 Cetakan III (revisi) Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat

Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia,

Edisi 1 Cetakan II Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat

Tim pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia,

Edisi 1 Cetakan II Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat

Anda mungkin juga menyukai