Kelas : S1 4C
Pendahuluan
Seiring dengan meningkatnya jumlah pekerja, terdapat dampak postitif terhadap laju
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun pekerja juga mempunyai risiko negatif penyakit
akibat kerja dan kecelakaan kerja. Secara global, Organisasi Buruh Dunia (International Labour
Organization – ILO, 2013) menyebutkan bahwa, setiap 15 detik terdapat seorang pekerja yang
meninggal dunia akibat kecelakaan kerja dan setiap 15 detik terdapat 160 orang pekerja yang
mengalami sakit akibat kecelakaan. Setiap hari terdapat 6.300 orang meninggal dunia sebagai
akibat dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta terhitung lebih dari 2,3 juta kematian
per tahun. ILO menambahkan bahwa terdapat sebanyak 317 juta kecelakaan terjadi setiap
tahunnya, akibatnya banyak diantaranya yang kehilangan pekerjaan. Kelima faktor risiko bahaya
terhadap kesehatan tersebut adalah:
1. faktor kimia, seperti cairan, gas, partikel, debu, uap dan serbuk kimia.
2. faktor fisika seperti gelombang elektromagnetik, radiasi ion, kebisingan, getaran, panas,
dan dingin
5. faktor psikologi yaitu, stress, hubungan yang kurang harmonis antar pekerja atau
hubungan yang kurang harmonis antara staf dengan atasan.
Masalah kesehatan pekerja yang lazim ditemui akibat terpapar faktor risiko tersebut salah
satunya adalah gangguan muskuloskeletal.
Simpulan
Intervensi Ergonomik Partisipatif Berjenjang sebagai bentuk intervensi keperawatan
komunitas mampu meningkatkan perilaku pekerja, kader dan kemandirian keluarga binaan.
Intervensi ini dapat berhasil optimal bila mendapatkan dukungan dari pihak institusi kerja
informal maupun formal. Bentuk dukungan perusahaan adalah baik tenaga kesehatan pelaksana
maupun program intervensi menjadi bagian dari sistem manajemen institusi kerja secara
keseluruhan serta diperukan serta tenaga kesehatan pelaksana upaya kesehatan kerja memiliki
kompetensi tertentu sehingga mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan optimal.
Intervensi ini dapat berjalan optimal bila dilakukan oleh perawat yang telah memiliki dasar
keilmuan keperawatan kesehatan komunitas, keperawatan kesehatan keluarga dan keperawatan
kesehatan kerja.
Saran
Intervensi Ergonomik Partisipatif Berjenjang dapat dijadikan sebagai masukan dalam
mengembangkan kebijakan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di wilayah kerja
dan menerapkannya dalam lingkup institusi kerja sesuai dengan faktor risiko ergonomik yang
ditemukan.
Pendahuluan
Dunia saat ini diguncang dengan wabah coronavirus disease yang sering disebut covid-
19,akhir tahun 2019 wabah ini mulai ditemukan di wuhan Cina. Seluruh Negara di dunia
terdampak dengan wabah ini, secara resmi WHO telah menetapkan keadaan ini sebagai pandemi.
Jumlah kasus covid-19 di dunia terus meningkat, per Juli 2020, jumlah kasus covid-19 mencapai
13.224.909 kasus yang ditemukan di 215 negara dengan jumlah kematian 574.903 (WHO, 2020).
Di Indonesia jumlah kasus mencapai 76.981 kasus dengan angka kematian 2.535 kasus pada 14
Juli 2020 (Gugus Covid-19, 2020).
Pembelajaran daring pada awalnya ditanggapi positif oleh beberapa mahasiswa tetapi
dengan berjalannya proses pembelajaran, mahasiswa mengalami beberapa kesulitan. Kesulitan
tersebut antara lain sinyal yang kurang mendukung, sebagian mahasiswa kekurangan kuota,
banyak gangguan ketika belajar di rumah, mahasiswa merasa kurang fokus belajar tanpa adanya
interaksi langsung dengan dosen maupun mahasiswa lain, materi yang disampaikan sulit
dipahami, kurangnya kesiapan dosen dalam menyiapkan materi (Gunadha & Rahmayunita, 2020;
Utami et al., 2020). Tugas yang banyak dengan deadline waktu yang singkat juga menjadikan
kendala tersendiri dalam pembelajaran online (Kompas, 2020). Penelitian yang dilakukan Agus
menyebutkan bahwa dosen memberikan tugas yang berlebih daripada pembelajaran di kelas, dari
hasil penelitiannya sebesar 47% responden sepakat bahwa dosen memberikan tugas yang banyak
(Watnaya et al., 2020). Beban pembelajaran daring/tugas pembelajaran yang berlebih, waktu
mengerjakan yang singkat mengakibatkan stres pada peserta didik (Ph et al., 2020) (Angraini,
2018). Kecemasan, stres, dan depresi adalah gangguan mental yang umum terjadi dengan
prevalensi 10-40 % di negara berkembang. Stres saat menjadi atribut kehidupan modern karena
stress telah menjadi bagian kehidupan yang umum dan tidak dapat terelakkan. Stres dapat
dialami oleh seseorang dimanapun berada seperti keluarga, sekolah, pekerjaan, dan masyarakat.
Stres dapat dirasakan oleh semua orang dari berbagai usia, mulai anakanak, remaja, dewasa
ataupun lanjut usia. Stres dapat membahayakan fisik maupun mental seseorang (Kupriyanov,
2014).
Metode
Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional. Obeservasional analitik merupakan penelitian yang hasilnya tidak berhenti pada taraf
menguraikan atau pendeskripsian, namun dilanjutkan sampai pada taraf pengambilan simpulan
yang berlaku secara umum serta menerangkan hubungan sebab akibat dan sudah ada hipotesis,
serta dalam pengambilan keputusan menggunakan uji statistik. Selanjutnya cross sectional yaitu
suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek,
dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat.
Hasil
Hasil uji analisis statistik regresi logistik, diperoleh nilai p sebesar 0.023 dimana nilai p <
0,05 yang artinya bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran daring terhadap stres
akademik mahasiswa selama pandemi covid-19. Pandemi covid-19 menjadikan pembelajaran
daring sebagai pilihan untuk mendukung pemerintah dalam menerapkan physical distance untuk
mencegah terjadinya kerumunan dalam rangka mencegah penyebaran virus covid-19.
Pemanfaatan teknologi informasi melalui penggunaan laptop atau gadget dalam proses
pembelajaran daring dimana sebagai alat untuk saling menghubungkan antara mahasiswa dan
dosen dalam memenuhi standart pendidikan sehingga proses pembelajaran dapat terlaksana
dengan baik.
Pembahasan
Stres akademik berkaitan dengan kegagalan dalam akademik. Pada awal pandemi covid-
19 masuk ke negara Indonesia, dimana anjuran pemerintah mengharuskan seluruh pembelajaran
dilaksanakan secara daring untuk mencegah penyebaran virus covid-19. Pembelajaran daring
menuntut seorang mahasiswa untuk lebih aktif belajar mandiri selama mengikuti kelas online.
Banyak tugas yang diterima oleh mahasiswa dan terdapat banyak keterbatasan dalam proses
pembelajaran daring.
Terdapat beberapa hal yang harus disiapkan oleh mahasiswa dalam proses pembelajaran yaitu :
(1) Spirit belajar, yaitu semangat yang tinggi untuk belajar mandiri. Mahasiswa di tuntut
untuk menggali pengetahuan dan pemahaman materi secara mandiri.
(2) Literacy terhadap teknologi, yaitu penguasaan mahasiswa terhadap teknoogi sebagai
media mencapai keberhasilan pembelajaran daring/online.
(4) Berkolaborasi, yaitu perlunya kolaborasi efektif tidak hanya antara mahasiswa dalam
forum kuliah daring, tetapi kolaborasi juga di lakukan dengan dosen dan lingkungan
sekitar.
(5) Ketrampilan untuk belajar mandiri, yaitu kemampuan belajar mandiri secara terampil.
Kesimpulan
Tema : “Nurse Roles in Providing Spiritual Care in Hospital, Academic and Community”
Abstrak
Kata Kunci: Keperawatan komunitas, Ergonomik, Gangguan muskuloskeletal, Kader, Pekerja, Keluarga
pekerja.
Abstract
Corresponding Author :
PENDAHULUAN
Seiring dengan meningkatnya jumlah pekerja, terdapat dampak postitif terhadap
laju pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun pekerja juga mempunyai risiko
negatif penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja. Secara global, Organisasi
Buruh Dunia (International Labour Organization – ILO, 2013) menyebutkan
bahwa, setiap 15 detik terdapat seorang pekerja yang meninggal dunia akibat
kecelakaan kerja dan setiap 15 detik terdapat 160 orang pekerja yang mengalami
sakit akibat kecelakaan. Setiap hari terdapat 6.300 orang meninggal dunia sebagai
akibat dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta terhitung lebih
Buku Proceeding Unissula Nursing Conference
Tema : “Nurse Roles in Providing Spiritual Care in Hospital, Academic and Community”
dari 2,3 juta kematian per tahun. ILO menambahkan bahwa terdapat sebanyak 317 juta kecelakaan terjadi
setiap tahunnya, akibatnya banyak diantaranya yang kehilangan pekerjaan.
Kecenderungan naiknya angka kejadian penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja perlu mendapatkan
perhatian serius dari pemerintah dan seluruh elemen masyarakat. Hal ini dikarenakan dampak negatif yang
bukan hanya bagi pekerja dan keluarga khususnya, juga berdampak bagi negara pada umumnya
sebagaimana dinyatakan oleh United States Departement of Health and Human Service/USDHHS, (1995
dalam Stanhope dan Lancaster, 2009) bahwa penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja menjadi isu yang
penting karena kedua masalah tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup pekerja secara individual,
keluarga dan komunitas.
Upaya mengatasi masalah kesehatan pada pekerja, secara umum telah tertuang dalam perencanaan global
kesehatan kerja 2008-2017, WHO (2007) bahwa upaya promosi kesehatan dan pencegahan pada penyakit
tidak menular harus dilaksanakan di tempat kerja. Upaya tersebut ditujukan pada dukungan pemberian diet
dan aktivitas fisik pada pekerja, promosi kesehatan mental dan kesehatan keluarga di tempat kerja. Namun
upaya ini belum sepenuhnya dilaksanakan. Upaya yang dilaksanakan lebih menekankan pada aspek kuratif
dengan menyediakan klinik perusahaan untuk berobat.
Kesehatan bagi pekerja adalah hak pekerja yang harus dipenuhi. Amanat Undang-Undang No 13 tahun
2003 tentang ketenagakerjaan pada Pasal 86 disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak
untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini dipertegas lagi melalui
terbitnya Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang menyebutkan bahwa pengelola
tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya peningkatan, pencegahan,
pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja.
Upaya kesehatan tersebut perlu memperhatikan faktor risiko terkait masalah kesehatan yang terjadi.
Menurut National Institute for Occupational Health and Safety (NIOHS, 2006) menyatakan bahwa penyakit
dan kecelakaan kerja yang dialami oleh pekerja disebabkan oleh lima faktor risiko di tempat kerja. Kelima
faktor risiko bahaya terhadap kesehatan tersebut adalah: (1) faktor kimia, seperti cairan, gas, partikel,
debu, uap dan serbuk kimia; (2) faktor fisika seperti gelombang elektromagnetik, radiasi ion, kebisingan,
getaran, panas, dan dingin; (3) faktor biologi, seperti serangga, bakteri patogen, jamur; (4) faktor
lingkungan kerja (ergonomi) seperti gerakan monoton, kelelahan, ketegangan otot/boredom; (5) faktor
psikologi yaitu, stress, hubungan yang kurang harmonis antar pekerja atau hubungan yang kurang harmonis
antara staf dengan atasan. Masalah kesehatan pekerja yang lazim ditemui akibat terpapar faktor risiko
tersebut salah satunya adalah gangguan muskuloskeletal.
Gangguan muskuloskeletal pada pekerja berdampak buruk pada individu pekerja, perusahaan dan negara.
Daniel, (2006) menemukan bahwa, gangguan tersebut berdampak pada individu berupa kelainan sistem
muskuloskeletal yang merupakan penyebab utama dari nyeri menahun dan kelainan fisik. Komponen
sistem muskuloskeletal bisa mengalami robekan, cedera maupun peradangan. Dampak bagi perusahaan
akibat gangguan muskuloskeletal pada pekerja adalah menurunnya produktivitas kerja. Menurut European
Agency for Safety and Health at Work (2007) gangguan muskuloskeletal akibat kerja menjadi penyebab
utama absensi pekerja di seluruh negara bagian Eropa dan menghabiskan sekitar 40% dari total kompensasi
bagi pekerja. Selain itu, gangguan muskuloskeletal terkait kerja pada pekerja juga menjadi penyebab
penurunan 1,6 % GDP (Gross Domestic product), menurunkan profit perusahaan dan menambah anggaran
sosial bagi pemerintah. Namun fakta ini di Indonesia belum ditemukan publikasi sejenis.
Berbagai intervensi melalui pendekatan ergonomik telah dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan
gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Oakley (2008) menyebutkan bahwa, upaya intervensi ergonomik
simpel difokuskan pada faktor risiko lingkungan kerja (ergonomik) tanpa melibatkan pekerja dalam proses
perencanaan. Pendekatan lainnya yang lebih kompleks adalah melalui multidisiplin (Guzman et al, 2001).
Pendekatan multidisiplin sering didasarkan pada model biopsikososial. Intervensi tersebut terdiri dari
Tema : “Nurse Roles in Providing Spiritual Care in Hospital, Academic and Community”
latihan fisik (bio), pengubahan perilaku (psiko) dan intervensi tempat kerja (sosial). Hal ini sejalan dengan
Cole, Eerd, Bigelow dan Rivilis, (2006) bahwa intervensi intervensi ergonomik disarankan untuk mencapai
kedua level preventif primer dan sekunder.
Bentuk pendekatan ergonomik yang dapat menampung upaya pencegahan primer dan sekunder adalah
ergonomik partisipatif. Ergonomik partisipatif merupakan sebuah pendekatan integratif yaitu dengan
melibatkan pekerja dalam proses intervensi. Hignett, Wilson dan Morris (2005) menjelaskan bahwa selama
prsoes intervensi ergonomik partisipatif, pekerja diberi kesempatan dan kekuatan untuk menggunakan
pengetahuan mereka untuk mengatasi masalah ergonomik yang berkaitan dengan aktivitas kerja mereka
sendiri. Program intervensi tersebut menggunakan konsep pemberdayaan.
Studi intervensi pada kelompok pekerja untuk menurunkan risiko gangguan muskuloskeletal dengan
menggunakan pendekatan ergonomik partisipatif adalah Rosado (2006). Semua responden yang berjumlah
30 pekerja menunjukkan peningkatan pengetahuan tentang pencegahan cedera terkait kerja setelah
mereka terpapar dengan pembelajaran tentang safety yang dikombinasikan dengan latihan perilaku
ergonomik proaktif. Studi lainnya yang dilakukan oleh Nelson (2008) tentang dampak penerapan training
ergonomik partisipatif terhadap pengetahuan, persepsi kemampuan fisik dan pemberdayaan pada asisten
perawat selama 8 minggu. Hasil studi tersebut menunjukkan pengetahuan asisten perawat terkait dengan
hambatan dalam penggunaan alat bantu pemindahan pasien diatasi dengan meminta bantuan teman
sejawat, perasaan pemberdayaan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara sebelum dan
sesudah intervensi.
Studi intervensi ergonomik simpel oleh perawat komunitas dalam bentuk lain yakni dengan penerapan
model promosi kesehatan Tannahill’s pernah dilakukan oleh Permatasari (2007) di perusahaan kimia,
Depok. Intervensi yang diterapkan adalah penyuluhan langsung kepada pekerja, pelatihan tentang
ergonomik, konseling ergonomik dan pemutaran film tentang ergonomik. Hasil menunjukkan peningkatan
tindakan kerja terkait risiko ergonomik, terlaksananya pelatihan ergonomik yang diikuti oleh divisi Safety,
Health and Environment (6 orang perawat dan 1 dokter). Sikap pekerja diukur dengan proporsi
keikusertaan pekerja mengikuti pemutaran film tentang ergonomi sebanyak 60%.
Pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas lanjut pada aggregate pekerja menurut prinsip dasarnya
adalah memandang kelompok tersebut sebagai mitra yang sepadan, berfokus pada pemilihan intervensi
yang sesuai, bersifat kolaboratif untuk meningkatkan dan mempertahankan derajat kesehatan (ANA, 2007
dalam McFarlane, 2011). Hal ini terdapat konsekuensi penerapan prinsip manajemen dalam pengelolaan
program intervensi yang direncanakan agar tujuan tercapai optimal. Di samping itu, seorang perawat
komunitas perlu memperhatikan peran dan fungsi perawat sesuai dengan setting pelayanan asuhan dalam
hal ini adalah keperawatan kesehatan kerja.
Berdasarkan paparan tersebut, yakni mengenai fakta, gangguan muskuloskeletal terjadi karena multifaktor,
kelompok pekerja merupakan populasi at risk, keperawatan komunitas memprioritaskan intervensi pada
level pencegahan primer (dengan tidak meninggalkan pencegahan sekunder dan tersier), berfokus pada
pemilihan intervensi yang sesuai dan bersifat kolaboratif, maka penulis menggunakan pendekatan
integratif. Pendekatan integratif dimaksud adalah mengintegrasaikan beberapa teori yakni Community As
Partner (McFarlane, 2011), Ergonomik Partisipatif (Keyserling & Armstrong, 1999 dalam Rogers, 2003;
Hignett, Wilson & Morris, 2005); manajemen pelayanan (Gillies, 1999; Marquis & Huston, 2011) dan Family
Centre Nursing (FCN dari Friedman, Bowden dan Jones, 2010) dan bentuk intervensi Ergonomik Partisipatif
Berjenjang.
Ergonomik Partisipatif Berjenjang merupakan inovasi penulis yang digunakan dalam intervensi pada
kelompok pekerja berisiko gangguan muskuloskeletal di PT X. Pelaksanaan intervensi dilaksanakan secara
berjenjang dimulai dari (1) kader kesehatan dan HSSE, (2) kelompok pekerja dan (3) keluarga pekerja. Kader
dan HSSE diberikan pelatihan tentang ergonomik, kemudian mereka melakukan intervensi kepada pekerja.
Tema : “Nurse Roles in Providing Spiritual Care in Hospital, Academic and Community”
Pekerja menerapkan ergonomik di lingkungan kerja dan selanjutnya pekerja menerapkannya pada keluarga
mereka. Intervensi tersebut mencakup aspek manajemen pelayanan, asuhan keperawatan komunitas pada
level kelompok dan level keluarga.
Tujuan penerapan intervensi ini yakni (1) terjadinya peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan
kader dalam melaksanakan Ergonomik Partisipatif Berjenjang, (2) didapatkannya peningkatan kemampuan
kader dalam melakukan supervisi dan umpan balik selama menjalankan Ergonomik Partisipatif Berjenjang,
(3) terjadinya peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan pekerja dalam mencegah masalah
kesehatan gangguan muskuloskeletal, (4) terjadinya peningkatan kelenturan otot dan fleksibilitas sendi
pekerja setelah melakukan peregangan mandiri, (5) terjadinya peningkatan pengetahuan, sikap dan
perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit akibat kerja, dan (6) terjadinya peningkatan kemandirian
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan muskuloskeletal.
Kader yang sudah dilatih sebanyak 22 orang sebelumnya, hanya bagian divisi produksi dan packaging saja
yaitu berjumlah 4 orang masing-masing divisi 2 orang dari nilai pelatihan yang tinggi. Kader didelegasikan
untuk melatih pekerja tentang tindakan kerja ergonomis yang mencakup angkat-angkut dan perubahan
posisi kerja. Kader yang dilibatkan tersebut diberikan petunjuk observasi ergonomi yang digunakan untuk
mencatat temuan faktor risiko ergonomi. Temuan hasil observasi masing-masing divisi dilakukan diskusi
dan pembahasan dengan penulis untuk dilakukan perubahan pada faktor lingkungan yang memungkinkan
untuk dirubah.
Tema : “Nurse Roles in Providing Spiritual Care in Hospital, Academic and Community”
Sementara untuk pengukuran sikap kader dinilai sekali selama pelaksanaan program. Pelaksanaan training
pada kader diikuti oleh 4 orang kader, 2 dari divisi produksi dan 2 orang kader dari divisi packaging. Hasil
intervensi menunjukkan Pengetahuan kader meningkat dari rata-rata 60 (SD: 8,16 ; 2 SD = 76,32); menjadi
85,0. Sikap kader dalam melaksanakan Ergonomik Partisipatif Berjenjang termasuk dalam kategori sedang
yaitu dengan skor rata-rata 72,5. (rendah: 20 – 46; sedang: 47-73; tinggi 74-100). Hasil training
menunjukkan peningkatan tindakan praktik ergonomik kader yang diukur dengan membandingkan antara
sebelum dan sesudah training yakni naik dari rata-rata dari 55 (SD=5,77; minimal meningkat 66,54) menjadi
rata-rata 77,50.
Hasil dari intervensi ergonomik partisipatif yang dilakukan oleh Rosado (2006) menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan pengetahuan pada semua responden (30 pekerja) tentang pencegahan cedera terkait kerja
setelah mereka terpapar dengan pembelajaran tentang safety yang dikombinasikan dengan latihan perilaku
ergonomi. Antara studi yang dilakukan penulis dengan Rosado, keduanya sama-sama menunjukkan hasil
peningkatan pengetahuan dari peserta latihan dan menggunakan strategi pemberdayaan. Perbedaan
terletak pada sasaran, yakni, bila Rosado mengintervensi pekerja tanpa melalui perantara, sementara yang
dilakukan penulis adalah sasaran intervensi pada kader adalah sebagai upaya penerapan pada level pekerja.
Hal ini dilakukan penulis untuk mengatasi masalah manajemen pelayanan yakni risiko pelayanan kesehatan
di PT X belum komprehensif.
Intervensi yang dilakukan Rosado mencakup pendidikan kesehatan tentang gangguan muskuloskeletal
terkait kerja dan safety dan dikombinasikan dengan latihan perilaku (tindakan) ergonomik. Uji yang
dilakukan dengan menggunakan statistik uji perbedaan mean sebelum dan sesudah intervensi. Hal itu
memungkinkan dilakukan ketika persyaratan uji tersebut terpenuhi. Sementara itu, penulis bertujuan untuk
menilai peningkatan dari perilaku kader melalui peningkatan nilai rata-rata sebelum dan sesudah
intervensi. Hal ini bisa fahami bahwa, tujuan intervensi membedakan cara dan hasil temuan yang didapat.
Studi intervensi ergonomik lainnya untuk mengatasi gangguan muskuloskeletal terkait kerja pada pekerja
pernah dilakukan oleh Permatasari (2007) di perusahaan kimia, Depok. Desain studi yang digunakan adalah
penerapan integrasi model keperawatna kesehatan kerja dari Roger’s (2003), model promosi kesehatan
Downie dan Tannahill’s serta model epidemiologi. Fokus kajian dalam studi tersebut adalah masalah
kesehatan fisik yang didalamnya termasuk gangguan muskuloskeletal terkait kerja pada pekerja.
Implementasi yang diterapkan berupa penyuluhan langsung kepada pekerja, konseling ergonomi dan
pemutaran film tentang ergonomi. Hasil intervensi menunjukkan hasil kualitatif melalui observasi langsung
terhadap tindakan kerja terkait risiko ergonomi, terlaksananya pelatihan tentang ergonomi yang diikuti
oleh divisi Safety, Health and Environment. Sikap pekerja diukur dengan proporsi keikutsertaan pekerja
mengikuti pemutaran film tentang ergonomi sebanyak 60%.
Studi tersebut menunjukkan bahwa intervensi ergonomik secara langsung diterapkan pada kelompok
pekerja tanpa menggunakan strategi pemberdayaan. Hal ini bisa dimengerti bahwa, berdasarkan laporan
studi yang dilakukan teridentifikasi adanya kesempatan kontak langsung dengan pekerja lebih leluasa.
Analisia situasi yang ditampilkan menunjukkan dukungan yang cukup kuat dari pihak perusahaan serta
terdapatnya sumber daya tenaga kesehatan yang cukup yakni 6 orang perawat dan 1 orang tenaga medik.
Bila situasi tersebut dibandingkan dengan kondisi di PT X, penerapan strategi pemberdayaan yang
dilakukan penulis lebih merujuk kepada adanya potensi untuk diterapkan karena 1). Data temuan faktor
risiko tindakan ergonomi pekerja melalui observasi langsung belum optimal, idealnya menggunakan alat
perekam baik foto maupun video kamera dan 2). Sudah terbentuknya Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (P2K3) di PT X. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut
P2K3 ialah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan
pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja. (Direjen Bina Kesja, 2011).
Tema : “Nurse Roles in Providing Spiritual Care in Hospital, Academic and Community”
Keberadaan P2K3 di PT X, selain sebagai bentuk penerapan Undang-Undang No.1 Tahun 1970, juga
merupakan salah satu penerpaan prinsip pemberdayaan sebagaimana tertuang dalam salah satu misi
Departemen Kesehataan RI yakni meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. Perusahaan berupaya membangun karyawan yang
sehat dengan menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan mendorong
promosi kesehatan di tempat kerja. Paparan tersebut menunjukkan bahwa, terdapat keserasian antara misi
pemerintah, misi PT X dengan strategi intervensi yang dilakukan oleh penulis yakni pemberdayaan.
Upaya peningkatan kemampuan kader dalam pengelolaan kesehatan tersebut, selain dilakukan melalui
training, juga dilakukan melalui upaya supervisi kader. Hasil intervensi supervisi yang dilakukan
menunjukkan hasil rasa percaya diri kader yang meningkat serta meningkatnya kemampuan supervisi dan
umpan balik dari rata-rata dari skor 52 (kurang) menjadi skor rata-rata 67,5 (cukup). Dengan semakin
meningkatnya kemampuan kader dalam pengelolaan pelayanan, memungkinkan untuk dilakukan
pendelegasian. Sebagaimana Marquis dan Huston (2012) menyatakan bahwa, aspek-aspek pendelegasian
mencakup penilaian situasi sebelum pendelegasian, mengidentifikasi keterampilan yang diperlukan dan
tingkat pendidikan, memilih orang yang mampu (capable), menyampaikan tujuan dengan jelas,
memberdayakan orang yang didelegasikan, menentukan batas dan memonitor perkembangan,
memberikan petunjuk, mengevaluasi penampilan orang yang didelegasikan dan memberikan reward
setelah tugas selesai dilaksanakan.
Paparan tersebut menunjukkan bahwa, peran kader dalam intervensi Ergonomik Partisipatif Berjenjang
sangat penting. Karena itulah kompetensi perawat spesialis komunitas dalam pengelolaan pelayanan
kesehatan pada kelompok pekerja harus mampu menunjukkan kecakapnnya dalam menerapkan fungsinya
sebagai poengelola. Hal ini dipertegas oleh Rogers (2003) bahwa, perawat kesehatan kerja dalam
menjalankan fungsinya sebagai pengelolan harus menerapkan kemampuan menajemen pelayanan dan
kepemimpinan untuk memfasilitasi pekerjaan staf sehingga efektif dan efisien. Untuk mencapai efektitas
dan efisiensi pelayanan, perawat kesehatan kerja memiliki peran penting melalui penyediaan struktur dan
pengarahan dalam pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kualitas program pelayanan keperawatan.
Namun demikian, keberhasilan dalam pengelolaan pelayanan keperawatan kesehatan kerja juga
dipengaruhi dari faktor perusahan tempat perawat kesehatan kerja tersebut berpraktik. Sebagaimana
dikemukakan oleh Cole, Ibrahim dan Shannon (2005) faktor keberhasilan intervensi Ergonomik Partisipatif
mencakup dukungan manajemen yang kuat, partisipasi aktif oleh para pekerja, ketersediaan ahli, akses ke
sumber daya yang memadai, dan penerapan ergonomik secara bertahap. Uraian tersebut menegaskan
bahwa, terdapat tiga komponen yang berperan dalam keberhasilan pengelolaan intervensi Partisipasi
Ergonomik Berjenjang yakni, perawat, perusahaan dan pekerja. Dari sini dapat dinyatakan bahwa, perawat,
perusahaan dan pekerja berada dalam sebuah sistem manajemen pelayanan.
Wijono (2008) menyampaikan bahwa pengelolaan pelayanan kesehatan selain memuat proses manajemen
juga sistem manajemen. Tinjuan sistem manajemen menempatkan perawat kesehatan kerja pada posisi
sebagai sumber daya yang melakukan proses manajemen untuk mencapai tujuan tertentu. Sifat sistem
yang saling mempengaruhi satu sama lain tersebut, akan menyebabkan berhasil tidaknya tujuan yang ingin
dicapai ketika perawat bukan bagian dari sistem. Dengan kata lain, hal ini memberikan peluang
ketidakefektifan bahkan gagalnya proses manajemen pelayanan mulai dari fungsi planning, organizing,
staffing, directing dan controlling berikut elemen masing-masing fungsi tersebut.
Pelaksanaan upaya kesehatan kerja oleh perawat selain penggunaan ilmu pengetahuan keperawatan yang
menjadi landasan kompetensi, juga diperlukan pemahaman tentang batasan peran dan fungsi perawat
kesehatan kerja. Menurut Rogers (2003) peran perawat kesehatan kerja mencakup klinisi/praktisi, manajer
kasus, promosi kesehatan, pengelola program, pendidik, peneliti dan konsultan. Melihat peran perawat
yang sedemikian kompleks tersebut, sudah barang tentu menuntut perawat untuk senantiasa
meningkatkan kemampuan profesionalismenya melalui berbagai upaya baik melalui pendidikan formal
maupun kiat-kiat tertentu sesuai kebutuhan misalnya pelatihan/training, seminar maupun kegiatan praktis
Tema : “Nurse Roles in Providing Spiritual Care in Hospital, Academic and Community”
lain yang mendukung. Sementara itu, fakta pendidikan keperawatan di Indonesia masih mengenal berbagai
tingkatan mulai dari Sekolah Perawat Kesehatan, Akademi Keperawatan dan Fakultas Ilmu Keperawatan.
Hal ini menjadikan perbedaan pemahaman terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta bervariasinya
kualifikasi perawat yang bekerja di perusahaan.
Ditinjau dari landasan penetapan kompetensi dalam SKKNI bagi perawat adalah berpedoman pada area
Community-Based Nursing Practice. Sementara itu, konteks area praktik keperawatan kesehatan kerja
(Occupational Health Nursing) berada pada 2 domain yakni Public Health Nursing Practice dan Community
Health Nursing Practice (Rogers, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi perawat pada SKKNI belum
tepat memenuhi kaidah keperawatan kesehatan kerja sebagaimana landasan disiplin ilmu yang diperlukan.
Dengan demikian, maka dapat difahami bahwa keperawatan kesehatan kerja berhubungan erat dengan
Public Health Nursing dan Community Health Nursing dari segi filosofis, teori dan penerapan praktik.
Konsekuensinya adalah layanan praktik keperawatan kesehatan kerja tidak saja ditujukan pada populasi
pekerja, melainkan sampai kepada keluarga pekerja. Dari sini nampak semakin jelas bahwa penerapan
upaya keperawatan kesehatan kerja yang sampai menjangkau pada level keluarga, tidak saja keluarga
pekerja dipandang sebagai efek atau dampak dari kesehatan pekerja melainkan kesehatan keluarga juga
sebagai faktor risiko yang mempengaruhi kesehatan pekerja itu sendiri. Dengan demikian, maka upaya
pelayanan keperawatan kesehatan kerja dapat dilaksanakan lebih komprehensif.
Masalah Keperawatan Komunitas Risiko terjadinya peningkatan angka kejadian gangguan muskuloskeketal
akibat kerja pada kelompok pekerja di PT X (khususnya divisi produksi dan packaging).
Hasil evaluasi akhir menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan pekerja setelah dilakukan intervensi
Ergonomik Partisipatif Berjenjang selama 3 bulan. Peningkatan pengetahuan ditunjukkan dari
meningkatnya rata-rata diketahui hasil pre test di dapatkan tingkat pengetahuan pekerja rata-rata: 67,9,
(SD= 8,73; standar minimal 2 SD = 85,3) menjadi 87,7. Evaluasi hasil menujukkan sikap pekerja dalam
menjalankan Ergonomik Partisipatif Berjenjang teridentifikasi skor = 52,7. Kategori sedang. (rendah bila
skor 5 –> 30; sedang bila skor 31 –> 55; dan tinggi bila skor 56 -> 80. Keterampilan pekerja dalam
melakuakn tindakan ergonomis menunjukkan peningkatan yakni dari rata-rata 49,3; SD = 8,28 menjadi
71,4.
Intervensi ergonomik partisipatif mampu meningkatkan pengetahuan pekerja. Studi yang dilakukan oleh
Rosado (2006), salah satu proses intervensi dilakukan dengan metode pembelajaran safety dan tindakan
Tema : “Nurse Roles in Providing Spiritual Care in Hospital, Academic and Community”
ergonomik pada pekerja menunjukkan hasil yang sama dengan yang dilakukan penulis, yakni terjadi
peningkatan pengetahuan. Hasil uji perbedaan rata-rata menunjukkan adanya peningkatan dari nilai rata-
rata 6,0 (SD=2,0) menjadi rata-rata 9,0 (SD=1). Terdapat perbedaan pencapaian peningkatan tindakan
ergonomik pekerja bila dibandingkan dengan intervensi Ergonomik Partipatif Berjenjang yang dilakukan
penulis. Perbedaan terletak selain pada pencapaain tindakan, juga pada penilaian sikap pekerja. Penulis
membuktikan bahwa, intervensi Ergonomik Partisipatif Berjenjang dapat meningkatkan tindakan
ergonomik pada pekerja. Sementara pada studi Rosado tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pre
dan post intervensi. Adanya perbedaan hasil pada perubahan tindakan pekerja dapat dilihat dari besar
sampel, strategi, metode pengukuran, durasi waktu pengamatan, alat bantu pengamatan, observer dan
variabel yang diteliti. Hal ini menjadi diskursus tersendiri ketika membandingkan hasil penelitian dengan
hasil inovasi dalam konteks praktik.
Tingkat pengetahuan pekerja menjadi salah satu faktor psikologis dalam menerapkan prinsip ergonomik
saat bekerja (www.hse.gov.uk, 2010). Prihardany (2004) membuktikan bahwa faktor pengetahuan pekerja
secara signifikan berhubungan dengan persepsi dalam menerapkan upaya keselamatan dan kesehatan
kerja. Disamping itu, tindakan kerja yang tidak ergonomik memicu terjadinya gangguan muskuloskeletal
pada pekerja misalnya adalah membungkuk, miring, jongkok, bertumpu pada satu kaki, berlutut, berputar,
pengulangan dan durasi yang lama (Straker, 2000).
Terjadinya peningkatan kelenturan otot dan fleksibilitas sendi pekerja setelah melakukan peregangan
mandiri.
Hasil menunjukkan terjadinya peningkatan respon tubuh berupa kelenturan otot dan flesibiltas sendi dari
rata-rata 64,5, SD=9,29, 2SD= 83,689 menjadi rata-rata 85, 92. Pengukuran II dilakukan tanggal 28 Mei 2013
diikuti oleh 14 pekerja yang sama pada pengukuran I. Hasil didapatkan perbedaan rata-rata respon tubuh
terhadap kelenturan otot dan fleksibilitas sendi dari rata-rata 61, 92; SD=8,20; 2SD= 78,34 menjadi 87,07.
Pengukuran pertama dan kedua menunjukkan peningkatan rata-rata respon pekerja terhadap kelenturan
otot dan fleksibilitas sendi lebih dari 2 SD setelah melakuan stretching.
Penelitian yang dilakukan oleh Gartley dan Prosser (2011) diketahui hasil setelah intervensi bahwa dari nilai
risiko relatif injuri yang tidak melakukan stretching sebesar 5.13, dan risiko cedera yang melakukan
stretching adalah adalah 0,19. Interpretasi hasil uji statistik menunjukkan bahwa karyawan yang tidak
melakukan stretching kemungkinan akan mengalami cedera muskuloskeletal yang berhubungan dengan
pekerjaan adalah 5,41 kali lebih tinggi dibanding dengan yang melakukan stretching.
Kedua studi di atas sama-sama menggunakan pendekatan streching dalam menurunkan risiko terjadinya
gangguan muskuloskeletal akibat kerja. Perbedaan terletak pada area stretching yang dilakukan dan cara
ukur yang digunakan. Penulis menggunakan perbandingan respon peserta terhadap efek streching setelah
melakukan streching dan sebelum melakukan sementara Gartly dan Prosser (201) menggunakan ukuran
risiko relatif terjadinya gangguan muskuloskeletal.
Selain dua studi tersebut, Moore (1998) melakukan penelitian di perusahaan farmasi tentang efektifitas
stretching yang terdiri dari 36 sesi peregangan. Penelitian dilakukan selama selama 2 bulan dan melibatkan
60 karyawan. Fleksibilitas diukur dengan profil fleksibilitas termasuk duduk dan uji jangkauan, pengukuran
rotasi tubuh bilateral, dan pengukuran rotasi bahu. Selama studi, masing-masing peserta dilakukan
peregangan 5 kali per hari. Temuan menunjukkan bahwa peregangan program di tempat kerja dapat
menguntungkan karyawan dengan meningkatkan fleksibilitas dan berpotensi mencegah gangguan
muskuloskeletal terkait kerja (Moore, 1998). Paparan tersebut menunjukkan adanya perbedaan antara
studi yang dilakukan penulis dengan Moore (1998). Selain dari segi intensitas stretching yang terukur juga
strategi pengukuran yang digunakan. Moore (1998) menggunakan uji jangkauan pada peserta sementara
penulis menggunakan respon dari stretching. Penggunaan respon sebagai alat ukur disebabkan kontrol
terhadap pekerja yang tidak optimal baik oleh penulis maupun oleh kader.
Tema : “Nurse Roles in Providing Spiritual Care in Hospital, Academic and Community”
Terjadinya peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga dengan masalah kesehatan fatigue
pada Bp M. melalui intervensi Ergonomik Partisipatif Berjenjang.
Penulis mengelola 5 keluarga pekerja PT X salah satunya adalah pada Bp M. Asuhan keperawatan keluarga
yang diberikan oleh penulis pada keluarga Bp.M menunjukkan peningkatan perilaku keluarga dalam upaya
pencegahan terhadap gangguan muskuloskeletal. Hal ini ditunjukkan dari ungkapan keluarga yang mampu
mengidentifikasi penyebab kelelahan (fatigue) pada Bp M. Kelelahan yang dialami oleh Bp M, yang bukan
saja karena masalah aktivitas yang terlalu berat, perilaku kerja tidak ergonomik, juga disebabkan faktor dari
ketidakadekuatan dukungan keluarga untuk memfasilitasi istirahat Bp M serta disebabkan faktor stres
psikologis yang dialami oleh Bp M.
Peningkatan sikap keluarga dalam upaya mencegah gangguan muskuloskeletal teidentifikasi melalui
kunjungan tidak terencana. Sikap keluarga mau memperbaiki situasi lingkungan rumah saat Bp M istirahat
melalui pengaturan bermain pada anak. Ungkapan keluarga untuk secara aktif melakukan aktivitas fisik.
Peningkatan tindakan keluarga dalam upaya pencegahan gangguan muskuloskeletal ditunjukkan dengan
kemampuan keluarga menerapkan prinsip ergonomik dalam aktivitas kerja di rumah dan melakukan
aktivitas streching secara aktif terutama Bp M minimal 2 kali sehari. Keluarga mampu melakukan upaya
relaksasi progresif untuk menurunkan kelelahan, serta mampu mengatur jadual istirahat dengan teratur.
Ditinjau dari faktor risiko ergonomik, kejadian fatigue yang dialami oleh Bp M merupakan salah satu dari
komponen psikologi kerja. Armstrong (1999 dalam Rogers, 2003) menyatakan bahwa, psikologi kerja
berkaitan dengan respon sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, dan muskuloskeletal terhadap
tuntutan metabolisme saat bekerja psikologi kerja difokuskan pada upaya pencegahan terhadap fatigue
(kelelahan) pada seluruh tubuh ataupun pada area tubuh tertentu. Kecukupan waktu istirahat pada pekerja
menjadi salah satu faktor risiko terjadinya gangguan muskuloskeletal sebagaimana Rogers (2003)
menyampaikan bahwa terdapat 8 faktor yaitu postur janggal, mengangkat beban berlebihan, gerakan
berulang, contact stress, getaran, kompresi, kondisi lain (suhu dingin, kecukupan waktu istirahat dan jeda).
Hal ini perlu menjadi perhatian keluarga terkait dengan fatigue yang dialami oleh Bp M.
Risiko gangguan muskuloskeletal akibat kerja secara fisiologis dipengaruhi oleh oleh proses metabolisme
otot ketika sedang beraktivitas. Selama seseorang beraktivitas seperti biasanya, dan ketika terdapat
kecukupan oksigen dalam aliran darah maka secara kimiawi akan terjadi kesetimbangan. Akan tetapi ketika
terjadi insufisiensi oksigen dalam darah misalya aktivitas yang terlalu intense (berkepanjangan, berulang-
ulang, statis), kondisi tersebut memungkinkan untuk terjadinya perubahan dalam metabolisme otot
(Oakley, 2008). Menurut David M. Kietrys (2010) bahwa aktivitas yang dilakukan secara berulang dapat
menyebabkan mikrotrauma sehingga terjadi injuri jaringan muskuloskeletal. Injuri tersebut menyebabkan
inflamasi akut bahkan sampai kronik sehingga menyebabkan penurunan motorik. Menurut Oakley (2008)
selama aktivitas statis otot cenderung berkontraksi untuk mempertahankan posisi seperti semula,
menyebabkan terakumulasinya asam laktat dan jika berkepanjangan menjadikan nyeri akut dan kelelahan
otot.
Hasil pengelolaan yang dilakukan oleh penulis menunjukkan keluarga mampu melakukan upaya
pencegahan gangguan muskuloskeletal secara mandiri melalui penerapan ergonomik pada aktivitas kerja di
rumah. Selain itu, pada anggota keluarga yang lain misalnya pada anak Bp M sudah dapat mengenal
penerpan ergonomik sejak dini. Hal ini memungkinkan penyerapan dan penerapan ergonomik dapat
dilakukan dengan optimal. Selain itu, upaya pengendalian faktor risiko lainnya penting untuk diketahui dan
dilakukan oleh keluarga misalnya adalah faktor risiko biologis yakni indeks massa tubuh. Indeks massa
tubuh dan obesitas telah diidentifikasi dalam studi sebagai faktor risiko potensial untuk gangguan
muskuloskeletal tertentu, khususnya sindrom trauma kumulatiif dan herniasi lumbal. Penelitan yang
dilakukan oleh Vessey et al. (1990 dalam Werner et al, 1994) menemukan bahwa risiko terjadi sindrom
trauma kumulatif antara wanita gemuk sebesar dua kali lipat dari wanita ramping. Hubungan antara
penyakit dan indeks massa tubuh dikaitkan dengan peningkatan jaringan lemak dalam saluran karpal atau
Tema : “Nurse Roles in Providing Spiritual Care in Hospital, Academic and Community”
peningkatan tekanan hidrostatik sepanjang kanal karpal pada orang obesitas dibandingkan dengan orang
yang ramping.
Hambatan
Terdapat beberapa hambatan dalam penerapan intervensi ini yakni : (1) dukungan dari pihak perusahaan
belum optimal dalam penerapan intervensi ergonomi, keterbatasan waktu dan kesempatan untuk kontak
langsung dengan pekerja dan kader kesehatan di perusahaan (3) kebijakan dari pihak manajemen pada
penulis untuk kontak secara langsung dengan pekerja, (4) terbatasnya waktu dengan pekerja di rumah
dalam rangka pembinaan keperawatan keluarga terkait dengan jadual shift kerja.
Keterbatasan
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penerapan intervensi yang telah dilakukan oleh penulis yakni: (1)
teknik sampling yang digunakan adalah non probability, (2) variabel Intervensi Ergonomik Partisipatif
Berjenjang yang dilakukan penulis hanya mencakup 2 komponen ergonomik, yakni elemen biomekanik dan
psikologi kerja, (3). pengukuran sikap kader dan pekerja peserta program, (4) indikator pencapaian program
intervensi Ergonomik Partisipatif Berjenjang terbatas pada perubahan perilaku peserta program.
Tema : “Nurse Roles in Providing Spiritual Care in Hospital, Academic and Community”
perusahaan adalah baik tenaga kesehatan pelaksana maupun program intervensi menjadi bagian dari
sistem manajemen institusi kerja secara keseluruhan serta diperukan serta tenaga kesehatan pelaksana
upaya kesehatan kerja memiliki kompetensi tertentu sehingga mampu menjalankan peran dan fungsinya
dengan optimal. Intervensi ini dapat berjalan optimal bila dilakukan oleh perawat yang telah memiliki dasar
keilmuan keperawatan kesehatan komunitas, keperawatan kesehatan keluarga dan keperawatan
kesehatan kerja.
Saran
intervensi Ergonomik Partisipatif Berjenjang dapat dijadikan sebagai masukan dalam mengembangkan
kebijakan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di wilayah kerja dan menerapkannya dalam
lingkup institusi kerja sesuai dengan faktor risiko ergonomik yang ditemukan. Bagi Kementrian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi perlu menetapkan kebijakan dan menata kembali standar kompetensi yang diperlukan
oleh tenaga kesehatan kerja khususnya perawat kesehatan kerja dengan berpedoman pada dasar
keperawatan kesehatan kerja dan menetapkan kebijakan standar minimal pendidikan perawat kesehatan
kerja adalah DIII keperawatan serta memiliki sertifikasi khusus terkait keperawatan kesehatan kerja.
Bagi Puskesmas disarankan untuk dapat mengadopsi intervensi Ergonomik Partisipatif Berjenjang dalam
meningkatkan cakupan pelatihan kesehatan kerja baik bagi staf maupun bagi pekerja baik formal maupun
informal.di wilayah kerja dan perlu melakukan supervisi pelayanan upaya kesehatan kerja di wilayah kerja
baik pada sektor pekerja formal maupun informal.
Bagi Perawat Komunitas dan keluarga disarankan untuk menggunakan Ergonomik Partisipatif Berjenjang
sebagai intervensi pada asuhan keperawatan komunitas dan keperawatan keluarga pada kelompok pekerja
dengan masalah kesehatan gangguan muskuloskeletal baik risiko maupun aktual, mengembangkan bentuk
intervensi Ergonomik Partisipatif Berjenjang melalui praktik nyata dan penelitian pada komponen
ergonomik psikologi teknik, antropometrik, psikologi kerja dan biomekanik, menginisiasi pembentukan
perawat kesehatan kerja dan mengembangkan jejaring perawat kesehatan kerja pada tingkat regional
maupun nasional, menyusun standar kompetensi pelayanan keperawatan kesehatan kerja sebagai
masukan bagi Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagai pemangku kebijakan dalam menerbitkan
standar kompetensi yang diperlukan.
Bagi Institusi Kerja meneruskan dan menerapkan intervensi Ergonomik Partisipatif Berjenjang pada seluruh
divisi serta menempatkan ergonomi kerja sebagai bagian dari peogram kesehatan di perusahaan,
memberikan kebijakan waktu luang di jam kerja untuk kader kesehatan dalam melaksanakan tugas,
merekrut tenaga kesehatan khususnya perawat kesehatan kerja sesuai dengan rasio jumlah pekerja dan
tingkat risiko bahaya di lingkungan institusi kerja.
KEPUSTAKAAN
Anderson.,E. T., McFarlane, J. (2011). Community As Partner: Theory and Practice in Nursing. (6 th ed). Philadelphia.
Bulecheck, G.M., Bucher, H.K., Dochterman. J.M. (2008). Nursing Intervention Classification (NIC). 5th ed. United State
of America, St Louis: Mosby Elsevier.
Canadian Centre for Occupational Health and Safety. (2013). ¶ 1. Work-related usculoskeletal Disorders. Diperoleh dari
Clark, Mary J, D. (2003). Community Health Nursing: Caring for Populations. New Jersey: Prentice Hall
Clemen-Stone,S., McGuire, Sandra, L., dan Eigsti, Diane, L. (2002). Comprehensive Community Health Nursing: family,
aggregate & community practice. United State of America, St Louis: Mosby
Cullen, Jennifer Colleen. (2005). The effects of work-family conflict and the psychosocial work environment on
employee safety performance. Portland State University. ProQuest. UMI Dissertations Publishing. 3169407.
Daniel. (2006). Prinsip Ergonomik Kurangi Gangguan Kesehatan Kerja. Farmacia. Jan; 5(6).
Tema : “Nurse
Departemen RolesRI.
Kesehatan in (2005).
Providing
ProfilSpiritual
Masalah Care in Hospital,
Kesehatan Pekerja diAcademic and Community”
Indonesia tahun 2005. (www. Depkes. go.id.
diunduh tanggal 5 Mei 2013).
Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga. (2011). Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Kader Kesehatan Kerja.
Tema : “Nurse Roles in Providing Spiritual Care in Hospital, Academic and Community”
Direktorat Bina Kesehatan Kerja. (2009). Pedoman Klinik di Tempat Kerja/Perusahaan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Direktorat Bina Kesehatan Kerja. (2009). Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Bagi Pekerja. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Ervin, Naomi E. (2002). Advanced Community Health Nursing Practice: Population-Focused Care. New Jersey: Prentice
Hall.
Eurpean Agency for Safety and Health at Work. (2013). Preventing work-related musculoskeletal diosders. diakses
tanggal 11 Juli 2013. https://osha.europa.eu/en/publ-ications/factsheets/4 .
Feuerstein, M., Sult, S., Houle, M. (1985) Environmental stressors and chronic low back pain: Life events. family and
work environment. Pain; 22: 295–307.
Feuerstein, M., Berkowitz ,S., Huang, G.D. (1999). Predictors of occupational low back disability: Implications
forsecondary prevention. Journal of Occup Environ Med; 41: 1024–1031.
Friedman, Marilyn M., Bowden, Vickey R., Jones, Elanie G. (2010) Family Nursing: Research, Theory, and Practice, (5 th
ed). (Hamid, A,Y, S. et al penerjemah). Jakarta: EGC.
Guzman, J., Esmail, R., Karjalainen, K., Malmivaara, A., Irvin, E. Bombardier. (2001) Multidisciplinary rehabilitation for
chronic low back pain: systematic review’. BMJ.. 322: 1511-1516.
Huang, G,D., Feuerstein M., Berkowitz S.M., Peck C.A. (1998) Occupational upper-extremity-related disability:
Demographic.physical. and psychosocial factors. Mil Med ; 163: 552–558.
Huang, G.D., Feuerstein, M., Berkowitz, S.M., Peck, C.A. (1998). Occupational upper-extremity-related disability:
Demographic.physical. and psychosocial factors. Mil Med; 163: 552–558.
ILO. (2010). Ergonomic Checkpoints: Practical and easy-to-implement solution for improving safety. health and
working conditions. (2 nd ed). Genewa: International Labour Office.
ILO. (2011). ILO introductory report: global trends and challenges on occupational safety and health. Report. XIX World
Congress on Safety and Health at Work. Istanbul. 2011 (Geneva). Diakses dari www.ilo.org/
wcmsp5/groups/public/---ed_protect/---protrav/---safework/documents/publication/wcms_162662.pdf [10
Jan. 2013].
Juni 2013).
ILO. (2013). The prevention of occupational diseases: 2 million workers killed every year. (Publication). Genewa:
International Labour Office.
Joanna, Noonan, M.A., Shannon, L., Wagner, P. (2010). AAOHN Journal • Vol. 58. No. 3. 2010
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 279/Menkes/SK/IV/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Upaya
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Perawat.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 038/Menkes/SK/I/2007 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Kerja pada
Puskesmas Kawasan/ Sentra Industri.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1758/Menkes/SK/XII/2003 tentang Standar Pelayanan Kesehatan Kerja
Dasar.
Tema : “Nurse Roles in Providing Spiritual Care in Hospital, Academic and Community”
Moore, J,S., Garg, A. (1997) The effectiveness of participatory ergonomics in the red meat packing industry evaluation
of a corporation. International Journal of Industrial Ergonomics.; 21(1): 47-58.
Moorhead, S., Johnson M., Maas, M.L., Swanson, E. (2008). Nursing Outcome Classification (NOC). (5th ed). United
State of America, St Louis: Mosby Elsevier.
NIOSH. (2011). Elements of Ergonomics Programs. in: NIOSH Publication No. 97-117. 2012. Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/niosh/docs/97-117/eptbtr4.html. tanggal 15 Februari 2013
Nordin, Gunnar., Andersson, B.J., Pope, M, H. (2007). Musculoskeletal disorders in the workplace: Principles and
practice. —2nd ed. / [edited by] Margareta. Mosby-Elsevier. Philadelphia.
Oakley, Katie. (2008). Occupational Health Nursing. (3rd ed). England: John Wiley & Son. Ltd.
OHSSA.,BC. (2013). Participatory Ergonomics. Available at: http://www.ohsah.bc.ca/index.php?-
Riyadina, W., Suharyanto F.X. dan Tana, L. (2008) Keluhan Nyeri Muskuloskeletal pada Pekerja Industri di Kawasan
Industri Pulo Gadung Jakarta. Majalah Kedokteran Indonesia. Volum: 58. Nomor: 1. Januari.
Rogers, Bonie. (2003). Occupatinal and Environmental Health Nursing: Concepts and Practice. (2nd ed). Philadhelphia:
Elsevier.
Rosado, Wanda T. (2006). Proactive Ergonomic Behaviours Intervention: Effects on Promoting Safe Practice and
Reducing Work-Related Musculoskeletal Disorders Among Water Utiliy Workers. Disertasi. Univercity of
Miami. ProQuest Disertations and Thesis; diunduh Tanggal 15 Februari 2013.
Silverstein BA. Fine LJ. Armstrong TJ. (1987). Occupational factors and carpal tunnel syndrome. Am J Ind Med. 11:343-
358.
Silverstein, B., Rancy, Clark. (2004). Interventions to reduce work-related musculoskeletal disorder. Journal of
Electromyography and Kinesiology 14: 135–152.
Stanhope, M., dan Lancaster, J. (2009). Community & public health nursing. (7th ed). St. Louis: Mosby-Year Book.
Starkey, Chard. (2004). Theapeutic Modalities. (3 rd. ed). Philadelphia: Davis Company..
Vessey, M.P., Viillard-Mackintosh, L. dan Yeates, D. (1990) Epidemiology of carpal tunnel syndrome in women of
childbearing age: Findings in a large cohort study. International Journal of Epidemiology. 19(3). 655–9.
WHO. (2012). Workers’ health: global plan of action 2008–2017: Objective 2, to protect and promote health at the
workplace. Genewa: International Labour Office.
Wijono, Djoko. (2008). Manajemen Puskesmas: Kebijakan dan Strategi. Surabaya: Duta Prima Airlangga
Abstrak
Artikel INFO Pandemi covid-19 terjadi hampir diseluruh dunia menyebabkan kegiatan yang melibatkan banyak
orang harus dihindari, salah satunya adalah kegiatan belajar mengajar. Sejak bulan Maret
2020, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pembelajaran jarang jauh/daring di
Diterima:11 Feb 2020
perguruan tinggi. Hal tersebut dilakukan dalam rangka pencegahan penyebaran covid-19. Proses
Direvisi :18 Feb 2020
pembelajaran daring menimbulkan beberapa kendala yang dihadapi oleh mahasiswa yaitu signal
internet yang jelek, tugas yang banyak, kurang fokus dalam mengikuti proses perkuliahan,
Disetujui: 01 Mei 2020 serta kesulitan tidur sehingga hal tersebut menyebabkan stress akademik pada mahasiswa.
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pembelajaran daring terhadap stres akademik
mahasiswa selama pandemi covid-19. Jenis penelitian ini observasional analitik dengan
DOI: pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2020 dengan responden
mahasiswa strata satu di pulau jawa dengan jumlah 285 reponden. Pengambilan data dengan
http://dx.doi.org/10.24014/ menggunakan kuesioner yang disebarkan dalam bentuk google form tentang informasi
jp.v14i2.9221
pembelajaran daring dan stress akademik. Analisis data yang digunakan uji analisis regresi
logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran daring mempengaruhi stress
akademik selama pandemi covid-19. Pembelajaran daring perlu didukung dengan sarana dan
prasarana, kesiapan dan keterampilan dosen sehingga stres akademik pada mahasiswa dapat
dihindari.
Covid-19 pandemics occur almost all over the world causing activities that involve many people
to be avoided, one of which is teaching and learning activities. In Indonesia since March 2020,
the learning process at tertiary institutions has changed to online / distance learning. This is to
prevent the spread of covid-19. Online learning by students raises several obstacles including
poor signals, a lot of assignments, lack of focus, difficulty sleeping so it causes stress on
students. This study aims to determine the effect of online learning on student academic
stress during the covid-19 pandemic. This type of research is analytic observational with cross
sectional approach. This research was conducted in April 2020 with undergraduate students
respondents on Java Island with a total of 285 respondents. Retrieval of data using a
questionnaire distributed in the form of a google form about online learning information and
academic stress. Data analysis used logistic regression analysis test. The results showed that
online learning affected academic stress during the co-19 pandemic. Online learning needs to
be supported with facilities and infrastructure, readiness and skills of lecturers so that
academic stress onstudents can be avoided.
176
Pengaruh Pembelajaran Daring terhadap Stres Akademik Mahasiswa Selama Pandemi. .... Funsu Andiarna
177
Pengaruh Pembelajaran Daring terhadap Stres Akademik Mahasiswa Selama Pandemi. .... Funsu Andiarna
yang umum dan tidak dapat terelakkan. Stres kendala yang ditemui mahasiswa saat proses
dapat dialami oleh seseorang dimanapun berada pembelajaran daring menyebabkanmahasiswa
seperti keluarga, sekolah, pekerjaan,dan menjadi stres. Penelitian Agus menjelaskan,
masyarakat. Stres dapat dirasakan oleh semua dengan diterapkan sistem pembelajaran daring
orang dari berbagai usia, mulai anak-anak, ditemukan mahasiswa yang terganggu
remaja, dewasa ataupun lanjut usia. Stres dapat kejiwaannya, stres dan tidakdapat mengikuti
membahayakan fisik maupun mental seseorang proses pembelajaran denganbaik dan benar
(Kupriyanov, 2014). stressditandai dengan gejala (Watnaya et al., 2020). Penelitian lain juga
fisik, emosional, intelektual dan interpersonal. menjelaskan bahwapandemi covid-19
Sulit tidur,mudah lelah, sering terasa letih, menimbulkan gangguan psikologis pada
ketegangan otot bahkan sampai diare mahasiswa, hasil penelitian ini menunjukkan
merupakan gejala fisik dari stres (Nurmaliyah, bahwa 0,9% mahasiswaa mengalami kecemasan
2014). berat, 2,7%kecemasan sedang dan 21,3%
Stres menurut tingkatannya dibagi menjadi kecemasan ringan (Cao et al., 2020).
stres ringan, sedang dan berat. Stressringan Pada penelitian ini. pembelajaran daring
ditandani dengan mudah lelah, tidak bisa santai, merupakan suatu proses pembelajaran yang
hal ini akan hilang jika stres dapatdiatasi. Stres dilakukan tanpa adanya tatap muka langsung
sedang ditunjukkan dengan respon tubuh badan antara dosen dan mahasiswa, melainkan secara
terasa mau pingsan, badan terasa mau jatuh, online dengan menggunakan jaringaninternet.
dan konsentrasi serta daya ingat menurun. stres Pembelarajan daring memuat berbagai aspek
berat dapat memunculkan gangguan yaitu media sebagai alat komunikasi
penccernaan, denyut jantung yang semakin pembelajaran yang digunakan sebagai pilihan
keras, sesak napas, dan tubuh terasa gemetar untuk proses belajar, kesiapandosen dalam
(Atziza,2015). Dari uraian tersebut jelas bahwa proses penyampaian materi,evaluasi proses
stresakan menimbulkan masalah yang berat jika belajar mahasiswa dengan berbagai bentuk
tidak tertangani. tugas maupun tes yang diberikan, serta
Mahasiswa perguruan tinggi memiliki kemandirian mahasiswa dalam menggali
resiko tinggi terjadi stres dan terpapar dengan pengetahuan dan mengasahkemampuan.
berbagai stresor. Stres yang dialami mahasiswa Dari uraian di atas, tujuan penelitian ini
yang terjadi di sekolah/perguruantinggi disebut untuk mengetahui pengaruh pembelajaran
dengan stress akademik (Barseli & Ifdil, 2017). daring terhadap stres akademik selamapandemi
Stres akademik pada mahasiswa tidak hanya covid-19. Penelitian ini pentingdilakukan karena
terjadi diIndonesia, penelitian wang stres akademik yang dialamimahasiswa dapat
menyimpulkan bahwa mahasiswa China mengganggu aktivitas belajar. Aktivitas belajar
menunjukkankecemasan yang lebih tinggi selama yang terganggumempengaruhi hasil belajar,
pandemicovid-19 (Wang & Zhao, 2020). sehingga perlu adanya informasi terkait hal ini
Perubahan kurikulum, perubahan kondisi sebagai tindaklanjut dari pembelajaran daring.
lingkungan, iklim pembelajaran yang baru
menyebabkan timbulkan stres akademik. Metode
Pembelajaran daring akibat pandemi covid-19
merupakan iklim pembelajaran yang baru yang Penelitian ini merupakan jenis penelitian
dirasakanoleh mahasiswa. Perubahan yang observasional analitik dengan pendekatan cross
terlalu singkat ini menyebabkan kebingungan sectional. Obeservasional analitik merupakan
pada mahasiswa dan ditambahkan dengan penelitian yang hasilnya tidak
kendala-
178
Pengaruh Pembelajaran Daring terhadap Stres Akademik Mahasiswa Selama Pandemi. .... Funsu Andiarna
berhenti pada taraf menguraikan atau Pengukuran variabel pembelajaran dar- ing
pendeskripsian, namun dilanjutkan sampaipada dilakukan dengan mahasiswa mengisi beberapa
taraf pengambilan simpulan yang berlakusecara pertanyaan dalam bentuk kue- sioner. Kuesioner
umum serta menerangkan hubungan sebab pembelajaran daring berisimisalnya mahasiswa
akibat dan sudah ada hipotesis, serta dalam selama pandemi aktif mengikuti perkuliahan
pengambilan keputusan menggunakanuji dengan sistem pem- belajaran daring, jadwal
statistik. Selanjutnya cross sectional yaitu pembelajaran daringsesuai jadwal akademik,
suatu penelitian untuk mempelajari dinamika kepemilikan akses internet yang memadai, dan
korelasi antara faktor-faktor resiko denganefek, lain sebagainya.Pengukuran variabel stres
dengan cara pendekatan observasi atau akademik meng- gunakan kuesioner Educational
pengumpulan data sekaligus pada suatusaat. Stress Scalefor Adolescent (ESSA). Beberapa
Partisipan pertanyaandalam kuesioner ini yaitu misalnya
jumlahpenugasan yang diberikan dosen
terhadap mahasiswa, tuntutan mahasiswa untuk
Responden dalam penelitian ini yaitu
bela- jar mandiri, evaluasi pembelajaran yang
mahasiswa S1 dengan jumlah responden
lebihsering dilakukan oleh dosen, dan lain seb-
sebanyak 285 mahasiswa yang berasal dari
againya
beberapa perguruan tinggi baik PTN maupundari
PTS yang tersebar di Pulau Jawa. Perguruan Analisis Data
tinggi tersebut berasal dari Jawa Timur, Jawa
Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta,dan Wilayah Variabel dalam penelitian ini meliputi
Jabodetabek. pembelajaran daring sebagai variabel bebas dan
Pengukuran stres akademik sebagai variabel terikat. Teknik
pengambilan data yaitu simple randomsampling.
Pengujian data untuk mengetahui pengaruh
Pengambilan data pada penelitian ini yaitu
pembelajaran daring terhadap stres akademik
pada bulan April 2020. Alat ukur dalam
menggunakan uji analisis regresi logistik dengan
penelitian ini menggunakan kuesioner dalam
convidence interval 95% (α = 0,05).
bentuk google form. Kuesioner berisi tentang
informasi pembelajaran daring dan stres Hasil
akademik mahasiswa. Kuesioner tentangstres
akademik menggunakan kuesioner Educational Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Stress Scale for Adolescent(ESSA).
Tabel 1. Karakteristik Usia Responden
Usia Frekuensi Persentase (%)
17 3 1,05
18 44 15,44
19 108 37,89
20 64 22,46
21 38 13,33
22 19 6,67
23 6 2,11
24 3 1,05
Total 285 100
Sumber: Data Primer, 2020
179
Pengaruh Pembelajaran Daring terhadap Stres Akademik Mahasiswa Selama Pandemi. .... Funsu Andiarna
Pada tabel 1 menunjukkan bahwa dalam Keluarga Berencana (BKKBN ) rentang usia
penelitian ini sebanyak 108 responden(37,89%) remaja antara 10-24 tahun. Berdasarkan
berusia 19 tahun. Kemudian pada kematangan psikologi dan seksual remajadalam
urutan kedua sebanyak 22,46% berusia 20 proses tumbuh kembang menujudewasa,
tahun. Menurut WHO, rentang usia remaja rentang usia 17-20 masuk dalammasa remaja
(adolescence) adalah 10-19 tahun. Sementara akhir atau remaja lanjut (Marmi,2014).
dalam program Badan Kependudukan dan
180
Pengaruh Pembelajaran Daring terhadap Stres Akademik Mahasiswa Selama Pandemi. .... Funsu Andiarna
Pada tabel 4 dapat diketahui bahwa mahasiswa merasa berat dan sulit memahami
kegiatan pembelajaran secara daringdikatakan materi perkuliahan. Banyak mahasiswa yang
tidak efektif sebesar 66% (189 merasa jika pembelajaran tatap muka bisa
Responden) dan efektif sebesar 34% (96 membuat mahasiswa lebih mudah memahami
responden). penjelasan dosen. Hal seperti ini yang membuat
Hasil uji analisis statistik regresi logistik, mahasiswa muncul rasa ketakutanakan
diperoleh nilai p sebesar 0.023 dimananilai p kemajuan akademiknya. Rasa gagal dalam
< 0,05 yang artinya bahwa terdapat pengaruh mencapai target yang diharapkan. Tekanan
yang signifikan pembelajaran daring terhadap harus mampu belajar mandiri, konsentrasi tinggi
stres akademik mahasiswa selama pandemi dalam memperhatikan penjelasan dosen selama
covid-19. Pandemi covid-19menjadikan perkuliahan yang sering terkendala signal
pembelajaran daring sebagaipilihan untuk sehingga tidak terdengar jelas suara dosen, lelah
mendukung pemerintahdalam menerapkan dengan tugas yang menumpuk sebagai evaluasi
physical distance untuk mencegah terjadinya selama proses pembelajaran, tekanan dari orang
kerumunan dalam rangka mencegah penyebaran tua, dan pembengkakan biaya kuota internet
virus covid-19.Pemanfaatan teknologi informasi membuat mahasiswa stres dengan kehidupan
melalui penggunaan laptop atau gadget dalam akademiknya. Mahasiswa timbul rasa khawatir
proses pembelajaran daring dimana sebagaialat dengan nilai hasil akademik, sehingga terjadi
untuk saling menghubungkan antara mahasiswa stres akademik.
dan dosen dalam memenuhi standart Penelitian ini selaras dengan
pendidikan sehingga proses pembelajaran dapat penelitian yang dilakukan oleh Widiyono yaitu
terlaksana dengan baik. menjelaskan bahwa pembelajaran daring dalam
pelaksanaannya memberikan gambaran bahwa
Pembahasan kurang optimal dalampemahaman materi oleh
Stres akademik berkaitan dengan mahasiswa dan tugas yang terlalu banyak
kegagalan dalam akademik. Pada awal pandemi diberikan kepada mahasiswa, sehingga
covid-19 masuk ke negara Indonesia, dimana pembelajaran dinilai kurang efektif (Widiyono,
anjuran pemerintah mengharuskan seluruh 2020). Penelitiansebelumnya oleh Firman dan
pembelajaran dilaksanakan secara daring untuk Rahayumenyebutkan pula bahwa perkuliahan
mencegah penyebaran virus covid-19. daring menimbulkan kesulitan bagi banyak
Pembelajaran daring menuntut seorang mahasiswa khususnya dalam memahamimateri
mahasiswa untuk lebih aktif belajar mandiri kuliah. Mahasiswa tidak bisa memahami secara
selama mengikuti kelas online. Banyak tugas keseluruhan materi kuliah,serta beranggapan
yang diterima oleh mahasiswa dan terdapat bahwa dengan membacamateri dan
banyakketerbatasan dalam proses pembelajaran mengerjakan tugas saja tidak cukup. Mahasiswa
daring. Rasa ketidakpuasan mahasiswa selama membutuhkan tatap mukalangsung sehingga
proses pembelajaran daring membuat mendapatkan penjelasan
181
Pengaruh Pembelajaran Daring terhadap Stres Akademik Mahasiswa Selama Pandemi. .... Funsu Andiarna
secara verbal mengenai materi kuliah daridosen 2020). Hal ini diperkuat dengan informasi yang
seperti dalam perkulihan tatap mukadi kelas. disampaikan oleh Rosarita Niken Widiastuti yang
Diskusi dalam forum grup chat tidakmampu merupakan Sekretaris Jenderal Kominfodalam
memberikan penjelasan secara menyeluruh peluncuran program Edukasi Literasi Privasi dan
mengenai materi kuliah yang sedang dibahas Keamanan Digital bahwa dari 171juta pengguna
(Firman & Rahayu, 2020). internet di Indonesia, terdapat83% sebagai
Berdasarkan tabel 2, Jenis kelamin pengguna whatsapp yangberfungsi sebagai
merupakan salah satu faktor pencetus stres media komunikasi antarmasyarakat (Barokah,
akademik (Hafifah et al., 2017). Berdasarkanhasil 2019). Pada penelitianyang dilakukan oleh
penelitian yang dilakukan oleh Maryama yaitu Daheri memaparkan bahwa penggunaan
menyebutkan bahwa variabeljenis kelamin whatsapp sebagai media pembelajaran daring
memberikan sumbangan sebesar 1,9% terhadap dinilai kurang efektif karena kurangnya
stres akademik (Maryama, 2015). Penelitian lain penjelasan yang menyeluruh dari pendidik serta
yang serupa menunjukkan bahwa jenis kelamin rendahnyaaspek psikomotorik dan sikap perilaku
perempuan mengalami stres berat sebanyak2,2 selama proses belajar (Daheri et al., 2020).
kali dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki. Pembelajaran daring tidak hanya dilakukan
Berkaitan dengan stres yang terjadi pada laki-laki melalui media grup whatsapp, grup telegram,
dan perempuan, laki-laki lebih aktif dan zoom, googlemeet, dan google classroom
eksploratif dibandingkan perempuan,sehingga saja. Namun, pembelajaran online bahkandapat
perempuan cenderung lebih mudahcemas dan dilakukan melalui media sosial seperti facebook
lebih sensitif (Kountul et al., 2018).Mahasiswa dan instragam (Kumar & Nanda, 2019).
perempuan lebih rentan terhadapkondisi stres. Efektifitas pembelajaran daring dapat
Kondisi stres pada perempuan dipengaruhi oleh dilihat di tabel4.Ketidakefektifan pembelajaran
hormon oksitosin, estrogen,dan hormon seks daring disebabkan oleh karena mahasiswa
sebagai faktor pendukung (Potter & Perry, merasa pemahaman belajar mandiri dari
2005). membaca materi dan penugasan kurang
Pelaksanaan pembelajaran secara memuaskan dan sulit membuat mahasiswa
online tidak terlepas dari dukungan beberapa faham, mahalnya biaya untuk membeli kuota
perangkat mobile, seperti smartphone, laptop, internet, gangguan signal, terdapat kegiatan
dan tablet yang dalam penggunaannya dapat perkuliahan diluar jam yang seharusnya, dan
dilakukan dimana saja dan kapan saja (Gikas & kesiapan dosen menyiapkan materi dan media
Grant, 2013). Pemanfaatanteknologi mobile dalam permbelajaran daring. Dalam penelitian
dalam proses pembelajarandaring memberikan sebelumnya menyatakan bahwakoneksi internet
kontribusi yang sangatbesar di bidang merupakan hal utama dalam proses belajar
pendidikan untuk mencapai tujuan mengajar secara onlinedimana jika tidak
pembelajaran jarak jauh (Korucu &Alkan, 2011). terdapat koneksi internet yang memadai, tidak
Terdapat beberapa mediayang sering digunakan terwujud interaksi secara langsung antara
dalam pelaksanaan pembelajaran daring peserta didik danpendidik (Hamdani & Priatna,
dijelaskan pada tabel 2020).
3 adalah grup whatsapp. Berdasarkan penelitian Stres akademik memiliki 2 komponen
yang dilakukan oleh Andiarna dkk yaitu yaitu stressor akademik dan reaksi terhadap
memaparkan bahwa sebanyak 98% (dari 194 stressor akademik. Stressorr akademikterdiri
responden) mahasiswa aktif dalam penggunaan dari 5 kategori yaitu frustasi, konflik, perubahan
media sosial jenis whatsapp (Andiarna et al., dan pemaksaan diri. Sedangkan
2020) (Loviana & Baskara,
182
Pengaruh Pembelajaran Daring terhadap Stres Akademik Mahasiswa Selama Pandemi. .... Funsu Andiarna
reaksi terhadap stressor terdiri dari reaksi fisik, dilakukan oleh Agus dkk, menyebutkan bahwa
reaksi emosi dan reaksi perilaku (Gadzella & terdapat 72% responden mahasiswa keberatan
Masten, 2005). Menurut Taylor menjelaskan dengan tugas yang diberikan dosenselama
bahwa respon terhadap stres secara fisik pembelajaran daring (Watnaya et al.,2020).
dianggap berbahaya atau mengancam diri Beratnya tugas membuat mahasiswa terbebani
seseorang. Hal ini mengaktifkan sistem syaraf sehingga terjadi stres akademik.
simpatis yang berakibat pada tekanandarah yang Perkuliahan dengan sistem pembelajaran
meningkat, detak jantung menjadicepat, daring akibat pandemi covid-19 merupakan
produksi keringat yang berlebih, serta anjuran dari pemerintah melalui surat edaran
penyempitan pembuluh darah. Selain itu, sistem Kemendikbud Direktorat Pendidikan Tinggi
Hypothalamic Pituitary Adrenocortical(HPA) Nomor 1 Tahun 2020 tentang pencegahan
menjadi aktif dan tubuh mengeluarkanhormon- penyebaran virus Covid-19 di perguruan tinggi
hormon stres. Dalam jangka panjang, hormon yang berisi bahwa seluruh perguruan tinggi
stres seperti epineprindan norepineprin dapat untuk menyelenggarakan proses pembelajaran
menurunkan fungsi kekebalan tubuh, jarak jauh dan menyarankan kepada mahasiswa
meningkatkan detak jantung, dan untuk belajar dari rumah masing-masing (stay at
ketidakseimbangan biokimia tubuh sehingga home). Lokasi yang berbeda antara dosen dan
menimbulkan berbagai jenis penyakit. Tidak mahasiswa selamaproses pembelajaran daring
hanya penyakit fisik namun juga penyakit jiwa mendukung perilaku physical distance yang
(Taylor, 2003). Pada kondisipandemi covid-19 mana hal ini dianggap sebagai salah satu upaya
saat ini, kebutuhan akan menjaga kondisi imun dalam menekan penyebaran covid-19 (Stein,
atau kekebalan tubuh sangat diperlukan untuk 2020). Pembelajaran daring adalah interaksi
menjaga tubuh agartidak terinfeksi oleh virus pembelajaran jarak jauh melalui jaringan
covid-19. internet dengan aksesibilitas, konektivitas yang
Stres akademik mengacu pada suatu dapat dilakukan secara fleksibel(Moore et al.,
kondisi psikologis yang tidak menyenangkanyang
2011). Terdapat beberapa hal yang harus
terjadi karena harapan dalam akademik
disiapkan oleh mahasiswadalam proses
seseorang yang berasal dari orang tua, guru/
pembelajaran yaitu (1) Spirit belajar, yaitu
dosen, teman sebaya dan anggota keluarga
semangat yang tinggi untuk belajar mandiri.
lainnya. Tidak hanya harapan, tetapi juga berasal
Mahasiswa di tuntut untuk menggali
dari tekanan dari orang tua untukprestasi
pengetahuan dan pemahaman materi secara
akademik, sistem pendidikan, dan beban
mandiri. (2) Literacy terhadap teknologi, yaitu
pekerjaan rumah/ tugas mandiri (Sarita & Sonia,
penguasaan mahasiswa terhadap teknoogi
2015). Beberapa faktor yangmempengaruhi stres
sebagai media mencapai keberhasilan
akademik yaitu faktorfisik, keluarga, sekolah dan
pembelajaran daring/online. (3)Kemampuan
sosial. Sebagian stres yang dialami oleh
berkomunikasi Intrapersonal,yaitu kemampuan
remaja berasaldari lingkungan
yang dibutuhkan mahasiswa dalam berinteraksi
sekolah/akademik. Tugas yang terlalu banyak,
dengan mahasiwa lain sebagai bentuk makhluk
performansi akademik yang tidak memuaskan,
sosial meskipun proses pembelajaran
persiapan untuk tes/ujian, kurang minatnya
daring/online dilaksanakan secara mandiri.
terhadap mata kuliah, metode dan media yang (4) Berkolaborasi, yaitu perlunya kolaborasi
digunakan dosen yang tidak memuaskan, serta efektif tidak hanya antara mahasiswa dalam
tuntutandari orang tua, dosen maupun diri forum kuliah daring, tetapi kolaborasi juga di
sendirimenjadikan sumber stres akademik (Kai- lakukan dengan dosen dan lingkungan sekitar.
Wen, 2010). Berdasarkan penelitian yang
183
Pengaruh Pembelajaran Daring terhadap Stres Akademik Mahasiswa Selama Pandemi. .... Funsu Andiarna
(5) Ketrampilan untuk belajar mandiri, yaitu Angraini, D. V. (2018). Faktor Penyebab Stres
kemampuan belajar mandiri secara terampil. Akademik pada Siswa (Studi Deskriptif
Mahasiswa selama proses pembelajaran pada Siswa Kelas 4 dan 5 SD Bentara
daring/online akan mencari, menemukan dan Wacana Muntilan.
menyimpulkan materi yang dipelajari secara
Atziza, R. (2015). Faktor-Faktor yang
mandiri (Dabbagh, 2007). Pada penelitian
Mempengaruhi Kejadian Stres dalam
sebelumnya menjelaskan bahwa aktivitas belajar
Pendidikan Kedokteran. Jurnal
mengajar secara daring, mahasiswa sudah tidak
Agromedicine, 2(3), 317–320.
lagi bersifat pasif dengan hanya menunggu
Barokah, D. R. (2019). Kominfo: 83%
materi dari dosen karena peran dari dosen
Pengguna Internet adalah Pengguna
berubah menjadi fasilitator dan bukan
Whatsapp. Kementerian Komunikasi Dan
menjadi penentu satu-satunya pengalaman
Informatika.
belajar mahasiswa (Hasanah etal., 2020).
Barseli, M., & Ifdil, I. (2017). Konsep Stres
Kesimpulan Akademik Siswa. Jurnal Konseling Dan
Pendidikan, 5, 143. https://doi.
Pembelajaran daring selama pandemi covid- org/10.29210/119800
19 memberikan pengaruh terhadap stres
akademik mahasiswa. Stres akade- mik terjadi Cao, W., Fang, Z., Hou, G., Han, M., Xu,
karena perubahan proses pembelajaran tatap X., Dong, J., & Zheng, J. (2020). The
muka ke pembelajaran secara daring secara psychological impact of the COVID-19
cepat dimana maha- siswa berperan penting epidemic on college students in China.
dalam kemajuan akademiknya sendiri. Psychiatry Research, 287, 112934. https://
Kemandirian danketrampilan mahasiswa selama doi.org/10.1016/j.psychres.2020.112934
prosespembelajaran daring menjadi tolak ukur Dabbagh, N. (2007). The Online Learner:
keberhasilan akademik mahasiswa. Tujuan Characteristics and Pedagogical Implications.
pendidikan nasional dapat dilaksanakan melalui Contemporary Issues in Technology and
proses pembelajaran secara daring, namun Teacher Education, 7(3),217–226.
masih perlu kesiapan dan perbaikan sistem untuk
Daheri, M., Juliana, J., Deriwanto, D., & Amda, A.
menunjang proses pembelajarandaring agar tidak
D. (2020). Efektifitas WhatsAppsebagai
berdampak terhadap stres akademik pada
Media Belajar Daring. Jurnal Basicedu,
mahasiswa. Keberhasilan pembelajaran daring
4(4), 775–783. https://doi.
tidak hanya berpusatpada mahasiswa, namun
org/10.31004/basicedu.v4i4.445
sarana prasarana dan keterampilan dosen
Firman, F., & Rahayu, S. (2020). Pembelajaran
sebagai fasilitatorjuga sangat diperlukan.
Online di Tengah Pandemi Covid-19.
Indonesian Journal of Educational
Daftar Pustaka Science (IJES), 2(2), 81–89. https://doi.
org/10.31605/ijes.v2i2.659
Andiarna, F., Widayanti, L. P., Hidayati, I., &
Agustina, E. (2020). Analisis Penggunaan Fitriah, M. (2020). Transformasi Media
Media Sosial Terhadap Kejadian Insomnia Pembelajaran pada Masa PandemiCovid-19.
Pada Mahasiswa. Profesi (Profesional Liputan6.Com. https://www.
Islam) : Media Publikasi Penelitian, 17(2), liputan6.com/citizen6/read/4248063/
37–42. opini-transformasi-media-pembelajaran-
pada-masa-pandemi-covid-19
184
Pengaruh Pembelajaran Daring terhadap Stres Akademik Mahasiswa Selama Pandemi. .... Funsu Andiarna
185
Pengaruh Pembelajaran Daring terhadap Stres Akademik Mahasiswa Selama Pandemi. .... Funsu Andiarna
in-higher-education/217471
Kupriyanov, R. (2014). The Eustress Concept:
Problems and Outlooks. World Journal of
Medical Sciences, 11, 179–185.
https://doi.org/10.5829/idosi.
wjms.2014.11.2.8433
Pustaka Pelajar.
Maryama, H. (2015). Pengaruh Character Strengths
dan Gender terhadap Stres Akademik
Mahasiswa UIN Jakarta yang Kuliah Sambil
Bekerja [Skripsi]. UINSyarif Hidayatullah.
165. https://doi.org/10.37859/eduteach.
v1i2.1987
WHO. (2020). Coronavirus disease (COVID-19)
pandemic.
188
Pengaruh Pembelajaran Daring terhadap Stres Akademik Mahasiswa Selama Pandemi. .... Funsu Andiarna
189
Pengaruh Pembelajaran Daring terhadap Stres Akademik Mahasiswa Selama Pandemi. .... Funsu Andiarna
Abstrak
Artikel INFO
Masyarakat Minangkabau mengenal perempuan sebagai pihak yang akan menetap dalam
lingkungan Minangkabau karena peran gendernya yang melekat untuk mengasuh anak maupun
Diterima:18 juli 2020 sebagai Bundo Kanduang, pemuka adat. Meskipun demikian, saat ini fenomena merantau
merupakan hal yang lazim—sesuatu yang tidak sepenuhnya ada dalam cakupan peran
Direvisi :14 Okt 2020 gendernya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran gender perempuan
Minangkabau yang merantau dan faktor apa yang memengaruhinya. Dengan metode kualitatif,
Disetujui: 3 Des 2020 penelitian ini menggunakan wawancara mendalam untuk pengambilan data kepada perempuan
Minangkabau yang merantau di Yogyakarta. Hasil analisis tematik menunjukkan bahwa terdapat
dua kelompok perempuan Minangkabau yang merantau, yaitu mereka dengan peran gender
DOI:
tradisional dan non-tradisional. Faktor yang mempengaruhi peran gender yang terbentuk ini
http://dx.doi.org/10.24014/
terdiri dari keluarga dan perubahan zaman. Penelitian ini memberikan pemahaman baru
jp.v14i2.10371 mengenai dinamika perempuan Minangkabau yang merantau namun terdapat keterbatasan
yang perlu diperbaiki untuk penelitian mendatang.
Women in Minangkabau are seen as a component in the community that will stay in the
Minangkabau area due to their gender role to manage the household and as a Bundo Kanduang.
However, migration among them is common in this era—something that not completely
fulfill their gender roles. This research aimed to explore gender roles on Minangkabau women
and what factors that influence it. Utilizing a qualitative method, in-depth interview was used
to gain data from the Minangkabau women who migrated to Yogyakarta. Results from the
thematic analysis showed that there were two groups of Minangkabau women; those who
have traditional gender roles orientation and non- traditional one. Factors that influenced them
were family and cultural changes. This research contributed to the understanding of the dynamic
of Minangkabau women yet there were limitations that had to be improved for the following
research.
191