Anda di halaman 1dari 9

QBD 2 NOMOR 9 DAN 10

DASAR PENGGOLONGAN FRAKTUR DAN PEMERIKSAAN


PENUNJANG GUNA MENEGAKAN DIAGNOSIS
Disusun sebagai salah satu tugas modul dermatomuskuloskeletal

Oleh: NOVTA SILFIA PABALIK


201870024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PAPUA
SORONG
2020
1

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................... 1

KASUS............................................................................................................. 2

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 3

BAB 2 PEBAHASAN...................................................................................... 4

2.1 Penggolongan fraktur.......................................................................... 4-5

2.2 pemeriksaan penunjang guna menegakkan diagnosis ........................ 6

BAB 3 KESIMPULAN.................................................................................... 7

REFERENSI..................................................................................................... 8
2

KASUS
Panji, seorang karyawan (laki-laki) berusia 21 tahun mengalami kecelakaan lalu
lintas. Sepeda motor yang dikendarainya ditabrak sebuah truk dari arah belakang. Ia
terlempar ke arah depan dan tersungkur sehingga lutut kanannya membentur aspal. Ia
tampak kesakitan sekali dan tidak mampu menggerakkan tungkainya. Di rumah sakit
Panji segera diberi pertolongan, dipasang bidai pada tungkai kanannya. Pada
pemeriksaan fisik, ditemukan tungkai tidak dapat digerakkan, tampak perbedaan bentuk
tungkai, bengkak dan krepitasi. Selanjutnya, Panji dipersiapkan untuk beberapa
pemeriksaan radiologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya patah tulang pada
bagian distal femur. Dokter menyarankan Panji untuk menjalani operasi daerah
lututnya.
Keluarga Panji menanyakan kepada dokter tungkai kanannya yang cedera dapat
berfungsi seperti sebelumnya
3

BAB 1
PENDAHULUAN
Fraktur merupakan keadaan terputusnya kontinuitas tulang, terdapat
penggolongan fraktur atau klasifikasi fraktur, hal ini memiliki peran penting antara lain
guna mempertimbangkan tingkat keparahan lesi tulang, sebagai dasar untuk perawatan
dan untuk evaluasi hasil, memfasilitasi komunikasi antara dokter, dan membantu
dokumentasi serta penelitian.1
Dalam menentukan diagnosis dalam hal ini yaitu keadaan fraktur tentunya sangat
di butuhkan pemeriksaan penunjang guna menetapkan diagnosis antara lain
pemeriksaann X-Ray (radiografik) yang merupakan 75% dari pemeriksaan pencitraan,
ketika terjadi fraktur pada femur dapat di lakukan pada posisi anteroposterior dan
lateral, CT-scan merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas lebih tinggi, dan MRI.2
4

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Penggolongan Fraktur
Deskripsi atau diagnosis fraktur harus memungkinkan para ahli bedah untuk
mengambil keputusan rasional untuk perawatan serta dalam berkomunikasi mengenai
cedera atau fraktur yang dialami, biasanya penamaan pada fraktur digambarkan dengan
menyebut nama anatomisnya dan di ikuti oleh lokasi fraktur pada tulang antara lain
humerus, ulna, radius, femur, tibia dan fibula. Lokasi fraktur pada tulang panjang terdiri
dari proximal segmen, diahyseal segmen, serta distal segmen.1
2.1.1 Penggolongan Fraktur Berdasarkan Segmen
Penggolongan fraktur berdasarkan segmen meliputi tiga bagian pada tulang,
antara lain segmen proximal ketika fraktur terjadi di bagian epifisis hingga metafisis
pada tulang bagain atas, segmen diaphyseal ketika fraktur terjadi di diafisis pada tulang,
dan segmen distal ketika fraktur terjadi pada epifisis hingga metafisis pada bagian distal
tulang.1
Pada segmen proksimal terdapat beberapa tipe fraktur pada tulang yakni
ekstraartikular, parsial artikular, dan komplit artikular.1

Gambar 1. Fraktur pada segmen proximal yang terjadi pada epifisis hingga
metafisis dari tulang panjang.1
Ketika fraktur terjadi pada diafisis tulang terdapat beberarpa tipe atau jenis
fraktur yang dapat terjadi, antara lain simple, wedge, dan kompleks.1

Gambar 2. Fraktur pada segmen diaphyseal yang terjadi pada bagian diafisis
dari tulang.1
5

Sedangkan ketika fraktur terjadi pada segmen distal dari tulang panjang jenis
atau tipe fraktur sama dengan yang terjadi pada bagian dari proximal tulang, yakni
ekstraartikular, parsial artikular, dan komplit artikular.1

Gambar 3. Fraktur pada segmen distal pada tulang.


2.1.2 Penggolongan Fraktur Berdasarkan Tipe
Penggolongan fraktur selain dalam bentuk segmen, terdapat juga penggolongan
berdasarkan tipe tulang yakni tipe simple, wedge, dan complex.
Fraktur tipe simple terjadi ketika jenis patahan yang terjadi pada tulang hanya
berupa satu garis, dan dapat berbentuk spiral, obliq, dan transversal.1

Gambar 4. Jenis fraktur tipe simpel pada tulang panjang.1


Fraktur tipe wedge terjadi ketika jenis patahan membentuk dua garis (iris) dan
bentuk dari tipe ini juga dapat berupa spiral, obliq, maupun transversal.1

Gambar 5. Jenis fraktur tipe wedge pada tulang panjang.1


Fraktur jenis/tipe complex pada tulang panjang terjadi ketika terjadi pemisahan
sebagian segmen dari tulang, dapat berbentuk spiral, segmental, maupun irreguler.1

Gambar 6. Jenis fraktur tipe complex pada tulang panjang.1


6

2.2 Pemeriksaan Penunjang guna Menegakkan Diagnosis


Pemeriksaan penunjang sangat berguna untuk dapat menegakkan diagnosis
misalkan pada kasus patah tulang pemeriksaan yang sapat dilakukan yaitu pemeriksaan
radiologi antara lain X-Ray, CT-Scan, dan MRI. Sinar X atau sinar Rontgen merupakan
gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang sangat pendek, sehingga
mempunyai daya tembus yang tinggi, pemeriksaan pada kasus kecelakaan dengan
kecurigaan patah pada tulang dapat di lakukan dengan pemeriksaan X-ray posisi antero
posterior-lateral (AP-Lateral) guna melihat keparahan dalam suatu fraktur.2
Terdapat beberapa prinsip yang di terapkan dalam pemeriksaan radiologis dalam
hal ini X-Ray, yakni “rules of two”, antara lain to view yang berarti kemungkinan
fraktur dilihat dari dua sisi yaitu antero posterior-lateral (AP-lateral), two joint yait
dalam foto rontgen harus melewati dua sendi yakni pada bagian proksimal dan distal
pada bagian tulang yang fraktur, two limbs yaitu dalam foto rontgen harus di
bandingkan dengan anggota gerak yang normal dalam hal ini femur, two injuries yaitu
Foto di lakukan pada bagian tubuh lain untuk mengetahui keberadaan cedera anggota
tubuh lain, two occasions artinya harus dilakukan pemeriksaan ulang setelah beberapa
minggu, untuk melihat lesi yang tidak terlihat jelas setelah trauma.

Gambar 7. Posisi AP-lateral, kejadian fraktur tulang tibia pada segmen distal, dan
fraktur segmen proximal pada tulang fibula.2

Gambar 8. Prinsip two limbs pada foto rontgen.2


7

BAB 3
KESIMPULAN
Penggolongan atau klasifikasi fraktur sangat berperan penting dalam
mempertimbangkan tingkat keparahan lesi tulang, sebagai dasar untuk perawatan dan
untuk evaluasi hasil, memfasilitasi komunikasi antara dokter, dan membantu
dokumentasi serta penelitian. Terbagi berdasarkan segmen tulang, dan tipe fraktur.
Pemeriksaan penunjang di lakukan untuk dapat menegakkan diagnosis, dalam
kecurigaan fraktur pada tulang sangat penting melakukan pemeriksaan X-Ray untuk
menentukan letak hingga keparahan fraktur. Selain itu dapat juga di lakukan
pemeriksaan CT-Scan maupun MRI.
8

DAFTAR REFERENSI

1. Kellam JF, Audige L. Fracture classification. ResearchGate. Sept 2015. Available


from: https://www.researchgate.net/publication/281348677

2. Mettler FA. Essential of radiology. 4th ed. Philadelphia: Elsevier; 2019. 254-63 p.

Anda mungkin juga menyukai