NON-KOMPLIKATA
Oleh :
WIM KHAIRU TAQWIM
NIM : G6A099187
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
iv
B. TUJUAN
Dokter umum mampu mendiagnosis dan memberikan penatalaksanaan yang
baik dan benar sehingga dapat menghindari komplikasi dan kecacatan akibat
pengelolaan fraktur yang salah.
v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada
lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma
tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang
klavikula atau radius distal patah. 3
Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang
patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah
tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai
luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.3
B. JENIS FRAKTUR
C. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Riwayat trauma
vi
Nyeri
Gangguan gerak / fungsiolesa
Gerak abnormal
2. Pemeriksaan Fisik
Tanda – tanda klinis pada fraktur tulang panjang :
Look
- Adanya pembengkakan dan tanda-tanda radang pada daerah trauma.
- Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi dan
pemendekan
- Fungsiolesa, misalnya pada fraktur cruris, penderita taidak dapat berjalan
- Melihat ukuran tulang panjang yang meliputi apparent length dan true
length
Feel
Apakah terdapat nyeri tekan dan nyeri sumbu
Move
- Krepitasi, yaitu suara gesekan bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan
sebaiknya tidak dilakukan karena akan menambah trauma.
- Nyeri bila digerakkan, baik gerak aktif maupun pasif.
- Ruang gerak sendi / Range of Movement (ROM) dan kekuatan gerak.
3. Pemeriksaan Penunjang
Walaupun dari pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis fraktur, namun
pemeriksaan X-Foto AP dan lateral sangat penting dalam menegakkan diagnosis
pasti disamping juga sebagai pedoman dalam menentukan tindakan selanjutnya.
CT-Scan dan MRI dapat juga diusulkan sebagai pemeriksaan penunjang pada
kasus dimana diperlukan gambaran jaringan lunak. 6
vii
D. KOMPLIKASI
viii
Non union atau ketidakstabilan
Gangguan gaya berjalan.
Prognosis pada umumnya baik bila dilakukan penatalaksaan dengan baik.
Edukasi pada pasien adalah menjelaskan cara berjalan yang benar agar tidak
menopang beban tubuh pada kaki yang sakit 6.
E. FRAKTUR TIBIA
Fraktur pada tibia merupakan fraktur tulang panjang terbanyak pada orang
dewasa, dengan kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab terbanyak ( lebih dari
50% ). Biasanya terjadi akibat benturan tungkai dengan denda keras dari arah depan
atau samping. Fraktur jenis ini 24 % merupakan fraktur terbuka.6
Manifestasi Klinis :
Tanda – tanda klinis pada fraktur tibia hampir sama dengan tanda-tanda fraktur pada
tulang panjang. Luka pada daerah cedera yang membengkak disertai rasa sakit,
kadang – kadang deformitas varus atau valgus pada lutut.1,6
Penatalaksanaan :
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan jalan nafas (airway), proses pernafasan (breathing), dan
sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila tidak ada masalah lagi
baru dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci, diikuti dengan
pemeriksaan radiologis untuk menegakkan diagnosis. Pemasangan bidai penting
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan lanjut pada jaringan
lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.4
Penatalaksanaan lanjut fraktur tibia dilakukan atas dasar pertimbangan-
pertimbangan tertentu diantaranya : 6,7
Karakteristik Trauma : Terbuka atau tertutup
Bentuk garis fraktur
Derajat kominutifitas
Stabilitas mekanik
Faktor Pasien : Trauma dan penyakit penyerta lain
Kebutuhan fungsi
ix
Faktor Lingkungan : Ketrampilan
Sarana penunjang, seperti peralatan dan anestesi
Secara garis besar penganganan lanjut fraktur dapat dilakukan dengan cara operatif
maupun non operatif.
1. Non Operatif
Untuk fraktur yang tidak mengalami dislokasi dapat ditanggulangi dengan
beberapa cara :
Perban elastik ( Cara Robert – Jones )
Pemasangan gips ( Long leg Plaster )
Traksi skeletal menurut cara Appley.
2. Operatif
Tindakan operatif seperti reposisi terbuka dengan fiksasi interna dapat dilakukan
pada keadaan sebagai berikut :
Mutlak :
Fraktur intra artikular
Fraktur terbuka
Hilangnya massa tulang yang luas
Cedera neurovaskular
Sindrom kompartemen
Floating knee
Relatif :
Fraktur segmental
Fraktur dengan pemendekan
Pasien dengan politrauma
.
x
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Tn A Y
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki- laki
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Kedawon RT 07/ RW 08 Larangan Brebes
Agama : Islam
No CM : 184201
Masuk RS : 4 Juni 2005
xi
Riwayat Penyakit Dahulu
* Riwayat bengkak di daerah yang patah dengan luka tidak sembuh-sembuh
disangkal.
* Riwayat sering patah tulang sejak kecil disangkal.
* Riwayat nyeri tulang disertai gangguan gerak disangkal.
* Riwayat benjolan di daerah yang patah disangkal.
xii
conjungtiva bleeding -/-, Reflex cahaya +/+
Telinga : discharge -/-
Hidung : nafas cuping hidung -/-
discharge -/-
Mulut : sianosis (-), bibir kering (–)
Leher : simetris, deviasi trakea (-)
pembesaran nnll (-)
nyeri tekan vertebra cervikalis (-)
hematom regio cervikalis (-)
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor I : ictus cordis tidak tampak
Pa : ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial LMCS
tidak melebar tidak kuat angkat.
Pe : batas atas : SIC II linea parasternalis kiri
kanan : linea parasternalis kanan
kiri : 2 cm medial linea midclavicularis kiri
Au : suara jantung I-II murni bising (-) gallop (-)
Pulmo I : simetris, statis, dinamis
Pa : stem fremitus ka = ki
Pe : sonor seluruh lapangan paru
Au : suara dasar vesikuler , suara tambahan (-)
Abdomen I : datar, venektasi (-)
A : bising usus (+) normal
Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Pa : supel, nyeri tekan (-) , hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : superior inferior
Oedem -/- +/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sensorik N/N N/N
xiii
Status lokalis :
Regio Cruris Dextra
I : Oedem (+), laserasi (-), angulasi (-)
Pa : Nyeri tekan (+), perabaan hangat (+), sensibilitas (+) N
Movement tungkai kanan : Gerak pasif terganggu sakit motorik 4
Gerak aktif terganggu sakit.
ROM tungkai kanan : gerak terbatas karena sakit.
Hasil laboratorium
Pemeriksaan darah rutin (4-06-2005)
Hb : 11,0 gr/dl
Ht : 33,3 %
Leukosit : 12.000/mm3
Eritrosit : 5,09 juta /mm3
Trombosit : 171.000/mm3
MCV : 77 femtoliter
MCH : 25,5 picogram
MCHC : 33,3 gr/dl
Pemeriksaan kimia darah
GDS : 183 mg/dl
Ureum : 36,7 mg/dl
Creatinin : 0,98 mg/dl
Cholesterol : 159,1 mg/dl
Bilirubin total : 0,6 mg/dl
Total Protein : 7,2 mg/dl
Albumin : 3,7 mg/dl
SGPT : 13 U/L
SGOT : 20 U/L
X-foto cruris dextra (4-06-2005)
Tampak diskontinuitas os tibia 1/3 distal fragmented displaced
Tampak diskontinuitas os fibula 1/3 proksimal displaced
xiv
D. RESUME
Seorang laki-laki umur 60 tahun datang dengan keluhan nyeri tungkai
kanan tanpa luka terbuka. Riwayat trauma adekuat pada tungkai kanan kurang lebih
satu jam sebelum masuk rumah sakit yaitu benturan tungkai penderita dengan
knalpot dan aspal saat mengalami kecelakaan sepeda motor. Gerakan tungkai kanan
terbatas karena nyeri.
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak didapatkan riwayat kelainan tulang herediter.
Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak didapatkan kelainan pada tulang sebelumnya
Status generalis
Keadaan Umum : tampak kesakitan, lemah, kesadaran kompos mentis
GCS = E4M6V5 (15)
Tanda Vital :T : 130/80 mmHg
N : 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20x/menit, reguler
t : 37 oC axiller
Kepala : mesosefal, dalam batas normal
Mata : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : superior inferior
Oedem -/- +/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sensorik N/N N/N
Status lokalis :
Regio Cruris Dextra
I : Oedem (+), laserasi (-), angulasi (-)
xv
Pa : Nyeri tekan (+), perabaan hangat (+), sensibilitas (+) N
Movement tungkai kanan : Gerak pasif terganggu sakit motorik 4
Gerak aktif terganggu sakit.
ROM tungkai kanan : gerak terbatas karena sakit.
Laboratorium : dalam batas normal
X-foto cruris dextra
Tampak diskontinuitas os tibia 1/3 distal fragmented displaced
Tampak diskontinuitas os fibula 1/3 proksimal displaced
E. DIAGNOSIS
1. Fraktur tibia 1/3 distal fragmented, displaced, tertutup, non komplikata
2. Fraktur fibula 1/3 proksimal, displaced, tertutup, non komplikata
F. INITIAL PLAN
Fraktur tibia 1/3 distal fragmented, displaced, tertutup, non komplikata
Ass: komplikasi fraktur
Dx : S :-
O : X foto cruris dextra post op, darah rutin (Hb, diff count,
LED I - II, leukosit).
Tx : Infus RL 20 tts/mnt
Injeksi ketoprofen 50 mg iv
Rencana reposisi terbuka dan fixasi interna, imobilisasi serta rehabilitasi
Mx : Keadaan umum, kesadaran, tanda vital, tanda-tanda komplikasi
fraktur, X- foto cruris dextra post operatif.
Ex : Menjelaskan kepada penderita dan keluarga bahwa penderita mengalami
patah tulang kaki dengan garis fraktur yang kurang baik sehingga harus
dilakukan operasi segera agar dapat berfungsi kembali serta
menjelaskan kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi dan usaha
penanganannya
xvi
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang laki-laki umur 60 tahun datang dengan keluhaan nyeri pada tungkai
kanan setelah kecelakaan lalu lintas. Dari ananmnesis didapatkan adanya riwayat trauma
yang adekuat pada tungkai kanan kurang lebih satu jam sebelum masuk rumah sakit
yaitu benturan tungkai penderita dengan knalpot dan aspal saat mengalami kecelakaan
sepeda motor. Dari pemeriksaan fisik didapatkan oedema pada regio cruris dekstra,
deformitas, perabaan hangat. Sedangkan dari hasil X-foto cruris dextra terdapat
gambaran fraktur tibia 1/3 distal dan fibula 1/3 proksimal. Dari hasi anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang maka dapat
ditegakkan diagnosis Fraktur tibia 1/3 distal fragmented, displaced, tertutup, non
komplikata dan fraktur fibula 1/3 proksimal, displaced, tertutup, non komplikata
Pada kasus ini, walaupun baik tulang tibia maupun tulang fibula mengalami
fraktur, hanya fraktur pada tibia yang dilakukan penatalaksanaan operatif. Hal ini
mengingat fungsi dari tulang fibula tidak menyangga berat tubuh, hanya sebagai
stabilisasi kaki. Sehingga hanya fraktur pada tulang tibia yang dilakukan
penatalaksanaan.
Pada pemeriksaan selanjutnya tidak ditemukan adanya komplikasi. Pada
pertimbangan selanjutnya karena alignment dan garis fraktur yang kurang baik dengan
adanya fragmen tulang yang terpisah maka dilakukan reposisi secara terbuka dan fixasi
interna menggunakan plate dan screw. Dengan tindakan operatif diharapkan terjadi
penyembuhan yang lebih cepat sehingga mobilisasi dapat dilakukan secara lebih dini.
Tindakan operatif ini juga mencegah terjadinya komplikasi lanjut seperti penyatuan
yang kurang baik (mal union) atau bahkan tidak terjadi penyatuan (non union).
Penggunaan obat-obatan untuk mencegah infeksi serta bersifat simtomatis
misalnya antibiotik, analgetik dan obat-obatan antiinflamasi non steroid juga perlu
diberikan pada pasien ini untuk memperoleh hasil yang optimal. Hal ini perlu
dipertimbangkan untuk menghindari komplikasi post operatif misalnya infeksi yang
akan memperlambat proses penyembuhan.
xvii
Untuk memperoleh hasil penyambungan tulang yang bagus, perlu dilakukan
adaptasi dan rehabilitasi pada daerah yang fraktur. Misalnya dengan melakukan latihan
yang bebannya disesuaikan dengan tingkatan peyembuhan fraktur itu sendiri.
xviii
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada prinsipnya penatalaksanaan fraktur tulang adalah hampir sama pada semua
jenis tulang yaitu, reposisi, imobilisasi dan fixasi baik itu dilakukan secara non operatif
maupun melalui operatif. Namun teknik yang diambil pada masing-masing fraktur
berbeda. Misalnya saja pada pengelolaan fraktur tibia ini, tiap pasien akan diperlakukan
berbeda tergantung dari ada tidaknya hubungan dengan dunia luar, letak garis fraktur,
dan garis frakturnya.
Pada pasien ini telah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta penunjang
berupa X-foto cruris dextra AP dan lateral, laboratorium darah lengkap dan kimia darah
untuk menegakkan diagnosis fraktur tibia et fibula. Pada pasien ini telah dilakukan
pengelolaan sesuai dengan referensi. Karena garis frakturnya dan alignment kurang baik
dan dengan terdapatnya fragmentasi tulang, maka dilakukan reposisi terbuka dan fixasi
internal dengan menggunakan plate dan screw.
B. Saran
Rumah Sakit
Ada sebagian masyarakat yang menolak dilakukan penanganan medis sesuai
dengan referensi yang ada, sehingga penyembuhan yang terjadi menjadi
kurang baik. Oleh karena itu diperlukan penjelasan singkat namun tepat
sasaran sehingga masyarakat bersedia menyetujui rencana pengelolaan yang
akan dilakukan.
Masyarakat
Diharapkan dapat lebih mengerti dan kooperatif dengan penatalaksanaan
yang akan dilakukan guna memperoleh penyembuhan yang baik dan
mengembalikan fungsi tulang yang fraktur seoptimal mungkin.
xix
DAFTAR PUSTAKA
xx
CATATAN KEMAJUAN
xxi
xxii