Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya seorang individu
memerlukan interaksi atau dengan kata lain memerlukan suatu hubungan sosial
dengan masyarakat disekitarnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik
dalam segi biologis, psikologis dan juga kebutuhan sosialnya. Berinteraksi
berarti seorang individu harus berhubungan dengan manusia lainnya baik
langsung maupun tidak langsung, jika secara langsung mereka akan saling
bertemu satu sama lain. Pada aktifitas inilah seseorang individu dapat tertular
penyakit yang diderita manusia lain, salah satunya adalah Tuberculosis. Jika
tuberculosis ini menjangkit daerah tulang belakang maka akan mengakibatkan
terjadinya spinal cord injuri yang dapat mengakibatkan kelumpuhan.
Spinal cord injury adalah suatu kerusakan pada medulla spinalis akibat
trauma atau non trauma yang akan menimbulkan gangguan pada sistem
motorik, sistem sensorik dan vegetatif. Kelainan motorik yang timbul berupa
kelumpuhan atau gangguan gerak dan fungsi otot-otot, gangguan sensorik
berupa hilangnya sensasi pada area tertentu sesuai dengan area yang
dipersyarafi oleh level vertebra yang terkena, serta gangguan sistem vegetatif
berupa gangguan pada fungsi bladder, bowel dan juga adanya gangguan fungsi
sexual.
Meskipun penyebab yang sering terjadi pada spinal cord injury ini adalah
trauma seperti fraktur vertebra yang biasanya disebabkan karena kecelakaan
lalu lintas, jatuh dari ketinggian, kecelakaan dalam olahraga, terbentur keras &
kecelakaan dalam bekerja. Namun ada juga yang karena infeksi yang
menyerang pada collumna vertebralis sehingga dapat merusak medulla
spinalis.
Fisioterapi dapat berperan sejak fase awal terjadinya trauma sampai pada
tahap rehabilitasi. Pada penderita SCI kerusakan yang terjadi pada medulla
spinalis bersifat permanen, karena seperti yang kita ketahui bahwa setiap

1
kerusakan pada sistem saraf maka tidak akan terjadi regenerasi dari sistem
saraf tersebut dengan kata lain sistem tersebut akan tetap rusak walaupun ada
regenerasi akan kecil sekali peluangnya. Berdasarkan hal tersebut maka
intervensi yang diberikan oleh fisioterapi pun bertujuan untuk meningkatkan
kemandirian pasien dengan kemampuan yang dimilikinya untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya.
Spinal cord injury merupakan salah satu kasus yang cukup besar menimpa
masyarakat kota pada masa sekarang ini. Apabila kasus ini tidak ditangani
secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup
seseorang atau bahkan kematian. Seseorang yang mengalami spinal cord injury
seringkali mengalami ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, bekerja, bersosialisasi, dan kehilangan rasa percaya diri yang
semuanya itu jika tidak diatasi dapat membawa penderita tersebut mengalami
masalah yang lebih besar lagi yang menurunkan kualitas hidupnya, juga dapat
berakibat kepada keluarga, serta orangorang disekitarnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Spinal Cord Injury?
2. Bagaimana anatomi, etiologi dan patofisiologinya Spinal Cord Injury?
3. Apa saja pemeriksaan penunjang Spinal Cord Injury?
4. Apa saja jenis cedera Spinal Cord Injury?
5. Bagaimana efek dari Spinal Cord Injury?
6. Bagaimana penatalaksanaan Spinal Cord Injury?
7. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada Spinal Cord Injury?
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui definisi Spinal Cord Injury.
2. Mengetahui anatomi, etiologi dan patofisiologinya Spinal Cord Injury.
3. Mengetahui pemeriksaan penunjang Spinal Cord Injury.
4. Mengetahui jenis-jenis cedera Spinal Cord Injury.
5. Mengetahui efek dari Spinal Cord Injury.
6. Mengetahui penatalaksanaan Spinal Cord Injury.
7. Mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada Spinal Cord Injury.
2
D. Manfaat Makalah
1. Menjadikan makalah ini sebagai sumber referensi bacaan.
2. Memberikan pengetahuan peran perawat dalam rehabilitasi pada pasien
dengan masalah dan spinal cord injuri (termasuk bowel syndrome).
3. Menambah wawasan tentang cara peran perawat dalam rehabilitasi pada
pasien dengan masalah dan spinal cord injuri (termasuk bowel syndrome).
4. Menambah wawasan tentang penatalaksanaan fisioterapi pada Spinal Cord
Injury untuk terapis.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Spinal Cord Injury
Spinal Cord Injury (SCI) adalah kerusakan atau trauma pada sumsum
tulang belakang yang mengakibatkan kerugian atau gangguan fungsi mobilitas
dikurangi atau perasaan. Penyebab umum dari kerusakan adalah trauma
(kecelakaan mobil, tembak, jatuh, cedera olahraga, dll) atau penyakit (myelitis
melintang, Polio, spina bifida, Ataksia Friedreich, dll). Sumsum tulang
belakang tidak harus dipotong agar hilangnya fungsi terjadi. Pada kebanyakan
orang dengan SCI, sumsum tulang belakang masih utuh, tetapi kerusakan
selular untuk itu mengakibatkan hilangnya fungsi. SCI sangat berbeda dari
cedera punggung seperti disk pecah, stenosis tulang belakang atau saraf
terjepit.
Hal ini dimungkinkan bagi seseorang untuk "mematahkan punggung atau
leher" namun tidak mempertahankan cedera tulang belakang selama hanya
tulang (tulang belakang) sekitar sumsum tulang belakang yang rusak, tapi
kabel tulang belakang tidak terpengaruh. Dalam kasus ini, orang tersebut tidak
mungkin mengalami kelumpuhan setelah tulang belakang yang stabil.

4
B. Anatomi Spinal Cord Injury
Sumsum tulang belakang dikelilingi oleh cincin tulang vertebra. Tulang-
tulang ini merupakan tulang punggung (tulang belakang). Secara umum,
semakin tinggi dalam kolom tulang belakang cedera terjadi, disfungsi semakin
banyak orang akan mengalami. Vertebra diberi nama sesuai dengan lokasi
mereka. Vertebra delapan di leher yang disebut vertebra servikalis. Vertebra
atas disebut C-1, berikutnya adalah C-2, dll serviks SCI biasanya menyebabkan
hilangnya fungsi di lengan dan kaki, sehingga quadriplegia. Vertebra dua belas
di dada disebut vertebra toraks. Vertebra toraks pertama, T-1, adalah tulang
belakang di mana tulang rusuk bagian atas menempel.
Sumsum tulang belakang sekitar 18 inci panjang dan meluas dari dasar
otak, dikelilingi oleh badan vertebra, di tengah belakang, menjadi sekitar
pinggang. Saraf yang terletak di dalam sumsum tulang belakang disebut atas
motor neuron (UMNs) dan fungsi mereka adalah untuk membawa pesan-pesan
bolak-balik dari otak ke saraf tulang belakang di sepanjang saluran tulang
belakang. Saraf tulang belakang yang cabang keluar dari sumsum tulang
belakang ke bagian lain dari tubuh disebut rendah motor neuron (LMNs). Saraf
tulang belakang ini keluar dan masuk pada setiap tingkat vertebra dan
berkomunikasi dengan daerah tertentu dari tubuh. Bagian sensorik dari LMN
membawa pesan tentang para sensasi dari kulit seperti sakit dan suhu, dan
bagian tubuh lain dan organ ke otak. Bagian motor dari LMN mengirim pesan
dari otak ke berbagai bagian tubuh untuk melakukan tindakan-tindakan seperti
gerakan otot.
Sumsum tulang belakang adalah bundel saraf utama yang membawa
impuls saraf ke dan dari otak ke seluruh tubuh. Otak dan sumsum tulang
belakang merupakan Central Nervous System. Motorik dan saraf sensorik di
luar sistem saraf pusat merupakan Peripheral Nervous System, dan sistem lain
menyebar dari saraf yang mengontrol fungsi-fungsi tak sadar seperti tekanan
darah dan pengaturan suhu adalah Sistem Saraf simpatis dan parasimpatis.

5
C. Etiologi Spinal Cord Injury
Cedera tulang belakang yang paling sering traumatis, disebabkan oleh
lateral yang lentur, rotasi dislokasi, pemuatan aksial, dan hyperflexion atau
hiperekstensi dari kabel atau cauda equina. Kecelakaan kendaraan bermotor
adalah penyebab paling umum dari SCI, sedangkan penyebab lain meliputi
jatuh, kecelakaan kerja, cedera olahraga (menyelam, judo dll), dan penetrasi
seperti luka tusuk atau tembak, kecelakaan di rumah (jatuh dr ketinggian,
bunuh diri dll), dan bencana alam, misal gempa. SCI juga dapat menjadi asal
non-traumatik,. Seperti dalam kasus kanker, infeksi, penyakit cakram
intervertebralis, cedera tulang belakang, penyakit sumsum tulang belakang
vascular, transverse myelitis, tumor dan multiple sclerosis.
D. Patofisiologi Spinal Cord Injury
Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang, jatuh dari ketinggian,
kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga, mengakibatkan patah tulang
belakang, paling banyak cervicalis dan lumbalis. Fraktur dapat berupa patah
tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan sumsum
tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi
dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, blok syaraf parasimpatis
pelepasan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan respon nyeri hebat dan
akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal gangguan fungsi rektum,
kandung kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman, nyeri, oksigen
dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia, gangguan eliminasi. Sebuah
kejadian patofisiologis yang kompleks yang berhubungan dengan radikal
bebas, edema vasogenic, dan aliran darah diubah rekening untuk pemburukan
klinis. Oksigenasi normal, perfusi, dan asam-basa keseimbangan yang
diperlukan untuk mencegah memburuknya cedera sumsum tulang belakang.
Cedera tulang belakang dapat dipertahankan melalui mekanisme yang
berbeda, dengan 3 kelainan umum berikut yang menyebabkan kerusakan
jaringan:
1. Penghancuran dari trauma langsung;
2. Kompresi oleh fragmen tulang, hematoma, atau bahan disk lain;
6
3. Iskemia dari kerusakan atau pelampiasan pada arteri spinalis.
Edema bisa terjadi setelah salah satu jenis kerusakan.
Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung
dan tidak langsung. Fraktur pada tulang belakang yang menyebabkan
instabilitas pada tulang belakang adalah penyebab cedera pada medula spinalis
secara tidak langsung. Apabila trauma terjadi dibawah segmen cervical dan
medula spinalis tersebut mengalami kerusakan sehingga akan berakibat
terganggunya distribusi persarafan pada otot-otot yang dsarafi dengan
manifestasi kelumpuhan otot-otot intercostal, kelumpuhan pada otot-otot
abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah serta paralisis sfingter
pada uretra dan rektum. Distribusi persarafan yang terganggu mengakibatkan
terjadinya gangguan sensoris pada regio yang disarafi oleh segmen yang cedera
tersebut.
Klasifikasi derajat kerusakan medulla spinalis :
1. Frankel A = Complete, fungsi motoris dan sensoris hilang sama sekali di
bawah level lesi.
2. Frankel B = Incomplete, fungsi motoris hilang sama sekali, sensoris masih
tersisa di bawah level lesi.
3. Frankel C = Incomplete, fungsi motris dan sensoris masih terpelihara tetapi
tidak fungsional.
4. Frankel D = Incomplete, fungsi sensorik dan motorik masih terpelihara dan
fungsional.
5. Frankel E = Normal, fungsi sensoris dan motorisnya normal tanpa deficit
neurologisnya.

7
E. Pemeriksaan Penunjang Spinal Cord Injury
Berdasarkan patofisiologi di atas, maka sangat penting dilakukan
pemeriksaan diagnostik SCI yang dapat meliputi, sbb:
1. Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau
dislokasi).
2. CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas.
3. MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal.
4. Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru.
5. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi.
Cedera tulang belakang diklasifikasikan oleh Cedera Spinal klasifikasi
American Association (ASIA). Skala nilai ASIA pasien berdasarkan gangguan
fungsional mereka sebagai akibat dari cedera.
F. Jenis Cedera Spinal Cord Injury
Ada dua jenis cedera tulang belakang. cedera tulang belakang mengacu
pada jenis cedera yang mengakibatkan hilangnya fungsi yang lengkap di bawah
tingkat cedera, sementara tidak lengkap cedera tulang belakang adalah mereka
yang menghasilkan sensasi dan perasaan bawah titik cedera. Tingkat dan
derajat fungsi dalam luka yang tidak lengkap sangat individu, dan tergantung
pada cara di mana sumsum tulang belakang telah rusak.
1. Cedera Spinal Cord Lengkap
Cedera lengkap berarti bahwa tidak ada fungsi di bawah tingkat
cedera, tidak ada sensasi dan tidak ada gerakan sukarela. Kedua sisi tubuh
sama-sama terpengaruh. Cedera tulang belakang lengkap menyebabkan
paraplegia lengkap atau tetraplegia lengkap. Paraplegia Lengkap
digambarkan sebagai kerugian permanen fungsi motorik dan saraf pada
tingkat T1 atau bawah, yang mengakibatkan hilangnya sensasi dan gerakan
di kaki, usus, kandung kemih, dan wilayah seksual. Lengan dan tangan
mempertahankan fungsi normal.
Sebuah cedera tulang belakang yang lengkap berarti bahwa tidak ada
gerakan atau sensasi di bawah tingkat cedera. Dalam cedera yang lengkap,

8
kedua sisi tubuh sama-sama terpengaruh. Cedera tulang belakang lengkap
jatuh di bawah lima klasifikasi yang berbeda:
 Kabel sindrom anterior: dicirikan oleh kerusakan pada bagian depan
tulang belakang, mengakibatkan gangguan suhu, sentuhan, dan sensasi
nyeri di bawah titik cedera. Beberapa gerakan nantinya dapat
dipulihkan.
 Kabel pusat sindrom: ditandai oleh kerusakan di tengah dari sumsum
tulang belakang yang mengakibatkan hilangnya fungsi dalam pelukan
tetapi beberapa gerakan kaki. Pemulihan Beberapa mungkin.
 Kabel posterior sindrom: ditandai oleh kerusakan bagian belakang
sumsum tulang belakang, sehingga kekuatan otot yang baik, rasa sakit,
dan sensasi suhu, tetapi koordinasi yang buruk.
 Brown-Sequard sindrom: dicirikan oleh kerusakan pada satu sisi tulang
belakang, mengakibatkan hilangnya gangguan pergerakan tapi sensasi
diawetkan pada satu sisi tubuh, dan diawetkan gerakan dan hilangnya
sensasi di sisi lain tubuh.
 Cauda equina lesi: ditandai dengan cedera pada saraf yang terletak
antara wilayah lumbalis pertama dan kedua tulang belakang,
mengakibatkan hilangnya sebagian atau lengkap dari sensasi. Dalam
beberapa kasus, saraf tumbuh kembali.
Paraplegia lengkap adalah suatu kondisi yang menyebabkan kerugian
permanen gerakan dan sensasi di tingkat T1 atau bawah. Pada tingkat T1
ada fungsi tangan normal, dan sebagai tingkat bergerak ke bawah kolom
tulang belakang meningkatkan kontrol perut, fungsi pernapasan, dan
keseimbangan duduk mungkin terjadi.
Beberapa orang dengan paraplegia lengkap memiliki gerakan batang
parsial, yang memungkinkan mereka untuk berdiri atau berjalan jarak
pendek dengan peralatan bantu. Pada kebanyakan kasus, paraplegics
lengkap memilih untuk mendapatkan sekitar melalui self-propelled kursi
roda.

9
2. Cedera Spinal Cord Tidak Lengkap
Dalam cedera tidak lengkap, pasien sering dapat memindahkan satu
anggota gerak lebih daripada yang lain, mungkin memiliki fungsi yang lebih
pada satu sisi dari yang lain, atau mungkin memiliki beberapa sensasi di
bagian tubuh yang tidak dapat dipindahkan. Efek dari cedera tidak lengkap
tergantung pada apakah bagian depan, belakang, samping, atau pusat
sumsum tulang belakang terpengaruh.
Ada lima klasifikasi cedera tulang belakang lengkap: kabel sindrom
anterior, sindrom kabel pusat, sindrom serabut posterior, Brown-Sequart
sindrom, dan cauda equina lesi.
 Kabel Sindrom Anterior: Cedera terjadi pada bagian depan tulang
belakang, meninggalkan orang dengan hilangnya sebagian atau
lengkap dari kemampuan untuk nyeri akal, suhu, dan sentuhan di
bawah tingkat cedera. Beberapa orang dengan jenis cedera kemudian
memulihkan beberapa gerakan.
 Sindrom Kabel Tengah: Cedera terjadi di pusat sumsum tulang
belakang, dan biasanya mengakibatkan hilangnya fungsi lengan.
Beberapa kaki, usus, dan kontrol kandung kemih dapat dipertahankan.
Beberapa pemulihan dari cedera ini dapat mulai di kaki, dan kemudian
bergerak ke atas.
 Sindrom Kabel posterior: Cedera terjadi ke arah belakang sumsum
tulang belakang. Biasanya listrik otot, nyeri, dan sensasi suhu
diawetkan. Namun, orang tersebut mungkin mengalami kesulitan
dengan koordinasi ekstremitas.
 Sindrom Brown-Sequard: Cedera ini terjadi pada satu sisi dari
sumsum tulang belakang. Nyeri dan sensasi suhu akan hadir di sisi
yang terluka, tetapi kerusakan atau kehilangan gerakan juga akan
menghasilkan. Sisi berlawanan dari cedera akan memiliki gerakan
yang normal, tetapi rasa sakit dan sensasi suhu akan terpengaruh atau
hilang.

10
 Cauda lesi kuda: Kerusakan pada saraf yang keluar dari kipas sumsum
tulang belakang pada daerah lumbal pertama dan kedua tulang
belakang bisa menyebabkan hilangnya sebagian atau lengkap dari
gerakan dan perasaan. Tergantung memperpanjang kerusakan awal,
kadang-kadang saraf dapat tumbuh kembali dan melanjutkan fungsi.
G. Efek Spinal Cord Injury
Cedera di wilayah dada biasanya mempengaruhi bagian dada dan kaki dan
mengakibatkan kelumpuhan. Vertebra di punggung bawah antara vertebra
toraks, di mana tulang rusuk melampirkan, dan pelvis (tulang pinggul), adalah
vertebra lumbal. Vertebra sakralis lari dari Pelvis ke akhir kolom tulang
belakang. Cedera vertebra lumbal lima (L-1 sampai L-5) dan sama dengan
vertebra sakralis lima (S-1 sampai S-5) umumnya mengakibatkan hilangnya
beberapa fungsi di bagian pinggul dan kaki. Efek dari SCI tergantung pada
jenis cedera dan tingkat cedera.
Tingkat cedera sangat membantu dalam memprediksi apa bagian tubuh
yang mungkin akan terpengaruh oleh kelumpuhan dan hilangnya fungsi.
Ingatlah bahwa dalam luka tidak lengkap akan ada beberapa variasi dalam
prognosis. Servikal (leher) luka biasanya menghasilkan quadriplegia.
Cedera di atas level-4 C mungkin memerlukan ventilator bagi orang untuk
bernapas. C-5 sering mengakibatkan cedera bahu (deltoid) dan kontrol bisep,
tetapi tidak ada kontrol di pergelangan tangan atau tangan. C-6 cedera
pergelangan umumnya memberi kontrol (ekstensor pergelangan tangan), tetapi
tidak ada fungsi jari tangan. Individu dengan C-7 dan T-1 luka dapat
meluruskan lengan mereka (trisep) tetapi mungkin masih memiliki masalah
ketangkasan dengan tangan dan jari. Cedera pada tingkat dada dan bawah
mengakibatkan paraplegia, dengan tangan tidak terpengaruh. Pada T-1 sampai
T-8 yang paling sering ada kendali dari tangan, tetapi kontrol batang miskin
sebagai akibat dari kurangnya kontrol otot perut. Rendah T-luka (T-9 ke T-12)
memungkinkan kontrol truk yang baik dan kontrol otot yang baik perut. Duduk
keseimbangan yang sangat baik. Lumbalis dan sakralis cedera menghasilkan
penurunan kontrol dari fleksor pinggul dan kaki.
11
Kelumpuhan juga memiliki efek lain serta hilangnya sensasi atau motor
berfungsi Individu dengan SCI juga mengalami perubahan neurologis lainnya.
Sebagai contoh, seseorang mungkin mengalami disfungsi usus dan kandung
kemih,. Fungsi seksual yang sering terkena pada pria dengan SCI, karena
mereka mungkin memiliki kesuburan mereka terpengaruh, sementara
kesuburan perempuan umumnya tidak terpengaruh. Tinggi cedera tulang
belakang cedera (C-1, C-2) dapat mengakibatkan hilangnya banyak fungsi
tubuh secara sukarela, termasuk kemampuan untuk bernapas. Pernapasan bantu
seperti ventilator mekanik atau alat pacu jantung diafragma mungkin
diperlukan untuk mengatur orang-orang yang bernapas dalam kasus ini. Efek
lain dari SCI mungkin termasuk tekanan darah rendah postural (Hipotensi
postural), ketidakmampuan untuk mengatur tekanan darah dengan efektif,
kontrol penurunan suhu tubuh (poikilothermic), ketidakmampuan untuk
berkeringat di bawah tingkat cedera, dan rasa sakit kronis.
H. Penatalaksanaan Pada Spinal Cord Injury
1. Immobilisasi
Tindakan immobilisasi harus sudah dimulai dari tempat
kejadian/kecelakaan sampai rutin ke Unit Gawat Darurat. Yang pertama
ialah immobilisasi dan stabilkan leher dalam posisi normal dengan
menggunakan “Cervical collar. Cegah agar leher tidak terputar (rotation).
Baringkan penderita dalam posisi terlentang (supine) pada tempat/alas
yang keras. Pasien diangkat/dibawa dengan cara “4 men lift” atau
menggunakan robinson’s orthopaedic.
2. Stabilisasi Medis
Terutama sekali pada penderita tetraparesis/etraplegia:
 Periksa vital signs;
 Pasang ’nasogastric tube’;
 Pasang kateter urin;
 Segera normalkan ’vital signs’.
Pertahankan tekanan darah yang normal dan perfusi jaringan yang
baik. Berikan oksigen, monitor produksi urin, bila perlu monitor AGD
12
(analisa gas darah), dan periksa apa ada neurogenic shock. Pemberian
megadose Methyl Prednisolone Sodium Succinate dalam kurun waktu 6
jam setaleh kecelakaan dapat memperbaiki konntusio medula spinalis.
3. Mempertahankan posisi normal vertebra (”Spinal Alignment”)
Bila terdapat fraktur servikal dilakukan traksi dengan Cruthfield tong
atau Gardner-Wells tong dengan beban 2.5 kg perdiskus. Bila terjadi
dislokasi traksi diberikan dengan beban yang lebih ringan, beban ditambah
setiap 15 menit sampai terjadi reduksi.
4. Dekompresi dan Stabilisasi Spinal
Bila terjadi ’realignment’ artinya terjadi dekompresi. Bila
’realignment’ dengan cara tertutup ini gagal maka dilakukan ’open
reduction’ dan stabilisasi dengan ’approach’anterior atau posterior.
5. Rehabilitasi
Rehabilitasi fisik harus dikerjakan sedini mungkin. Termasuk dalam
program ini adalah bladder training, bowel training, latihan otot pernafasan,
pencapaian optimal fungsi-fungsi neurologik dan program kursi roda.
I. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Spinal Cord Injury
1. Gangguan yang terjadi :
 Gangguan keseimbangan.
 Kontraktur otot.
 Gangguan ADL tidur, duduk, berdiri dan berjalan.
 Kelemahan otot.
 Pemendekan otot.
 Gangguan psikis
2. Tujuan perencanaan fisioterapi :
 Memelihara sifat fisiologis otot pada pinggang, perut atau extrimatas
superior.
 Melatih keseimbangan duduk.
 Mengurangi kontrakatur.
 Memperbaiki ADL tidur.
 Mengurangi pemendekan pada otot.
13
 Meningkatkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien.
3. Intervensi fisioterapi :
 IRR
Tujuan : melancarkan sirkulasi darah, meningkatkan metabolisme
jaringan dan elastisitas jaringan otot.
Teknik : posisi tidur terlentang kemudian dilakukan pemasangan alat
secara lokal pada kedua tungkai.
 Passive Exercise
Tujuan : memelihara sifat fisiologis otot pada kedua tungkai.
Teknik : dalam posisi tidur terlentang, lalu:
- Fisioterapi memberikan gerakan flexi-ekstensi pasif
secara bergantian disetiap persendian pada kedua
tungkai.
- Fisioterapi memberikan gerakan rotasi hip searah dan
berlawanan jarum jam secara bergantian pada kedua
tungkai.
- Fisioterapis memberikan gerakan abduksi-adduksi dan
eksorotasi-endorotasi hip serta dorso-plantar flexi ankle
secara pasif pada kedua tungkai.
Time : toleransi pasien dengan memperhatikan kelelahan yang
diperlihatkan, 3-5 kali pengulangan sudah cukup.
 Streatching kedua tungkai
Tujuan : mencegah kontraktur sekaligus koreksi postur.
Teknik : Pasien tidur terlentang kemudian fisioterapis menggerakkan
kedua tungkai bergantian secara pasif disetiap persendian ke segala
arah dan ditambah dengan penguluran.
 Reaksi Keseimbangan
Tujuan : melatih keseimbangan.
Teknik : fisioterapi memberikan fasilitasi refleks mengangkat pantat
dan membantu mempertahankannya.

14
Time : toleransi pasien, sesuaikan hasil yang dapat dicapai oleh
pasien.
 Breathing Exc
Tujuan : memelihara fungsi respirasi.
Teknik : fiksasi dengan tangan fisioterapi dilateral bagian lower
dengan posisi kepala pasien kesamping. Minta pasien untu menarik
napas dan hembuskan kemudian beri penekanan 1/3 akhir
pernapasan dari samping.
Time : toleransi pasien, seharusnya diberikan setiap 1 jam sekali
dengan beban minimal.
 Positioning
Tujuan : mencegah dekubitus.
Teknik : fisioterapis memposisikan sekaligus mengajarkan pasien
melakukan perubahan posisi dari tidur terlentang miring ke kiri atau
kanan.
Time : sesering mungkin akan lebih bagus.
 ADL Exercise
Tujuan : meningkatkan ADL tidur dan sekaligus persiapan bangun
tidur ke duduk.
Teknik : fisioterapi memberikan fasilitasi refleks tidur dengan
mengajarkan pasien dari posisi tidur terlentang kemudian miring ke
kiri atau kanan yang baik dan benar.
Time : toleransi pasien dengan melihat hasil yang dicapai.
 Muscle Stimulation
Tujuan : menstimulasi serabut dan jaringan otot.
Teknik : posisi tidur terlentang kemudian dilakukan pemasangan
pad, 1pad pada fossa Poplitea dan 1 lagi di bagian lateral dari M
tibialis anterior secara lokal pada kedua tungkai.
 Strengthening Extremitas Superior
Tujuan : menguatkan otot-otot extremitas superior.

15
Teknik : fisioterapi memberikan tahanan secara manual pada saat
gerakan aktif exercise.

16
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari makalah diatas tentang peran perawat dalam rehabilitasi pada pasien
dengan masalah dan spinal cord injuri (termasuk bowel syndrome) dapat kita
ambil kesimpulan bahwa :
1. Spinal Cord Injury (SCI) adalah kerusakan atau trauma pada sumsum
tulang belakang yang mengakibatkan kerugian atau gangguan fungsi
menyebabkan mobilitas dikurangi atau perasaan.
2. Prinsip-prinsip utama penatalaksaan trauma Spinal :
 Immobilasi
 Stabilisasi medis
 Mempertahankan posisi normal vetenrata (“spinal aligment”)
 Dekompresi dan stabilisasi spinal
 Rehabilisasi
3. Bowel trining dan bladder training
Membantu pasien untuk training dan bladdek melatih bowel terhadap
evakuasi interval yang spesifik, dengan tujuan untuk melatih bowel secara
rutin pada pasien yang mengalami gangguan pola bowel, dilakukan pada
pasien yang mengalami masalah eliminasi bowel tidak teratur.
B. Saran
1. Diharapkan dengan hadirnya makalah ini mahasiswa/i dapat meningkatkan
rasa ingin tahu mengenai isi makalah tentang Spinal Cord Injury dan
sebagai individu dapat menghindarinya.
2. Diharapkan mahasiswa/i dapat menjadikan makalah ini sebagai reperensi
bacaan dalam mata kuliah Patologi Neuromuskuler.

17

Anda mungkin juga menyukai