Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. H.

A
DENGAN DIAGNOSA MEDIS INTRACEREBRAL HEMORRHAGE
DI RUANGAN TERATAI RSUD PROF Dr. W.Z. JOHANES
KUPANG

OLEH

KELOMPOK 3 :
1. THERENCI ASBANU
2. MARIA YULIANTI SINA
3. ORCE NOVITA UTAN
4. YASMIN Y. DJO
5. YOFRI RICKY NDUN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2022/2023
1. Konsep Dasar Penyakit
1.1 Dfinisi
Intracerebral hemorrhage (ICH) merupakan suatu kondisi patologis dimana
pembuluh darah pada paremkim otak pecah dan membentuk hematoma yang
menyebabkan kerusakan jaringan di sekitarnya melalui efek mekanis yang
ditimbulkan (mass effect) dan neurotoksisitas dari komponen darah dan produk
degradasinya. Setyopranoto (2012)

1.2 Etiologi
Beberapa penyakit juga dapat menyebabkan terjadinya ICH. Menurut Raya
(2017) beberapa keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya ICH sebagai berikut:
1. Hipertensi Pecahnya arteriola kecil dikarenakan oleh perubahan
degeneratif akibat hipertensi yang tidak terkontrol risiko tahunan
perdarahan rekuren adalah 2%, dapat dikurangi dengan pengobatan
hipertensi diagnosis berdasarkan riwayat klinis (Raya,2017)
2. Amyloid Angiopathy Pecahnya arteri ukuran kecil dan menengah
dengan deposisi protein β- amyloid dapat berupa perdarahan lobar pada
orang berusia diatas 70 tahun risiko tahunan perdarahan rekuren adalah
10,5% diagnosis berdasarkan riwayat klinis dan juga imaging seperti CT
Scan, MRI dan juga Angiography (Raya, 2017).
3. Arteriovenous Malformation Pecahnya pembuluh darah abnormal yang
menghubungkan arteri dan vena risiko tahunan perdarahan rekuren
adalah 18% dapat dikurangi dengan eksisi bedah, embolisasi, dan
radiosurgery diagnosis berdasarkan imaging seperti MRI dan angiografi
konvensional (Raya, 2017).
4. Aneurisma intracranial Pecahnya pelebaran sakular dari arteri ukuran
medium, biasanya berhubungan dengan perdarahan subarachnoid.
Risiko perdarahan rekuren adalah 50% dalam 6 bulan pertama, dimana
berkurang 3% tiap tahunnya, surgical clipping atau pemasangan
endovascular coils dapat secara signifikan mengurangi risiko
perdarahan rekuren diagnosis berdasarkan imaging seperti MRI dan
angiografi (Raya, 2017).
5. Angioma Cavernosum Pecahnya pembuluh darah kapiler abnormal
yang dikelilingi oleh jaringan ikat memiliki risiko perdarahan rekuren
adalah 4,5% dapat dikurangi dengan eksisi bedah atau radiosurgery
diagnosis berdasarkan gambaran MRI (Raya, 2017)
1.3 Tanda Dan Gejala
Menurut Tarwoto (2013) dalam Putri Geofani, 2017), manifestasi klinis ICH
tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi
dan adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke hemoragik, gejala klinis meliputi:

1. Kelumpuhan Anggota Badan


Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau
emiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan terjadi
akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks bagian frontal,
kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada
hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga
akan kehilangan kontrol otot volunteer dan sensorik sehingga pasien
tidak dapat melakukan ekstensi maupun fleksi (Putri Geofani, 2017).
2. Gangguan sensibilitas
Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan. Gangguan
sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom dan gangguan
saraf sensorik (Putri Geofani, 2017).
3. Penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma),
terjadi akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang
otak atau terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia (Putri
Geofani, 2017).
4. Afasia (kesulitan dalam bicara)
Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara, termasuk dalam
membaca, menulis dan memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat
kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri
dan biasanya terjadi pada stroke dengan gangguan pada arteri middle
sebelah kiri. Afasia dibagi menjadi 3 yaitu afasia motorik, sensorik dan
afasia global. Afasia motorik atau ekspresif terjadi jika area pada area
Broca, yang terletak pada lobus frontal otak (Putri Geofani, 2017). Pada
afasia jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasien tidak
dapat mengungkapkan dan kesulitan dalam mengungkapkan bicara.
Afasia sensorik terjadi karena kerusakan pada area Wernicke, yang
terletak pada lobus temporal. Pada afasia sensori pasien tidak dapat
menerima stimulasi pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan
pembicaraan. Sehingga respon pembicaraan pasien tidak nyambung atau
koheren. Pada afasia global pasien dapat merespon pembicaraan baik
menerima maupun mengungkapkan pembicaraan (Putri Geofani, 2017).
5. Disatria (bicara cedel atau pelo)
Merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga
ucapannya menjadi tidak jelas. Namun demikian, pasien dapat
memahami pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun membaca.
Disartria terjadi karena kerusakan nervus cranial sehingga terjadi
kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring. Pasien juga terdapat
kesulitan dalam mengunyah dan menelan (Putri Geofani, 2017).
6. Gangguan Penglihatan (Diplopia)
Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi
ganda, gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi
karena kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang dapat
menghambat serat saraf optik pada korteks oksipital. Gangguan
penglihatan juga dapat disebabkan karena kerusakan pada saraf cranial
III, IV dan VI (Putri Geofani, 2017).
7. Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus cranial
IX. Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis menutup
kemudian makanan masuk ke esophagus (Putri Geofani, 2017).
8. Inkontinensia
Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena
terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel (Putri Geofani,
2017).
9. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan tekanan
intrakranial, edema serebri
1.4 Pathway

ICH, perdarahan yang terjadi pada jaringan otak


akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam
jaringan otak.

Intra Cerebral Hemoragik

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Penurunan Peningkatan Peningkatan Penurunan Penurunan Penurunan


kesadaran TIK TIK kesadaran kesadaran kesadaran

Kelemahan Penekanan Kurangnya Kelemahan Kelemahan Kelemahan


otot pada otak suplai darah ke otot fisik otot
otak

Kesulitan Penurunan Ketidakmampuan Nafsu makan Kelemahan


bernafas suplai darah ke mengakses toilet menurun fisik
Nyeri kepala
otak

MK: Risiko MK: Risiko MK: Risiko Kelemahan


pola nafas MK: Risiko MK: Nyeri eliminasi urin defisit nutrisi fisik
tidak efektif perfusi akut
cererbral
tidak efektif MK: Gangguan
mobilitas fisik

MK: Risiko jatuh


1.5 Klasifikasi
Stroke ini terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal akut yang disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan karena
trauma kapitis melainkan pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. Perdarahan
otak dibagi dua, yaitu (Lestari, 2017):
1. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intrasebral ialah keadaan pecahnya pembuluh darah
(mikroaneurisma) terutama karena hipertensi yang mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak membentuk massa yang menekan jaringan
otak dan menimbulkan edema otak, jika peningkatan TIK terjadi secara
cepat dapat mengakibatkan kematian mendadak akibat herniasi otak
(Lestari, 2017).
2. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid ialah keadaan pecahnya arteri dan keluarnya darah
ke ruang subaraknoid yang menyebabkan TIK meningkat secara mendadak,
menurunnya respon terhadap nyeri dan vasospasme pembuluh darah
cerebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan sensorik, afasia dll)
(Wijaya & Putri, 2013 dalam Lestari, 2017).
Stroke Hemoragik terjadi karena adanya perdarahan didalam otak.
Perdarahan otak dibagi menjadi dua yaitu :
a. Perdarahan Intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi secara
cepat dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi
otak. Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan serebellum
(Muttaqin, 2009).
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aeurisma berry atau AVM.
Menurut Juwono dalam Muttaqin (2009) Aneurisma yang pecah
ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Wilisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya arteri
dan keluarnya darah ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi
otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarakhnois
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala
hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang
mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada
retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme seringkali
terjadi dalam 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke 5 sampai dengan ke 9. Timbulnya vasospasme
diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari
darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinal dengan
pembuluh arteri di ruang subrakhnoid. Vasospasme ini
menyebabkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik,
afasia dan lainnya) (Muttaqin, 2009).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak
dapat dipenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai
cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan aliran
darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme sel otak, tidak boleh kurang sari 20 % karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebri.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memuhi
kebutuhan O2 melalui proses anaerob yang dapat menyebabkan
dilatasi pembuluh darah otak (Muttaqin, 2009).

1.6 Komplikasi
1) Disfagia
Pada pasien stroke sering terjadi disfagia yaitu sekitar 30−50% pasien. Menelan
adalah mekanisme yang kompleks yang mendorong makanan melalui faring dan
esofagus untuk mencegah masuknya ke dalam saluran napas, menggunakan lidah,
mulut, otot polos dari faring dan esofagus, sistem saraf otonom, dan beberapa saraf
kranial V (trigeminal), syaraf ke VII (facialis), syaraf ke IX (glosofaringeal), syaraf
ke X (vagus), dan syaraf ke XII (hipoglosus) (Suwita, 2015).
Gangguan menelan pada pasien stroke sering terjadi pada fase oral dan fase
faringeal sehingga menyebabkan disfagia. Gejala klinis dari disfagia orofaringeal
adalah ketidak mampuan mempertahankan bolus dalam rongga mulut dan menelan
air liur, mengantongi makanan di rongga mulut, makan lambat, suara serak,
pneumonia berulang, dan setiap menelan terbatuk yang dapat terjadi sebelum,
selama atau setelah menelan (Suwita, 2015)
2) Aspirasi Pneumonia
Jika pasien tidak dapat menelan salivanya lebih dari 500 ml per hari maka akan
berisiko untuk mengalami aspirasi. Aspirasi pneumonia disebabkan oleh bakteri
yang terdapat dalam saliva, bukan karena salivanya sendiri. Pemeliharaan higiene
mulut yang baik memiliki potensi untuk mengurangi infeksi pernapasan.

1.7 Penatalaksanaan
1) Tatalaksana Farmakologi dan Pembedahan Terapi
Terapi dari stroke hemoragik bertujuan ganda yaitu meminimalkan cedera otak dan
membatasi komplikasi sistemik dari cedera otak yang terjadi. Terapi ditujukan pada
penghentian perdarahan, mencegah kerusakan neurologis lanjut, pengontrolan
tekanan darah, terapi simtomatik dan mencegah kekambuhan. Manajemen awal,
perhatian tertuju pada keadaan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya
harus diusahakan dalam keadaan baik (Suwita, 2015).
Selama 24 jam pertama sesudah perdarahan intraparenchymal, umumnya
menyebabkan penurunan fungsi neurologis pada lebih dari 40% pasien, dan hal ini
merupakan petanda outcome klinis yang buruk. Dilakukan penurunan tekanan
darah sistolik 20 % dari 24 jam pertama, atau kurang dari 160 mmHg. Diberikan
labetalol atau nicardipine melalui intravena. Untuk mencegah herniasi pada
perdarahan intraparenchymal yang masif dapat dilakukan hemicraniectomy
(Suwita, 2015). Mencegah kerusakan neurologis lebih lanjut. Diberikan terapi
osmotik seperti manitol 0,25-1 g/kgBB bolus dan elevasi kepala 40 derajat untuk
membantu mengurangi tekanan intrakranial.
Mencegah kekambuhan dengan memberikan obat antihipertensi. Indikasi
pembedahan pada stroke hemoragik adalah jika perdarahan yang terjadi dengan
diameter lebih dari 3 cm atau adanya tanda klinis terjadinya kompresi batang otak
(Suwita, 2015).
2) Tatalaksana Nutrisi
Pemantauan status hidrasi sangat penting untuk mempertahankannya tetap dalam
kondisi yang seimbang. Keseimbangan elektrolit perlu dijaga. Faktor risiko stroke
juga perlu diperhatikan dalam tatalaksana nutrisi yang diberikan. Asupan natrium
perlu dibatasi untuk mengontrol tekanan darah, mengurangi asupan lemak jenuh
dan menjaga status gizi tetap normal (Suwita, 2015).

2. Konsep Asuhan Keperawatan


2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu pengumpulan data,
pengelompokan data dan merumuskan tindakan keperawatan (Tarwoto, 2013)
a. Pengumpulan Data
Tahap ini merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi dan merupakan
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Data yang di
kumpulkan dalam pengkajian ini meliputi bio-psiko-spiritual. Dalam proses
pengkajian ada dua tahap yang perlu di lalui yaitu pengumpulan data dan analisa
data.
1) Identitas Klien Menurut (Padila, 2012) Usia diatas 55 tahun merupakan
resiko tinggi terjadinya stroke, jenis kelamin laki – laki lebih tinggi 30 % di
bandingkan wanita, kulit hitam lebih tinggi angka kejadianya.
2) Keluhan Utama Keluhan yang di dapatkan adalah gangguan motoric
kelemahan anggota gerak setelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi , nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, gangguan
kesadaran.(Tarwoto, 2013)
3) Riwayat Penyakit Sekarang Serangan stroke hemoragik sering sekali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gelaja kelumpukan atau gangguan fungsi otak yang lain.
(Tarwoto, 2013)
4) Riwayat Penyakit Dahulu Adanya riwayat hipetensi, riwayat stroke
sebelumnya, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama. Penggunaan obat-obatan anti koagulan,
aspirin, vasodilator obat-obat adiktif dan kegemukan. (Tarwoto, 2013)
5) Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnese yang mengarah pada keluhan klien
pemeriksaan fisik berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anmnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem (B1-B6):
Primary Survey pada pasien Post ops craniotomy
a. Airway
Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah
dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi. Patency jalan nafas,
dengan meletakan tangan di atas mulut atau hidung. Auscultasi paru,
keadekuatan expansi paru, kesimetrisan (Asyifaurrohman, 2017)
b. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinan
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada
jalan napas (Asyifaurrohman,2017).
Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X /
menit depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal. gangguan
cardiovascular atau rata-rata metabolisme yang meningkat. Pergerakan
dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi
sternal efek anathesi yang berlebihan, obstruksi (Asyifaurrohman,
2017).
c. Circulation
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi
rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut
nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang
diselingi dengan bradikardia, disritmia). Inspeksi membran mukosa :
warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan (Asyifaurrohman, 2017).
d. Disability
Berfokus pada status neurologi Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-
tanda respon mata, respon motorik dan tanda-tanda vital. Inspeksi
respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan,
kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah
(Asyifaurrohman, 2017).
Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen,
apatis, sopo, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang
stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat
kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15 (Putri
Geofani, 2017)
b. Keadaan Umum
Umumnya klien mengalami penurunan kesadaran, tanda- tanda vital:
Tekanan Darah Meningkat, denyut nadi lemah
c. Tanda-Tanda Vital
1) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan
darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
2) Nadi
Biasanya nadi normal
3) Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
4) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
Secondary Survey :
1) B1 (Breathing)
Umumnya pada pasien dengan stroke hemoragic didapatkan
hasil pemeriksaan seperti Inspeksi didapatkan klien batuk,
peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
didapatkan bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sputum dan kemampuan batuk
menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat
kesadaran compos mentis pada pengkajian inspeksi pernafasan
tidak ada kelainan. Palpasi didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan (Savitri,2012)
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien ICH. TD
biasanya mengalami peningkatan (Kidd et al., 2010).
3) B3 (Brain)
ICH menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran arean
yang perfusinya tidak adekuat dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya (Kidd et al., 2010).
1) Tingkat Kesadaran : Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran
klien ICH biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa.
2) Fungsi Serebri :
a) Status mental, dimana pada klien ICH tahap lanjut
biasanya status mental mengalami perubahan.
b) Fungsi intelektual, didapatkan penurunan ingatan dan
memori baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
3) Pemeriksaan Saraf Kranial
a) Saraf I : biasanya tidak terdapat kelainan pada fungsi
penciuman
b) Saraf II : disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensorik primer diantara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada klien dengan hemiplagia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian
kebagian tubuh.
c) Saraf III, IV, dan VI : apabila akibat ICH mengakibatkan
paralesis sesisi otot-otot okularos didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjungat unilateral disisi yang
sakit.
d) Saraf V : Pada beberapa keadaan ICH menyebabkan
paralisis saraf trigeminus, didapatkan penuruna fungsi
kordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi lateral dan kelumpuhan sesisi otot- otot
pteigoideus internus dan eksternus.
e) Saraf VII : persepsi pengecapan normal, wajah asimetris,
otot wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.
f) Saraf IX dan X, kemampuan menelan kurang baik,
kesukaran membuka mulut.
g) Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus
dan trapezius.
h) Saraf XII : lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi
dan fasikulasi. indra pengecapan normal.
4) B4 (Bladder)
Klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi. Kadangkadang kontrol sfingter eksternal hilang atau
berkurang (Kidd et al.,2010).
5) (Bowel)
Didapatkan keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun, jual
dan muntah pada fase akut. Mual dan muntah dihubungkan
dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemebuhan kebutuhan nutrisi (Kidd et
al., 2010).
6) B6 (Bone)
Kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Gangguan neuron motor pada salah satu sisi tubuh. Hemiparesis
atau kelemahan salah satu sisi tubuh. Kulit tampak pucat karena
kekurangan O2, turgor kulit menurun karena kekurangan cairan.
Kemungkinan ditemukannya dekubitus karena adanya gangguan
mobilitas fisik pada klien ICH (Kidd et al., 2010).

2.2 Diagnosa
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiolofis d.d nyeri kepala
2) Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d hipertensi
3) Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan serebral d.d tidak mampu berbicara
4) Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot d.d kelemahan fisik

2.3 Intervensi
1. Nyeri akut
Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 1 x 8 jam, maka 1. Identifikasi lokasi,
tingkat nyeri menurun, dengan karakteristik, durasi,
kriteria hasil: frekuensi, kualitas, intensitas
1. Keluhan nyeri menurun nyeri
2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Gelisah menurun 3. Idenfitikasi respon nyeri non
verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis:
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
5. Ajarkan Teknik farmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. Risiko perfusi serebral tidak efektif


Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Identifikasi penyebab
maka perfusi serebral meningkat, peningkatan TIK (misalnya:
dengan kriteria hasil: lesi, gangguan metabolism,
1. Sakit kepala menurun edema serebral)
2. Gelisah menurun 2. Monitor tanda/gejala
peningkatan TIK (misalnya:
tekanan darah meningkat,
tekanan nadi melebar,
bradikardia, pola napas
ireguler, kesadaran menurun)
3. Monitor MAP (mean arterial
pressure) (LIHAT:
Kalkulator MAP)
4. Monitor CVP (central venous
pressure)
5. Monitor PAWP, jika perlu
6. Monitor PAP, jika perlu
7. Monitor ICP (intra cranial
pressure)
8. Monitor gelombang ICP
9. Monitor status pernapasan
10. Monitor intake dan output
cairan
11. Monitor cairan serebro-
spinalis (mis. Warna,
konsistensi)
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari manuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV
hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2
optimal
8. Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi
dan antikonvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretik
osmosis, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak
tinja, jika perlu

3. Gangguan komunikasi verbal


Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi

Setelah dilakukan intervensi Observasi


keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Monitor kecepatan, tekanan,
maka komunikasi verbal kuantitias, volume, dan diksi
meningkat, dengan kriteria hasil: bicara
1. Kemampuan berbicara 2. Monitor progress kognitif,
meningkat anatomis, dan fisiologis yang
2. Kesesuaian ekspresi berkaitan dengan bicara (mis:
wajah/tubuh meningkat memori, pendengaran, dan
Bahasa)
3. Monitor frustasi, marah,
depresi, atau hal lain yang
mengganggu bicara
4. Identifikasi perilaku
emosional dan fisik sebagai
bentuk komunikasi
Terapeutik
1. Gunakan metode komunikasi
alternatif (mis: menulis, mata
berkedip, papan komunikasi
dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan komputer)
2. Sesuaikan gaya komunikasi
dengan kebutuhan (mis:
berdiri di depan pasien,
dengarkan dengan seksama,
tunjukkan satu gagasan atau
pemikiran
sekaligus, bicaralah dengan
perlahan sambal menghindari
teriakan, gunakan komunikasi
tertulis, atau meminta bantuan
keluarga untuk memahami
ucapan pasien)
3. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
4. Ulangi apa yang disampaikan
pasien
5. Berikan dukungan psikologis
6. Gunakan juru bicara, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan bicara
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli patologi bicara
atau terapis

4. Gangguan mobilitas fisik


Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi

Setelah dilakukan intervensi Observasi


keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Identifikasi adanya nyeri atau
maka mobilitas fisik meningkat, keluhan fisik lainnya
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi toleransi fisik
1. Pergerakan ekstremitas melakukan pergerakan
meningkat
2. Kekuatan otot meningkat
3. Rentang gerak (ROM) 3. Monitor frekuensi jantung dan
meningkat tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
4. Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis: pagar
tempat tidur)
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis:
duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi)

2.4 Implementasi
Pada tahap ini ada pengelolahan dan perwujudan dari rencana perawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan keperawatan yang telah ditentukan dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan secara optimal.
2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dilakukan dengan berkesinambungan
dengan melibatkan pasien dengan tenaga kesehatan lain.
DAFTAR PUSTAKA

Asyifaurrohman. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke Hemorrhage dengan


Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral Posisi Head Up 30 di Ruang
ICU. ICU PKU Muhammadiyah.

Geofani, P. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Stroke Hemoragik.

Bangsal Saraf RSUP Dr. M Djamil.

Suwita. S. (2015). Tatalaksana Nutrisi Pasien Stroke Hemoragik dengan Berbagai Fraktur
Risiko.

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sisten Persarafan.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,

Edisi1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Rencana Tindakan

Keperawatan, Edisi1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tujuan Keperawatan,

Edisi1. Jakarta:DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai