posterior), dan kolumna anterior (duapertiga bagian anterior korpus vertebra, bagian anterior
diskus intervertebra dan ligamen longitudinal anterior) (Muttaqin, 2011).
Cedera spinal tidak stabil menyebabkan resiko tinggi cedera pada korda sehingga
menimbulkan masalah aktual atau resiko ketidakefektifan pola napas dan penurunan curah
jantung akibat kehilangnya kontrol organ viseral. Kompresi saraf dan spasme otot servikal
memberikan stimulasi nyeri. Kompresi diskus menyebabkan paralisis dan respons sistemik
dengan munculnya keluhan mobilisasi fisik, gangguan defekasi akibat penurunan peristaltik
usus, dan ketidak seimbangan nutrisi (Price, 2002).
Tindakan dekompresi dan stabilitas pada pascabedah akan menimbulkan port de entree luka
pascabedah yang menyebabkan masalah resiko tinggi infeksi. Selain itu, tindakan tersebut dapat
menyebabkan kerusakan neuromuskular, yang menimbulkan resiko trauma sekunder akibat
ketidaktahuan tentang teknik mobilisasi yang tepat. Kondisi psikologis karena prognosis
penyakit menimbulkan respons anastesi. Manipulasi yang tidak tepat akan menimbulkan keluhan
nyeri dan hambatan mobilitas fisik (Muttaqin, 2011)
F. Manifestasi Klinis
Menurut Hudak & Gallo, (1996) menifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai berikut :
1. Lesi C1-C4
Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih berfungsi. Otot
diafragma dan otot interkostal mengalami partalisis dan tidak ada gerakan (baik secara fisik
maupun fungsional0 di bawah transeksi spinal tersebut. Kehilangan sensori pada tingkat C1
malalui C3 meliputi daerah oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah. Kehilangan sensori
diilustrasikan oleh diagfragma dermatom tubuh.
Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan perhatian penuh karena
ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan sehari-hari seperti makan, mandi, dan
berpakaian. quadriplegia pada C4 biasanya juga memerlukan ventilator mekanis tetapi mengkn
dapat dilepaskan dari ventilator secara. intermiten. pasien biasnya tergantung pada orang lain
dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari meskipun dia mungkin dapat makan sendiri
dengan alat khsus.
2. Lesi C5
Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak sekunder
terhadap edema pascatrauma akut. paralisis intestinal dan dilatasi lambung dapat disertai dengan
depresi pernapasan. Ekstremitas atas mengalami rotasi ke arah luar sebagai akibat kerusakan
pada otot supraspinosus. Bahu dapat di angkat karena tidak ada kerja penghambat levator
skapula dan otot trapezius. setelah fase akut, refleks di bawah lesi menjadi berlebihan.
Sensasi ada pada daerah leher dan triagular anterior dari daerah lengan atas.
3. Lesi C6
pada lesi segen C6 disters pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal dan edema
asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan lengan abduksi dan lengan bawah
fleksi. Ini karena aktivitasd tak terhambat dari deltoid, bisep dan otot brakhioradialis.
4. Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori untuk
mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas mengambil posis yang sama
seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasnya berlebihan ketika kerja refleks kembali.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Menurut Price, (2002 )menyampaikan manifestasi klinik pada fraktur adalah sebagai
berikut:
Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot,
tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan
extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot. paralysis dapat
terjadi karena kerusakan syaraf.
Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi
pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
h. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
i. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot
yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan
bentuk normalnya.
j. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1)
2)
3)
4)
5)
6)
b)
c)
d)
I.
16. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala bradikardi.
17. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.
18. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
19. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord : steroid
dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8 jam setelah
kejadian.
a.
b.
Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi jika ada indikasi.
c.
d.
e.
f.
g.