Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk pir dengan panajng sekitar 4-6 cm
dan berisi 30-60 ml empedu, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara
lobus hati kanan dan kiri. Bagian ekstrahepatik dari kandung empedu ditutupi oleh
peritoneum.Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu
yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang lebih
besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang
segera bersatu duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus
membentuk duktus koledokus (Price & Wilson, 2005). Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm
dengan diameternya 2-3 mm. Dinding lumenya mengandung katup berbentuk spiral disebut
katup heister, yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu,
tetapi menahan aliran keluarnya.
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Kandung
empedu mampu menyimpan sekitar 40-60 ml empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk
ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus
sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh
darah mengabsorpsi air dan garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung
empedu kira-kira 5-10 kali lebih pekat dibandingkan empedu hati dan mengurangi
volumenya 80-90%. Secara berkala kandung empedu mengosongkan isinya ke dalam
duodenum. Ketika makanan masuk ke dalam duodenum akan terjadi kontraksi kandung
empedu dan relaksasi sfingter Oddi yang memungkinkan empedu mengalir masuk ke dalam
intestinum (Price & Wilson, 2005; Smeltzer & Bare, 2002).
Proses Pembentukan Empedu
Empedu dibentuk secara terus-menerus oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam kanalikulus
serta saluran empedu. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam
empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan
produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali
produksi normal kalau diperlukan. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi
bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-
garam empedu (Smeltzer & Bare, 2002).
PATOFISIOLOGI
Definisi
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu (kolesterol, bilirubin,
garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid) (Price & Wilson, 2005). Jika
batu empedu mengobstruksi bagian leher kandung empedu atau duktus sistikus, kandung
empedu dapat terinfeksi bakteri seperti Escherechia coli. Kandung empedu menjadi
membesar sampai dua atau tiga kali dari normalnya, sehingga perfusi jaringan terganggu
(Sommers, Johnson, & Beery, 2007). Batu empedu memiliki komposisi yang terutama
terbagi atas tiga jenis yaitu pigmen, kolesterol, dan batu campuran (Price & Wilson, 2005).
- Batu kolesterol “murni” biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat aau oval,
berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen.
- Batu kolesterol campuran paling sering ditemukan. Batu ini memiliki gambaran batu
pigmen maupun batu kolesterol, majemuk, dan berwarna coklat tua. Sering dapat
terlihat dengan pemeriksaan radiografi, sedangkan batu komposisi murni tidak
terlihat.
- Batu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan berwarna gelap karena
adanya kalsium bilirubinat. Batu hitam biasanya kecil, rapuh, dan berduri. Mereka
terbentuk dari supersaturasi dari kalsium bilirubinat, karbonat dan fosfat, biasanya
sekunderdari kelainan hemolitik misalnya sferositosis herediter dan anemia sel sabit
dan juga sirosis. Seperti batu kolesterol, tersering terbentuk pada kandung empedu.
Batu ini terbanyak ditemukan di negara Asia seperti Jepang.
Manifestasi Klinis (Price & Wilson, 2005; Smeltzer & Bare, 2002)
- Gejala kolesistitis akut: nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen
kuadran kanan atas, nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan, nausea dan
muntah, nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kambuh kembali,
nyeri dapat ditemukan di atas kandung empedu bila nyeri mereda.
- Gejala kolesistitis kronis: mirip dengan gejala kolesistitis akut, tetapi beratnya nyeri
dan tanda-tanda fisiknya kurang nyata; pasien sering memiliki riwayat dispepsia,
intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang belangsung lama.
- Rasa nyeri dan kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas
dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik biler
disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung
atau bahu kanan; rasa nyeri biasanya disertai rasa mual dan muntah dan bertambah
hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar. pada
sebagian pasien, rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik
bilier disebabkan karena kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan
empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Saat distensi, bagian fundus
kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta
sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan tersebut menimbulkan nyeri tekan yang
mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan
menghambat pengembangan rongga dada.
- Ikterus. Empedu tidak dapat mengalir secara normal ke dalam usus tetapi mengalir
balik ke dalam hati, sehingga empedu akan diserap kembali ke dalam darah dan
dibawa ke seluruh tubuh dengan menimbulkan perubahan warna kulit, sklera, dan
membran mukosa menjadi kuning.
- Perubahan warna urin dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat
urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu
akan tampak kelabu, dan biasanya pekat (clay-colored).
- Defisiensi vitamin. Obstruksi empedu mengganggu absorpsi vitamin A, D, E, dan K
yang larut dalam lemak. Pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-
vitamin ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal.
Pengkajian
Pasien biasanya mengalami ketidaknyamanan setelah makan, terkadang terdapat mual dan
muntah, perut kembung, dan meningkatnya suhu tubuh. Setelah jangka waktu beberapa bulan
atau tahun, gejala yang timbul secara progresif semakin berat. Gejala umum yang muncul
adalah nyeri di kuadran kanan atas abdomen yang dapat menyebar sampai skapula kanan,
yang disebut kolik bilier. Nyeri biasanya muncul tiba-tiba, dengan durasi kurang dari satu
sampai enam jam. Jika aliran empedu terobstruksi, pasien biasanya memiliki feses berwarna
pucat (clay-colored stools) dan urine yang berwarna pekat (Sommers, Johnson, & Beery,
2007).
Pengkajian post-op difokuskan pada status pernapasan pasien. Biasanya pasien dengan
penyakit kandung empedu menjalani tindakan pembedahan untuk menangani masalah. Insisi
abdomen yang diperlukan saat proses pembedahan dapat memengaruhi gerakan penuh
pernapasan. Riwayat merokok atau masalah pernapasan sebelumnya perlu diperhatikan. Catat
adanya respirasi dangkal, batuk persisten atau tidak efektif, dan adanya suara napas
tambahan. Mengevaluasi status nutrisi melalui anamnesis riwayat diet, pemeriksaan umum,
dan pemantauan hasil-hasil laboratorium yang didapat sebelumnya (Smeltzer & Bare, 2002).
Hypochondriac kanan: kolon asenden, kandung empedu, lobus kanan hati, ginjal
kanan, sebagian duodenum, kolon transversum
Epigastric: ujung pyloric, sebagian hati, pankreas, kelenjar adreanal kanan dan
kiri, ginjal kanan dan kiri, duodenum, limpa, kolon transversum
Hypochondriac kiri: kolon desenden, ginjal kiri, hati, pankreas, usus halus, limpa,
kolon transversum, lambung
Lumbar kanan: kolon asenden, kandung empedu, hati, bagian bawah ginjal kanan,
sebagian duodenum dan jejunum
Umbilikal: omentum, mesentery, kolon treansversum, bagian distal duodenum,
jejunum, ileum
Lumbar kiri: kolon desenden, bagian bawah ginjal kiri, sebagian jejunum dan
ileum
Iliaka kanan: cecum, apendiks, bagian distal ileum, ureter kanan, ovarium kanan
Hypogastric: ileum, kandung kemih
Iliaka kiri: kolon sigmoid, ureter kiri, ovarium kiri
- Inspeksi area abdomen untuk melihat: kontur, simetri, pigmentasi dan warna,
pemisahan otot rektus abdominis, guratan atau striae, tanda-tanda trauma, gerakan
pernapasan, gerakan peristaltik, letak umbilikus
Auskultasi
- Auskultasi abdomen di empat kuadran untuk mendengar bising usus, mencatat
frekuensi, pitch, dan kualitas. Menempatkan diafragma stetoskop pada dinding
abdomen yang dimulai dari kuadran kanan bawah.
- Bising usus normalnya terdengar antara 5 sampai 30 kali per menit.
Perkusi
- Dimulai dari kuadran kanan bawah, bergerak ke atas kemudian kuadran kiri atas dan
turun ke kuadaran kiri bawah.
- Perkusi dilakukan untuk menentukan batas letak organ
- Suara timpani normalnya terdengar karena adanya udara dalam labung dan usus.
Suara bernada tinggi dengan durasi panjang.
- Suara redup normalnya terdengar pada hati atau kanding kemih yang mengalami
distensi. Suara redup juga terdengar di atas organ padat atau massa.
- Normalnya letak hati adalah antara 6 dan 12 cm pada midklavikula kanan.
- Perkusi kandung kemih dilakukan dari simfisis pubis ke atas sampai umbilikus.
Palpasi
- Dilakukan untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau massa.
- Palpasi dangkal: dilakukan dengan menggunakan tekanan dengan berat jari tangan.
Gerakan jari melingkar dan tekan ke bawah sedalam 1 cm.
- Palpasi dalam: dilakukan dengan meletakkan telapak tangan dan buku tangan untuk
menekan abdomen dengan kedalaman 4-5 cm.
- Palpasi bimanual: dilakukan dengan menggunakan kedua belah jari tangan kanan dan
kiri sekaligus, memposisikan ujung-ujung jari pada tepi organatau benjolan yang
diperiksa.
Nonfarmakologi
- Diet diterapkan dengan pembatasan pada makanan cair rendah lemak.
- Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan: pelarutan batu empedu menggunakan
bahan pelarut (monooktanoin atau metil tertier butil eter) ke dalam kandung empedu,
pengangkatan nonbedah (endoskop ERCP), Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy
(ESWL) menggunakan gelombang kejut berulang untuk memecah batu
- Penatalaksanaan bedah: kolesistektomi, minikolesistektomi, kolesistektomi
laparoskopik, koledokostomi, bedah kolesistostomi, kolesistostomi perkutan
Referensi:
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2014). NANDA international nursing diagnoses:
Definitions & classification 2015-2017. 10th edition. Oxford: Wiley Blackwell.
Price, S. A. & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Ed.
6. Jakarta: EGC.
Rebeiro, G., Jack, L., Scully, N., & Wilson, D. (2013). Keperawatan dasar: Manual
keterampilan klinis. Singapura: Elsevier.
Smeltzer, S. S. & Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.
Sommers, M. S., Johnson, S. A., & Beery T. A. (2007). Diseases and disorders: A nursing
therapeutics manual. 3rd Edition. Philadelphia: F. A. Davis Company.