Anda di halaman 1dari 24

BAB I

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Central Cord Syndrome (CCS) merupakan salah satu tipe dari Spinal
Cord Injury (SCI). SCI dapat terjadi akibat berbagai proses patologis termasuk
trauma. Apapun penyebabnya, SCI dapat menimbulkan kelainan motorik,
sensorik maupun autonom yang signifikan. Trauma pada medula spinalis
menyebabkan timbulnya gejala klinis akibat respon terhadap injuri baik
respon segera maupun respon lambat. Gejala klinis awal muncul sebagai
akibat traksi dan kompresi pada medula spinalis, baik oleh tonjolan/fragmen
tulang, herniasi diskus vertebralis maupun ligamen. Kerusakan vaskular dapat
menimbulkan iskemia yang dapat memperparah injuri pada medula spinalis.
Selain itu dapat terjadi ruptur akson dan membran sel saraf. Perdarahan mikro
terjadi dalam beberapa menit setelah injuri di area gray matter dan dapat
berkembang menjadi perdarahan masif dalam beberapa jam. Akhirnya terjadi
hilangnya autoregulasi dan spinal shock yang mengakibatkan hipotensi
sistemik dan memperparah iskemia pada jaringan otak. Iskemia, penumpukan
produk meabolik yang toksik (misalnya penumpukan glutamate, penumpukan
asam laktat yang terbentuk dari metabolisme anaerob akibat iskemia) serta
perubahan elektrolit menyebabkan timbulnya respon lambat pada SCI.
Selain CCS, manifestasi lain dari SCI adalah complete spinal cord
transection syndrome, anterior cord syndrome, Brown-Sequard Syndrome, dan
cauda equina syndrome. Central Cord Syndrome (CCS) adalah suatu
kumpulan gejala akibat adanya cedera pada segmen servikal medula spinalis.
Sindroma ini ditandai oleh adanya kelemahan pada ekstremitas atas dan
bawah disertai oleh gangguan sensori dan berkemih. CCS sering terjadi pada
orang tua, namun dapat juga terjadi pada golongan usia dewasa muda. Seperti
tipe-tipe SCI yang lain, sebagian besar kasus CCS terjadi akibat trauma.
Meskipun beberapa fungsi tubuh yang terganggu pada CCS dapat kembali
normal setelah beberapa waktu, namun penanganan dan pengobatan yang
tepat sangat dibutuhkan untuk mencegah kecacatan menetap pada pasien.

Dengan demikian, selain pilihan terapi medika mentosa dan pembedahan,


fisioterapi adalah modalitas terapi yang juga penting dalam penanganan CCS.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Apa defenisi Spinal Cord Injury ?


Bagaimana anatomi fisiologi Spinal Cord ?
Bagaimana etiologi dari Spinal Cord Injury ?
Bagaimana patofisiologi Spinal Cord Injury ?
Bagaimana WOC Spinal Cord Injury ?
Apasaja manifestasi klinis Spinal Cord Injury ?
Apasaja komplikasi Spinal Cord Injury ?
Bagaimana penatalaksanaan Spinal Cord Injury ?
Apa saja pemeriksaan penunjang Spinal Cord Injury ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Mengetahui defenisi Spinal Cord Injury


Mengetahui anatomi fisiologi Spinal Cord
Mengetahui etiologi dari Spinal Cord Injury
Mengetahui patofisiologi Spinal Cord Injury
Mengetahui WOC Spinal Cord Injury
Mengetahui manifestasi klinis Spinal Cord Injury
Mengetahui komplikasi Spinal Cord Injury
Mengetahui penatalaksanaan Spinal Cord Injury
Mengetahui pemeriksaan penunjang Spinal Cord Injury

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Spinal Cord Injury
Trauma/cidera pada tulang belakang atau spinal cord injury adalah cedera
yang mengenai servikalis, vertebralis, dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang
2

mengenai tulang belakang. Penyebab cedera medulla spinalis akibat trauma


langsung yang mengenai tulang belakang dan melampaui batas kemampuan
tulang belakang dalam melindungi saraf-saraf yang berada di dalamnya. Trauma
tersebut meliputi kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industry,
kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak,
dan kejatuhan benda keras (Arif Muttaqin, 2008).
Cidera medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada medula spinalis (Brunner & Suddart, 2001).
Sedangkan menurut Fransisca tahun 2008, Spinal Cord Injury (SCI) adalah suatu
kerusakan fungsi neurologis yang seringkali disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas. Efek dari spinal cord injury tergantung pada jenis luka dan tingkat dari
cedera. Akibat yang ditimbulkan karena cedera SCI bervariasi, dan yang terparah
bisa sampai mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta
kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.
Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada
tulang belakang yaitu terjadinya fraktur pada tulang belakang pada tulang
belakang, ligamentum longitudainalis posterior dan duramater bisa robek, bahkan
dapat menusuk kekanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan
darah ke medula spinalis dapat ikut terputus .
Menurut Arif Muttaqin (2008),

perawat perlu mengenal mekanismen

trauma yang terjadi pada tulang belakang yang memungkinkan gangguan pada
medulla spinalis meliputi:
1) Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan distersi dengan sedikit kompresi pada
vertebra. Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat
menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligament posterior, maka
fraktur bersifat tidak stabil dan dapat terjadi subluksasi.

Gambar. (kiri) Fleksi dengan vertebra bentuk baji. (kanan) Ilustrasi


beberapa kecelakaan yang memunginkan menimbulkan trauma pada
servikalis dengan mekanisme trauma fleksi dan rotasi
2) Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama
dengan rotasi. Terdapat strain dari ligament dan kapsul, juga ditemukan
fraktur faset. Pada keadaan ini terjadi pergerakan ke depan/dislokasi
vertebra di atasnya. Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.

Gambar. Fleks dan rotasi; sobekan pada ligament posterior dan dislokasi
invertebral.
3) Kompresi vertikal (aksial)
Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan
menyebabkan kompresi aksial. Nucleus pulposus akan memecahkan
permukaan permukaan serta badan vertebra secara vertical. Material
diskus akan masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra
menjadi rekah (pecah). Pada trauma ini fraktur yang terjadi bersifat stabil.

Gambar. Kompresi vertikal, vertebra menjadi gepeng


4) Hiperekstensi atau retrofleksi
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan
ekstensi. Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang
pada vertebra torako-lumbal. Ligamen anterior dan diskus dapat
mengalami kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus neuralis. Fraktur ini
biasanya bersifat stabil.

Gambar. Ekstensi disertai dengan rupture ligament intervertebral anterior.


Lihat arah panah yang menunjukkan arah dari trauma yang mengenai
tulang belakang.
5) Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen
vertebra, dan sendi faset.
2.2 Anatomi dan Fisiologi Spinal Cord (Medula Spinalis)

Menurut Fransisca (2008), Medulla spinalis (spinal cord) merupakan bagian


susunan saraf pusat yang terletak di dalam kanalis vertebralis dan menjulur dari
foramen magnum ke bagian atas region lumbalis.
Tulang belakang manusia adalah pilar atau tiang yang berfungsi sebagai
penyangga tubuh dan melindungi sumsum tulang belakang. Di dalam susunan
tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi cedera di
tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer, Arif,
et al. 2000).
Saraf-saraf spinal pada manusia dewasa berukuran panjang sekitar 45 cm
dan lebar 14 mm. Pada bagian permukaan dorsal dari saraf spinal terdapat alur
yang dangkal secara longitudinal pada bagian medial posterior berupa sulkus dan
bagian yang dalam dari anterior berupa fisura.
Medulla spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing
memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui
foramina intervertebrales. Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramen
intervertebratis tempat keluarnya saraf-saraf tersebut, kecuali saraf servikal
pertama yang keluar di antara tulang oksipital dan vertebra servikal pertama.
Dengan demikian, terdapat 8 pasang saraf servikal (dan hanya 7 vertebra
servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf
sakralis, dan 1 pasang saraf koksigeal.
Sendi kolumna vertebraadalah sendi yang dibentuk oleh bantalan tulang
rawan yang diletakkan antara dua vertebra, dikuatkan oleh ligamentum yang
berjalan di depan dan di belakang badan-badan vertebra sepanjang kolumna
vertebralis. Massa otot di setiap sisi membantu kestabilan tulang belakang
sepenuhnya.
Bentuk kolumna vertebralis tidak lurus, di beberapa tempat membentuk
beberapa lengkungan, yaitu :
a. Lordosis cervikalis, melengkung ke anterior didaerah cervical
b. Kyphosis torakalis, melengkung ke dorsal didaerah torakal
c. Lordosis lumbalis, melengkung ke anterior daerah lumbal
d. Kyphosis sacralis, melengkung kedaerah sacral

Adapun 31 pasang syaraf spinal tersebut adalah sebagai berikut:


1) 8 pasang syaraf servikal
Vertebra Servikalis atau ruas tulang leher adalah yang paling kecil. Kecuali
yang pertama dan kedua, yang berbentuk istimewa maka ruas tulang leher pada
umumnya mempunyai ciri yang berikut: badannya kecil dan persegi panjang,
lebih panjang dari samping ke samping daripada dari depan ke belakang.
Lengkungnya besar. Prosesus spinosus atau taju duri di ujung memecah dua atau
bifida. Prosesus transversusnya atau taju sayap berlubang karena banyak foramina
untuk lewatnya arteri vertebralis.
Vertebra servikalis ketujuh adalah ruas yang pertama yang mempunyai
prosesus spinosus tidak terbelah. Prosesus ini mempunyai tuberkel (benjolan)
pada ujngnya. Membentuk gambaran yang jelas di tengkuk dan tampak pada
bagian bawah tengkuk. Karena iri khususnya ini maka tulang ini disebut vertebra
prominens.
2) 12 Pasang syaraf Torakal
Vertebra torakalis atau ruas tulang punggung lebih besar daripada yang
servikal dan di sebelah bawah menjadi lebih besar. Ciri khas vertebra torakalis
adalah sebagai berikut: badannya berbentuk lebar-lonjong (bentuk jantung dengan
faset atau lekukan kecil di setiap sisi untuk menyambung iga; lengkungnya agak
7

kecil, prosesus spinosus panjang dan mengarah ke bawah, sedangkan prosesus


transversus, yang membantu mendukung iga adalah tebal dan kuat serta membuat
faset persendian untuk iga
3) 5 Pasang syaraf Lumbal
Vertebra Lumalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Badnnya
sangat besar dibandingkan dengan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti
ginjal. Prosesus spinosusunya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus
transversusnya panjang dan langsing. Ruas kelima membentuk sendi dengan
sakrum pada sendi lumbo-sakral.
4) 5 Pasang syaraf Sakral
Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian
bawah kolumna vertebralis, terjepit di antara kedua tulang inominata (atau tulang
koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis (panggul). Dasar dari
sakrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumalis kelima dan
membentuk sendi intervertebral yang khas. Tepi anterior dari basis sakrum
membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak di bawah kanalis
vertebralis (saluran tulang belakang) dan memang lanjutan daripadanya. Dinding
kanalis sakralis berlubang untuk dilalui saraf sakral. Prosesus spinosus yang
rudimenter dapat dilihat pada pandangna posterior dari sakrum. Permukaan
anterior sakrum adalah celkung dan memperlihatkan empat gili melintang yang
menandakan tempat penggabungan kelima vertebra sakralis. Pada ujng gili-gili
ini, di setiap sisi terdapat lubagng kecil untuk dilewati urat saraf. Lubang ini
disebut foramina. Apex dari sakrum bersendi dengan tulang koksigeus. Di sisinya,
sakrum bersendi dengan tulang ileum dan membentuk sendi sakro iliaka kanan
dan kiri.
5) 1 pasang syaraf koksigeal
Koksigeus atau tulang tungging terdiri atas empat atau lima vertebra yang
rudimeter yang bergabung menjadi satu. Di atasnya ia bersendi dengan sakrum.
Akar syaraf lumbal dan sakral terkumpul yang disebut dengan Cauda
Equina. Setiap pasangan syaraf keluar melalui Intervertebral foramina. Syaraf
Spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal
dan CSF.
Cedera umum medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak
komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah

lesi.Terdapat 5 sindrom utama cedera medula spinalis inkomplet menurut


American Spinal Cord Injury Associationyaitu :
1)
2)
3)
4)
5)

Central Cord Syndrome


Anterior Cord Syndrome
Brown Sequard Syndrome
Cauda Equina Syndrome, dan
Conus Medullaris Syndrome.

Nama Sindroma
Central cord syndrome

Brown- Sequard Syndrome

Pola dari lesi saraf


Cedera pada posisi sentral

Kerusakan
Menyebar ke daerah sacral.

dan sebagian pada daerah

Kelemahan otot ekstremitas atas

lateral.

dan ekstremitas bawah jarang

Dapat sering terjadi pada

terjadi pada ekstremitas bawah

daerah servikal
Anterior dan posterior

Kehilangan ipsilateral

hemisection dari medulla

proprioseptiv dan kehilangan

spinalis atau cedera akan

fungsi motorik.

menghasilkan medulla
Anterior cord syndrome

Posterior cord syndrome

Cauda equine syndrome

spinalis unilateral
Kerusakan pada anterior

Kehilangan funsgsi motorik dan

dari daerah putih dan abu-

sensorik secara komplit.

abu medulla spinalis


Kerusakan pada anterior

Kerusakan proprioseptiv

dari daerah putih dan abu-

diskriminasi dan getaran.

abu medulla spinalis


Kerusakan pada saraf

Funsgis motor juga terganggu


Kerusakan sensori dan lumpuh

lumbal atau sacral samapi

flaccid pada ekstremitas bawah

ujung medulla spinalis

dan kontrol berkemih dan


defekasi.

Pengaruh Saraf Tulang Belakang dan Gejalanya pada Organ Tubuh


Tulang Belakang Manusia

Bagian dalam Tubuh Manusia

1C

Gejala dan Pengaruh

Aliran Darah ke Otak, Kulit

Insomnia, Darah Tinggi,

kepala, Tulang Muka, Otak,

Amnesia, Pusing-pusing,

Saraf Simpatetis Kronis,

Lemah Saraf, Kelelahan,

Empyema, Hidung
Migrain.
Mata, Saraf Mata, Telinga, Saraf
Mata Juling, Sakit Telinga,
2C Pendengaran, Leher, Arteri,
Tuli, Sinusitis
Vena, Dahi
3C Pipi, Pangkal Telinga, Gigi,
Nyeri Saraf, Radang Saraf,
Tulang Muka

Jerawat, Eksim

4C Hidung, Bibir, Mulut


5C Pita Suara

6C Otot Leher, Pundak, Amandel

Flu, Sakit Telinga, Radang


Tenggorokan, Amandel
Pita Suara Bronkhitis
Nyeri Leher dan Pundak,
Nyeri Lengan atas,
Amandel, Sesak Nafas,
Batuk Kronis

7C

Kelenjar Gondok, Siku Tangan,


Tulang Pundak
Kerongkongan, Siku

Demam

1T Pergelangan Tangan,

Asma, Batuk, Sesak Nafas,

Jari,Tenggorokan
2T Jantung dan Arteri Jantung

Tangan Kesemutan

3T

Paru-paru, Trakea, Kantong


Paru-paru

4T Empedu

5T Lever Peredaran Darah

Sakit Mata, Radang Paruparu, Radang Trakea,


Demam
Sakit kuning, Herpes
Demam, Masalah Tekanan
Darah, Gangguan
Peredaran Darah, Radang

6T Lambung

Sendi
Gangguan Pencernaan

7T Pankreas, Usus Dua Belas Jari

Radang Lambung

2.3 Etiologi
Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%),
kecelakaan olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.
Adapun penyebab dari fraktur menurut Brunner and Suddart, 2001 adalah
sebagai berikut :
1.
Trauma langsung merupakan utama yang sering menyebabkan fraktur.
Fraktur tersebut terjadi pada saat benturan dengan benda keras.
10

2.

Putaran dengan kekuatan yang berlebihan (hiperfleksi) pada tulang akan

3.

dapat mengakibatkan dislokasi atau fraktur.


Kompresi atau tekanan pada tulang belakang akibat jatuh dari

4.

ketinggian, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya.


Postur Tubuh (obesitas atau kegemukan) dan Body Mekanik yang

5.

salah seperti mengangkat benda berat.


Kecelakaan sebab olah raga (penunggang kuda, pemain sepak bola,

6.
7.

penyelam, dll)
Luka jejas, tajam, tembak pada daerah vertebra
Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis
yang menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. (Harsono,
2000).
Menurut Fransisca (2008), etiologi dari cedera medulla spinal (Spinal

Cord Injury) adalah sebagai berikut:


1.
2.
3.
4.
5.

Kecelakaan di jalan raya (penyebab paling sering).


Olahraga.
Menyelam pada air yang dangkal.
Luka tembak atau luka tikam.
Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis seperti
spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran
sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis;
mielitis

akibat

proses

inflamasi

infeksi

maupun

non-infeksi;

osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra;


siringmielia; tumor infiltrasi maupun kompresi; dan penyakit vascular.
2.4 Patofisiologi
Cedera spinal cord terjadi akibat patah tulang belakang, dan kasus
terbanyak cedera spinal cord mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera dapat
terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi pada tulang
belakang.
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara (pasien
sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla,
(lebih salah satu atau dalam kombinasi) sampai transaksi lengkap medulla
(membuat pasien paralisis).

11

Fraktur pada cedera spinal cord dapat berupa patah tulang sederhana,
kompresi, kominutif, dan dislokasi. Sedangkan kerusakan pada cedera spinal cord
dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang laserasi dengan atau tanpa
gangguan peredaran darah, dan perdarahan. Kerusakan ini akan memblok syaraf
parasimpatis untuk melepaskan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan,
sehingga mengakibatkan respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan
hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi rectum serta kandung kemih. Gangguan
kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri, oksigen dan potensial komplikasi,
hipotensi, bradikardia dan gangguan eliminasi.
Temuan fisik pada spinal cord injury sangat bergantung pada lokasi yang
terkena: jika terjadi cedera pada C-1 sampai C-3 pasien akan mengalami
tetraplegia dengan kehilangan fungsi pernapasan atau system muskular total; jika
cedera mengenai saraf C-4 dan C-5 akan terjadi tetraplegia dengan kerusakan,
menurunnya kapasitas paru, ketergantungan total terhadap aktivitas sehari- hari;
jika terjadi cedera pada C-6 dan C-7 pasien akan mengalami tetraplegia dengan
beberapa gerakan lengan atau tangan yang memungkinkan untuk melakukan
sebagian aktivitas sehari-hari; jika terjadi kerusakan pada spinal C-7 sampai T-1
seseorang akan mengalami tetraplegia dengan keterbatasan menggunakan jari
tangan, meningkat kemandiriannya; pada T-2 sampai L-1 akan terjadi paraplegia
dengan fungsi tangan dan berbagai fungsi dari otot interkostal dan abdomen masih
baik; jika terjadi cedera pada L-1 dan L-2 atau dibawahnya, maka orang tersebut
akan kehilangan fungsi motorik dan sensorik, kehilangan fungsi defekasi dan
berkemih (Fransisca, 2008).
2.5 WOC (Terlampir)
2.6 Manifestasi Klinis
Menurut Jones & Fix (2009) ada beberapa tanda dan gejala
dari SCI, antara lain:
1.

Pada awalnya syok spinal: paralisis flaksid


dengan penurunan atau tidak adanya aktivitas refleks.

12

2.

Hilangnya fungsi motorik sebagian/parsial


di bawah level SCI (termasuk pergerakan volunter &
pergerakan melawan gravitasi atau tahanan).

3.

Kehilangan fungsi sensori sebagian atau


total di bawah level SCI (termasuk sentuhan, suhu, nyeri,
propriosepsi (misalnya; posisi)).

4.

Pada

awalnya

peningkatan

HR

bradikardia; pada awalnya peningkatan TD penurunan


TD.
5.

Nyeri akut di punggul atau leher, dapat


menjalar di sepanjang saraf.

6.

Refleks tendon dalam dan aktivitas refleks


perianal abnormal.

7.

Hilangnya keringat dan vagomotor.

8.

Hilangnya refleks-refleks sensorik, motorik


dan tendon dalam di bawah level cedera.

9.

Retensi sekresi paru, menurun kapasitas


vital, peningkatan PaCO2, penurunan O2 gagal nafas dan
edema pulmonal.

10.

Inkontenensia kemih dan usus dengan

retensi urin dan distensi kandung kemih.


11.

Ileus

paralitik

yang

menyebabkan

konstipasi dan/atau impaksi usus besar.


12.

Hilangnya kontrol suhu hipertermia.

13.

Berkeringat di atas level lesi.

14.

Priapismus pada pria.

2.7 Komplikasi
1. Perubahan tekanan darah yang ekstrim (autonomic hyperreflexia)
2. Chronic kidney disease (penyakit ginjal kronik)
3. Komplikasi dari immobilisasi:
a. Deep vein thrombosis (thrombosis vena dalam)
b. Lung infections (infeksi paru)
c. Skin breakdown (kerusakan kulit)
13

d. Muscle contractures (kerusakan otot)


e. Increased risk of injury to numb areas of the body (peningkatan
risiko kerusakan seluruh tubuh)
4. Peningkatan risiko urinary tract infections
6. Kehilangan control bladder
7. Kehilangan control bowel
8. Loss of feeling
9. Kehilangan fungsi seksual (male impotence)
10. Muscle spasticity (spasme otot)
11. Nyeri
12. Paralysis dari otot pernafasan
13. Paralysis (paraplegia, quadriplegia)
14. Pressure sores
15. Shock (Fransisca, 2008; Brunner & Suddart, 2001)
2.8 Penatalaksanaan
Didalam penatalaksanaan trauma spinal ada dua hal yang sangat penting
yaitu, Instabilitas dari Kolumna Vertebralis (Spinal Instability) dan kerusakan
jaringan saraf, baik yang terancam maupun yang sudah terjadi (actual and
potential neurologic injury. Yang dimaksud dengan instabilitas kolumna
vertebralis (spinal instability) ialah hilangnya hubungan normal antara strukturstruktur anatomi dari kolumna vertebralis sehingga terjadi perubahan dari fungsi
alaminya. Kolumna vertebralis tidak lagi mampu menahan beban normal.
Deformitas yang permanen dari kolumna vertebralis dapat menyebabkan
rasa nyeri; keadaan ini juga merupakan ancaman untuk terjadinya kerusakan
jaringan saraf yang berat (catastrophic neurologic injury). Instabilitas dapat terjadi
karena fraktur dari korpus vertebralis, lamina dan atau pedikel. Kerusakan dari
jaringan lunak juga dapat menyebabkan dislokasi dari komponen komponen
anatomi yang pada akhirnya menyebabkan instabilitas. Fraktur dan dislokasi dapat
terjadi secara bersamaan.
Terdapat lima prinsip-prinsip utama penatalaksanaan trauma spinal yaitu:
immobilisasi, stabilisasi medis, mempertahankan posisi normal vertebrae,
dokempresi dan stabilisasi spinal, serta rehabilitasi.
a. Immobilisasi
Tindakan immobilisasi harus sudah dimulai dari tempat kejadian/kecelakaan
sampai ke unit gawat darurat.. Yang pertama ialah immobilisasi dan stabilkan
leher dalam posisi normal; dengan menggunakan cervical collar. Cegah
agar leher tidak terputar (rotation).

14

Baringkan penderita dalam posisi terlentang (supine) pada tempat/alas yang


keras. Pasien diangkat/dibawa dengan cara 4 men lift atau menggunakan
Robinsons orthopaedic stretcher
b. Stabilisasi Medis
Terutama pada penderita tetraparesis/etraplegia.
1) Periksa vital signs
2) Pasang nasogastric tube
3) Pasang kateter urin
Segera normalkan vital signs. Pertahankan tekanan darah yang normal dan
perfusi jaringan yang baik. Berikan oksigen, monitorproduksi urin, bila perlu
monitor BGA (analisa gas darah), dan periksa apa ada neurogenic shock.
Pemberian megadose Methyl
Prednisolone Sodium Succinate dalam kurun waktu 6 jam setelah kecelakaan
dapat memperbaiki konntusio medula spinalis.
c. Mempertahankan posisi normal vertebra (Spinal Alignment)
Bila terdapat fraktur servikal dilakukan traksi dengan Cruthfield tong atau
Gardner- Wells tong dengan beban 2.5 kg perdiskus. Bila terjadi dislokasi
traksi diberikan dengan beban yang lebih ringan, beban ditambah setiap 15
menit sampai terjadi reduksi.
d. Dekompresi dan Stabilisasi Spinal
Bila terjadi realignment artinya terjadi dekompresi. Bila realignment
dengan cara tertutup ini gagal maka dilakukan open reduction dan stabilisasi
dengan approach anterior atau posterior.
e. Rehabilitasi.
Rehabilitasi fisik harus dikerjakan sedini mungkin. Termasuk dalam program
ini adalah

bladder training,

bowel training, latihan otot pernafasan,

pencapaian optimal fungsi fungsi neurologik dan program kursi roda bagi
penderita paraparesis/paraplegia.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada kasus trauma spinal adalah sebagai
berikut:
1. Penanganan trauma spinal telah dimulai sejak di tempat kejadian.
2. Proteksi terhadap cervical spine merupakan hal yang sangat penting
3. Mobilisasi penderita ke rumah sakit harus dilaksanakan dengan cara yang
benar.
4. Penatalaksanaan trauma spinal harus menurut prinsip-prinsip baku yang
telah dianut.
5. Tindakan operasi dan instrumentasi banyak menolong penderita dari cacat
neurologik yang berat.
2.9 Pemeriksaan Penunjang

15

1. Foto Polos Vertebra


Merupakan langkah awal untuk mendeteksi kelainankelainan

yang

melibatkan

medula

spinalis,

kolumna

vertebralis dan jaringan di sekitarnya. Pada trauma servikal


digunakan foto AP, lateral, dan odontoid. Pada cedera
torakal dan lumbal digunakan foto AP dan lateral.
2. CT-scan Vertebra
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan jaringan lunak,
struktur tulang, dan kanalis spinalis dalam potongan aksial.
CT-Scan

merupakan

pilihan

utama

untuk

mendeteksi

cedera fraktur pada tulang belakang.


3. MRI Vertebra
MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal
medula spinalis dalam sekali pemeriksaan (Dewanto dkk,
2009).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SPINAL CORD INJURY
Kasus
Pada tanggal 14 November 2014 pada pukul 08.30 WIB, Tuan Y (23
tahun,)

seorang wiraswasta beralamat di Jalan Tarusan No. 41 mengalami

kecelakaan ketika bermain sepak bola dimana daerah leher dan punggungnya
mengalami trauma akibat tendangan dari temannya ketika berebut bola sehingga
menyebabkan trauma pada bagian tulang belakang klien. Klien dalam keadaan
sulit bernafas dan nafasnya pendek-pendek, klien tampak meringis dikarenakan
nyeri hebat pada daerah leher dan punggungnya.
Tim medis melakukan penangaan pertama dengan meletakkan klien pada
long back board dan menggunakan cervikal collar untuk tetap menjaga posisi

16

anatomis klien serta immobilisasi dini klien. Serta tim medis juga menggunakan
masker oksigen untuk membantu pernafasan klien agar tetap teratur.
Setelah itu klien langsung dibawa ke UGD untuk mendapatkan
pemeriksaan lanjutan. Dari pemeriksaan diagnostik didapatkan bahwa klien
mengalami cidera pada daerah servikalis ke-4 hingga ke-5 (C4-C5).Dengan skala
nyeri 8. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital klien yaitu TD=90/70 mmHg,
Nadi=65 x/menit, RR=29 x/menit, S=37,5oC.
Setelah dilakukan pemeriksaan, klien tampak cemas dengan apa yang
dialaminya dan selalu bertanya apakah dia mengalami patah tulang bagian
belakang dan tidak dapat lagi melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri.
3.1 Pengkajian Umum
a. Biodata :
Nama pasien,
: Tuan Y
Umur
: 23 tahun
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Jalan Tarusan No. 41
Pendidikan Terakhir
: SMA
Diagnosa Medis
: Spinal Cord Injury
b. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri hebat pada daerah leher dan
punggungnya, terlihat tanda-tanda susah nafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengalami nyeri skala 8, terlihat adanya tandatanda susah nafas, dan mempunyai riwayat trauma
pada tulang belakang
d. Riwayat penyakit terdahulu
Klien mengalami kecelakaan

yang

mengakibatkan

trauma pada tulang belakang.


3.2 Pengkajian Spesifik (Initial Assessment)
1) Primary Survey
Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure) ini
disebut survei primer yang harus selesai dilakukan dalam 2 - 5 menit. Terapi
dikerjakan serentak jika korban mengalami ancaman jiwa akibat banyak sistim
yang cedera.
A. Airway (Jalan Nafas)

17

Tidak masalah dengan jalan nafas pada pasien, terlihat pada tidak adanya
sumbatan pada jalan nafasnya.
B. Breathing (Pola Nafas)
Pasien mengalami sesak nafas dan nafas pasien juga pendek. Dan pada
pasien sudah diberikan penanganan dengan pemasangan masker oksigen untuk
membantu pernafasan pasien agar tetap teratur. Pasien juga telah diberikan
tindakan pemasangan cervical collar karena pada pemeriksaan diagnostik
didapatkan data bahwa pasien mengalami cidera servikal pada daerah servikalis
ke-4 hingga ke-5 (C4-C5). Respiratory Rate pasien juga tinggi yaitu 29x/menit.
Untuk penanganannya diberikan oksigen untuk menstabilkan pernafasan
pasien.
C. Circulation
Tidak terdapat perdarahan atau laserasi pada tubuh pasien. Namun, tekanan
darah pasien rendah yaitu 90/70 mmHg. Dan juga untuk denyut nadi pasien
rendah yaitu 65x/menit. Untuk penanganan pasien hipotensi ini dilakukan
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat.
D. Disability
Dilakukan pemeriksaan dengan cara AVPU.
Awake : pasien dalam keadaan sadar saat dibawa ke IGD
Verbal : pasien masih bicara dan bahkan sering bertanya tentang keadaannya.
Pain : pasien meringis karena merasakan nyeri hebat pada leher dan
punggungnya.
Unresponsive : pasien dapat merespon tindakan yang diberikan.
E. Exposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera
yang mungkin ada. Karena pasien mengalami cedera leher atau tulang belakang,
maka imobilisasi in-line harus dikerjakan.
2) Secondary Survey
Secondary Survey dilakukan setelah Primary survey selesai,resusitasi
dilakukan dan ABC-nya dipastikan membaik. Head to toe examination,termasuk
re-evaluasi pemeriksaan tanda vital. Pemeriksaan neurologi lengkap,termasuk
mencatat skor GCS bila belum dilakukan pada survey primer
18

1. Anamnesis
Riwayat AMPLE
A : Alergi
M : Medikasi (obat yg diminum saat ini)
P : Past illness (penyakit penyerta)/pregnancy
L : Last Meal
E : Event/environment (lingkungan)
2. Mekanisme Perlukaan sangat menentukan keadaan pasien.
a) Trauma Tumpul ( Blunt trauma )
b) Trauma Tajam (Penetrating trauma )
c) Cedera karena suhu panas/dingin
d) Bahan berbahaya (Hazardous environment)
3. Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Kepala
Dilakukan pemeriksaan pada kepala bagian belakang, tidak terdapat luka atau
eksorasi pada kulit kepala.
B. Pemeriksaan Leher
Terdapat cidera pada leher dan telah dilakukan pemasangan cervical collar
untuk immobilisasi leher pasein yang cidera.
C. Pemeriksaan Neurologis
Untuk neurologis, pasien ini memiliki GCS (Glasgow Coma Scale) 13.
Dikarenakan pasien masih dalam keadaan sadar dan tidak mengalami
disorientasi.
D. Pemeriksaan Dada
Dilakukan pemeriksaan pada bagian dada, apakah terjadi trauma atau cidera
pada rongga dada. Pada pasien ini tidak terdapat cidera berat pada dadanya.
E. Pemeriksaan Abdomen
Tidak terdapat cidera pada abdomen.
F. Pemeriksaan Ekstremitas
Tidak terjadi cidera atau deformitas pada ekstremitas pasien.
G. Pemeriksaan Sinar-X
Dilakukan pemeriksaan sinar X pada leher dan punggung pasien. Terlihat
hasilnya ada cidera pada leher sehingga dipasangkan servical collar. Dan juga
pada punggung pasien mengalami cidera dan juga dipasangkan long back
board.
H. Evaluasi fungsi neurologis
Untuk evaluasi berat dan luasnya cedera, jika pasien sadar tanyakan dengan
jelas apa
yang dirasakan dan minta pasien untuk melakukan gerakan agar dapat
dievaluasi fungsi motorik dari ekstremitas atas dan bawah.
Respons motorik
19

Diafragma berfungsi normal C3, C4, C5


Mengangkat bahu C4
Fleksi siku (biceps) C5
Ekstensi pergelangan tangan C6
Ekstensi siku C7
Fleksi pergelangan tangan C7
Abduksi jari tangan C8
Membusungkan dada T1-T12
Fleksi panggul L2
Ekstensi lutut L3-L4
Fleksi dorsal pergelangan kaki L5-S 1
Fleksi plantar pergelangan kaki S1-S2

Respons sensorik

Paha anterior L2
Lutut anterior L3
Pergelangan kaki anterolateral L4
Jempol kaki dan jari kedua dorsal L5
Kaki lateral S1
Betis posterior S2
Perineum S2-S5

Jika fungsi motor dan sensor menunjukkan cedera total dari medula
spinalis maka kemungkinan sembuh sangat kecil.

20

3.3 NANDA NOC NIC SPINAL CORD INJURY

21

No
1

NANDA
Ketidakefektifan pola
napas b.d cedera tulang

NOC

NIC

Status respirasi : ventilasi

Monitoring respirasi

Indikator :

Aktivitas :

belakang
DS : klien terlihat sulit
bernafas, nafas pendekpendek
DO : RR = 29 x/menit

a. Frekuensi nafas : tidak

a. Pantau frekuensi, ritme, kedalaman, dan upaya

bergeser dari rentang normal


b. Ritme nafas : teratur
c. Kedalaman nafas : normal

bernafas dan catat perubahan status


b. Pantau kelelahan otot diafragma
c. Auskultasi suara nafas, catat penurunan ventilasi

Status respirasi
Indikator :

dan adanya bunyi tambahan


d. Catat perubahan SaO2, SvO2, CO2, dan nilai
AGD
e. Pantau nilai PFT, kapasitas vital partikular,

a. Suara nafas saat auskultasi :

valumo maksimal inspirasi dan ekspirasi, untuk

normal
b. Saturasi oksigen : normal
c. Tes fungsi paru-paru : hasil

mengidentifikasi hipoventilasi yang

normal

f.

membutuhkan ventilasi mekanis


Pantau kemampuan pasien untuk batuk dengan
efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan
suction.

Kepatenan jalan nafas:


Indikator :
- Frekuensi nafas normal
- Irama nafas normal
- Tidak ada demam
- Tidak cemas
- Bebas dari suara nafas
tambahan

Status tanda-tanda vital


Indikator :
- suhu badan
- denyut nadi
- pernapasan

Manajemen Ventilasi :
Aktivitas :
a. Pertahankan paten jalan napas
b. Posisi untuk mengurangi dyspnea
c. Pantau kelelahan otot pernafasan
d. Pantau pernapasan dan oksigenasi Status
e. Kelola obat nyeri yang tepat untuk mencegah
hipoventilasi
f. Bantu dengan spirometer insentif, sesuai
g. Prakarsai upaya resusitasi, yang sesuai
h. Ajarkan teknik pernapasan, yang sesuai

Terapi Oksigen :
Aktivitas :
a. Bersihkan mulut, hidung dan trakea sekresi, yang

22

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Spinal cord injury adalah cedera yang mengenai servikalis,
vertebralis, dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang. Penyebab cedera medulla spinalis akibat trauma langsung yang
mengenai tulang belakang dan melampaui batas kemampuan tulang belakang
dalam melindungi saraf-saraf yang berada di dalamnya.
Ada beberapa manifestasi dari spinal cord injury ini
yaitu paralisis flaksid dengan penurunan atau tidak adanya
aktivitas reflex, hilangnya fungsi motorik sebagian/parsial di
bawah level SCI (termasuk pergerakan volunter & pergerakan
melawan gravitasi atau tahanan), Kehilangan fungsi sensori
sebagian atau total di bawah level SCI (termasuk sentuhan,
suhu, nyeri, propriosepsi), dan banyak lagi manifestasi klinis
pada penderita ini.
Didalam penatalaksanaan trauma spinal ada dua hal yang sangat
penting yaitu, Instabilitas dari Kolumna Vertebralis (Spinal Instability) yaitu
hilangnya hubungan normal antara struktur-struktur anatomi dari kolumna
vertebralis sehingga terjadi perubahan dari fungsi alaminya dan kerusakan
jaringan saraf, baik yang terancam maupun yang sudah terjadi (actual and
potential neurologic injury.
4.2 Saran
Setelah mempelajari bagaimana spinal cord injury ini diharapkan
mahasiswa keperawatan dapat memahami dan mengenal bagaimana
mekanisme dari penyakit ini sehingga ketika turun ke lapangan tidak
terkendala lagi. Untuk itu sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat kita
harus bisa melakukan penatalaksanaan kepada pasien yang menderita spinal

23

cord injury dengan benar dan menjadikan pasien nyaman dengan pelayanan
kita.

24

Anda mungkin juga menyukai