Anda di halaman 1dari 26

BAB I

KONSEP DASAR MEDIK

A. PENGERTIAN

Luka (vulnus) adalah sebuah injuri pada jaringan yang

mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan

adanya kerusakan pada kuntinuitas atau kesatuan jaringan tubuh yang

biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan (InETNA, 2007) .

Sedangkan menurut Mansjoer (2008), luka adalah keadaan hilang atau

terputusnya kontinuitas jaringan. Menurut Hidayat (2014), luka yaitu suatu

keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh, yang dapat mengganggu

fungsi tubuh.

Menurut Potter & Perry (2006), luka adalah rusaknya struktur dan

fungsi anatomis kulit normal akibat proses patologis yang berasal dari

internal dan eksternal dan mengenai organ tertentu. Sedangkan menurut

Kozier (2006), luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran

dan tulang atau organ tubuh yang lain. Ketika luka timbul, beberapa efek

akan muncul seperti hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon

stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri,

dan kematian sel (Navy, 2009) . Sehingga dapat disimpulkan bahwa luka

adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh

trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan,

sengatan listrik atau gigitan hewan.

A. Klasifikasi Luka
1. Menurut Stevens, P.J.M (2009), luka dibedakan berdasarkan :

a. Berdasarkan penyebab :

a) Ekskoriasi atau luka lecet

b) Vulnus scisum atau luka sayat

c) Vulnus laseratum atau luka robek

d) Vulnus punctum atau luka tusuk

e) Vulnus morsum atau luka karena gigitan binatang

f) Vulnus combustio atau luka bakar

b. Berdasarkan ada/tidaknya kehilangan jaringan :

a) Ekskoriasi

b) Skin avulsion

c) Skin loss

c. Berdasarkan integritas kulit:

a) Luka tertutup, adalah luka dimana jaringan yang ada pada

permukaan tidak rusak. Contohnya: kesleo, terkilir, patah

tulang dan sebagainya

b) Luka terbuka, adalah luka dimana kulit atau jaringan selaput

lendir rusak. Contohnya: luka lecet, luka sayatan, Luka robek,

luka tusuk, luka potong, luka memar dan luka tembak

d. Berdasarkan lama waktu penyembuhannya:


a) Luka Akut

Luka akut adalah luka trauma yang biasanya segera mendapat

penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak

terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru,

mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang

diperkirakan. Contohnya adalah luka sayat, luka bakar, luka

tusuk.

b) Luka Kronik

Luka kronik adalah luka yang berlangsung lama atau sering

timbul kembali (rekuren) atau terjadi gangguan pada proses

penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multi

faktor dari penderita.Contohnya adalah ulkus tungkai, ulkus

vena, ulkus arteri (iskemi), penyakit vaskular perifer ulkus

dekubitus, neuropati perifer ulkus dekubitus.

e. Berdasarkan tingkat kontaminasi:

a) Luka Bersih (Clean Wounds)


Yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses

peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,

pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi.Kemungkinan

terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.

b) Luka Bersih Terkontaminasi (Clean Contaminated Wounds) :


Merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi,

pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,

kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya

infeksi luka adalah 3% – 11%.

c) Luka Terkontaminasi (Contaminated Wounds) :

Termasuk luka terbuka, luka akibat kecelakaan dan operasi

dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau

kontaminasi dari saluran cerna. Pada kategori ini juga termasuk

insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka

10% – 17%.

d) Luka Kotor atau Infeksi (Dirty or Infection Wounds) :

Yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.

B. Derajat Luka

Menurut Reksoprodjo, S., (2006) derajat luka dibagi 4 stadium, yaitu:

1. Stadium I: Luka Superficial (Non-Blanching Erithema) :

Yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit

2. Stadium II: Luka (Partial Thickness)

Yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas

dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis

seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal

3. Stadium III: Luka (Full Thickness)


Yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis

jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak

melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan

epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul

secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa

merusak jaringan sekitarnya

4. Stadium IV: Luka (Full Thickness)

Yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya

destruksi atau kerusakan yang luas

B. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Presipitasi dan presdiposisi

a. Faktor Presipitasi (pencetus )

Menurut Sutawijaya (2009), faktor presipitasi dari vulnus adalah:

1) Trauma fisik

a) Benda tajam

b) Benturan benda tumpul

c) Kecelakaan

d) Tembakan

e) Gigitan binatang

2) Trauma kimiawi
Trauma kimiawi ini biasanya terjadi karena tersiram oleh zat-

zat kimia.

3) Trauma termis

Trauma termis ini bisa jadi disebabkan beberapa hal

diantaranya:

a) Air panas

b) Uap air

c) Terbakar

4) Trauma elektris

Trauma elektris ini bisa disebabkan oleh listrik

b. Faktor predisposisi (pendukung)

Menurut Moya J. Morison (2006), faktor pendukung luka adalah

1) Kurangnya suplai darah dan pengaruh hipoksia

Luka dengan suplai darah yang buruk akan mengakibatkan luka itu

sulit sembuh. Jika faktor-faktor esensial penyembuhan, seperti

oksigen, asam amino, vitamin dan mineral, sangat lambat

mencapai luka karena lemahnya vaskulerisasi, maka penyembuhan

tersebut akan terhambat, meskipun pada pasien dengan nutrisi

yang baik.

2) Dehidrasi

Jika luka terbuka dibiarkan terkena udara, maka lapisan

permukaannya akan mengering. Waktu yang panjang membiarkan

luka itu mengering mengakibatkan lebih banyak jaringan yang


menghilang dan menimbulkan jaringan parut, yang akibatnya dapat

memperlambat proses penyembuhan.

3) Eksudat berlebihan

Eksotoksin dan sel-sel debris yang berada di dalam eksudat

dapat memperlambat penyembuhan dengan cara mengabadikan

respon inflamasi.

4) Turunnya temperatur

Aktivitas fagositik dan aktivitas mitosis secara khusus mudah

terpengaruh terhadap penurunan temperatur pada tempat luka.

2. Patofisiologi

Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan

benda asing merupakan perkembangan awal dari proses penyembuhan.

Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun

beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses

penyembuhan.

1). Tahap inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira – kira

hari ke 5. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan

perdarahan, tubuh akan berusaha menghentikannya dengan

vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan

reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar

dari pembuluh darah saling melekat dan bersama dengan jala fibrin
yang terbentuk akan bekukan darah yang keluar dari pembuluh darah

(Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2010).

2). Tahap poliferasi dan pembentukan jaringan

Fase poliferasi disebut juga fase fibroplasia karena menonjol dalah

proses poliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase

inflamasi sampai kira – kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal

dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan

mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin yang merupakan

bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka

(Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2010).

3). Tahap remodeling jaringan

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan

kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya

grafitasi dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk.

Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal

karena proses penyembuhan. Oedem dan sel radang diserap, sel muda

menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen

yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan

yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis,

dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan

maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, luka kulit mampu menahan

regangan kira-kira 80% dari kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai
kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan (Sjamsuhidajat, R & Wim de

Jong, 2010).

3. Manifestasi klinis

Data sebelumnya menunjukkan manifestasi klinis luka antara lain:

A. Gejala lokal

a. Nyeri terjadi karena kerusakan ujung–ujung saraf sensoris.

Intensitas atau derajat luka tergantung berat / luas kerusakan.

b. Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung pada lokasi, jenis

pembuluh darah yang rusak.

B. Gejala umum

Gejala umum / tanda umum pada perlukaan dapat terjadi penyulit atau

komplikasi seperti terjadinya syok, akibat nyeri atau perdarahan yang

hebat.

(Anonim, 2007)

4. Pemeriksaan diagnostik

Data sebelumnya menunjukkan pemeriksaan diagnostik luka meliputi:

1. Pemeriksaan serum: hal ini dilakukan karena ada pada pasien dengan

luka bakar mengalami hilang volume.

2. Pemeriksaan darah: missal pada pasien dengan luka gigitan dapat

dijumpai hipoprototrombinemia, trombositopenia, hipofibrinogemia, dan

anemia.

3. Pemeriksaan elektrolit: pada pasien dengan luka bakar mengalami

kehilangan volume cairan dan gangguan Na-K pup.


4. Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis

metabolisme dan kehilangan protein.

5. CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang ke dalam cairan,

penurunan HCT dan RBC, trombositopenia lokal, leukositosis, RBC

yang rusak.

6. Elektrolit terjadi penurunan kalsium dan serum, peningkatan alkali

phosphate.

7. Serum albumin: total protein menurun, hiponatremia.

8. Radiologi: untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalasi asap dan

menunjukkan faktor yang mendasari: pada pasien vulnus morsum

biasanya terdapat emboli paru/edema paru.

9. ECG: untuk mengetahui adanya aritmia.

(Anonim, 2007)

5. Komplikasi

Menurut Margareta (2012), ada beberapa komplikasi luka, yaitu:

1. Kerusakan arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,

CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin

pada ektremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,

perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

2. Kompartement sindrom

Kompartemen sindrom merupakan kondisi dimana tekanan dalam

kompartemen otot menjadi begitu tinggi sehingga suplai darah ke


daerah tersebut terganggu. Ini disebabkan oleh oedema dan perdarahan

yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah

3. Infeksi

4. Syok

Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi

5. Kontraktur

6. Hipertropi jaringan parut

6. Penatalaksaan medis

a. Pengertian Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan

dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang

terjadi saling berkesinambungan (InETNA, 2007). Faktor Yang

Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses

regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh

faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (InETNA, 2007).

Berikut adalah faktor yang bisa menghambat penyembuah luka:

1. Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh

dalam proses penyembuhan meliputi: usia, status nutrisi dan hidrasi,

oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit

penyerta (hipertensi, DM).


2. Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang

dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi:

pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma

jaringan (InETNA, 2007).

b. Tipe penyembuhan luka:

Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini

dikarakteristikan dengan jumlah jaringan yang hilang, yaitu:

1. Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu

penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi

luka biasanya dengan jahitan.

2. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu

luka yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini

dikarakteristikan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan

dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleksdan

lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.

3. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka terrier) yaitu luka

yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan

debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7

hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir

(Mansjoer, 2007).

c. Perawatan luka

Menurut Mansjoer (2008), dalam menejemen perawatan luka ada

beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik,


pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan,

pemberian antibiotik dan pengangkatan jahitan yang akan dijelaskan

sebagai berikut:

1. Evaluasi luka meliputi anamnesa dan pemeriksaan fisik (lokasi dan

eksplorasi)

2. Tindakan antiseptik, prinsipnya untuk membersihkan kulit. Untuk

melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan

atau larutan antiseptik seperti :

a. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2

menit)

b. Halogen dan senyawa

1) Yodium, merupakan antiseptic yang sangat kuat,

berspektrum luas dan dalam konsentrasi 2% membunuh

spora dalam 2-3 jam

2) Povidon yodium (Betadine, septadine, dan isodine)

merupakan kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone

yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam

air dan stabil karena tidak menguap.

3) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya

antiseptik borok.

4) Klohersidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan

senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid,

tidak
berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dan

mukosa, dan baunya tidak merusak hidunh.

c. Oksidansia

1) Kalium pemanganat, bersifat bakterisid dan fungisid agak

lemah berdasarkan sifat oksidator.

2) Perhidrol, berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari

dalam luka dan membunuh kuman anaerob.

d. Logam berat dan garamnya

1) Merkuri klorida, berkhasiat menghambat pertumbuhan

bakteri dan jamur.

2) Merkurokrom (obat merah) dalam larutan 5-10%. Sifatnya

bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan

cara merangsang tumbuhnya kerak

e. Asam borat, sebagai bakteriostatsik lemah (konsentrasi 3%)

3. Pembersihan luka

Tujuan dilakukan pembersihakn luka adalah meningkatkan,

memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka,

menghindari terjadi nya ninfeksi, membuang jaringan nekrosis dan

debris.

Beberapa langkah yang harus di perhatikan dalam

pembersihan luka yaitu:

a. Irigasi dengan sebanyak–banyaknya dengan tujuan untuk

membuang jaringan mati dan benda asing.


b. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati

c. Berikan antibiotik

d. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian

anastesi lokal.

e. Bila perlu lakukan penutupan luka.

4. Penjahitan luka

Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur

kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang

terkontaminasi berat dan atau tidak terbatas tegas sebaiknya

dibiarkan sembuh per sekunder atau per tertiam

5. Penutupan luka

Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka

sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.

6. Pembalutan

Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan,

infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam

proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang

mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan

hematom.

7. Pemberian antibiotik
Luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik sedangkan pada luka

kotor perlu di berikan antibiotik.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Willson.J (2007):

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan benda asing

menusuk permukaan kulit

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

cairan aktif

4. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif

5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

gangguan muskoloskeletal

D. Intervensi Keperawatan

Menurut Willson.J (2007), intervensi keperawatan yang mungkin

muncul antara lain:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,

nyeri dapat dikontol dengan kriteria hasil:

Pasien mampu mengenali nyeri (skala, intesitas, frekuensi dan tanda

nyeri)

Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri)

Pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan


manajemen nyeri

Pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tabel

1.1Intervensi nyeri akut

Intervensi Rasional
1. Kaji nyeri secara 1. Lokasi karakteristik durasi frekuensi
komprehensif yang meliputi kualitas, factor presitipasi dan skala
lokasi, karakteristik, duransi, nyeri adalah data dasar yang
frekuensi, kualitas, intensitas digunakan dalam merumuskan
atau beratnya nyeri dan factor intervensi yang tepat
pencetus 2. Teknik nafas dalam merupakan
2. Ajarkan penggunaan teknik teknik non farmakologi untuk
nonfarmakologi (seperti mengurangi tingkat nyeri
teknik nafas dalam) 3. Suhu ruangan, pencahayaan, dan
3. Kontrol lingkungan yang kebisingan merupakan kontrol
dapat mempengaruhi nyeri lingkungan yang dapat mengurangi
seperti suhu ruangan, nyeri
pencahayaan, dan kebisingan. 4. Istirahat dapat mengurangi nyeri
4. Tingkatkan istirahat
2. Resiko infeksi dengan faktor resiko invasif

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan kepeawatan selama 3x24 jam

diharapkan infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil:

Pada bekas jahitan tidak terdapat tanda- tanda infeksi ( kalor, dolor,

rubor, tumor )

Secara konsisten menunjukkan dapat mengidentifikasi faktor resiko

infeksi

Secara konsisten menunjukkan cara memonitor faktor resiko infeksi

individu

Tabel 1.2 Intervensi resiko infeksi

Intervensi Rasional
1. Observasi tanda-tanda vital 1. Mengetahui tanda- tanda vital dalam
batas normal
2. Observasi lokasi luka jahitan
ada tidaknya tanda infeksi 2. Mengetahui keadaan lokasi jahitan ada
atau tidaknya tanda dan gejala infeksi
3. Ajarkan pasien dan keluarga
pasien cara mngetahui tanda dan 3. Meningkatkan pengetahuan tentang
gejala infeksi tanda-tanda infeksi untuk mengetahui
jika ada tanda infeksi agar segera lapor
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan tidak terjadi kehilangan volume cairan yang berarti. Dengan

kriteria hasil:

Tidak ada tanda dehidrasi

Turgor kulit elastis, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang

berlebihan

Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan

BB Tanda-tanda vital dalam batas normal.

TD : 110 – 130 / 60 – 90

Nadi : 60 – 100 x/menit

RR : 16 – 24 x/menit

Tabel 1.3 Intervensi kekurangan volume cairan

Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda vital 1. Membantu menentukan adanya tanda
infeksi
2. Pertahankan intake dan output 2. Membantu dalam menganalisa
yang adekuat keseimbangan cairan dan derajad
kekurangan cairan
3. Monitor status nutrisi 3. Agar tidak terjadi tanda dan gejala
malnutrisi
4. Dorong masukan oral 4. Memperbaiki volume cairan yang hilang

5. Kolaborasikan pemberian 5. Membantu memenuhi kebutuhan cairan


cairan iv yang sesuai dengan yang hilang
kebutuhan pasien
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

gangguan muskoloskeletal

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…gangguan

mobilitas fisik dapat diminimalkan dengan kriteria hasil:

Menunjukkan mobilitas

Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri Tabel 1.4

Intervensi hambatan mobilitas fisik

Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan klien dalam 1. Menilai kemampuan mobilisasi
mobilisasi. mandiri klien.
2. Latih klien dalam pemenuhan 2. Membiasakan klien dalam
ADL secara mandiri. pemenuhan ADL secara
3. Bantu dan dampingi klien saat mandiri.
mobilisasi 3. Memenuhi kebutuhan
4. Ajarkanklien dan keluarga cara mobilisasi klien.
merubah posisi dan berikan 4. Memenuhi kenyamanan klien
bantuan jika diperlukan dalam ambulasi.
5. Kolaborasi dengan fisioterapi 5. Memenuhi kebutuhan ambulasi
tentang rencana ambulasi klien untuk pemulihan.
sesuai dengan kebutuhan
5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan benda

asing menusuk permukaan kulit

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,

diharapkan integritas kulit meningkat dengan kriteria hasil :

Lesi mulai pulih dan area bebas dari infeksi lanjut

Kulit bersih dan lembab

Mampu mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami Tabel 1.5

Intervensi kerusakan integritas jaringan

Intervensi Rasional
1. Kaji integritas kulit 1. Mengetahui perkembangan
kerusakan integritas kulit apakah
ke arah lebih baik atau tidak.
2. Rawat luka dengan teknik aseptik 2. Perawatan luka dengan teknik
aseptik dapat meminimalkan
terjadinya infeksi.
3. Pantau tanda dan gejala infeksi 3. Salah satu tanda Kalor, Dolor,
pada area luka. Rubor, Tumor pada kulit
merupakan indikasi adanya
infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Laporan Pendahuluan Vulnus.

<https://www.scribd.com/doc/134343602/Laporan-Pendahuluan-Vulnus.>

Diakses tanggal 29 Juni 2016

Drs. H. Syaifuddin, AMK. 2006. Anatomi Fisiologi untuk

Mahasiswa Keperawatan Ed 3. Penerbit Buku Kedokteran;

EGC: Jakarta.

Evelyn C. Pearce. 2008. Anatomi & Fisiologi Untuk Paramedis. Penerbit: PT.

Gramedia, Jakarta.

Doenges, Marlyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk

perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pada Pasien. Jakarta:

EGC

Filetoth, Zsolt.2006. Hospital acquired infection causes and control [internet].

London: Whurr publishers Ltd. Available from: net library <


https://books.google.co.id/books?id=Z2W1kKro-

JYC&pg=PA189&dq=definition+of+vulnus&hl=id&sa=X&ved=0ahUKE

wiuzO_2hezNAhXKo48KHccnCiUQ6AEIGTAA#v=snippet&q=wounds

&f=false> [accesed 27 June 2016]

Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA) & Tim Perawatan

Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais. 2007. Perawatan Luka. Makalah

Mandiri: Jakarta.
Kozier,et al. 2006. Fundammentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice.

California: Addison-Weasley.

Kusnanto. 2006. Pengantar profesi dan praktik keperawatan professional

[internet]. Jakarta : EGC. Available from: net Library <

https://books.google.co.id/books?id=UxuyL5MNqyYC&pg=PA146&dq=

keperawatan+luka&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjp0srN_uvNAhWDrI8K

HbRaBgoQ6AEIOjAG#v=onepage&q=keperawatan%20luka&f=false>

[diakses 29 juni 2016]

Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI.

Morrison, Moya J. 2006. Manajemen Luka. Jakarta: EGC.

Potter, P.A, Perry, A.G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jilid1.

Jakarta: EGC.

Program keperawatan USU. 2011. program keperawatan USU [internet].

Sumatera: program keperawatan USU. Tersedia dalam: <

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/53570/4/Cha pter

%20II.pdf> [diakses 29 Juni 2016].

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan

UMY. 2011. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Dan Ilmu Kesehatan UMY [internet]. Yogyakarta: S1 IKFK UMY.

Tersedia dalam: http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t20675.pdf [Diakses

28 Juni 2016].
Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada

Surakarta. 2015. Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Kusuma Husada Surakarta [internet]. Surakarta: Stikes

Kusuma Husada Surakarta. Tersedia dalam: <

http://stikeskusumahusada.ac.id/digilib/files/disk1/27/01-gdl-jokosupriy-

1334-1-ktijoko-4.pdf > [Diakses 27 Juni 2016]

R. Sjamsuhidajat, & Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. EGC:

Jakarta.

Sutawijaya, 2009, Gawat Darurat, Yogyakarta: Aulia Publising.

Willsom. J. M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. EGC:Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai