Anda di halaman 1dari 17

Laporan Pendahuluan : Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari

Kebutuhan Tubuh
Tri Puji Wahyuni, 1706038973, Keperawatan Gerontik A
Mahasiswi Profesi 2021, tripujiwahyuni.01@gmail.com
A. DEFINISI KASUS

Terdapat fenomena-fenomena yang umum kita jumpai pada lansia, seperti saat
makan lansia perlu waktu yang lama untuk menghabiskan makanannya, memiliki bau
mulut yang khas dan sering kali meminta tambahan garam karena merasa makanannya
hambar. Fenomena tersebut ada karena adanya perubahan fisiologi lansia. Sistem organ
yang mengalami penurunan fungsi karena penuaan yang berkaitan fenomena tersebut yaitu
sistem pencernaan.
Sistem pencernaan yaitu saluran gastrointestinal yang bertanggung jawab atas
empat fungsi utama yang berkaitan dengan konsumsi makanan: pencernaan, penyerapan,
sekresi, dan motilitas (Tabloski & Connell, 2014). Ketika bertambahnya usia, fungsi
fisiologis sistem pencernaan mengalami perubahan karena penuaan. Kondisi tersebut akan
mempengaruhi kehidupan lansia, yang dapat menurunkan kesejahteraan lansia serta
meningkatkan angka mortalitas dan mordibitas pada lansia.
Diagnosa yang dapat ditegakkan berdasarkan masalah pada sistem pencernaan
adalah Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Definisi dari diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah Asupan nutrisi tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Diagnosa ini diangkat ini dengan batasan
karakteristik :
 Kram abdomen  Mambran mukosa pucat
 Nyeri abdomen  Ketidakmampuan memakan
makanan
 Menghindari makanan  Tonus otot menurun
 Berat badan 20% atau lebih  Mengeluh gangguan sensasi rasa
dibawah berat badan ideal
 Kerapuhan kapiler  Mengeluh asupan makanan kurang
dan RDA (recommended daily
allowance)
 Diare  Cepat kenyang setelah makan
 Kehilangan rambut berlebihan  Sariawan rongga mulut
 Bising usus hiperaktif  Steatorea
 Kurang makanan  Kelemahan otot pengunyah
 Kurang informasi  ·Kelemahan otot untuk menelan
 Kurang minat pada makanan  Kesalahan konsepsi
 Penurunan berat badan dengan  Kesalahan informasi
asupan makanan adekuat

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISTEM PENCERNAAN


PADA LANSIA
Lanjut usia atau dikenal lansia akan adanya masa dalam perubahan fungsi sistem
tubuh baik dari panca indra maupun sistem organ. Kebiasaan sehari-hari dan proses
beberapa penyakit dapat mengganggu pada sistem pencernaan dan nutrisi pada lansia. Hal
tersebut menjadi faktor risiko yang mempengaruhi sistem pencernaan dan nutrisi, seperti
medikasi, gaya hidup, psikososial, kognitif, ekonomi dan budaya, lingkungan, dan
kebiasaan berdasarkan mitos dan kesalahpahaman.

1) Medikasi
Lansia pada umumnya banyak mengalami penyakit seiring proses penuaan. Hal
tersebut mengakibatkan adanya peningkatan penggunaan obat pada lansia. Adanya
beberapa medikasi yang memberikan efek pada nutrisi dengan mengganggu absorpsi dan
ekskresi nutrisi pada sistem pencernaan (Tabloski, 2014) seperti pengobatan diuretik dapat
mengganggu transpor air, garam, glukosa dan asam amino.

2) Gaya Hidup
Lansia yang gaya hidup terdahulunya sering mengonsumsi alkohol dan rokok
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi sistem pencernaan. Alkohol dapat
mengganggu absorpsi vitamin B dan folat (Stanley, Blair, & Beare, 2005). Merokok dapat
mengurangi kemampuan dalam mencium bau dan merasakan makanan serta mengganggu
penyerapan vitamin C dan asam folat (Miller, 2012). Merokok juga dapat menjadi faktor
risiko beberapa penyakit sistem pencernaan yang muncul seperti gastroesophageal reflux
disease (GERD), peptic ulcers, dan penyakit lever (Miller, 2012).

3) Psikososial
Adanya perubahan proses menyiapkan makanan merupakan salah satu faktor
psikososial yang berdampak negatif pada pola makan. Makan sendirian memengaruhi
status gizi buruk dari orang tua, khususnya laki-laki (Hsieh, Sung, & Wan, 2010 dalam
Miller, 2012). Lansia yang jarang dilibatkan dalam menyediakan dan membuat makanan
akan berasumsi sulit dalam melakukan tugasnya, setelah kehilangan pasangan orang yang
biasanya melakukan tersebut. Stres dan cemas juga berpengaruh pada proses sistem
pencernaan yang dipengaruhi sistem saraf. Kondisi bersedih dan kehilangan percaya diri
dapat menurunkan nafsu makan pada lansia (William, 2016). Selain faktor psikososial,
faktor risiko lainnya yaitu gangguan kognitif.

4) Gangguan kognitif
Lansia pada usianya mengalami gangguan kognitif dalam hal memperoleh dan
mengingat informasi, seperti bau dan rasa. Gangguan fungsi kognitif tersebut akan
mempengaruhi aktivitas sehari-hari salah satunya perilaku makan, seperti lambatnya mulut
dalam mengunyah makanan untuk mengingat rasa terhadap makanan. Penelitian
menunjukkan 86,9% dari penderita malnutrisi dengan penurunan kognitif (Munawirah,
Masrul, Martini, 2017). Lansia yang mengalami penurunan status fungsi kognitif terjadi
penurunan indra penciuman, sehingga menurunkan selera makan. Selain faktor gangguan
kognitif, faktor risiko lainnya yaitu budaya dan ekonomi.

5) Ekonomi dan budaya


Latar belakang dengan etnik, kepercayaan dan budaya yang berbeda sangat
mempengaruhi cara lansia dalam memilih, menyiapkan dan memakan makanannya. Setiap
daerah memiliki ciri khasnya, seperti orang Asia lebih senang mengklasifikasi makanan,
minuman, dan obat berdasarkan panas dan dingin. Berdasarkan contoh diketahui bahwa
masalah penyakit tersebut diakibatkan ketidakseimbangan antara panas dan dingin dan
harus diobat dengan karakter yang berbeda (William, 2016). Lansia dengan status ekonomi
yang rendah, akan berhubungan langsung dengan hambatan pada pemilihan makanan,
perawatan mulut dan kehilangan gigi (Starr & Hall, 2010 dalam Miller, 2012). Kedua hal
tersebut akan memengaruhi pola makan dan mempengaruhi status nutrisi seseorang.

6) Lingkungan
Lingkungan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi sistem
pencernaan. Faktor lingkungan dapat berefek dalam menikmati makanan dan kesediaan
dalam membuat dan menyiapkan makanan. Lingkungan yang ramai dapat menyebabkan
stres untuk lansia yang menggunakan alat bantu pendengar saat sendirian sehingga
menyebabkan kehilangan rasa nafsu makan (Miller, 2012). Lingkungan yang tenang serta
cuaca yang disenangi lansia dapat mempengaruhi dalam tingkat nafsu makan yang akan
meningkatkan nutrisi yang didapat.
7) Mitos dan kesalahpahaman
Kebiasaan berdasarkan mitos dan kesalahpahaman yang merupakan salah satu faktor
mempengaruhi sistem pencernaan. Kepercayaan memakan buah secara langsung tidak
boleh, sehingga buah lebih baik dimasak terlebih dahulu, akan berpengaruh pada pola
makan dan menyebabkan konstipasi (Miller, 2012). Mitos dan kesalahpahaman terkait
dengan sistem pencernaan perlunya diberikan penjelasan dan rasional yang mudah
dimengerti oleh lansia.
C. PATOFISIOLOGI

D. PEMERIKSAAN FISIK
1) Anamnesa

Pertanyaan saat anamnesa biasanya menggali informasi terkait kebiasaan makan dan
intake nutrisi, perilaku menjaga kebersihan mulut, eliminasi, cara menyiapkan makanan,
serta faktor kultural yang mempengaruhi pola makan (Tabloski, 2014; Stanley, Blair, &
Beare, 2005). Hal pertama yang perlu diketahui adalah terkait kebutuhan nutrisinya dan apa
saja makanan yang dikonsumsi dalam satu waktu (Tabloski, 2014). Selain itu, perawat
perlu bertanya mengenai riwayat penyakit yang memerlukan modifikasi makanan, seperti
diabetes, penyakit jantung, atau lainnya, apakah memiliki alergi makanan, dan obat-obatan
apa saja yang dikonsumsi (Miller, 2012).
Selanjutnya, terkait dengan kesehatan mulut, perawat dapat bertanya apakah ada
kesulitan saat mengunyah atau menelan, apakah ada gigi yang sakit, sensitif, atau berdarah,
dan seberapa sering dan kapan terakhir kali mengunjungi dokter gigi. Mengenai cara
menyiapkan makanan dan pola makan, perawat perlu mengetahui bagaimana cara
berbelanja bahan makanan, apakah ada kesulitan mencapai toko, berapa anggaran yang
disediakan untuk makan sehari-hari, di mana biasanya lansia makan, apakah ada yang
membantu menyiapkan makanan, dan apakah ada kesulitan saat menyiapkan makanan
(Miller, 2012).

2) Pemeriksaan Fisik
Perawat mengobservasi tanda klinis terhadap perubahan nutrisi. Tanda klinis yang
diidentifikasi perawat adalah:

a) Penampilan umum : Tanda penampilan umum yang menunjukan status nutrisi


yang baik yaitu sadar, dan responsif. Namun tanda klinis yang menunjukan
nutrisi yang buruk seperti lesu, apatis, kakeksia.
b) Berat badan : Berat badan yang normal proporsional dengan tinggi badan,
sesuai usia, dan bentuk tubuh. Pada kondisi berat badan yang tidak normal
menunjukan obesitas atau kurus.
c) Postur Postur tubuh yang normal dengan kondisi tegak, dimana lengan dan
tungkai lurus. Pada kondisi yang tidak normal postur tubuh bahu kendur, dada
cekung, dan punggung membungkuk.
d) Otot Kondisi : otot yang normal otot berkembang dengan baik, kuat, tonus baik,
terdapat bebrapa lemak dibawah kulit. Kondisi otot yang buruk seperti
penampilan lemah, tonus otot buruk, tonus tidak berkembang, nyeri, edema,
tidak mampu berjalan dengan baik.
e) Kondisi system saraf: Kondisi normal rentan perhatian baik, kurang iritabilitas,
atau kelelahn, refleks normal, psikologis stabil. Kondisi kontrol saraf yang
buruk dengan tanda klinis kurang perhatian, iritabilitas, bingung, tangan dan
kaki terasa terbakar, dan parastesia, kehilangan posisi dan rasa vibratorik,
kelemahan dan nyeri otot yang dapat menyebabkan ketidakmampuan berjalan,
penurunan atau kehilangan refleks lutut dan tumit.
f) Fungsi gastrointestinal: Tanda klinis yang normal nafsu makan dan pencernaan
baik, eliminasi teratur normal, tidak ada organ atau masa ynag teraba. Penemuan
tanda klinis yang abnormal pada fungsi gastrointestinal yaitu anoreksia, tidak
dapat mencerna, konstipasi, atau diare, pembesaran hati atau limfa.
Pengkajian selanjutnya ialah perawat melakukan pemeriksaan fisik yang terdiri
dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Inspeksi dimulai dengan melihat
kondisi lansia keseluruhan secara umum, lalu mengamati gigi dan mulut, dan
mengamati simetris atau tidaknya bentuk abdomen serta ada lesi atau tidak
(Miller, 2012). Selanjutnya, perawat melakukan palpasi dan perkusi abdomen,
hal yang perlu dirasakan ialah terdapat massa atau tidak, apakah merasa nyeri
atau tidak saat ada penekanan. Selain itu, pada perkusi, hasil yang normal adalah
terdengarnya bunyi sonor (Miller, 2012). Terakhir, yaitu melakukan auskultasi
bising usus. Lansia memiliki bising usus yang terdengar lebih lambat karena
motilitas usus yang menurun akibat faktor usia (Miller, 2012).
g) Fungsi kardiovaskuler: Tanda klinis yang menunjukan fungsi kardiovaskuler
yang normal yaitu laju denyut dan irama jantung normal, tidak ada bunyi
murmur, tekanan darah normal sesuai usia. Tanda klinis abnormal pada fungsi
kardiovaskuler yaitu laju denyut jantung cepat diatas 100 x / menit, terjadi
pembesaran jantung, irama jantung tidak normal, tekanan darah meningkat.
h) Vitalitas umum: Kondisi vitalitas umum yang normal memiliki ketahana tubuh
cukup bertenaga, kebiasaan tidur baik, dan penampilan cukup kuat. Vitalitas
umum yang abnormal bila klien mudah lelah, kurang energi, mudah tidur,
penampilan kelelahan, dan apatis.
i) Rambut: Kondisi rambut yang normal yaitu bersinar, penampilan rambut
berkilat, helai rambut tidak mudah dicabut, kulit kepala sehat. Kondisi rambut
yang tidak normal seperti rambut berserabut, kusam, kusut, kering, tipis, dan
kasar, penampilan depigmetasi, helai ramut mudah lepas.
j) Kulit: umum Kondisi normal pada kulit yaitu kondisi kulit halus, dan sedikit
lembab, warna baik. Kondisi kulit yang abnormal yaitu kasar, kering, pucat,
berpigmen, iritasi, lebam, petechiae, kehilangan lemak pada subkutan.
k) Wajah dan leher: Kondisi klinis wajah dan leher yang normal warna wajah dan
leher merata, halus, merah muda, tidak ada bengkak. Kondisi yang abnormal
pada wajah dan leher yaitu penampilan berminyak, bersisik, bengkak, kulit
gelap di pipi, dan dibawah mata, tidak halus, atau kasar pada kulit sekitar hidung
dan mulut.
l) Bibir: Kondisi bibir yang normal yang diidentifikasi perawat seperti halus,
warna baik, penampilan lembab, tidak pecah atau bengkak. Kondisi bibir yang
abnormal yaitu penampilan kering, bersisik, bengkak, kemerahan, atau lesi
angular pada sudut mulut, fisura atau skar.
m) Membran mukosa mulut: Kondisi membran mukosa mulut yang normal
berwarana merah muda sampai kemerahan. Kondisi membran mukosa mulut
yang tidak normal yaitu membran mukosa yang lembut dan bengkak.
n) Gusi: Kondisi gusi normal berwarna merah muda, tidak bengkak dan tidak ada
perdarahan gusi. Kondisi gusi yang tidak normal gusi bengkak, mudah berdarah,
kemerahan dan gusi tertarik ke arah belakang.
o) Lidah: Kondisi lidah normal yaitu berwarna merah muda, atau kemerahan gelap,
tidak bengkak, halus, terdapat papila dan tidak ada lesi.
p) Gigi: Gigi normal dengan kondisi tidak berlubang, nyeri, gigi lurus, bersih, dan
tidak ada diskolorasi. Kondisi gigi yang tidak normal yaitu terdapat karies, gigi
tidak ada, posisi gigi tidak lurus atau salah posisi.
q) Mata: Kondisi mata yang nomal yaitu mata terang, jernih, penampilan bersinar,
tidak ada luka disudut membrane, bulu mata lembab, pembuluh darah terlihat,
tidak ada benjolan pada jaringan atau scelera, tidak ada lingkaran kelelahan
dibawah atau disekitar mata. Kondisi mata yang tidak normal yaitu conjuctiva
pucat, membran kemerahan, kering, terdapat tandatanda infeksi, kekeringan
membran mata, penampilan buram dari kornea, kornea lunak, atau
keratomalasia.
r) Leher :(kelenjar) Kondisi nomal pada leher yaitu tidak terdapat pembesaran
kelenjar. Kondisi abnormal leher terjadi pembesaran kelenjar tiroid.
s) Kuku: Kondisi kuku yang normal yaitu struktur kuku keras, dan berwarna
merah muda. Kondisi kuku yang tidak normal dengan bentuk kuku koilnishia,
dan mudah patah.
t) Kaki, tungkai : Kondisi tungkai dan kaki yang normal yaitu tidak nyeri, lemah,
atau bengkak. Kondisi tungkai dan kaki yang tidak normal yaitu edema,
kelelahan.
u) Kerangka: Struktur kerangka normal yaitu tidak ada kelainan bentuk. Kondisi
kaki yang tidak normal, yaitu bentuk kaki bengkok, lutut menyatu, deformitas
dada pada diafragma, scapula dan costa yang menonjol.

3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang di antaranya adalah pengukuran BMI dan pemeriksaan
laboratorium. Pengukuran BMI (berat [kg]/tinggi [m2]) biasanya digunakan sebagai
indikator adanya malnutrisi (Arenson et al, 2009; Miller, 2012). Ukuran BMI yang normal
berkisar antara 18.5 sampai 24.9 untuk dewasa (Miller, 2012). Beberapa penelitian
mengungkapkan untuk lansia sendiri BMI yang ideal yaitu antara 25-35 (Flicker et al,
2010; Oreopoulus, Kalantarzadeh, Sharma, & Fonarow, 2009). Sedangkan untuk
pemeriksaan laboratorium yang diperiksa di antaranya ialah serum protein yang diproduksi
oleh hati, seperti albumin, transferrin, dan pre albumin, serum ferritin, glukosa, sodium, dan
potassium, serta kolesterol yang kadang juga berkorelasi dengan risiko kekurangan gizi
(Arenson et al, 2009; Miller, 2012).

4) The Mini Nutritional Assessment (MNA)

Selain pengkajian yang telah disebutkan di atas, terdapat juga pengkajian


menggunakan MNA atau The Mini Nutritional Assessment (Arenson et al, 2009; Miller,
2012). MNA sering kali digunakan untuk mengkaji kondisi nutrisi lansia karena MNA
mudah digunakan dan tidak membutuhkan waktu yang lama (Touhy & Jett, 2014). Metode
MNA terdiri dari 6 skrining dan 12 pertanyaan yang semuanya ini hanya membutuhkan
waktu kurang lebih 15 menit (Miller, 2012). Pertanyaan skrining MNA di antaranya yaitu
perubahan yang terjadi pada lansia dalam mengonsumsi makanan, ada atau tidaknya
perubahan berat badan yang signifikan, penurunan mobilitas, stres, gangguan
neuropsikologi maupun penyakit akut, dan BMI (Miller, 2012). Pada fase skrining ini,
biasanya akan terlihat hasil status nutrisi lansia tersebut baik atau kurang. Jika hasil yang
diperoleh kurang akurat, maka diperlukan pengajuan 12 pertanyaan status nutrisi
selanjutnya (Miller, 2012).

Menurut Miller (2012), fase berikutnya ialah mengajukan pertanyaan mengenai


tempat tinggal lansia, jenis dan berapa banyak obat yang dikonsumsi, ada atau tidaknya
luka pada lansia, kebiasaan makan lansia, pandangan lansia terhadap kesehatan mereka,
pengukuran lingkar lengan atas (LILA) dan pengukuran lingkar betis. Setelah melakukan
pengkajian dengan berbagai pertanyaan, perawat dapat menggabungkan hasil penilaian dari
fase skrining dan fase pertanyaan untuk menemukan hasil mengenai status gizi lansia
apakah sudah baik, masih kurang baik, atau sangat tidak baik (Miller, 2012).

Gambar 1. Pertanyaan Anamnesa terkait Sistem Pencernaan dan Nutrisi (Miller, 2012)
Gambar 2. Pertanyaan Anamnesa Kebiasaan Nutrisi dan Pencernaan (Miller, 2012)

Gambar 3. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium terkait Status Nutrisi dan Sistem Pencernaan
(Miller, 2012)
Penilaian Nubisi Mini
MNA” Nutritionfnnt\tTitr‘

2 = read ber gien ke Ear rumah

O•lMF*i*vg $$*#T ?N

BILA DATA TkfT TIDAK GENTI PERTANYAAN FT DEMGñ¥J PERTAhtYAAN F2.


ABAJKAN PE9TA IYAAR F2 BILA PERTANYA J Ft SUDAH B4FAT gISI
E. PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi
Beberapa obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi permasalahan pencernaan
yakni (White, et al, 2011):
1) Obat antasida: meredakan rasa nyeri dengan cara menyegel mukosa yang rusak
dan menetralisir asam lambung. Contohnya aluminum hidroksida
2) Obat Histamin-2 blocker: menurunkan sekresi asam lambung. Contohnya
ranitidine (Zantac), cimetidine, dan famotidine.
3) Obat penghambat pompa proton (PPI): menghentikan sekresi asam lambung.
Contohnya omeprazole.
4) Prostaglandin: menurunkan sekresi asam lambung dan meningkatkan pertahanan
mukosa. Contohnya: misoprostol
5) Bismuth compounds: meningkatkan barrier mukosa dan menghambat
pertumbuhan bakteri H. pylori.
6) Antibiotik: mengeliminasi bakteri H.pylori. Contohnya amoxicillin

b. Non Farmakologi
1) Diet
Pengaturan makanan yang benar dan sesuai dapat mengurangi gejala dan
mencegah kekambuhan gastritis. Klien dengan gastritis perlu mengurangi
konsumsi makanan yang dapat meningkatkan sekresi asam lambung seperti susu,
kopi, teh, cola, cokelat, makanan pedas, dll. Makan sebelum tidur juga perlu
dihindari karena dapat meningkatkan sekresi asam lambung nocturnal.
Pengaturan pola makan teratur pada klien gastritis juga sangat penting baik
dalam hal frekuensi, jenis dan jumlah makanan (White, et al, 2011).
Penderita gastritis dianjurkan untuk menerapkan diet lambung yang
bertujuan untuk menetralkan kelebihan asam lambung dengan memberikan
makanan yang adekuat dan tidak merangsang. Syarat diet lambung yaitu
makanan dalam bentuk lunak dan mudah dicerna, hindari makanan yang
merangsang lambung seperti asam, pedas, keras, terlalu panas atau
dingin, porsi yang diberikan kecil yang diberikan sering, dan cara
pengolahannya direbus, dikukus, panggang dan tumis (Basagili, 2017).
2) Modifikasi gaya hidup
Hindari berbagai kebiasaan yang dapat memicu timbulnya gejala gastritis seperti
merokok dan konsumsi alcohol (White, et al, 2011).

F. DIAGNOSIS
KEPERAWATAN Diagnosa
Keperawatan:
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Domain 2 : Nutrisi - Kelas 1 :
Makan Kode diagnosis : 00132)
Outcome yang diharapkan :
a. Status nutrisi adekuat
b. Nutritional Status : Adequacy of nutrient
c. Nutritional Status : food and Fluid Intake ·
d. Nutritional Status: nutrient Intake ·
e. Weight control
Kriteria Hasil :
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi ·
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

G. INTERVENSI DAN RASIONAL

Intervensi Rasional

Terapi Nutrisi 1120 Terapi Nutrisi 1120


1. Tentukan status gizi pasien dan - Pengkajian penting dilakukan untuk mengetahui
kemampuan pasien untuk status nutrisi pasien sehingga dapat menentukan
memenuhi kebutuhan gizi intervensi yang diberikan
2. Tentukan jumlah kalori dan nutrisi - Jumlah kalori disesuaikan dengan kebutuhan kalori
yang dibutuhkan untuk memenuhi gizi pasien
3. Lengkapi pengkajian nutrisi - Mengetahui status nutrisi pasien
4. Monitor intake cairan makanan dan - Mengetahui jumlah intake kalori dan output kalori
hitung masukan kalori perhari tubuh pasien
5. Pilih suplemen nutrisi sesuai kebutuhan - Membantu asupan makanan/nutrisi pasien
6. Berikan nutrisi enteral maupun - Apabila Dibutuhkan dapat menggunakan
parenteral sesuai kebutuhan pemenuhan nutrisi enteral atau parenteral

Monitor Nutrisi (1160) Monitor Nutrisi (1160)

1. Timbang BB Pasien - Evaluasi pemenuhan nutrisi pasien


2. Lakukan pengukuran antropometri pada - Melakukan pengkajian status nutrisi pasien
komposisi tubuh (mis. IMT, - Evaluasi pemenuhan nutrisi pasien
pengukuran pinggang, lipatan kulit) - Evaluasi mual muntah untuk melihat penurunan
3. Monitor kecenderungan turun dan BB pasien
naiknya BB serta mengdentifikasi
perubahan BB terakhir, serta monitor
diet dan nutrisi
4. Monitor mual muntah
DAFTAR PUSTAKA

Arenson, C., Whitehead, J.B., Smith, K.B., O’Brien, J.G., Palmer, M.H., & Reichel, W.
(2009). Reichel’s care of the elderly: Clinical aspect of aging 6 th Ed. New York:
Cambridge University Press.
Basagili, M.I. (2017). Diet gastritis (maag). Retrieved from:
https://ahligizi.id/artikel/detailartikel/4/terbaru_terpopuler/Diet-Gastritis-(Maag)

Carlson, D. S., & Pfadt, E. (2009). Clinical coach for effective nursing care for older
adults. Philadelphia: Davis Company
Flicker, L., McCaul, K. A., Hankey, G. J., Jamrozik, K., Brown, W. J., Byles, J. E., &
Almeida, O. P. (2010). Body mass index and survival in men and women aged 70
to 75. Journal of the American Geriatrics Society, 58(2), 234–241.
Frias, E. R. (2014). Geriatric GI. Retrieved from Louisville Education:
https://louisville.edu/medicine/departments/medicine/divisions/gimedicine/files/geriatr
ic-gi-rodriguez-pdf.
Miller, C. A. (2012). Nursing for wellness in older adults (6th ed.). Philadelphia: Wolters
Kluwer Health.
Munawirah, Masrul & Martini, R.D. (2017). Hubungan beberapa faktor risiko dengan
malnutrisi pada usia lanjut. Jurnal Kesehatan Andalas. 2017; 6(2).

Oreopoulos, A., Kalantar-Zadeh, K., Sharma, A. M., & Fonarow, G. C. (2009). The obesity
paradox in the elderly: Potential mechanisms and clinical implications. Clinics in
Geriatric Medicine, 25, 643–659.
Stanley, M.., Blair, K. and Beare, P. (2005). Gerontological nursing. (1st ed).
Philadelphia, Penns: F.A. Davis.

Tabolski, P. A. (2014). Gerontological nursing 3rd ed. New York: Pearson Education.

Touhy, T. A., & Jett, K. F. (2014). Ebersole and Hess’ gerontological nursing and healthy
aging (4th ed.). Missouri: Elsevier Inc.

William, P. (2016). Basic geriatric nursing. China: Elsevier.


White, L., Duncan, G., & Blaume, W. (2011). Foundations od dult health nursing (3rd ed).
USA: Changage Learning.

World Health Organization & Tufts University Consultation on Nutritional. (2002).


Guidelines for the elderly: Keep fit for life, meeting the nutritional needs of older
persons. Boston: Human Nutrition Research Center on Aging at Tufts University.

Anda mungkin juga menyukai