Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)
Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB 1
Dosen : Syaukia Adini, M.Tr.Kep

Disusun oleh :
HELEN NOOR ENZELA
P2.06.20.1.19.016
TINGKAT 2A
D3 KEPERAWATAN

 
POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA
Jl. Cilolohan no.35, Kel. Kahuripan, Kec. Tawang, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat 46115
Tlp. 0265 – 340186 – 7035678 Fax. 0265 – 338939
Email : direktorat@poltekkestasikmalaya
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak dengan
gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara bersamaan (Meadow, Sir
Roy. 2002 : 153).
ISPA (lnfeksi Saluran Pernafasan Akut) yang diadaptasi dari bahasa Inggris Acute
Respiratory Infection (ARl) mempunyai pengertian sebagai berikut :
1) Infeksi adalah masuknya kuman atau mikoorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2) Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alfeoli beserta organ secara
anatomis mencakup saluran pemafasan bagian atas.
3) Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang digolongkan
ISPA. Proses ini dapat berlangsung dari 14 hari.
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam
menghadapi organisme asing.

2. Penyebab
Penyebab ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab
ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus,
Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan
lain-lain. (Suriadi, Yuliani R, 2001).
Bakteri tersebut di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan
bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak
yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke musim hujan.
Pada bayi dan anak-anak, virus-virus influenza merupakan penyebab terjadinya lebih
banyak penyakit saluran nafas bagian atas daripada saluran nafas bagian bawah (DepKes RI,
2007).

3. Tanda dan Gejala


a) Tanda dan gejala dari penyakit ISPA adalah sebagai berikut :
1) Batuk
2) Nafas cepat
3) Bersin
4) Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung
5) Nyeri kepala
6) Demam ringan
7) Tidak enak badan
8) Hidung tersumbat
9) Kadang-kadang sakit saat menelan

b) Tanda-tanda bahaya klinis ISPA:


1) Pada sistem respiratorik adalah : tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi
dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang,
grunting expiratoir dan wheezing.
2) Pada sistem cardial adalah : tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi
dan cardiac arrest.
3) Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung,
papil bendung, kejang dan coma.
4) Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak (Naning R, 2002).

4. Klasifikasi
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut :
1. Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam
(chest indrawing).
2. Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam,
tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan
tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi
ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan
sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
a) Pneumonia berada : diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian
bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu
60 kali per menit atau lebih.
b) Bukan pneumonia : batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding
dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
a) Pneumonia berat : bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam
keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
b) Pneumonia : bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan
adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit
atau lebih.
c) Bukan pneumonia : batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian
bawah dan tidak ada napas cepat (Rasmaliah, 2004).

5. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya
virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran
nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus
oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan (Kending dan Chernick, 1983 dalam Depkes RI, 1992).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe,
1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak
tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi
mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya
fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan
gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke
saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang
saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun
saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas
system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori
IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar,
1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah
apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan
batuk.
4. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh
dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.

6. Pathway
7. Komplikasi
1) Penemonia
2) Bronchitis
3) Sinusitis
4) Laryngitis
5) Kejang deman (Soegijanto, S, 2009).
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
a) Pemeriksaan kultur / biakan kuman (swab) : hasil yang didapatkan adalah biakan
kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
b) Pemeriksaan hitung darah (deferential count) : laju endap darah meningkat disertai
dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia.
c) Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Suriadi, Yuliani R, 2001).

9. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya
kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisapan lendir baik melalui
hidung maupun melalui mulut. Serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik.
Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup,
dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih
mudah keluar.
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
a) Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari.
b) Meningkatkan makanan bergizi.
c) Bila demam beri kompres dan banyak minum.
d) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang
bersih.
e) Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.
f) Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih
menetek.
g) Mengatasi panas (demam) dengan memberikan kompres, memberikan kompres, dengan
menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
h) Mengatasi batuk, dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional
yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh,
diberikan tiga kali sehari.
B. Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan secara komprehensif
meliputi aspek bio-psiko-sosiokultural. Pada tahap ini semua data atau informasi tentang
klien dikumpulkan melalui wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan
diagnostik.
a. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Riwayat penyakit dahulu
d) Riwayat penyakit keluarga
b. Pemeriksaan pernafasan
a) Inspeksi
b) Palpasi
c) Perkusi
d) Auskultasi

2. Analisa Data

Symptom Etiologi Problem


1. Biasanya pasien ditandai Penupukan secret Bersihan jalan nafas
dengan adanya secret,
suara ronchi/wising, otot
bantu pernafasan,
cuping hidung, dada
terasa sesak.
2. Adanya penupukan
secret, infeksi pada Kongesti hidung Pola nafas tidak efektif
saluran pernafasan,
adanya otot bantu
pernafasan
3. Ditandai adanya,
sianosis, otot bantu Ventilasi pervusi Gangguan pertukaran gas
pernafasan, expansi
didinding dada, suara
ronchi/wising
4. Ditandai
dengan penuran BB Input/autput tidak Gangguan nutrisi kurang
sebnyak 20%, kulit adekuat dari kebutuhan tubuh.
kriput, klien terlihat
kurus, nafsu makan
menurun, mual muntah,
nyeri abdomen
5. Adanya tanda-tanda
infeksi seperti: tumor, Resiko infeksi
dolor, calor, rubor, dan Agen bakteri/virus
disfusilaesa. Dan cek
leukosit tinggi/ rendah
6. Ditandai dengan adanya
panas lebih dari 37,6°C, Hipertermi
akral panas, bibir merah, Proses infeksi
wajah tampak merah.

3. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
muskus (secret).
2) Gangguan pola nafas berhubungan dengan kongesti hidung.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi.
4) Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
5) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan agen virus / bakteri.
6) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.

4. Intervensi Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
muskus (secret).
a) Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah bersihan jalan
nafas dapat teratasi dengan kreteria hasil: hidung bersih, tidak ada secret klien
dapat bernafas dengan lancer, tidak ada pernafasan menggunakan cuping
hidung.
b) Intervensi :
- Observasi sistem pernafasan dan adanya subatan
- Bersihkan jika ada sumbatan
- Berikan posisi semi fowler
- Anjurkan klien untuk minum yang hangat
- Ajarkan batuk efektif
- Masase punggung dan dada klien
- Kalaborasi pemberian O2
- Kalaborasi pemberian obat

2) Gangguan pola nafas berhubungan dengan kongesti hidung.


a) Tujuan :
Setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah gangguan pola nafas
teratasi dengan kreteria hasil: klien tidak sesak lagi, sudah tidak ada sumbatan,
inspirasi dan ekspirasi tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
b) Intervensi :
- Berikan posisi semi fowler
- Kalaborasi pemberian O2
- Kalaborasi pemberian obat

3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan  ventilasi perfusi.


a) Tujuan :
Setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah gangguan
pertukaran gas teratasi dengan kreteria hasil: klien tidak sesak lagi, sudah tidak
ada sumbatan, inspirasi dan ekspirasi tidak menggunakan otot bantu
pernafasan.
b) Intervensi : 
- Berikan posisi semi fowler
- Anjurkan klien untuk minum yang hangat
- Ajarkan batuk efektif
- Masase punggung dan dada klien
- Kalaborasi pemberian O2
- Kalaborasi pemberian obat

4) Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.


a) Tujuan :
Setelah dilakukan tidak keperawatan diharapkan masalah gangguan nutrisi
teratasi dengan kreteria hasil: nafsumakkan klien meningkat, klien tidak mual
dan muntah, peningkatan BB, wajah terlihat segar.
b) Intervensi :
- Observasi adanya gangguan nutrisi
- Observasi pola makan
- Njurkan klien untuk makan sedikit tapi sering yaitu 2 jam sekali
- Anjurkan diit yang sehat
- Kalaborasi dengan tim gizi
- Kalaborasi pemberian obat

5) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan agen virus / bakteri.


a) Tujuan :
Setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah resiko tinggi infeksi
dapat teratasi dengan kreteria hasil: tidak ada tanda-tanda infeksi, pemeriksaan
leukosit dalam batas normal.
b) Intervensi :
- Observasi adanya tanda-tanda infeksi seperti: tumor, dolor, rubor, color,
dan disfusilaesa.
- Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
- Menggunakan APD untuk proteksi diri dank lien
- Kolaborasi dalam pemberian obat

6) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit


a) Tujuan :
Setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah hipertermi klien
dapat teratasi dengan kreteria hasil, suhu dalam rentang normal 36,5°C-37,5°C,
akral tidak panas, bibir tidak kering, turgor kulit elastic.
b) Intervensi :
- Observasi adanya peningkatan dan penurunan suhu
- Observasi vital sign
- Berikan kopres pada lipatan tubuh
- Anjurkan klien untuk menggunakan baju yang tipis dan menyerap keringat
- Lakukan kalaborasi pemberian obat

5) Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang
lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

6) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan.

Referensi :
https://www.academia.edu/30255209/LAPORAN_PENDAHULUAN_ispa_baru_nih_docx?
auto=download
https://www.academia.edu/29136270/LAPORAN_PENDAHULUAN_ISPA

Anda mungkin juga menyukai