B. Klasifikasi
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya,
yaitu:
a. Stroke Haemorhagi
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut
dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi
secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh
2
D. Patofisiologi
Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak
aterosklerosis yang memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari
pembuluh darah diluar otak yang tersangkut di arteri otak. Saat terbentuknya
plak fibrosis (ateroma) di lokasi yang terbatas seperti di tempat percabangan
arteri. Trombosit selanjutnya melekat pada permukaan plak bersama dengan
fibrin, perlekatan trombosit secara perlahan akan memperbesar ukuran plak
sehingga terbentuk trombus (Sudoyo, 2011).
Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa
hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan
pengurangan aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan
mengalami kekurangan nurisi dan juga oksigen, sel otak yang mengalami
kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan asidosis lalu asidosis
akan mengakibatkan natrium, klorida, dan air masuk ke dalam sel otak
dan kalium meninggalkan sel otak sehingga terjadi edema setempat.
Kemudian kalsium akan masuk dan memicu serangkaian radikal bebas
sehingga terjadi perusakan membran selalu mengkerut dan tubuh mengalami
defisit neurologis lalu mati (Esther, 2010).
5
E. Pathway
Perubahan perfusi jaringan Hemisfer kiri Hemisfer kanan Infark batang otak
MK: MK: Intoleransi MK: Defisit MK: Gg MK: Defisit MK: Resiko MK: Gg MK:
Resiko Aktivitas Perawatan Diri gastrointestinal Nutrisi Ketidakefektifan Eliminasi Kerusakan
Cidera Bersihan Jalan Integritas
konstipasi Urin
Nafas Kulit
MK: Resiko
MK: Gg
Infeksi
Keseimbangan
Saluran
Cairan & elektrolit
Kemih
6
penciuman
Daya
Menutup kelopak Reflek
Kemampuan mengunyah
mata, fungsi pengecap
Gg persepsi
menelan menurun
sensori
2/3 lidah
menurun
tersedak
tinggi cidera
MK: Resiko
Penurunan daya
penglihatan
Obstruksi jalan
nafas
menurun
keseimbangan tubuh
Pendengaran dan
menurun
Reflek cahaya
ukuran pupil
Perubahan
MK: Bersihan
lapang pandang
F. Manifestasi Klinik
1. Defisit Motorik
a. Hemiparese : jika satu tangan atau satu kaki atau satu sisi wajah
menjadi lemah, namun tak sepenuhnya lumpuh
b. Hemiplegia : jika satu tangan atau satu kaki atau bahkan satu sisi
wajah menjadi lumpuh dan tak dapat bergerak.
c. Distria (kerusakan otot-otot bicara).
d. Disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
e. Kerusakan motorik halus dan kasar.
2. Defisit Sensori
a. Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian
besar pada hemisfer serebri).
b. Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah
bidang pandang pada sisi yang sama).
c. Diplopia (penglihatan ganda).
d. Penurunan ketajaman penglihatan.
3. Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri dan/atau lingkungan).
a. Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal
terhadap ekstremitas yang mengalami paralise; kelainan
unilateral).
b. Disorientasi (waktu, tempat, orang).
4. Defisit Bahasa/Komunikasi
a. Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-
pola bicara yang dapat difahami) - dapat berbicara dengan
menggunakan respons satu kata.
b. Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan -
mampu untuk berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan
tidak tepat dan tidak sadar tentang kesalahan ini).
c. Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) – tidak
mampu berkomunikasi pada setiap tingkat.
d. Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan).
e. Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam
tulisan).
5. Defisit Intelektual
a. Kehilangan memori.
b. Rentang perhatian singkat.
c. Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar).
d. Penilaian buruk.
e. Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir
secara abstrak.
6. Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis
a. Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau
tidak tepat).
b. Kehilangan kontrol diri dan hambatan social.
c. Penurunan toleransi terhadap stress.
d. Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah.
7. Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)
a. Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol
partial kandung kemin, sehingga klien sering mengalami
berkemih, dorongan dan inkontinensia urine.
9
yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan
maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
3. Kelainan jantung / penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan
endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak
output dan menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu dapat
terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan
pembuluh darah.
4. Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu
terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran
darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga
berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah
serebral.
5. Policitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi
lambat sehingga perfusi otak menurun.
6. Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan
terbentuknya embolus dari lemak.
7. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol
sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah
satunya pembuluh drah otak.
8. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga terjadi aterosklerosis.
9. Kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk
kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah
satunya pembuluh darah otak.
11
4. Angiografi serebrum
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara Spesifik seperti lesi
ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis
dan pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk, 2006:1122).
5. Ekokardiogram transesofagus (TEE)
Mendeteksi sumber kardioembolus potensial (Prince, dkk,
2006:1123).
6. CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar
ke permukaan otak (Muttaqin, 2014:140).
7. MRI
Menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan
besar / luasnya daerah infark (Muttaqin, 2014:140).
J. Penatalaksanaan dan Pencegahan
Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark
(Muttaqin, 2008:14):
Tanda-tanda vital
Klien akan mengalami kenaikan tekanan darah hingga > 200
mmHg disertai dengan peningatan detak nadi permenit yaitu > 100x/menit
dengan suhu yang biasanya normal antara 36,5-37,5oC dan RR cenderung
mengalami peningkatan >20x/menit serta adanya bunyi nafas tambahan.
f. Review Of System
a) Pernapasan (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos metris, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak
didapatkan bunyi napas tambahan.
b) Cardiovaskuler (Bleeding)
Pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
c) Persyarafan (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
19
kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami
masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
Nilai Kekuatan Otot :
Dalam Manual Muscle Testing (MMT), kekuatan
diukur dengan skala lima poin yaitu:
Nilai otot 0 berarti otot tidak dapat melakukan kontraksi yang
bisa terlihat. Hal ini terjadi ketika otot yang lumpuh, seperti
setelah cedera tulang belakang atau radikulopati servikal atau
lumbal. Kadang kadang nyeri dapat menghalangi otot
berkontraksi sama sekali.
Nilai otot 1 artinya terjadi kontraksi otot namun tidak
ada gerakan. Otot tidak cukup kuat untuk mengangkat bagian
tubuh tertentu.
Nilai otot 2 artinya otot Anda dapat berkontraksi tetapi
tidak bisa menggerakkan bagian tubuh melawan gravitasi,
namun ketika gravitasi dihilangkan dengan perubahan posisi
tubuh, otot dapat menggerakkan bagian tubuh secara penuh.
Nilai otot 3 artinya otot dapat berkontraksi dan
menggerakkan bagian tubuh secara penuh melawan gaya
gravitasi. Tapi ketika fisioterapis memberikan dorongan
melawan gerakan tubuh Anda (memberikan resistensi), otot
tidak mampu melawan.
Nilai otot 4 artinya otot mampu berkontraksi dan
menggerakkan tubuh melawan tahanan minimal. Anda mampu
melawan dorongan yang diberikan fisioterapis, namun tidak
maksimal.
21
g. Psikososial
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
1. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuhh.
22
3. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis
pada tubuhh.
4. Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
6. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
8. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
9. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
10. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
j. Pemeriksaan Penunjang
23
B. Intervensi keperawatan
Rencana keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan
keperawatan Intervensi
kriteria hasi
Tujuan: setelah Dukungan mobilisasi
dilakukan tindakan a. Observasi :
keperawatan 3x24 1) Identifikasi adanya nyeri
jam diharapkan atau keluhan fisik lainnya
mobilitas fisik 2) Identifikasi toleransi fisik
meningkat melakukan pergerakan
Kriteria hasil : 3) Monitor frekuensi jantung dan
1. Pergerakan tekanan darah sebelum memulai
ekstremitas mobilisasi.
2. Kekuatan otot 4) Monitor kondisi umum selama
3. Nyeri melakukan mobilisasi.
4. Kaku sendi b. Terapeautik :
Gangguan 5. Gerakan 1) Fasilitas aktivitas mobilisasi
mobilitas terbatas dengan alat bantu
fisik 6. Kelemahan 2) Fasilitasi melakukan pergerakan
fisik jika perlu
3) Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dakam
meningkatkan pergerakan
c. Edukasi :
1) Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2) Anjurkan melakukan
mobilisasi diri
3) Anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan.
Gangguan Tujuan: setelah Dukungan perawatan diri makan /
menelan dilakukan tindakan minum
keperawatan 3x24 a. Observasi :
jam diharapkan 1) Identifikasi diet yang
status menelan dianjurkan
membaik. 2) Monitor kemampuan menelan
Kriteria hasil : 3) Monitor status hidrasi
1. Mempertahank pasien, jika perlu
an makanan b. Terapeautik :
dimulut
1) Ciptakan lingkungan yang
2. Reflex menelan
menyenangkan selama makan
meningkat
3. Kemampuan 2) Atur posisi yang nyaman
mengosongkan untuk makan/minum
25
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2018. Buku Ajar Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Powers, J. William. Et. Al. 2018. AHA/ASA Guidline:2018 Guidelines for the
Early Management Of Patient With Acute Ischemic Stroke. America: American
Heart Association. Inc.
Smeltzer, S.C. & Bare. 2017. Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 12. Alih Bahasa
Devi Yulianti, Amelia Kini. Jakarta:EGC.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Cetakan II Jakarta : DPP PPNI