Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HEMORAGIK DAN STROKE NON HEMORAGIK

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD LUTHFAN AMIRUDIN

(2314901043)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TAHUN AJARAN 2023/2024


A. KONSEP STROKE HEMORAGIK
1. Pengertian
Stroke hemoragi merupakan disfungsi otak fokal yang akut disebabkan oleh
pendarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan karena trauma
kapitis, melainkan pecahnya pembuluh darah arteri, vena, dan kapiler. (Mubarak,
2015)
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapatis,disebabkan oelh karena pecahnya pembuluh darah arteri, vena dan
kapiler (Muttaqin, 2013)
Stroke hemorhagi merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdaraan
subarakhnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah pada otak di daerah otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan suatu aktivitas atau sedang aktif,
namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun. (Wijaya,
2013).

2. Etiologi
Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke hemoragik)
disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah. Penyebabnya misalnya
tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis berat. Peningkatan
tekanan darah yang mendadak tinggi juga dapat disebabkan oleh trauma kepala atau
peningkatan tekanan lainnya, seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan
sebagainya. Pembuluh darah pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis
berbentuk balon yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak
aterosklerotik. Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang
menyebabkan stroke diantaranya :
a. Faktor risiko medis
Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah:
1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
3) Migraine (sakit kepala sebelah)
(Wijaya, 2013).
b. Faktor risiko pelaku
1) Mengosumsi minuman bersoda dan beralkhohol
2) Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)
3) Kurangnya aktifitas gerak/olahraga
4) Kebiasaan merokok
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan yang jelas
(Wijaya, 2013).
c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang mana diameter
pembuluh darah akan mengecil sehingga darah yang mengalir ke otak pun
berkurang. Dengan pengurangan aliran darah ke otak, maka otak kekurangan
suplai oksigen dan glukosa, lamakelamaan jaringan otak akan mati
2) Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian otot jantung)
menjadi factor terbesar terjadinya stroke.Gangguan aliran darah dapat
mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun bertahap.
3) Diabetes mellitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melltus umumnya lebih kaku atau
tidak lentur. Dikarenakan adanya peningkatan atau penurunan kadar glukosa
darah secara tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam darah
berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya plak pada
pembuluh darah. Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan menganggu aliran
darah, termasuk aliran darah ke otak.
5) Obesitas
Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL (LowDensity Lipoprotein)
lebih tinggi dibanding kadar HDL (HighDensity Lipoprotein)
(Hunata, 2013).

3. Tanda dan Gejala


Gaejala klinis pada pasien stroke hemoragik antara lain:
1. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan
2. Tiba-tiba hilang rasa peka
3. Bicara cedal atau pelo
4. Gangguan bicara dan Bahasa
5. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai
6. Gangguan daya ingat
7. Nyeri kepala hebat
8. Vertigo
9. Kesadaran menurun
10. Gangguan penglihatan
11. Proses kencing terganggu
12. Gangguan fungsi otak (Nurafif A. h., 2016).

Menurut (Batticaca F. B., 2012) pada stroke hemoragik berupa:


a. Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi pada saat
istirahat atau bangun pagi
b. Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
c. Terjadi trauma pada usia<50 tahun
d. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat gangguan pembuluh darah
dan okasinya.

Gejala Stroke Hemoragik


Klinis PIS PSA
Gejala berat ringan
defisit lokal
Nyeri hebat Sangat
kepala hebat
Muntah sering sering
pada
awalnya
Hipertensi Hampir Baiasanya
selalu tidak
Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang
sebentar
kaku kuduk jarang Bisa ada
pada
permulaan
Peningkatan
tekanan sistemik
Hamiparesis Sering Tidak ada

aneurisma sejak awal


Deviasi Bisa ada Tidak ada
mata
Pardarahan
arakhneid/ ventrikel
Gangguan sering jarang
bicara
Hematoma
Likuor cerebral Sering Selalu
berdarah berdarah
PTIK/herniasi
cerebral
4. Patofisiologi Vasopasme arteri
cerbral/saraf cerebral
Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak. Sedangkan
iskemik yang sudah terjadi Penekanan
Penurunan dalam waktu lama dapat menyebabkan kematian sel
saluran
kesadaran
permanen dan mengakibatkan pernafasan
infark pada otak.Pembuluh Iscemic/infark
darah yang paling sering
mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis interna.Defisit
fokal permanen dapat tidak diketahui
Risiko aspirasi Pola nafasjika klien pertama kali mengalami iskemik otak
tidak
efektif
total yang dapat teratasi.
Defisit
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, maka
neurologi
Risiko kekurangan
mulai terjadi trauma suplai oksigen
Areake jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam
grocca
satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran.
Hemister
kanan
Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis
Kerusakan fungsi N VII
mikroskopik
Risikoneuron-neuron.
jatuh Area
dan Nyang
XII mengalami nekrosis disebut infark.
Hemiparese/plegi
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus kiri maka
atau emboli,
mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam
Kerusakan komunikasi
satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan
verbal kesadaran.
Gangguan mobilitas
fisik
Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis
mikroskopik neuron-neuron. Area yang mengalami nekrosis disebut infark.
Defisit perawatan diri
Gangguan perdarahan darah otak akan menimbulkan pada metabolisme sel sel
neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga kebutuhan
metabolisme tergantung dari gukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri-arteri yang
menuju otak (Batticaca F. B., 2012).
Peningkatan
tekanan sistemik

aneurisma

Pardarahan
arakhneid/ ventrikel

Hematoma cerebral

PTIK/herniasi
cerebral Vasopasme arteri
cerbral/saraf cerebral

Penurunan Penekanan saluran


kesadaran pernafasan
Iscemic/infark

Risiko aspirasi Pola nafas tidak


efektif
Defisit
neurologi
Risiko trauma Area grocca
Hemister
kanan
Kerusakan fungsi N VII
Risiko jatuh dan N XII
Hemiparese/plegi kiri

Kerusakan komunikasi
verbal
Gangguan mobilitas
fisik

Defisit perawatan diri


5. Diagnosa
1) Bersihan jalan napas tidak efektif
2) Risiko perfusi serebrak tidak efektif
3) Hdhhd
B. KONSEP STROKE NON HEMORAGIK
1. Pengertian

Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau cedera


serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak secara mendadak
sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat pecahnya
pembuluh darah otak (Chang, 2010).
Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu pembuluh darah
atau lebih yang mensuplai otak.Stroke menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen
dan umumnya menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak
(Williams, 2008).
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary hemorrhagic
strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) .
Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi
cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh misalnya
trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan arteritis
yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otak
menurun yang menyebabkan terjadinya infark.
Sedangkan menurut Padila, (2012) Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang
berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di
arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).

2. Etiologi
1) Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke
jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang.
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur.Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral.Tanda dan gejala neurologis
seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
2) Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.Emboli tersebut berlangsung cepat dan
gejala timbul kurang dari 10-30 detik
3) Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau penyumbatan
pembuluh darah.
3. Tanda dan Gejala
Gejala yang paling sering dijumpai pada penderita umumnya dikelompokan atas 4
macam :
a) Dystensia ( gangguan fungsi motorik ) berupa :
1) Kelumpuhan ( hemiplegi atau paraplegi )
2) Paralisis ( kehilangan total dari gangguan kekuatan motoriknya )
3) Paresis ( kehilangan sebagian kekuatan otot motoriknya )
b) Disnestasia ( gangguan fungsi sensorik ) berupa :
1) Hipoarasthesia dan Arasthesia.
2) Gangguan penciuman, penglihatan dan gangguan rasa pada lidah.
c) Dyspasia ( gangguan berbicara )
d) Dymentia ( gangguan mental ) dengan manifestasi :
1) Gangguan neurologis.
2) Gangguan psikologis.
3) Keadaan kebingungan.
4) Reaksi depresif.

4. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.Luasnya
infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan
adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada
gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering
sebagai faktor penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah
mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah.Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.Area
edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif.Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah
yang tersumbat .menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial
dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan
ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak
serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan
kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang
terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008).
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc
maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan
lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).
5.PATWEY
5. Diagnosa
1.) Resiko kerusakan integritas kulit b.d deficit perawatan diri
2.) Gangguan reflek menelan b.d keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

C. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah

sebagai berikut :

1.) Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik

seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber

perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.

2.) Lumbal pungsi: Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran

lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada

intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil

pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan

perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu

hari-hari pertama.

3.) CT scan.: Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi

henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di

ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

4.) MRI: MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk

menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan

biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

5.) USG Doppler: Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem

karotis).

6.) EEG: Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari

jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

Pemeriksaan Laboratorium:
7.) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang

masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal

(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

8.) Pemeriksaan darah rutin.

9.) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah

dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun

kembali.

10.) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

D. Penatalaksanaan Medis
a) Bantuan kepatenan jalan nafas, ventilasi dengan bantuan oksigen.
b) Pembatasan aktivitas/ tirah baring.
c) Penatalaksanaan cairan dan nutrisi.
d) Obat-obatan seperti anti Hipertensi, Kortikosteroid, analgesik.
e) EKG dan pemantauan jantung.
f) Pantau Tekanan Intra Kranial ( TIK ).
g) Rehabilitasi neurologik.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

A. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, dan pengkajian psikososial.
1.) Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, dan diagnosis medis.
2.) Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran.
3.) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.Keluhari perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif, dan konia.
4.) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan
lainnya.Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat
penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
5.) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6.) Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian mekanisme koping yang digunakan
klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
7.) Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
8.) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat
kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.
Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.Auskultasi tidak
didapatkan bunyi napas tambahan.
9.) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan
dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
10.) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan
fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
11.) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
12.) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
13.) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik
paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
14.) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.cPada keadaan lanjut
tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
15.) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
16.) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
17.) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun
jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.Pada beberapa
kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan
dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
18.) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi
dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari
girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien
tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia
ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat
dan bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir
dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

19.) Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-
X11.
Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.

20.) Pengkajian Sistem Motorik


Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada UMN di sisi ng berlawanan dari otak.
21.) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh adalah tanda yang lain.
22.) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
23.) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
1.) Perfusi jaringan cerebral tidak efektifb.d O2 otak menurun
2.) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
untuk mengabsorpsi nutrient
3.) Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
4.) Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap
5.) Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral
bicara

C. Intervensi
1. Intervensi
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (Wilkinson, 2011)
Tujuan: menunjukan status pernapasan yang paten dan dibuktikan oleh indikator
gangguan sebagai berikut (1-5: gangguan ekstrim, berat, sedang ringan):
frekuensi dan irama pernapasan, kedalam inspirasi, kemampuan untuk memberika
sekresi.
Kriteria hasil:
1. batuk efektif
2. mengeluarkan secret secara efektif
3. mempunyai jalan napas yang paten
4. pada pemeriksaan auskultasi memiliki suara napas jernih
NOC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan bersihan jalan menjadi efektif
dengan kriteria hasil
1. Status pernafasan :
a. Frekuensi pernafasan normal (16-25x/menit)
b. Irama pernafasan teratur
c. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret
2. Tanda-tanda vital:
a. Irama pernafasan teratur
b. Tekanan darahnormal (120/80mmHg)
c. Tekanan nadi normal (60-100 x/menit)
NIC
Manajemen jalan nafas
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b. Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat
membuka jalan nafas
c. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau
menyedot lender
d. Instruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif
e. Auskultasi suara nafas
f. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
Monitor pernafasan
a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
b. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu
pernafasan dan retraksi otot
c. Monitor suara nafas tambahan
d. Monitor pola nafas
e. Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya
ventilasi dan keberadaan suara nafas tambahan
f. Kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan auskultasi suara nafas
ronki di paru
g. Monitor kemampuan batuk efektif pasien
h. Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan, nebulezer
(Wilkinson, 2011)
b. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan serebral
pasien menjadi efektif dengan kriteria hasil :
a. Tanda-tanda vital normal
b. Status sirkulasi lancer
c. Pasien mengatakan nyaman dan tidak sakit kepala
d. Peningkatan kerja pupil
e. Kemampuan komunikasi baik
NIC
1. Kaji status neurologic setiap jam
2. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
3. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap cahaya, gerakan mata
4. Kaji reflek kornea
5. Evaluasi keadaan motorik dan sensori pasien
6. Monitor tanda vital setiap 1 jam
7. Hitung irama denyut nadi, auskultasi adanya murmur
8. Pertahankan pasien bedrest, beri lingkungan tenang

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J .2009 .Buku Saku Patofisiologi . Jakarta: E G C.


Doengoes, Marilyn dkk .2012 .Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta: E G C
Muttaqin, Arif. 2008 .Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Price, SA dan Wilson, 2006.Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses penyakit ed. 6
vol.1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai