Anda di halaman 1dari 4

Stroke Iskemik

Oleh Putri Fiqriyarizqi, 1706978282, Mahasiswa Profesi Ners 2021

putri.fiqriyarizqi@ui.ac.id

Edema serebri pada stroke

Edema serebri merupakan salah satu komplikasi semua tipe stroke. Edema
serebri dapat dibagi menjadi edema interstisial, sitotoksik, dan vasogenik. Edema
interstisial terjadi pada hidrosefalus obstruksi yang meningkatkan aliran cairan
serebrospinal transependimal. Terjadi peningkatan natrium dan air dalam
substansia alba periventrikuler dengan perpindahan cairan serebrospinal melewati
epitelium ventrikuler. Edema sitotoksik merupakan pembengkakan elemen sel
otak (neuron, glia, dan sel endotel) akibat kegagalan metabolisme energi seluler.
Terjadi akumulasi cairan intraseluler substansia grisea. Edema sitotoksik
merupakan bentuk edema yang pertama kali muncul pada stroke iskemik akut.
Edema vasogenik merupakan hasil peningkatan permeabilitas sawar darah otak
terhadap unsur-unsur dalam serum. Edema tipe ini terjadi jika ada kerusakan
sawar darah otak.

Mekanisme terjadinya peningkatan TIK pada stroke iskemik

Tekanan intrakranial adalah tekanan di dalam ruang tengkorak yang


dinamis yang dipengaruhi oleh cairan serebrospinal, jaringan otak dan darah.
Patofisiologi utama TTIK antara lain adalah edema serebri, obstruksi aliran CSS,
peningkatan volume darah otak, dan perluasan massa otak. Daerah iskemi
terbentuk akibat penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) regional daerah otak yang
terisolasi dari aliran darah.

Autoregulasi dan vasomotor di daerah tersebut bekerja sama untuk


menanggulangi keadaan iskemik dengan mengadakan vasodilatasi maksimal.
Daerah iskemik yang tidak dapat teratasi oleh mekanisme autoregulasi dan kelola
vasomotor, akan berkembang proses degenerasi yang ireversibel. Semua
pembuluh darah di bagian pusat daerah iskemik kehilangan tonus, sehingga
berada dalam keadaan vasoparalisis. Namun, sel-sel otak daerah iskemik itu tidak
bisa bertahan lama. Pembengkakan-pembengkakan serabut saraf dan selubung
mielinnya (edema serebri) merupakan reaksi degeneratif dini. Akhirnya sel-sel
saraf akan musnah, menghasilkan gambaran infark. Edema serebri memperbesar
resistensi, sehingga menurunkan aliran darah ke otak.

Di daerah edema, autoregulasi serebral terganggu. Vasodilator melebarkan


lumen pembuluh darah serebral yang sehat; tetapi pembuluh darah di wilayah
yang sembab tidak dapat berbuat serupa. Darah akan dialirkan melalui arteri
serebral sehat yang berdilatasi, sehingga hanya jaringan otak yang sehat saja yang
menerimanya. Daerah edema tidak kebagian, bahkan ikut tersedot. Sebaliknya,
vasokonstriksi akibat hipokapnia akan mengurangi aliran darah ke jaringan otak
yang sehat menghasilkan redistribusi darah ke daerah iskemik.

Saat proses iskemik menjadi infark, fungsi homeostatik yang mengontrol


volume sel dan permeabilitas sawar darah otak terganggu karena pompa ATP-
dependent Na+/K+ ATPase tidak bisa berfungsi tanpa ATP. Hal ini berakibat
masuknya Na+ ke dalam sel, diikuti oleh masuknya Cl- dan air, mengakibatkan
edema. Kaskade inilah yang merusak mekanisme kontrol volume sel dan
mengembangkan edema sitotoksik.

Pemeriksaan penunjang pada stroke

 CT Scan  Menunjukkan abnormalitas struktur, trombosis, emboli serebral,


tekanan intarkranial (TIK), edema, hematoma, infark. Peningkatan TIK
menunjukkan adanya perdarahan subarakhnoid dan perdarahan intrakranial.
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)  Menunjukkan daerah infark,
perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).
 Pungsi Lumbal  Melibatkan pemeriksaan CSS. Tekanan intrakranial
biasanya normal dan cairan seberospinal jernih pada trombosis dan
embolisme serebral serta TIA. Tekanan meningkat dan terdapat darah pada
cairan menunjukkan adanya perdarahan intraserebral dan subarachnoid.
 X-Ray tulang tengkorak  Menunjukkan adanya perpindahan kelenjar
pineal ke sisi yang berlawanan dari massa, adanya kalsifikasi karotis
internal pada trombosis serebral dan kalsifikasi dinding aneurisma pada
perdarahan subarahnoid.
 Elektroensefalografi (EEG)  Identifiksi masalah berdasarkan penurunan
aktivitas elektrik pada area yang mengalami infark (kepala).
 Angiografi serebral  Membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik misalnya adanya sumbatan pada arteri.
 Ultrasonografi doppler (USG doppler)  Mengidentifikasi penyakit
arteriovena dan arteriosklerosis.
 Pemindaian dengan positron emission tomography (PET)  Dapat
mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan
memetabolisme glukosa serta luas cedera.
 Pemeriksaan Laboratorium  Identifikasi penyebab stroke. Pemeriksaan
meliputi pemeriksaan darah lengkap, glukosa darah. Nilai-nilai penting
dalam pemeriksaan stroke adalah PT, APTT, INR, D Dimer dan Fibrinogen.

Pemeriksaan Glasgow Come Scale (GCS)

GCS merupakan alat ukur yang digunakan untuk menilai status neurologis,
mengkaji, dan mendokumentasikan tingkat kesadaran pasien (Chulay, 2006 dalam
)

Membuka Mata (Eye Opening) E


Spontan 4
Dengan suara 3
Dengan rangsang nyeri 2
Tidak berespons 1
Respons Verbal (Verbal Response) V
Terorientasi dan berbicara 5
Disorientasi dan berbicara 4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara tidak dapat dimengerti 2
Tidak berespons 1
Respons Gerak (Motor Response) M
Bergerak menuruti perintah 6
Terhadap stimulus nyeri:
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi-menarik 4
Fleksi-abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak berespons 1
Skor GCS = E + V + M = 3 s.d. 15 (Center for Neuro Skills, 2016)

 ≤ 8 = koma
 ≥ 9 = tidak koma
 8 = skor kritis
 9-12 = cedera sedang
 ≥ 13 = cedera ringan

Anda mungkin juga menyukai