Kebutuhan Tubuh
Tri Puji Wahyuni, 1706038973, Keperawatan Gerontik A
Mahasiswi Profesi 2021, tripujiwahyuni.01@gmail.com
A. DEFINISI KASUS
Terdapat fenomena-fenomena yang umum kita jumpai pada lansia, seperti saat
makan lansia perlu waktu yang lama untuk menghabiskan makanannya, memiliki bau
mulut yang khas dan sering kali meminta tambahan garam karena merasa makanannya
hambar. Fenomena tersebut ada karena adanya perubahan fisiologi lansia. Sistem organ
yang mengalami penurunan fungsi karena penuaan yang berkaitan fenomena tersebut yaitu
sistem pencernaan.
Sistem pencernaan yaitu saluran gastrointestinal yang bertanggung jawab atas
empat fungsi utama yang berkaitan dengan konsumsi makanan: pencernaan, penyerapan,
sekresi, dan motilitas (Tabloski & Connell, 2014). Ketika bertambahnya usia, fungsi
fisiologis sistem pencernaan mengalami perubahan karena penuaan. Kondisi tersebut akan
mempengaruhi kehidupan lansia, yang dapat menurunkan kesejahteraan lansia serta
meningkatkan angka mortalitas dan mordibitas pada lansia.
Diagnosa yang dapat ditegakkan berdasarkan masalah pada sistem pencernaan
adalah Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Definisi dari diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah Asupan nutrisi tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Diagnosa ini diangkat ini dengan batasan
karakteristik :
Kram abdomen Mambran mukosa pucat
Nyeri abdomen Ketidakmampuan memakan
makanan
Menghindari makanan Tonus otot menurun
Berat badan 20% atau lebih Mengeluh gangguan sensasi rasa
dibawah berat badan ideal
Kerapuhan kapiler Mengeluh asupan makanan kurang
dan RDA (recommended daily
allowance)
Diare Cepat kenyang setelah makan
Kehilangan rambut berlebihan Sariawan rongga mulut
Bising usus hiperaktif Steatorea
Kurang makanan Kelemahan otot pengunyah
Kurang informasi ·Kelemahan otot untuk menelan
Kurang minat pada makanan Kesalahan konsepsi
Penurunan berat badan dengan Kesalahan informasi
asupan makanan adekuat
1) Medikasi
Lansia pada umumnya banyak mengalami penyakit seiring proses penuaan. Hal
tersebut mengakibatkan adanya peningkatan penggunaan obat pada lansia. Adanya
beberapa medikasi yang memberikan efek pada nutrisi dengan mengganggu absorpsi dan
ekskresi nutrisi pada sistem pencernaan (Tabloski, 2014) seperti pengobatan diuretik dapat
mengganggu transpor air, garam, glukosa dan asam amino.
2) Gaya Hidup
Lansia yang gaya hidup terdahulunya sering mengonsumsi alkohol dan rokok
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi sistem pencernaan. Alkohol dapat
mengganggu absorpsi vitamin B dan folat (Stanley, Blair, & Beare, 2005). Merokok dapat
mengurangi kemampuan dalam mencium bau dan merasakan makanan serta mengganggu
penyerapan vitamin C dan asam folat (Miller, 2012). Merokok juga dapat menjadi faktor
risiko beberapa penyakit sistem pencernaan yang muncul seperti gastroesophageal reflux
disease (GERD), peptic ulcers, dan penyakit lever (Miller, 2012).
3) Psikososial
Adanya perubahan proses menyiapkan makanan merupakan salah satu faktor
psikososial yang berdampak negatif pada pola makan. Makan sendirian memengaruhi
status gizi buruk dari orang tua, khususnya laki-laki (Hsieh, Sung, & Wan, 2010 dalam
Miller, 2012). Lansia yang jarang dilibatkan dalam menyediakan dan membuat makanan
akan berasumsi sulit dalam melakukan tugasnya, setelah kehilangan pasangan orang yang
biasanya melakukan tersebut. Stres dan cemas juga berpengaruh pada proses sistem
pencernaan yang dipengaruhi sistem saraf. Kondisi bersedih dan kehilangan percaya diri
dapat menurunkan nafsu makan pada lansia (William, 2016). Selain faktor psikososial,
faktor risiko lainnya yaitu gangguan kognitif.
4) Gangguan kognitif
Lansia pada usianya mengalami gangguan kognitif dalam hal memperoleh dan
mengingat informasi, seperti bau dan rasa. Gangguan fungsi kognitif tersebut akan
mempengaruhi aktivitas sehari-hari salah satunya perilaku makan, seperti lambatnya mulut
dalam mengunyah makanan untuk mengingat rasa terhadap makanan. Penelitian
menunjukkan 86,9% dari penderita malnutrisi dengan penurunan kognitif (Munawirah,
Masrul, Martini, 2017). Lansia yang mengalami penurunan status fungsi kognitif terjadi
penurunan indra penciuman, sehingga menurunkan selera makan. Selain faktor gangguan
kognitif, faktor risiko lainnya yaitu budaya dan ekonomi.
6) Lingkungan
Lingkungan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi sistem
pencernaan. Faktor lingkungan dapat berefek dalam menikmati makanan dan kesediaan
dalam membuat dan menyiapkan makanan. Lingkungan yang ramai dapat menyebabkan
stres untuk lansia yang menggunakan alat bantu pendengar saat sendirian sehingga
menyebabkan kehilangan rasa nafsu makan (Miller, 2012). Lingkungan yang tenang serta
cuaca yang disenangi lansia dapat mempengaruhi dalam tingkat nafsu makan yang akan
meningkatkan nutrisi yang didapat.
7) Mitos dan kesalahpahaman
Kebiasaan berdasarkan mitos dan kesalahpahaman yang merupakan salah satu faktor
mempengaruhi sistem pencernaan. Kepercayaan memakan buah secara langsung tidak
boleh, sehingga buah lebih baik dimasak terlebih dahulu, akan berpengaruh pada pola
makan dan menyebabkan konstipasi (Miller, 2012). Mitos dan kesalahpahaman terkait
dengan sistem pencernaan perlunya diberikan penjelasan dan rasional yang mudah
dimengerti oleh lansia.
C. PATOFISIOLOGI
D. PEMERIKSAAN FISIK
1) Anamnesa
Pertanyaan saat anamnesa biasanya menggali informasi terkait kebiasaan makan dan
intake nutrisi, perilaku menjaga kebersihan mulut, eliminasi, cara menyiapkan makanan,
serta faktor kultural yang mempengaruhi pola makan (Tabloski, 2014; Stanley, Blair, &
Beare, 2005). Hal pertama yang perlu diketahui adalah terkait kebutuhan nutrisinya dan apa
saja makanan yang dikonsumsi dalam satu waktu (Tabloski, 2014). Selain itu, perawat
perlu bertanya mengenai riwayat penyakit yang memerlukan modifikasi makanan, seperti
diabetes, penyakit jantung, atau lainnya, apakah memiliki alergi makanan, dan obat-obatan
apa saja yang dikonsumsi (Miller, 2012).
Selanjutnya, terkait dengan kesehatan mulut, perawat dapat bertanya apakah ada
kesulitan saat mengunyah atau menelan, apakah ada gigi yang sakit, sensitif, atau berdarah,
dan seberapa sering dan kapan terakhir kali mengunjungi dokter gigi. Mengenai cara
menyiapkan makanan dan pola makan, perawat perlu mengetahui bagaimana cara
berbelanja bahan makanan, apakah ada kesulitan mencapai toko, berapa anggaran yang
disediakan untuk makan sehari-hari, di mana biasanya lansia makan, apakah ada yang
membantu menyiapkan makanan, dan apakah ada kesulitan saat menyiapkan makanan
(Miller, 2012).
2) Pemeriksaan Fisik
Perawat mengobservasi tanda klinis terhadap perubahan nutrisi. Tanda klinis yang
diidentifikasi perawat adalah:
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang di antaranya adalah pengukuran BMI dan pemeriksaan
laboratorium. Pengukuran BMI (berat [kg]/tinggi [m2]) biasanya digunakan sebagai
indikator adanya malnutrisi (Arenson et al, 2009; Miller, 2012). Ukuran BMI yang normal
berkisar antara 18.5 sampai 24.9 untuk dewasa (Miller, 2012). Beberapa penelitian
mengungkapkan untuk lansia sendiri BMI yang ideal yaitu antara 25-35 (Flicker et al,
2010; Oreopoulus, Kalantarzadeh, Sharma, & Fonarow, 2009). Sedangkan untuk
pemeriksaan laboratorium yang diperiksa di antaranya ialah serum protein yang diproduksi
oleh hati, seperti albumin, transferrin, dan pre albumin, serum ferritin, glukosa, sodium, dan
potassium, serta kolesterol yang kadang juga berkorelasi dengan risiko kekurangan gizi
(Arenson et al, 2009; Miller, 2012).
Gambar 1. Pertanyaan Anamnesa terkait Sistem Pencernaan dan Nutrisi (Miller, 2012)
Gambar 2. Pertanyaan Anamnesa Kebiasaan Nutrisi dan Pencernaan (Miller, 2012)
Gambar 3. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium terkait Status Nutrisi dan Sistem Pencernaan
(Miller, 2012)
Penilaian Nubisi Mini
MNA” Nutritionfnnt\tTitr‘
O•lMF*i*vg $$*#T ?N
b. Non Farmakologi
1) Diet
Pengaturan makanan yang benar dan sesuai dapat mengurangi gejala dan
mencegah kekambuhan gastritis. Klien dengan gastritis perlu mengurangi
konsumsi makanan yang dapat meningkatkan sekresi asam lambung seperti susu,
kopi, teh, cola, cokelat, makanan pedas, dll. Makan sebelum tidur juga perlu
dihindari karena dapat meningkatkan sekresi asam lambung nocturnal.
Pengaturan pola makan teratur pada klien gastritis juga sangat penting baik
dalam hal frekuensi, jenis dan jumlah makanan (White, et al, 2011).
Penderita gastritis dianjurkan untuk menerapkan diet lambung yang
bertujuan untuk menetralkan kelebihan asam lambung dengan memberikan
makanan yang adekuat dan tidak merangsang. Syarat diet lambung yaitu
makanan dalam bentuk lunak dan mudah dicerna, hindari makanan yang
merangsang lambung seperti asam, pedas, keras, terlalu panas atau
dingin, porsi yang diberikan kecil yang diberikan sering, dan cara
pengolahannya direbus, dikukus, panggang dan tumis (Basagili, 2017).
2) Modifikasi gaya hidup
Hindari berbagai kebiasaan yang dapat memicu timbulnya gejala gastritis seperti
merokok dan konsumsi alcohol (White, et al, 2011).
F. DIAGNOSIS
KEPERAWATAN Diagnosa
Keperawatan:
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Domain 2 : Nutrisi - Kelas 1 :
Makan Kode diagnosis : 00132)
Outcome yang diharapkan :
a. Status nutrisi adekuat
b. Nutritional Status : Adequacy of nutrient
c. Nutritional Status : food and Fluid Intake ·
d. Nutritional Status: nutrient Intake ·
e. Weight control
Kriteria Hasil :
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi ·
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi Rasional
Arenson, C., Whitehead, J.B., Smith, K.B., O’Brien, J.G., Palmer, M.H., & Reichel, W.
(2009). Reichel’s care of the elderly: Clinical aspect of aging 6 th Ed. New York:
Cambridge University Press.
Basagili, M.I. (2017). Diet gastritis (maag). Retrieved from:
https://ahligizi.id/artikel/detailartikel/4/terbaru_terpopuler/Diet-Gastritis-(Maag)
Carlson, D. S., & Pfadt, E. (2009). Clinical coach for effective nursing care for older
adults. Philadelphia: Davis Company
Flicker, L., McCaul, K. A., Hankey, G. J., Jamrozik, K., Brown, W. J., Byles, J. E., &
Almeida, O. P. (2010). Body mass index and survival in men and women aged 70
to 75. Journal of the American Geriatrics Society, 58(2), 234–241.
Frias, E. R. (2014). Geriatric GI. Retrieved from Louisville Education:
https://louisville.edu/medicine/departments/medicine/divisions/gimedicine/files/geriatr
ic-gi-rodriguez-pdf.
Miller, C. A. (2012). Nursing for wellness in older adults (6th ed.). Philadelphia: Wolters
Kluwer Health.
Munawirah, Masrul & Martini, R.D. (2017). Hubungan beberapa faktor risiko dengan
malnutrisi pada usia lanjut. Jurnal Kesehatan Andalas. 2017; 6(2).
Oreopoulos, A., Kalantar-Zadeh, K., Sharma, A. M., & Fonarow, G. C. (2009). The obesity
paradox in the elderly: Potential mechanisms and clinical implications. Clinics in
Geriatric Medicine, 25, 643–659.
Stanley, M.., Blair, K. and Beare, P. (2005). Gerontological nursing. (1st ed).
Philadelphia, Penns: F.A. Davis.
Tabolski, P. A. (2014). Gerontological nursing 3rd ed. New York: Pearson Education.
Touhy, T. A., & Jett, K. F. (2014). Ebersole and Hess’ gerontological nursing and healthy
aging (4th ed.). Missouri: Elsevier Inc.