Beberapa gaya hidup yang salah, seperti membatasi asupan cairan dan
mengindari konsumsi buah segar, dapat menganggu gizi dan pencernaan pada lansia.
Selain gaya hidup, beberapa penyakit tertentu juga dapat menjadi paktor pemicu
gangguan pencernaan pada lansia. Lansia lebih rentan gangguan pencernaan
dikarenakan efek kolektif dan factor risiko dan perubahan terkait penuaan. Faktor resiko
mempengaruhi setiap fase pencernaan dan penyerapan nutrisi, dan hak ini secara
signifikan mempengaruhi pola makan serta asupan gizi. Sebuah studi yang dihasilkan
oleh locker dkk ( 2008 ) merinci beberapa factor risiko yang mempengaruhi timbulnya
gangguan pencernaan dan asupan gizi yang tidak memadai pada lansia antara lain
kmiskinan, gangguan kognisi, gangguan fungsional, pengunaan obat-obatan kesehatan
mulut yang buruk, kesehatan fisik atau mental yang buruk, dan kekurangan dukungan
social atau akses terhadap sumber daya masyarakat.
5. Faktor psikososial
Faktor psikososial cenderung mempengaruhi nafsu makan dan pola
makan lansia. Setiap perubahan dalam kebiasaan makan, seperti kehilangan
pasangan, cenderung berdampak negative pada pola makan. Lansia biasanya
membentuk pola persiapan jangka panjang mengenai makanan bagi keluarga,
akan sangat sulit bagi lansia untuk menyesuaikan diri dengan pembelian,
persiapan, dan makanan untuk seorang diri. Lansia juga biasanya bergantung
pada orang lain untuk mempersiapkan makanan, setiap factor yang membatasi
ketersediaan sumber daya pendukung akan mempengaruhi kemampun orang
dewasa untuk mendapatkan makanan.
Stress dan kecemasan mempengaruhi proses pencernaan melalui proses
pencernaan pada system saraf otonom. Meski berhubungan dengan efek sres
pada pencernaan tidak selalu terjadi pada lansia, perubahan system saraf otonom
terkait penuaan bias terjadi namun tidak ada banak berpengaruh pada
pencernaan. Lansia yang mengalami depresi cenderung mengalami anoreksia
dan kehilangan minat pada makanan. Masalah memori dan gangguan kognitif
lainnya dapat menganggu secara signifikan dengan pola makan dan kemampuan
menyiapkan makanan. Studi menunjukkan bahwa gangguan kognitif dan depresi
terkait dengan status gizi buruk pada lansia di masyarakatdan pengaturan
perawatan jangka panjang (Grieger, nowson & Ackland 2009; Johansson,
sidenvall, malmberg, & christesson, 2009; sahyoun, anyanwu, sharkey & miller,
2012).
7. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan mempengaruhi kenikmatan makanan dan kemampuan
untuk mendapatkan dan menyiapkan makanan tersebut. Lansia yang tinggal di
fasilitas perawatan lansia dalam jangka waktu panjang akan sulit menyesuaikan
diri dengan lingkungan yang tidak biasa. Selain itu meeka mungkin tidak
mengingankan interaksi social waktu mkana, padahal hal tersebut tidak bias
dihindari apabila tinggal difasilitas perawatan lansia. Kondisi yang ramai dan
berisik bias berdampak negative pada konsumsi makanan. Lingkungan tersebut
akan menimbulkan stress pada lansia yang menggunakan alat bantu dengan atau
yang terbiasa makan sendiri.
Pengaruh lingkungan seperti kondisi cuaca buruk, terutama
mempengaruhi orang tua yang mengalami gangguan fisik yang tinggal dirumah
mereka sendiri. Misalnya orang tua yang biasanya berjalan ke pasar atau
bergantung pada transportasi umum tidak mendapatkan belanjaan pada saat
kondisi hujan. Lansia yang bergantung pada orang lain untuk transportasi atau
yang mengalami kesulitan bepergian dalam cuaca buruk cenderung berbelanja
bahan makanan lebih jarang atau hanya berbelanja di warung dengan harga lebih
mahal dan pilihan terbatas. Tambahan biaya dan pilihan terbatas dapa
menganggu asupan makanan dan menyebabkan kekurangan nutrisi.
3. Kualitas hidup
Makanan dan gizi cukup merupakan komponen penting yang
berhubungan dengan kualitas hidup seseorang, kegiatan yang
berhubunga dengan makanan sering menjadi inti dari sebuah perayaan,
ritual, keagamaan, atau pertemuan untuk berbagai peristiwa penting.
Selain itu, waktu makan biasanya berhubungan dengan kepedulian,
kenyamanan, dan interaksi social. Jadi, apabila kenikmatan makan
terkena dampak negative, aspek psikososial makan juga terpengaruh.
Lansia yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan makan keluarga atau
makan di tempat ramai bisa saja menarik diri dari kegiatan ini jika
kegiatan makan bersama dirasa tidak lagi menyenangkan. Bila asupan
cairan atau nutrisi tidak memadai, lansia cenderung mengalami
kekurangan gizi dan dehidrasi karena gangguan mekanisme homeostatic.
Perubahan status kognitif termasuk gangguan memori merupakan
salah satu tanda awal malnutrisi, dehidrai, dan ketidakseimbagan
elektrolit pada lansia. Terkadang perubahan mental ini disebabkan salah
dipersepsikan sebagai akibat kondisi interversibel (misalnya demensia)
dan bukan ketidakseimbangan metabolsme yang bisa diobati dan dapat
dipulihkan. Misalnya kekurangan vitamin B12 atau vitamin D adalah
penyebab perubahan mental yang umum (morley 2010).