Anda di halaman 1dari 67

KASUS SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG A2
RUMKITAL DR. RAMELAN SURABAYA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK B1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TAHUN AJARAN 2019/2020
KASUS SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG A2
RUMKITAL DR. RAMELAN SURABAYA

DISUSUN OLEH:
1. Aisyah Putri Aritami (1930005)
2. Essa Nevya Putri (1930028)
3. Herda Mentary Sitorus (1930035)
4. Rismawati (1930076)
5. Tyas Solit Naomiyah (1930087)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TAHUN AJARAN 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG A2
RUMKITAL DR. RAMELAN SURABAYA

Telah disetujui oleh :

Surabaya, November 2019

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

Sri Anik., S.Kep.,Ns.,M.Kes Muharini,.S.Kep., Ns


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmatnya dan karunianya. Penulis dapat menyelesaikan makalah seminar kasus dengan
tepat waktu. Penulisan makalah seminar kasus ini dibuat sebagai salah satu tugas dari
Prodi Profesi di Stikes Hang Tuah Surabaya. Makalah seminar kasus ini berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Diagnosa Medis Cronic Kidney Disease
(CKD) di Ruang A2 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya”. Dalam penyusunan makalah
seminar kasus ini, penulis mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kolonel Laut (K) TNI dr. Ahmad Samsul Hadi selaku Kepala Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya.

2. Ibu Wiwiek Liestyaningrum, S.Kp.,M.Kep selaku Ketua Stikes Hang Tuah


Surabaya.

3. Bapak Nuh Huda, M.Kep.,Ns.,Sp.KMB selaku Kepala Program Pendidikan Profesi


Ners Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya.

4. Sri Anik Rustini, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku pembimbing institusi yang telah


meluangkan waktu dan tenaga untuk memberi arahan dan bimbingan dalam
penyusunan dan penyelesaian makalah seminar ini.

5. Dwi., A.md.Kep dan Muharini. S.Kep., Ns kepala ruangan dan pembimbing lahan
yang penuh kesabaran dan perhatian memberikan saran, masukan, demi
kesempurnaan penyusunan makalah seminar kasus ini.

Penulis menyadari segala keterbatasan kemampuan dan pemanfaatan literatur,


sehingga makalah seminar kasus ini dibuat dengan sederhana dan isinya jauh dari
sempurna. Semoga seluruh budi baik yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan
balasan dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap bahwa makalah seminar kasus ini
bermanfaat bagi kita semua.
Surabaya, November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................


Lembar Pengesahan ....................................................................................
Kata Pengantar ............................................................................................
Daftar Isi.......................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum.....................................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus....................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan .............................................................................
1.4.1 Akademis............................................................................................
1.4.2 Secara Praktis.....................................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik..............................................................
2.1.1 Pengertian ..........................................................................................
2.1.2 Etiologi...............................................................................................
2.1.3 Pathways.............................................................................................
2.1.4 Klasifikasi...........................................................................................
2.1.5 Manifestasi Klinis .............................................................................
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang......................................................................
2.1.7 Penatalaksanaan .................................................................................
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................
2.2.1 Pengkajian..........................................................................................
2.2.2 Diagnosa Keperawatanyang sering muncul.......................................
2.2.3 Intervensi Keperawatan......................................................................

BAB 3 TINJAUAN KASUS.........................................................................

BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan ........................................................................................
4.2 Saran ..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Chronic Kidney Disease (CKD) atau Gagal Ginjal Kronik merupakan salah satu

kelainan yang terjadi pada ginjal dimana terjadi gangguan sehingga perlahan-lahan

struktur atau fungsi ginjal mengalami penurunan. Gangguan pada ginjal ini berlangsung

selama lebih dari tiga bulan. Ginjal yang tidak berfungsi dengan baik secara perlahan

dan progresif dapat mempengaruhi fungsi organ tubuh yang lain misalnya tingkat

kerusakan ginjal dapat menentukan derajat anemia. CKD kadang muncul dengan

riwayat penyakit tertentu seperti hipertensi, glomerulonefritis, nefropati analgesik,

nefropati diabetic, nefropati refluk, ginjal polikistik, obstruksi dan gout (Arif, 2007).

Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan sekitar tahun 1995 –

2025 akan terjadi peningkatan pasien dengan penyakit ginjal yaitu sebesar 41.4%.

Perhimpunan Nefrologi Indonesia menunjukkan 12.5% penduduk Indonesia mengalami

penurunan fungsi ginjal yang berarti sekitar lebih dari 25 juta penduduk mengalami

CKD. Berdasarkan hasil data Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) tahun 2018,

prevalensi dan insiden CKD di Indonesia sekitar 3.8% orang sedangkan di Provinsi

Jawa Timur sebanyak 2.2% orang mengalami CKD. Data rekam medik bulan Oktober

2019, didapatkan pasien CKD di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya berjumlah ± 168

orang. Pasien dengan komplikasi diabetes melitus sebanyak 24% sedangkan pasien

dengan komplikasi hipertensi sebnayak 76%.


Ketidakmampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya menyebabkan terjadinya

akumulasi produk sisa metabolisme dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dalam

tubuh yang akan mempengaruhi keseimbangan seluruh sistem tubuh. Banyak pasien

hemodialisis dihadapkan pada masalah kesehatan yang berhubungan dengan gagal

ginjal kronik, salah satu dan mayoritas masalah tersebut adalah anemia, yang

berkembang sejak awal pasien terkena gagal ginjal kronik dan berkontribusi pada

penurunan kualitas hidup pasien. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya

kemungkinan efek samping yang terjadi, termasuk komplikasi dan kematian karena

penyakit kardiovaskuler (Lankhorst & Wish, 2010)

Hemodialisa menjadi terapi pengganti ginjal utama disebagian besar negara di

dunia. Pasien yang memilih terapi pengganti ginjal HD harus memahami hal-hal penting

seperti pembatasan asupan cairan, hal ini mempunyai tujuan untuk mengurangi resiko

edema dan komplikasi kardiovaskuler. Cairan yang dikonsumsi kedalam tubuh harus

sama jumlahnya dengan air yang keluar, maka jumlah asupan cairan harus dibatasi

sesuai dengan jumlah urine yang keluar pada hari sebelumnya ditambah dengan cairan

yang keluar melalui insensible water losses (IWL) (Setiati, 2014); (Smeltzer & Bare,

2013). Pemberian suplemen zat besi baik secara oral maupun intravena akan membantu

meningkatkan kadar hemoglobin pada pasien gagal ginjal kronik. Selain itu pemberian

edukasi tentang diet tinggi zat besi, protein, asam folat, eritropoetin rekombinan dan

vitamin B12 dari ahli gizi sangat diperlukan untuk dapat memelihara status hemoglobin

agar tetap normal (Nanda, 2012).


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam studi

kasus ini ialah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Diagnosa

Medis Chronic Kidney Disease (CKD) Di Ruang A2 Rumkital Dr. Ramelan

Surabaya?”

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny.R dengan

Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease (CKD) Di Ruang A2 Rumkital Dr. Ramelan

Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Ny.R dengan Diagnosa Medis

Chronic Kidney Disease (CKD) Di Ruang A2 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

2 Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.R dengan

Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease (CKD) Di Ruang A2 Rumkital Dr.

Ramelan Surabaya.

3 Mahasiswa mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Ny.R dengan

Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease (CKD) Di Ruang A2 Rumkital Dr.

Ramelan Surabaya.

4 Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada Ny.R dengan

Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease (CKD) Di Ruang A2 Rumkital Dr.

Ramelan Surabaya.
5 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Ny.R dengan

Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease (CKD) Di Ruang A2 Rumkital Dr.

Ramelan Surabaya.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Akademis

Hasil studi kasus ini merupakan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dalam

hal melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis CKD di ruang

A2 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

1.4.2 Secara Praktis

1. Bagi Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit

Masukan bagi pelayanan dirumah sakit agar dapat meningkatkan asuhan

keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis CKD dengan baik.

2 Bagi Profesi Kesehatan

Tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan pemahaman yang

lebih baik tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis

CKD.

3. Bagi Penulis Selanjutnya

Hasil studi kasus ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi penulis berikutnya,

yang akan melakukan studi kasus psa asuhan keperawatan pada pasien dengan

CKD.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

2.1.1 Pengertian

Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang menyebabkan fungsi

organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak mampu melakukan

fungsinya dengan baik (Ali Alfians, 2017).

Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit kronik yang progresif

merusak ginjal sehingga mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh yang

berdampak pada semua sistem tubuh (Hasneli B, 2017).

Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi

ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang

racun dan produk sisa darah, yang ditandai dengan adanya protein dalam urin dengan

disertai penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). CKD stadium V merupakan

kerusakan jaringan ginjal atau menurunnya LFG <15 ml/min/1,73 m2 selama >3 bulan

dan menjalani hemodialisis (HD) (Kamasita S, 2018).

Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai

dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan.

PGK ditandai dengan satu atau lebih tanda kerusakan ginjal yaitu albuminuria,

abnormalitas sedimen urin, elektrolit, histologi, struktur ginjal, ataupun adanya riwayat

transplantasi ginjal , juga disertai penurunan laju glomerulus (Aisara S, 2018).


2.1.2 Etiologi

Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi

(hipertensi) yang paling banyak diderita pada kelompok usia >50 tahun, jika penyakit

ginjal kronis terjadi pada usia yang lebih dini maka dimungkinkan karena gaya hidup

yang tidak sehat terutama yang berkaitan dengan kebiasaan konsumsi zat-zat tertentu

yang bersifat nefrotoksik. Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal

diantaranya adalah faktor kebiasaan mengkonsumsi kopi, minuman suplemen energi,

suplemen vitamin C, minuman bersoda/ Soft drink, merokok, konsumsi obat AINS (Anti

Inflamasi Non-Steroid), dan obat herbal (Ariyanto, 2018).


2.1.3 Patofisiologi
Sumber: (Kamasita S, 2018)

2.1.4 Klasifikasi

Menurut Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) 2012 yang

mengacu pada National Kidney Foundation-KDQOL (NKF-KDQOL) tahun 2002,

PGK diklasifikasikan menjadi lima stadium atau kategori berdasarkan penurunan

GFR, yaitu:

GFR
Stadium Penjelasan
ml/min/1,73 m2
Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau
1 >90
meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan 60-89
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan
3a 45-59
sampai sedang
Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang
3b 30-44
hingga berat
4 Kerusakan ginjal dengan penurunan berat GFR 15-29
5 Gagal ginjal <15
Sumber : (KDIGO, 2012 Clinical practice guideline for the evaluation and

management of Chronic Kidney Disease).

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin

Test ) dapat digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )

72 x creatinin serum

*Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

Penanda kerusakan ginjal ( satu atau lebih ) :

1. Albuminuria ( AER ≥ 30 mg / 24 jam ; ACR ≥ 30 mg / g )


2. Kelainan sedimen urin

3. Kelainan elektrolit dan kelainan lain karena gangguan tubular

4. Kelainan yang terdeteksi dengan pemeriksaan histologi

5. Kelainan struktural terdeteksi oleh pemeriksaan radiologi

6. Riwayat transplantasi ginjal sebelumnya

7. GFR < 60 mL / min / 1.73m2

* GFR = glomerular filtration rate; AER = albumin excretion rate;


ACR = albumin-to-creatinine ratio.

2.1.5 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang

bersifat siskemik. ginjal sebagai koordinasi dalam peran sirkulasi yang memiliki banyak

fungsi, sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan

gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda gejala gagal

ginjal kronik menurut Setyaningsih F (2014) yaitu:

1. Manifestasi Dermatologis

a. Uremic Pruritus

Rasa gatal yang berhubungan dengan CKD telah lama dikenal dengan uremic

pruritus. Mekanisme terjadinya pruritus akibat CKD masih sedikit dipahami.

Pruritus ini dapat dirasakan secara episodik maupun konstan, terlokalisasi

maupun di seluruh tubuh dan dengan intensitas sedang hingga berat (Sanai et al,

2010). Pada penelitian Mirza R, Wahid Z, & Talat H (2012) ditemukan bahwa

64,6% pasien dengan hemodialisa mengalami pruritus. Beberapa faktor yang


mungkin berpengaruh menyebabkan pruritus diantaranya kulit yang kering,

dialisis yang tidak adekuat, anemia, neuropati perifer, uremic toxins dan

hiperparatiroid sekunder (Mirza, Wahid, & Talat, 2012). Etter, L & Myers,

S.A (2002) melaporkan bahwa xerosis merupakan salah satu etiologi dari uremic

pruritus.

b. Xerosis

Xerosis merupakan kondisi kutan yang abnormal (kasar dan bersisik) yang

paling banyak ditemukan pada pasien CKD dengan intensitas sedang hingga

berat. Xerosis dominan terlihat pada permukaan extensor dari lengan bawah,

kaki dan paha (Sanai et al, 2010). Xerosis merupakan faktor penting yang

berpengaruh pada kejadian pruritus dan xerosis intensitas sedang hingga berat

meningkatkan 50-100% kejadian pruritus (Szepietowski, Reich, Schwartz,

2004). Angka kejadian xerosis pada pasien CKD dengan dialisis ditemukan

sekitar 50-85% dan xerosis dengan proporsi lebih besar ditemukan pada pasien

dengan peritoneal dialisis dibandingkan dengan hemodialisa (Szepietowski,

Reich, Schwartz, 2004). Pada penelitian lain, ditemukan xerosis menjadi

manifestasi dermatologis kedua terbanyak setelah pruritus yaitu sebanyak 52%

dari populasi studi (Kolla, et al., 2012). Berbeda dengan penelitian sebelumnya,

penelitian oleh Mirza R, Wahid Z, & Talat H (2012) menemukan bahwa xerosis

merupakan temuan terbanyak dari manifestasi dermatologis yaitu sebanyak

90,6%. Beberapa faktor yang berkontribusi dalam memunculkan xerosis

diantaranya adalah penurunan ukuran dan fungsi kelenjar keringat ekrin serta

atropi kelenjar sebasea (Gagnon, & Desai, 2013; Mirza, Wahid, & Talat H,
2012), penggunaan diuretik dosis tinggi dan perubahan metabolisme vitamin A

(Mirza, Wahid, & Talat, 2012).

c. Purpura, ekimosis, dan easy bruishing

Defek dari hemostasis seperti meningkatnya kerapuhan vaskular, fungsi platelet

yang abnormal dan penggunaan heparin selama dialisis merupakan penyebab

utama dari perdarahan abnormal pada pasien CKD (Sanai et al, 2010). Purpura

juga terlihat pada kaitannya dengan trombositopenia. Pada penelitian Mirza R,

Wahid Z, & Talat H (2012) ditemukan bahwa 13,6% pasien mengalami purpura.

d. Perubahan Pigmentasi

Perubahan pigmentasi dapat terlihat pada pasien gagal ginjal melalui dua tipe

yaitu hitam kecoklatan dan kekuningan. Penyebaran hiperpigmentasi hitam

kecoklatan pada terik matahari dapat bersifat retensi dari kromogen dan deposisi

melanin pada lapisan dasar dan superficial dermis terkait kegagalan ginjal

mengekskresikan beta melanocyte stimulating hormone (β-MSH) (Sanai et al,

2010). Bercak hiperpigmentasi pada telapak tangan dan kaki telah dilaporkan

oleh Pico et al dan juga berhubungan dengan peningkatan sirkulasi β-MSH

(Sanai et al, 2010). Sedangkan diskolorasi kekuningan pada kulit ditemukan

pada 40% pasien di berbagai penelitian. Diskolorasi kekuningan berhubungan

dengan akumulasi karotenoid dan pigmen nitrogen (urochromes) pada kulit.

Pada penelitian Mirza R, Wahid Z, & Talat H (2012) ditemukan bahwa 54%

pasien terjadi perubahan pigmentasi dengan jumlah yang sama antara pasien

dengan hemodialisa maupun dengan peritoneal dialisis.

e. Pallor
Pallor pada kulit terjadi akibat anemia yang terjadi pasien CKD. Pada pasien

CKD terjadi penurunan eritropoesis dan peningkatan hemolisis yang berdampak

pada pucat (Sanai et al, 2010).

f. Uremic Frost

Pada waktu sebelum ada penanganan berupa dialisis, banyak ditemukan uremic

frost sebagai temuan dematologis. Pasien CKD dengan uremic frost

menunjukkan kadar blood urea nitrogen (BUN) lebih dari 250-300 mg/dl

(Sanai et al, 2010). Hal ini menyebabkan konsentrasi urea pada keringat

meningkat dan setelah evaporasi, terjadi deposisi kristal urea pada permukaan

kulit. Kondisi ini sekarang jarang ditemukan karena telah dilakukan intervensi

awal dan hemodialisa.

g. Half and Half nails

Half and half nails disebut juga dengan Lindsay’s nail ditemukan sebanyak 21%

dari pasien dengan dialisis (Udayakumar, et al., 2006). Lindsay’s nail ini terlihat

diskolorasi pada kuku dengan porsi warna putih pada bagian proksimal dan

bagian distal berwarna pink kemerahan hingga coklat. Diskolorasi ini tidak

berubah seiring tumbuhnya kuku mengindikasikan bahwa masalah bermula pada

nail bed. Diskolorasi ini juga tidak menjadi samar dengan tekanan. Patofisiologis

dari Lindsay’s nail in belum diketahui secara pasti, tetapi peningkatan jumlah

kapiler dan penebalan dinding kapiler telah diobservasi pada bagian nail bed

(Gagnon, & Tejas, 2013).

2. Manifestasi Gastroenterologis
Manifestasi yang dapat ditemukan diantaranya adalah nausea, vomitus, penurunan

selera makan, hiccup, stomatitis dan fetor uremikum (Smeltzer & Bare, 2000).

Manifestasi ini berasal dari kondisi uremia sehingga menyebabkan penurunan

selera makan, nausea, vomitus, fetor uremikum.

3. Manifestasi Kardiovaskular

Manifestasi kardiovaskular yang dapat terjadi diantaranya adalah peningkatan

tekanan darah/hipertensi, anemia, heart failure dan adanya perikarditis akibat iritasi

toksin uremic (Smeltzer & Bare, 2000).

4. Manifestasi Neurologis

Manifestasi neurologis yang dapat terjadi yaitu penurunan kesadaran, gangguan

konsentrasi akibat ketidakseimbangan elektrolit maupun gangguan asam basa,

tremor dan kejang (Smeltzer & Bare, 2000).

5. Manifestasi pada Sistem Perkemihan

Manifestasi pada system perkemihan yaitu ditemukannya oliguri, anuria, dan

proteinuria. Proteinuria menyebabkan kurangnya jenis protein dalam tubuh, salah

satunya yaitu albumin. Rendahnya albumin termanifestasikan dengan adanya

edema pada tubuh.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Penyakit ginjal kronis biasanya tidak menimbulkan gejala pada stadium awal.

Hanya tes laboratorium yang dapat mendeteksi masalah yang berkembang.


Siapapun yang memiliki masalah pada peningkatan risiko untuk penyakit ginjal

kronis harus diuji secara rutin.

2. Pemeriksaan laboratorium

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan penyakit

yang mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan

kreatinin serum, dan penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat

dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault, serta kelainan biokimia darah

lainnya, seperti penurunan kadar hemoglobin, hiper atau hipokalemia,

hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria,

hematuri, leukosuria, dan silinder.

a. Tes Fungsi Ginjal

Bertujuan untuk mengetahui gangguan fungsi ginjal dan menetapkan berat

ringannya penyakit (NKDEP, 2015)

1) Tes Urin

a) Urinalisis

Analisis urin akan memberi gambaran keadaan fungsi ginjal secara

luas. Langkah pertama dalam urinalisis adalah melakukan tes

dipstick. Dipstick memiliki reagen-reagen yang dapat digunakan

memeriksa urin untuk mengetahui ada tidaknya berbagai zat atau

molekul yang normal maupun abnormal, seperti protein, sel darah

merah, dsb. Kemudian, setelah itu urin akan diperiksa dibawah

mikroskop untuk mencari apakah terdapat sel-sel darah merah dan


putih, adanya kristal (padatan), maupun sel-sel epitel dan sel-sel di

luar tubuh yang lain.

Dalam urin dapat dijumpai adanya albumin (protein) namun dalam

jumlah yang sangat minimal. Hasil positif pada tes dipstick untuk

protein menunjukkan terdapat keadaan yang abnormal. Pengujian

yang lebih sensitif daripada tes dipstick untuk mengetahui jumlah

protein dalam urin adalah estimasi laboratorium albumin urin

(protein) dan kreatinin dalam urin. Rasio albumin (protein) dan

kreatinin dalam urin memberikan perkiraan yang baik dari albumin

(protein) yang diekskresi per hari.

b) Tes urin-Dua puluh empat jam

Tes ini memerlukan pasien untuk mengumpulkan semua urin mereka

selama 24 jam berturut-turut. Urin dapat dianalisis untuk mengetahui

jumlah protein dan limbah produk (urea nitrogen, dan kreatinin).

Keberadaan protein dalam urin mengindikasikan adanya kerusakan

ginjal. Jumlah kreatinin dan urea diekskresikan dalam urin dapat

digunakan untuk menghitung tingkat fungsi ginjal dan laju filtrasi

glomerulus (GFR).

c) Laju filtrasi glomerulus (GFR)

GFR adalah sarana standar untuk mengekspresikan fungsi ginjal

secara keseluruhan. Pasien yang menderita penyakit ginjal biasanya

akan diikuti dengan menuruunnya GFR secara progresif. GFR

normal sekitar 100-140 ml / menit pada pria dan 85-115 mL / menit


pada wanita. Biasanya akan menurun bersamaan dengan

bertambahnya usia seseorang. GFR dapat dihitung dari jumlah

produk limbah dalam urin selama 24 jam atau dengan menggunakan

petanda khusus yang diberikan secara intravena. Estimasi GFR

(eGFR) dapat dihitung dari tes darah rutin pasien. Pasien CKD

dibagi menjadi lima tahap penyakit ginjal kronis berdasarkan

GFRnya.

2) Tes Darah

a) Kreatinin dan urea (BUN) dalam darah

Urea darah dan kreatinin serum nitrogen adalah tes darah yang

paling umum digunakan untuk screening dan untuk memantau

penyakit ginjal. Kreatinin adalah produk dari kerusakan otot yang

normal. Sedangkan urea adalah produk limbah dari pemecahan

protein. Tingkat dari zat-zat ini biasanya akan meningkat dalam

darah jika pemecahan terlalu banyak atau fungsi ginjal yang

memburuk.

b) Perkiraan (estimasi) GFR ( eGFR )

Laboratoris atau dokter mungkin akan menghitung estimasi GFR

dengan menggunakan informasi dari darah pasien. Hal ini penting

untuk menyadari estimasi GFR seseorang dan stadium penyakit

ginjal kronis yang dideritanya. Dari sini dokter biasanya akan

menggunakan staging penyakit ginjal yang diderita pasien untuk


merekomendasikan pengujian tambahan dan memberikan saran

tentang manajemen selanjutnya.

c) Kadar elektrolit dan keseimbangan asam-basa

Disfungsi ginjal menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit,

khususnya kalium, fosfor, dan kalsium. Kadar kalium yang tinggi

(hiperkalemia) butuh perhatian yang khusus. Karena keseimbangan

asam-basa darah biasanya akan terganggu juga.

Penurunan produksi bentuk aktif dari vitamin D dapat menyebabkan

rendahnya kadar kalsium dalam darah. Ketidakmampuan ginjal

mengekskresikan fosfor menyebabkan kadarnya di dalam darah

meningkat. Kadar hormon testis atau ovarium juga mungkin menjadi

abnormal.

d) Jumlah sel darah

Karena penyakit ginjal mengganggu produksi sel darah dan

memperpendek kelangsungan hidup sel darah merah, sel darah

merah dan hemoglobin mungkin kadarnya akan rendah (anemia).

Beberapa pasien juga mungkin memiliki kekurangan zat besi karena

kehilangan darah dalam sistem pencernaan mereka. Kekurangan

nutrisi lainnya juga dapat mengganggu produksi sel darah merah

(Kathuria, 2014).

3. Pemeriksaan Lain

a. Foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak.


b. Pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing tidak

bisa melewati filter glomerolus, di samping kekhawatiran terjadinya

pengaruh toksisk oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami

kerusakan.

c. Pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi.

d. Pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi

(Hogg, et al., 2003 dan KDOQI, 2014).

e. USG

Ultrasonografi sering digunakan dalam diagnosis penyakit ginjal. USG

merupakan jenis tes pencitraan yang non invasive. Secara umum, ginjal

akan mengalami penyusutan ukuran pada penyakit ginjal kronis, meskipun

pada beberapa penyakit dapat juga ditemukan ukuran yang normal atau

membesar seperti penyakit polikistik ginjal dewasa, nefropati diabetes, dan

amyloidosis. Selain itu, USG juga dapat digunakan untuk mendiagnosa

adanya obstruksi saluran kemih, batuginjal dan juga untuk menilai aliran

darah ke dalam ginjal.

f. Biopsi

Sampel jaringan ginjal, kadang-kadang diperlukan dalam kasus dimana

penyebab penyakit ginjal masih belum jelas (NKDEP, 2015).

2.1.7 Penatalaksanaan Keperawatan

1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara

progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,

memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan

dan elektrolit.

a. Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau

mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan

terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

b. Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk PGK harus adekuat dengan

tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,

memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.

c. Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya

jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.

d. Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari

LFG dan penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal

disease).

2. Terapi simtomatik

a. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium

(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat


diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera

diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

b. Anemia

Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis inisial

50 u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi

dosis pemberian menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg

dan tidak lebih dari tiga kali dalam seminggu.

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu

pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi

darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.

Sasaran hemoglobin adalah 11-12 gr/dL.

c. Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan utama yang

sering dijumpai pada PGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah

ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus

dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

d. Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

e. Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis

reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal

paratiroidektomi.

f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat enzim

pengkonversi angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme inhibitor/ ACE

inhibitor). Melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses

pemburukan antihipertensi dan antiproteinuria.

g. Kelainan sistem kardiovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal

yang penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik

disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Tindakan yang diberikan

tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita, termasuk

pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, hiperfosfatemia, dan terapi

terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan elektrolit.

3. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu

pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,

dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.

a. Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik

azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada

pasien yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi selektif.

Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,

ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang

tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan


Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.

Indikasi selektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,

anoreksia, muntah, dan astenia berat.

b. Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis

(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik

CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),

pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-

pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan

hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke,

pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan

pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi

non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk

melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.

c. Transplantasi ginjal

(Hogg, et al., 2003 dan KDOQI, 2014).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
1. Data Umum
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah,
tangggal MRS, tanggal pengkajian, no.RM, diagnose medis, alamat.
2. Keluhan Utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-
tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan,
obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak ada BAK, glisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan
gatal pada kulit.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat di anamnesa
meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiation, severity scala dan
time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, dan
pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk
mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hiperplasia, dan prostektomi. Kaji
adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system perkemihan yang berulang.
Penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-
obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian
dokumentasikan.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang
sama. Baaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya
riwayat infeksi sistem perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyait hereditas
dan penyakit menular pada keluarga.

6. Pemeriksaan Fisik (B1-B6)


a. B1 (Breathing)
Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasan
kusmaul. Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan
pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.

b. B1 (Blood)
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan
gejala yang kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi,
nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema
penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel. Pada sistem
hematologi sering didapatkan adanya anemia, Anemia sebagai akibat dari
penurunan produksi produksi eritroprotein, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI,
kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombosipenia.

c. B3 (Brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, retless leg syndrome, kram
otot dan nyeri otot.

d. B4 (Bladder)
Penurunan urine output <400ml/hari sampai anuri, terjadi penurunan
libido berat.
c. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau
mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga
cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

c. B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, prutitus,
demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
defosit fosfat kalsium, pada kulit, jaringan lunak dan sendi keterbatasan gerak
sendi, Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan yang muncul

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat

3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin

4. Hipervolemia berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan fungsi ginjal

5. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia dan penurunan turgor

kulit
2.2.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Observasi :


berhubungan dengan hambatan keperawatan diharapkan 1. Monitor pola nafas
R/ Mengetahui pertukaran
upaya nafas pola nafas membaik dengan (Frekuensi, kedalaman,
gas yang adekuat
KH : usaha nafas
2. Monitor saturasi oksigen R/ mengetahui pertukaran
1. Dispnea menurun
Mandiri : gas yang adekuat
2. Frekuensi nafas
3. Posisikan semi-fowler
membaik R/ menghindari penekanan
atau fowler
3. Penggunaan otot bantu pada jalan nafas untuk
4. Berikan oksigen, jika
nafas sedang eminimalkan penyempitan
perlu
jalan nafas.
Edukasi :
5. Ajarkan mengubah R/ memaksimalkan bernafas
posisi secara mandiri, dan menurunkan kerja nafas
semifowler atau fowler
R/ meninggikan kepala
Kolaborasi :
tempat tidur mempermudah
6. Kolaborasi pemberian fungsi pernafasan dengan
bronkodilator, menggunakan gravitasi,
ekspektoran, mukolitik, sokongan tangan, bantal, dll.
jika perlu Dan membantu menurunkan
kelemahan otot dan dapat
sebagai alat ekspansi dada.

2. Hipervolemia berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi : R/mengetahui tanda dan


dengan penurunan haluaran keperawatan diharapkan 1. Periksa tanda dan gejala gejala pasien untuk
urin dan fungsi ginjal keseimbangan cairan hypervolemia (mis. menentukan tindakan
meningkat dengan KH: Ortopnea, dyspnea, selanjutnya
edema, JVP/CVP
1. Haluaran urin cukup R/ mengetahui status
meningkat, reflex
meningkat hemodinamik pasien untuk
hepatojugular positif,
2. Edema menurun menentukan tindakan
suara nafas tambahan
3. Tekanan darah membaik selanjutnya
2. Monitor status
4. Turgor kulit membaik
5. Denyut nadi radial hemodinamik (mis. R/ mengetahui status cairan
membaik Frekuensi jantung, yang ada pada keadaan
6. Berat badan sedang tekanan darah, MAP, pasien
CVP, PAP, POMP, CO,
R/ mengetahui rentang
CI
penambahan maupun
3. Monitor intake dan
menurunan BB pasien
output cairan
Mandiri : R/ untuk menentukan
4. Timbang berat badan tindakan pasien selanjutnya
setiap hari pada waktu
yang sama
R/ mengetahui status caian
5. Siapkan peralatan
yang ada pada keadaan
hemodialysis (mis.
pasien
Bahan habis pakai, blood
R/ mencegah terjadinya
line hemodialysis)
pembekuan darah
Edukasi :
6. Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi :

7. Kolaborasi pemberian
heparin pada blood line,
sesuai indikasi
3. Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan Observasi : R/ mengetahui lebih pasti
berhubungan dengan beban keperawatan diharapkan 1. Identifikasi tanda dan penyebab primer penurunan
jantung yang meningkat. curah jantung meningkat gejala primer penurunan curah jantung
dengan KH : curah jatung (meliputi
R/ mengetahui lebih pasti
dipsnea, kelelahan,
1. Nilai laborat penyebab sekunder
edema,
menurun penurunan curah jantung
ortopnea,paroximal
2. TD dalam rentang
nocturnal dipsnea, R/ mengetahui jumlah intake
normal
peningkatan cvp) dan output untuk menghitung
3. Nyeri dada
2. Identifikasi tanda dan balance
berkurang
gejala sekunder
4. Intake output normal R/ mengetahui keparahan
penurunan curah jantung
nyeri dan menyiapkan untuk
meliputi (peningkatan
tindakan keperawatan yang
BB, hepatomegali,
cocok untuk managemen
distensi vena jugularis, nyeri tersebut
palpitasi, ronkhi basah,
R/ memudahkan pasien
oliguria, batuk, kulit
untuk bernapas,
pucat).
meningkatkan ekspansi paru.
3. Monitor intake dan
output cairan R/ diit membantu pasien
4. Monitor keluhan nyeri memperburuk keadaan
dada (misalkan
R/ memberikan pengetahuan
intensitas, lokasi, radiasi,
baru untuk pasien dan
durasi, presipitasi yang
keluarga, memandirikan
mengurangi nyeri)
pasien dan keluarga
Terapeutik :
5. Posisikan pasien semi R/ membantu meningkatkan
fowler atau fowler kerja otot
dengan kaki ke bawah
R/ mengurangi buruknya
atau posisi nyaman
keadaan.
6. Berikan diit jantung
Edukasi :
7. Anjurkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output.
8. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi.
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
antiaritmia.
BAB 3

TINJAUAN KASUS

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA PENDEKATAN
REVIEW OF SISTEM (Adaptasi Henderson & Roy)

Tgl Pengkajian : 28 Oktober 2019 Jam : 20.30


Tgl MRS : 27 Oktober 2019 No Rekam Medik : 0028XX
Ruang : A2 Diagnosa Medis : CKD

Nama : Ny. R Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga


Umur : 49 tahun Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SLTA Status perkawinan : Kawin

3.1 Pengkajian
Riwayat Sakit dan Kesehatan
Keluhan Utama Pasien mengeluh sesak napas
Riwayat Penyakit Keluarga mengatakan pasien sesak napas sejak kemarin, badan lemas
Sekarang tidak berdaya 2 hari ini, kemudian oleh keluarga dibawa ke RSAL
DR. Ramelan Surabaya masuk ke IGD pada tanggal 27 Oktober 2019
pada pukul 00.22:52 WIB. Waktu di IGD pasien mendapatkan
observasi yaitu TTV, EKG, Pengecekan DL, KK, SE, RFT, GDA dan
Photo thoraks, terpasang infus dengan cairan natrium sodium (NS)
dan tepasang oksigen nasal canule 3 lpm, dan terapi novorapid 3x8
unit SC, Episan 3X1, neurodex 1x1, asam folat 1x1, candesartan 8 mg
(1-0-0), amlodipine 10 mg (0-0-1). Dengan hasil observasi TTV :
 Suhu = 36,5℃
 Nadi = 92x/menit
 RR = 28x/menit
 SPO2= 97%
 TD = 144/76 mmHg
 GCS = Eye : 4 Verbal : 5 Motoric : 6 Total = 15
 EWS = 0
 GDA = 493 mg/dl
Pada tanggal 27 Oktober 2019 Pukul 07.04 WIB pasien digeser ke
ruang A2 dengan hasil Observasi TTV :
 Nadi = 85 x/menit
 RR = 24 x/menit
 SPO2 = 99%
 TD =140/81 mmHg
 GCS = Eye : 4 Verbal : 5 Motoric : 6 Total = 15
 EWS = 0
Riwayat Penyakit Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit Diabetes Mellitus
Dahulu (DM), dan Hipertensi
Riwayat Penyakit Pasien mengatakan keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit yang
Keluarga sama dengan pasien seperti DM (-), dan Hipertensi (-)
Riwayat Alergi Pasien mengatakan tidak ada alergi obat (-), makanan (-), dan
minuman (-)
Keadaan Umum : Kesadaran :
- Lemah - Composmentis
- Kooperatif
- Pasien terlihat sesak
Tanda Vital TD : 130/70 mmHg
N : 88 x/menit
S : 37,2℃ Axilla
RR : 26 x/menit

Genogram
B1 : Breath/Pernafasan
Pola napas
Irama napas : Teratur Alat bantu napas : O2 nasal canule 3 lpm
Sesak napas : Ya RR : 26 x/menit
Otot bantu napas : Ya Nyeri tekan : Tidak ada nyeri tekan
Bentuk dada : Simetris Sianosis : Tidak ada sianosis
Suara Napas : Vesikuler CTR : 60,7 % ( >50%)
Batuk : Tidak ada batuk (Kardiomegali)
Sputum : Tidak ada sputum
Suara Napas Tambahan: Tidak ada
Pernapasan cuping hidung : Ya
Masalah Keperawatan : Pola nafas tidak efektif (D.0005, SDKI 2017)

B2 : Blood/Sirkulasi
Irama Jantung : Reguler Akral : Hangat, Kering, Merah
Bunyi jantung : S1/S2 Tunggal Tekanan darah: 130/70 mmHg
Ictus Cordis : Tidak terlihat Edema : Terdapat Edema
CRT : < 3 Detik Sianosis : Tidak ada sianosis
CVP : Tidak ada
Perdarahan : Tidak ada Perdarahan
(Terpasang Double lumen di inguinal D)

Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

B3 : Brain/Persarafan
GCS : Eye : 4 , Verbal : 5 , Motorik : 6 Total : 15
Kesadaran : Composmentis
Pupil : Isokor
Nervus I Olfactorius : Pasien mampu mencium bau parfum
Nervus II Opticus : Pasien mampu melihat dengan jelas
Nervus III Oculomotorius : Pasien mampu melihat ke segala arah
Nervus IV Trochlearis : pasien mampu menggerakkan bola mata kearah atas
dan bawah
Nervus V Trigeminus : Pasien mampu merasakan rangsangan
Nervus VI Abducens : Pasien mampu menggerakkan bola mata kearah
lateral
Nervus VII Facialis : Pasien mampu tersenyum dan mengerutkan dahi
Nervus VIII Vestibulocochlearis: Pasien mampu mendengarkan bising
Nervus IX Glossopharyngeus : Pasien mampu mengecap
Nervus X Vagus : Pasien mampu menelan
Nervus XI Accessorius : Otot bantu napas terlihat
Nervus XII Hypoglossus : Pasien mampu menjulurkan lidah

Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

B4 : Bladder/Perkemihan
Kebersihan : Bersih
Kateter : Tidak Terpasang Kateter
Nyeri tekan : Tidak ada nyeri tekan
Input : 2045 ml/24 jam
Output : 1145 ml/24 jam
Warna : Kuning pekat
Jenis minum : Teh manis dan air mineral
Oliguri : (+)
Masalah Keperawatan : Hipervolemia (D.0129-SDKI 2017)

B5 : Bowel/Pencernaan
Kebersihan mulut : Bersih
Gangguan makan : Tidak ada gangguan makan
Bentuk perut : Simetris
Pola makan : 2x sehari habis ½ porsi
Mukosa Bibir : kering
Rektum dan anus : Tidak ada Hemoroid
Nyeri abdomen : Tidak ada nyeri abdomen
Bising Usus : 12x/menit
Mual muntah : Tidak ada mual muntah
Kembung : tidak ada gangguan perut kembung
Hematemesis melena : Tidak ada
NGT : Tidak terpasang NGT
Diare : Tidak ada diare
BAB : Belum BAB selama MRS

Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

B6 : Bone/Muskuloskeletal
Wawancara : Pasien mengatakan sesak dan lemas bila berdiri
atau duduk dan hanya bisa berbaring
Kemampuan pergerakan sendi : Terbatas
Kelainan eksremitas atas : Tidak ada kelainan
Kelainan eksremitas bawah : Tidak ada kelainan
Fraktur : Tidak terdapat fraktur
Nyeri tekan : Tidak ada nyeri tekan
Kekuatan otot :
4444 4444

4444 4444

Masalah Keperawatan : Intoleransi Aktivitas (D.0056-SDKI 2017)

Sistem Integumen
Warna kulit : Sawo matang
Rambut, kulit kepala : Tampak tidak rapi, tidak ada kelainan, dan tidak rontok
Turgor kulit : kering
Keloid : Tidak ada keloid
Pruritus : Tidak ada pruritus
Luka dekubitus : Tidak ada luka dekubitus
Akral : Hangat, Kering, Merah
Reflek sensori : Terdapat reflek

Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

Pola Istirahat Tidur


Istirahat tidur
SMRS : MRS :
Tidur malam : 22.00-05.00 WIB Tidur malam : 21.00-05.00 WIB
Tidur siang : 13.00-16.00 WIB Tidur siang : 13.00-15.00 WIB

Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

Sistem Penginderaan
Sistem Penglihatan Sistem Pendengaran
Mata : Simetris Telinga : Simetris
Reflek cahaya : (+) Kebersihan : Bersih
Sklera : Anikterik Kelainan : Tidak ada kelainan
Pupil : Isokor Alat bantu : Tidak ada alat bantu
Konjungtiva : Anemis

Sistem Penciuman
Hidung : Simetris
Polip : Tidak ada polip
Septum : Tepat di tengah
Gangguan : Tidak ada gangguan

Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

Sistem Endokrin
Keadaan tiroid : Tidak ada pembesaran tiroid
Terkait Diabetes Mellitus : Pasien mempunyai diabetes mellitus tipe 2 ± 15 tahun
GDA = 493 mg/dl
Terkait pertumbuhan : Tidak ada gangguan pada hormon pertumbuhan
Terkait hormon reproduksi : Tidak ada gangguan pada hormon reproduksi
Terkait hormon adrenal : Tidak ada gangguan pada hormon adrenal

Masalah Keperawatan : Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


(D.0027-SDKI 2017)

Wawancara
Sistem : Keluarga pasien mengatakan tidak ada masalah pada sistem
Reproduksi/genetalia
reproduksi dan area genitalia
Payudara : Tidak ada lesi, tidak ada edema, dan tidak ada benjolan pada
payudara
Inspeksi : Genetalia bersih, tidak ada lesi, dan tidak ada edema
Siklus haid : Siklus haid teratur

Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan


Personal Hygiene
SMRS MRS
Mandi : Mandiri 2x/hari Mandi : dibantu 1x/hari (diseka)
Keramas : Mandiri 2x/minggu Keramas : Tidak pernah
Ganti pakaian : Mandiri 2x/hari Ganti pakaian : dibantu 1x/hari
Sikat gigi : Mandiri 2x/hari Sikat gigi : dibantu 1x/hari
Memotong kuku : Mandiri 1x/minggu Memotong kuku : Tidak pernah

Masalah Keperawatan : Defisit perawatan diri : Personal Hygiene


(D.0109-SDKI 2017)

Psikososiocultural
Dukungan keluarga : Aktif (keluarga selalu memberikan dukungan kepada pasien)
Konsep diri
Ideal diri: Pasien berharap agar lekas sembuh dan cepat pulang
Gambaran diri: Pasien percaya diri dengan keadaan yang dialaminya saat ini
Peran diri: Pasien adalah seorang ibu dari 3 anaknya, dan istri dari
suaminya
Harga diri: Pasien merasa bangga pada dirinya sendiri
Identitas diri: Pasien adalah seorang perempuan yang berusia 49 tahun, dan
pasien adalah seorang ibu rumah tangga
Orang yang paling Suami
dekat:
Bahasa sehari-hari: Jawa dan Indonesia
Hubungan dengan pasien dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya
lingkungan sekitar:
Keyakinan dan nilai: Pasien mengatakan sakit ini adalah ujian dari
Allah dan karena semua penyakit pasti ada obatnya jika mau
bersabar
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

Data Penunjang/Hasil Pemeriksaan Diagnostik


(Darah Lengkap/Kimia Klinik/Blood Gas Analisa/Radiologis)
Hasil Lab (27-10-2019):
Hematologi
Bas#: 0,01 103/uL (0.0-0.1)
Bas%: 0.1% (0.0-1.0)
Eos#: 0.03 103/uL (0.02-0.5)
Eos%: 0.3% (0.5-5.0)
HCT: 28.1% (37.0-54.0)
HGB: 9.1 g/dL ()
Lym#: 0.53 103/uL (0.8-4.0)
Lym%: 5.4% (20.0-40.0)
MCH: 29.9 pg (27.0-34.0)
MCHC: 32.3 g/dL (32.0-36.0)
MCV: 92.5 fL (80.0-100.0)
Mon#: 0.49 103/uL (0.12-1.2)
Mon%: 4.9% (3.0-12.0)
MPV: 9.3 fL (6.5-12.0)
Neu#: 8.83 103/uL (2.0-7.0)
Neu%: 89.3% (50.0-70.0)
PCT: 0.149% (0.108-0.282)

PLT 167000/mm3 (150-400 ribu/ mm3)


Chlorida: 110.1 mmol/L (95.0-105.0)
Gula Darah Acak: 493 mg/dL (<200)
Kratinin: 5.7 mg/dL (0.5-1.5)
BUN: 50 mg/dL (10-24)
Asam Urat: 8 mg/dL (3.4-7)
Trigliserida: 382 mg/dL (50-200)
Cholestrol: 130 mg/dL (150-250)
Hasil Foto Thoraks (Tgl 27/10/19)

CTR = x 100%

= x 100%
= 0.60 x 100%
= 60,7% (Kardiomegali) (>50%)

Hasil Pemeriksaan EKG (Tgl 27/10/19)

Keterangan:

Hasil Pemeriksaan USG (Tgl 27/10/19)


Keterangan:
USG Upper abdomen dan Lower:
1. Hepar: besar normal; sudut tajam, tepi rata, intensitas echo level parenkhym normal
homogen; diameter sistim vascular normal; fibrotic peri portal (-), nodul (-).
2. Gall bladder: besar normal; batu (-); dinding tak menebal; CBD normal.
3. Lien, pancreas: besar normal, nodul (-).
4. Ginjal kanan: besar normal, batu (-), ectasis (-), echo cortex meningkat, batas echo
cortex dan medulla normal.
5. Ginjal kiri: besar normal, batu (-), ectasis (-), echo cortex meningkat, batas echo cortex
dan medulla normal.
6. Buli: ukuran normal, dinding tidak menebal, batu (-).
7. Uterus: ukuran normal, parenkim homogen.
8. Adnexa kanan kiri: tak tampak massa/kista.
Kesan:
1. Parechymal kidney disease bilateral.
2. Hepar/GB/Lien/ Pancreas/Buli/Uterus/Adnexa kanan kiri tak tampak kelainan.

Terapi Medis

Tgl Terapi Obat Dosis Indikasi Kontraindikasi Efek Samping


27- Infus Nacl 500 Menggantikan cairan Hipersensitif Detak jantung
10- 0,9% ml (14 tubuh yang hilang, cepat, bengkak
2019 tpm) mengoreksi pada mata,
ketidakseimbangan muka, bibir,
elektrolit, dan tangan, atau
menjaga tubuh agar kaki, dada
tetap terhidrasi sesak, napas
dengan baik. pendek atau
sesak napas.
Infus kidmin 200 Pelengkap asam Pasien yang Mual, muntah,
ml (7 amino pada pasien mengalami sesak napas,
tpm) dengan gagal ginjal koma peningkatan
akut atau kronik hepatikum, ureum, nitrogen
selama terjadi riwayat darah, atau
hypoproteinemia, abnormalitas kreatinin,
malnutrisi. metabolism kedinginan,
asam amino, demam, sakit
gangguan ginjal kepala.
berat.
Novorapid 3 x 8 Insulin aspart atau Penyakit ginjal Tubuh lemas,
ui (sc) insulin buatan atau liver, pandangan mata
manusia yang hipokalemia, buram, berat
membantu dan badan
memindahkan gula hipoglikemia. meningkat,
dalam darah menuju pembengkakan.
jaringan lainnya
sebagai sumber
energi.
Episan 3 x 1 Mengatasi tukak Hipofosfatemia, Mual, muntah,
(5ml) pada usus jari reaksi alergi, tidak enak
100 (duodenum). disfungsi ginjal perut, susah
ml yang parah. tidur, sakit
(syr kepala.
p.o)
Neurodex 1x1 Mengatasi kram otot, Alergi salah satu Mual, muntah,
500 kesemutan, dan bahan aktif obat pusing, reaksi
mg gangguan saraf tepi ini, dan alergi seperti
p.o lainnya akibat gangguan fungsi gatal, ruam
kekurangan vitamin pembekuan merah dan
B. darah. bengkak di
kulit.
Asam Folat 1x1 Mengatasi berbagai Anemia Demam tinggi,
1 mg kondisi yang pernisiosa akibat kulit memerah,
p.o disebabkan karena dari kurangnya ruam kulit, dada
kurangnya asupan kadar vitamin sesak, gatal-
folat, seperti masalah B12 dalam gatal pada kulit,
hati, dialysis ginjal, tubuh. kesulitan
dan peradangan pada bernapas.
dinding saluran
pencernaan.
Candesartan 1-0-0 Menurunkan tekanan Hamil dan Pusing, bengkak
8 mg darah tinggi. menyusui, pada kedua
gangguan hepar tungkai, lemas,
berat atau sakit maag,
kolestasis. diare, mual.
Amplodipin 0-0-1 Mengurangi Hipersensitivitas Sakit kepala,
10 mg kemampuan edema,
kontraksi pada kelelahan yang
jantung dan menyeluruh,
meningkatkan aliran mual dan rasa
darah ke jantung panas dan
karena terjadi pusing.
vasodilatasi kapiler,

Surabaya,.......................................

.....................................................
NIM

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

.................................................. ........................................................
NIP. NIP .
ANALISA DATA

Data/Faktor Resiko Etiologi Masalah


DS :
- Keluarga megatakan pasien sesak napas
sejak kemarin
DO :
- Pasien terpasang nasal canule 3 lpm
- Adanya penggunaan otot bantu napas
( Sternokleidomastoid)
- Adanya pernapasan cuping hidung
Pola nafas tidak
- RR : 28 x/menit Sindrom
Hipoventilasi efektif (D.0005-
- SPO2 : 97 %
SDKI 2017)
- CTR :
A+B
x 100%
C
3 + 14 x 100%
28
0,607 x 100 %
60,7 (>50%) = Kardiomegali

DS : Gangguan MekanismeHipervolemia
- Px mengatakan hanya BAK ± 110 ml/24 Regulasi (D.0129-SDKI 2017)
jam
- Px mengatakan 3 hari belakangan lebih
sering minum karena cuaca panas ± 600
ml
DO :
- BUN : 50 mg/dl
- Kreatinin : 5,7 mg/dl
- Na : 132,5 mmol/L
- K : 4,42 mmol/L
- Cl : 110,1 mmol/L
- Albumin : 3,27 mg/dl
- HB : 9,7 g/dl
- Hct : 28,1 %
- Oliguri : (+)
- Pitting edema pada eksremitas bawah dan
pipi
- Input cairan
Infus : 500cc + 500cc + 100cc = 1100cc
Injeksi : 8 + 8 + 8 + 5 + 5 + 5 = 39 ml
Minum : 600 ml
Air Metabolisme: 5cc/kgBB/hari
: 5 x 63
: 315/hari
Total Input: 1100 + 39 + 600 + 315
: 2045 ml/hari
- Output Cairan
IWL : (15 x BB) / 24 jam
(15 x 63) /24 jam
39,37/24 jam
945 cc/24 jam
Urine: 200cc/24 jam
Feses: Belum BAB
Muntah: Tidak muntah
Perdarahan: Tidak ada perdarahan
Cairan NGT terbuka: Tidak ada
Total Output: 945 + 200
: 1145 ml/hari
- Balance cairan : Output – Input
: 1145 – 2045
: - 900 ml/hari
DS : Hiperglikemia Ketidakstabilan kadar
- Keluarga pasien mengatakan lemas tidak glukosa darah
berdaya sejak 2 hari ini (D.0027-SDKI
- Keluarga pasien mengatakan memiliki 2017)
riwayat penyakit Diabetes Mellitus tipe 2
± 15 tahun
- Keluarga pasien mengatakan sering haus
- Pasien mengatakan selalu meminum teh
1 gelas/ hari selama ± 20 tahun
DO :
- GDA : 493 mg/dl
- Pasien tampak lelah dan lesu
- Mulut pasien tampak kering
- Pasien tampak haus meningkat

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif b/d sindrom hipoventilasi (D.0005,SDKI-2017)
2. Hipervolemia b/d Gangguan Mekanisme Regulasi (D.0129-SDKI 2017)
3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d Hiperglikemia (D.0027-SDKI 2017)
3.3 Prioritas Masalah
PRIORITAS MASALAH

Tanggal Ttd
No. Masalah Keperawatan
Ditemukan Teratasi

1. Pola nafas tidak efektif b/d sindrom hipoventilasi (D.0005,SDKI- 28 Oktober 2019 Masalah belum teratasi √
2017)
2. Hipervolemia b/d Gangguan Mekanisme Regulasi (D.0129-SDKI 28 Oktober 2019 Masalah belum teratasi √
2017)
3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d Hiperglikemia (D.0027- 28 Oktober 2019 Masalah Belum Teratasi √
SDKI 2017)

3.4 Intervensi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Masalah Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Dispnea 1. Observasi pola napas 1. Mengetahui
efektif b/d sindrom intervensi menurun (frekuensi, kedalaman, dan perkembangan status
hipoventilasi keperawatan 2. Penggunaan usaha napas). kesehatan pasien dan
(D.0005,SDKI-2017) selama 3 x 24 jam, otot bantu mencegah komplikasi.
maka pola napas napas menurun. 2. Observasi bunyi napas 2. Memastikan tidak ada
membaik. 3. Pernapasan tambahan. hambatan untuk bernapas.
cuping hidung 3. Sputum dapat
menurun. 3. Observasi adanya sputum. menghambat jalan napas.
4. Frekuensi napas 4. Posisi semi-fowler atau
membaik. 4. Posisikan semi-fowler atau fowler mempermudah
fowler. paru-paru berekspansi.
5. Memudahkan
5. Lakukan fisioterapi dada. pengeluaran sputum.
6. Membantu pasien merasa
6. Berikan oksigen. nyaman.
7. Memudahkan
7. Ajarkan teknik batuk efektif. pengeluaran sputum
secara mandiri.
8. Terapi untuk melegakan
8. Kolaborasi dengan tim medis pernapasan.
dalam pemberian
bronkodilator
2 Hipervolemia b/d Setelah dilakukan 1. Asupan cairan 1. Observasi tanda dan gejala 1. Mengetahui
Gangguan Mekanisme intervensi menurun hypervolemia (mis. Ortopnea, perkembangan status
Regulasi (D.0129- keperawatan 2. Haluaran urin dyspnea, edema, suara napas kesehatan pasien dan
SDKI 2017) selama 3 x 24 jam, meningkat tambahan). mencegah komplikasi
maka 3. Kelembaban 2. Observasi status 2. Status hemodinamik
keseimbangan membran hemodinamik (mis. Frekuensi yang tidak normal
cairan meningkat. mukosa jantung, tekanan darah, MAP, mempengaruhi status
meningkat. CVP, PAP). kesehatan pasien.
4. Edema 3. Jumlah output kurang
menurun. 3. Monitor intake dan output dari jumlah intake
5. Tekanan darah cairan menunjukkan volume
membaik. cairan tertimbun dalam
6. Denyut nadi tubuh.
radial membaik 4. Peningkatan tanda
7. Turgor kulit 4. Monitor tanda hemokonsentrasi
membaik hemokonsentrasi (mis. Kadar indikasi dari kelebihan
natrium, BUN, hematocrit, volume cairan.
kreatinin). 5. Cairan dan garam akan
5. Batasi asupan cairan dan menumpuk dalam tubuh.
garam 6. Asupan dan haluaran
6. Ajarkan cara mengukur dan cairan akan
mencatat asupan dan haluaran memudahkan pantauan.
cairan 7. Pasien mampu
7. Ajarkan cara membatasi membatasi asupan secara
cairan mandiri.
8. Indikasi diuretik adalah
8. Kolaborasi dengan tim medis mengurangi
dalam pemberian diuretik penumpukan cairan
dalam tubuh.
3 Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan 1. Lelah/lesu 1. Observasi kadar glukosa 1. Kadar gula darah yang
glukosa darah b/d intervensi menurun darah. tidak stabil indikasi
Hiperglikemia keperawatan 2. Rasa haus metabolisme tubuh tidak
(D.0027-SDKI 2017) selama 3 x 24 jam, menurun seimbang.
maka kestabilan 3. Mulut kering 2. Observasi tanda dan gejala 2. Hiperglikemia
kadar glukosa menurun hiperglikemia (mis. Poliuria, menyebabkan efek
darah meningkat. 4. Jumlah urine polydipsia, polifagia, samping yang
membaik kelemahan, malaise, berbahaya.
5. Kadar glukosa pandangan kabur dan sakit
dalam darah kepala).
membaik 3. Anjurkan menghindari 3. Kadar gula darah tinggi
olahraga saat kadar glukosa menyebabkan
darah lebih dari 250 mg/dL. kelemahan dan malaise.
4. Anjurkan monitor kadar 4. Memudahkan
glukosa darah secara mandiri. pemantauan kadar gula
darah.
5. Ajarkan pengelolaan diabetes 5. Dukungan dan motivasi
(mis. Penggunaan insulin, dari diri pasien mampu
obat oral, monitor asupan menyeimbangkan kadar
cairan, penggantian gula darah.
karbohidrat)
6. Kolaborasi dengan tim medis 6. Insulin dapat
dalam pemberian insulin mnyeimbangkan kadar
gula darah.
3.5 Implementasi dan Evaluasi

IMPLEMENTASI & EVALUASI

Hari /Tgl No Dx
Hari/Tgl Evaluasi formatif SOAPIE
No Dx Implementasi Paraf Waktu
Waktu. / Catatan perkembangan
28/10/19 28/10/19 1 Diagnosa Keperawatan: Pola Nafas Tidak
08.00 - Memantau keluhan utama pasien 19.10 Efektif
3 - Memantau tanda dan gejala hiperglikemia S:
08.05 - Melakukan cek darah 2jpp (ambil darah - Pasien mengatakan sesak
vena) O:
18.15 3 - Observasi TTV - RR 14x/menit
- Injeksi novorapid 8 ui, sirup sukralfat 1cc Kedalaman ± 2 cm
11.30 - Menganjurkan untuk menghabiskan diit dari Otot nafas tambahan ( + )
1,2,3 RS Pernafasan cuping hidung ( + )
13.35 - dr. Herjun acc HD transfusi PRC 1 bag - Bunyi nafas tambahan ( - )
durante HD tanpa infus, pamol (k/p) bila - Sputum ( - )
13.37 3 demam > 37.5ºC - Terpasang O2 Nasal 3 lpm
- Memantau tanda dan gejala hipervolemik - SPO2 97%
13.39 - Rencana besok HD 4-5 jam UF 3000 A: Masalah belum teratasi.
Heparin standar, transfusi PRC 1 bag, masuk Lanjutkan intervensi
durante HD tanpa infus P: Lanjutkan intervensi no 1,2,3,7
13.40 2 - Memberikan paracetamol tablet 500 mg k/p
suhu > 37.5ºC
13.45 - Menganjurkan mengurangi aktivitas 28/10/19 2 Diagnosa Keperawatan : Hipervolemia
termasuk toileting yang berlebihan 19.20 S:-
- Memantau keluhan utama pasien (pasien O:
belum tidur) - Ortopnea ( - )
- Memantau pola nafas - Dyspneu ( + )
- Memposisikan pasien semifowler RR 14x/menit
13.50 - Membatasi cairan dan garam - BB awal 63 kg
- Observasi TTV BB saat ini 63.70 kg
- Memberikan terapi obat - Pitting edema pada kaki dan pipi derajat 1
13.54 3 (neurodex 1 tab, asam folat 1 tab, A: Masalah belum teratasi.
candesartan 8 mg 1 tab, nabic 1 tab dan Lanjutkan intervensi
injeksi novorapid 8 ui SC). P : Intervensi dilanjutkan No 1,2 dan 3
14.00 - Memberikan diit sesuai advis dokter
- Mengganti cairan infus PZ : Kidmin = 2 : 1
- Mengajarkan pengelolaan diabetes 28/10/19 3 Diagnosa Keperawatan : Ketidakstabilan kadar
14.20 1 19.30 glukosa darah
14.24 1 S:
14.30 1 - Pasien mengatakan suka merasa haus
16.30 1,2,3 O:
17.30 1,2,3 - Pasien tampak lesu
- Pandangan kabur ( - )
- Pusing ( - )
- GDA 468
- Mukosa bibir lembab
18.37 3 - Input infus PZ 600 cc
Input minum ± 1200 cc
Input makan ± ¼ porsi
19.00 1,2,3 Output urine ± 500 cc
Output BAB (-)
20.00 3 A: Masalah belum teratasi.
Lanjutkan intervensi
P : Intervensi dilanjutkan No 1, 2, 3

Hari/Tgl Hari /Tgl No Dx Evaluasi formatif SOAPIE


No Dx Implementasi Paraf Waktu
Waktu. / Catatan perkembangan
29/10/19 29/10/19 1 Diagnosa Keperawatan: Pola Nafas Tidak
07.30 1,2,3 - Memantau keluhan utama pasien 19.10 Efektif
3 - Memantau tanda dan gejala S:
07.40
hiperglikemia - Pasien mengatakan sesak
09.00 3 - Melakukan cek darah 2jpp (ambil darah O:
vena) - RR 15x/menit
1 - Mengobservasi pola napas (frekuensi, Kedalaman ± 2 cm
09.15
kedalaman, dan usaha napas). Otot nafas tambahan ( + )
09.20 - Mengobservasi bunyi napas tambahan. Pernafasan cuping hidung ( + )
1 - Mengobservasi adanya sputum. - Bunyi nafas tambahan ( - )
- Mengajarkan teknik batuk efektif - Sputum ( - )
09.30
1 - Mengobservasi TTV - Terpasang O2 Nasal 4 lpm
09.45 1 - Memberikan injeksi novorapid 8 ui/sc - SPO2 97%
12.00 1,2,3 - Memberi diit makan minum sesuai advis A: Masalah belum teratasi.
3 dokter habis ¾ porsi Lanjutkan intervensi
- Memberikan obat oral episan 1c dan P: Lanjutkan intervensi no 1,2,3,7
12.10 3 nabic tablet
12.15 - Memantau keluhan umum pasien 2
1,2 - Mengobservasi tanda dan gejala Diagnosa Keperawatan : Hipervolemia
29/10/19
hypervolemia (mis. Ortopnea, dyspnea, S:-
14.00 1,2,3 edema, suara napas tambahan). 19.15 O:
14.15 2 - Mengobservasi status hemodinamik (mis. - Ortopnea ( - )
15.00 Frekuensi jantung, tekanan darah, MAP, - Dyspneu ( + )
CVP, PAP). RR 15x/menit
16.10 - Memonitor intake dan output cairan - BB awal 63 kg
17.00 2 - Mengobservasi TTV BB saat ini 63.70 kg
18.00 - Memberikan injeksi novorapid 8 ui/sc - Pitting edema pada kaki dan pipi derajat 1
- Memberikan obat oral episan 1c dan A: Masalah belum teratasi.
2 nabic tablet Lanjutkan intervensi
19.10 1,2,3 - Mengobservasi kadar glukosa darah. P : Intervensi dilanjutkan No 1,2 dan 3
3 - Mengobservasi tanda dan gejala 29/10/19
19.30 hiperglikemia (mis. Poliuria, polydipsia, 19.35 3
1,2 Diagnosa Keperawatan : Ketidakstabilan kadar
polifagia, kelemahan, malaise,
3 pandangan kabur dan sakit kepala). glukosa darah
- Menganjurkan menghindari olahraga saat S:
kadar glukosa darah lebih dari 250 - Pasien mengatakan suka merasa haus
3 O:
20.00 mg/dL.
- Pasien tampak lesu
- Px datang dari HD keadaan umum - Pandangan kabur ( - )
lemah TD: 130/70 S:38,8 N: 98N RR: 22 - Pusing ( - )
22.00 SPO2: 98% Terpasang O2 4 lpm ews 3 - GDA 468
- Memberi extra pamol 1 tablet , - Mukosa bibir lembab
3 menganjurkan untuk kompres pada dahi, - Input infus PZ 600 cc
22.40
ketiak Input minum ± 1200 cc
- Mengecek BUN CREAT post HD Input makan ± 3/4 porsi
22.55 1,2,3 - Monitor keluhan umum pasien Output urine ± 500 cc
23.43 - Mengobservasi TTV Output BAB (-)
- Mengambil darah untuk cek DL A: Masalah belum teratasi.
05.00 1,2,3 - Memberi injeksi novorapid 8 ui, Lanjutkan intervensi
06.00 neurodex 1 tablet, asam folat 1 tablet, P : Intervensi dilanjutkan No 1, 2, 3
06.30 1,2,3 candesartan 1 tablet, nabic 1 tablet
3 - Menganjurkan pasien untuk
menghabiskan diit RS
07.00 1,2,3
Hari/Tgl Hari /Tgl No Dx Evaluasi formatif SOAPIE
No Dx Implementasi Paraf Waktu
Waktu. / Catatan perkembangan
30/10/19 30/10/19 1 Diagnosa Keperawatan: Pola Nafas Tidak
05.00 3 - Melakukan cek kadar glukosa darah 14.30 Efektif
3 - Memantau tanda dan gejala hiperglikemia S:
05.02
- Memonitor keadaan umum pasien - Pasien mengatakan sedikit sesak
05.05 - Observasi TTV O:
05.10 1,2,3 - Injeksi novorapid 8ui, neurodex 1 tab/ po, - RR 15x/menit
1,2,3 asam folat 1 tab candesartan 1 tab, nabic 1 Kedalaman ± 0.5 cm
05.45
tab Otot nafas tambahan ( + )
- Menganjurkan pasien menghabiskan diit dari Pernafasan cuping hidung ( - )
05.46 3 RS - Bunyi nafas tambahan ( - )
- Memantau pola nafas, bunyi nafas - Sputum ( - )
07.30
1 tambahan, adanya sputum - Terpasang O2 Nasal 3 lpm
- Memantau tanda dan gejala hipervolemia - SPO2 98%
07.10 2 - Memantau intake dan output cairan A: Masalah teratasi sebagian.
09.00 - Rencana KRS Lanjutkan intervensi
2 P: Lanjutkan intervensi no 1,2,3,7

30/10/19 2 Diagnosa Keperawatan : Hipervolemia


14.45 S:-
O:
- Ortopnea ( - )
- Dyspneu ( + )
RR 15x/menit
- BB awal 63 kg
BB saat ini 63.45 kg
- Input infus PZ 600 cc
Input minum ± 1000 cc
Input makan ± 1 porsi
Output urine ± 600 cc
Output BAB 2x
- Pitting edema pada kaki derajat 1
A: Masalah belum teratasi.
Lanjutkan intervensi
P : Intervensi dilanjutkan No 1,2,3

3 Diagnosa Keperawatan : Ketidakstabilan kadar


30/10/19
glukosa darah
15.05
S:
- Pasien mengatakan sudah mampu mengatur
makan dan minumnya
O:
- Kondisi pasien tampak cukup baik
- Pandangan kabur ( - )
- Pusing ( - )
- GDA 186
- Mukosa bibir lembab
- Input minum ± 1000 cc
Input makan ± 1 porsi
A: Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang menyebabkan fungsi organ

ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak mampu melakukan fungsinya

dengan baik. Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan kadar BUN

dan kreatinin serta adanya oedema anasarka atau perifer. Penanganan kasus gagal

ginjal kronik dibutuhkan ketepatan dalam memantau dan menghitung balance

cairan serta membatasi cairan dalam waktu 24 jam dan juga terapi hmodialisa.

4.2 Saran

Secara umum diharapkan mahasiswa keperawatan maupun perawat ruangan

mengetahui konsep gagal ginjal kronik dan mengetahui teori asuhan keperawatan

gagal ginjal kronik dan bisa menjalankan asuhan keperawatan pada pasien gagal

ginjal kronik yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi

keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi. Sehingga mahasiswa

perawat maupun perawat ruangan memperhatikan pasien gagal ginjal kronik dan

mengatasi masalah tersebut dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

Ali R Belian Alfians, D. (2017). Perbandingan Kualitas Hidup Pasien Gagal


Ginjal Kronik Dengan Comorbid Faktor Diabetes Melitus Dan Hipertensi
Di Ruangan Hemodialisa Rsup. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. E-Jurnal
Keperawatan (E-Kp), 5, 2.

Arif, M. (2007). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius.

Ariyanto. (2018). Beberapa Faktor Risiko Kejadian Penyakit Ginjal Kronik


(PGK) Stadium V pada Kelompok Usia Kurang dari 50 Tahun. Jurnal
Epidemiologin Kesehatan Komunitas, 3(1), 1–6.

B, H. (2017). Hubungan Lama Menjalani Hemodialisis Dengan Inter-Dyalitic


Weight Gain (IDWG) Pada Pasien Hemodialisis. Jkp, 5(3).

C.E, L., & J.B, W. (2010). Anemia in Renal Disease: Diagnosis and
Management, Blood Reviews, 24, 39–47.

F, S. (2014). Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Ginjal Kronik Dalam Konteks


Kesehatan Masyarakat Perkotaan. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.

Nanda. (2012). Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014. Jakarta: EGC.

RI, D. K. (2008). Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Litbangkes departemen


kesehatan RI.

S, A. (2018). Gambaran Klinis Penderita Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani


Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal FK Unand.

S, K. (2018). Pengaruh Hemodialisis Terhadap Kinetik Segmen Ventrikel Kiri


Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V. NurseLine Journal, 3(1).

Setiati, D. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 (IV). Jakarta: FKUI.

Smeltzer, & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner &.
Suddarth (VIII). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai