Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Oleh SGD 8
Ni Luh Diah Pradnya Kerthiari

1302105036

Komang Eva Trijayanti

1302105047

Ni Luh Eka Putri Ulandari

1302105049

Ni Putu Lilik Cahyani

1302105052

Harista Miranda Salam

1302105059

Putu Ari Sintya Dewi

1302105070

I Putu Iwan Pratama

1302105076

Ni Luh Trisnawati

1302105079

Dewa Ayu Lidya Citra Dewi

1302105089

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2016

Learning Task SGD Keperawatan Gawat Darurat


1. Jelaskan apa yang anda ketahui mengenai keperawatan gawat darurat?
2. Apakah yang dimaksud dengan True emergency dan false emergency ? Berikan
contohnya!
3. Jelaskan perbedaan dari :
a. Gawat tidak darurat
b. Darurat tidak gawat
c. Gawat darurat
d. Tidak gawat tidak darurat
Berikan minimal 10 contoh kasus yang termasuk kedalam kasus tersebut!
4. Jelaskan dan berikan contoh kondisi prioritas kegawatan dalam keperawatan gawat
darurat!
5. Buatlah deskripsi singkat masing-masing satu kondisi kegawat daruratan yang
mungkin terjadi pada sistem fungdi tubuh manusia (kardiovaskuler, respirasi,
neurovaskuler, integumen, psikiatri, muskuloskeletal, dll)!
6. Menurut pendapat anda, mengapa seorang perawat wajib memiliki kompetensi
kegawatdaruratan?

1. Jelaskan apa yang anda ketahui mengenai keperawatan gawat darurat?

Gawat darurat adalah suatu keadaan yang

mana penderita memerlukan pemeriksaan

medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi penderita. Instalasi Gawat
Darurat (IGD) adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan
pelayanan darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami
kecelakaan sesuai dengan standar.
Keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan gawat darurat
yang diberikan kepada klien oleh perawat yang berkompeten di ruang gawat darurat.
Asuhan keperawatan yang diberikan meliputi biologis, psikologis, dan sosial klien baik
aktual yang timbul secara bertahap maupun mendadak ( Depkes RI , 2005).
Keperawatan Gawat Darurat (Emergency Nursing) merupakan pelayanan keperawatan
yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injury akut atau sakit yang
mengancam kehidupan.
2. Apakah yang dimaksud dengan True Emergency dan False Emergency ? Berikan
contohnya!
a. True Emergency
True emergency adalah kondisi apapun yang secara klinis dipastikan
memerlukan perawatan medis sesegera mungkin, yang memerlukan perawatan untuk
masuk ke rumah sakit untuk orang orang dengan masalah diagnostic. (Herkutanto,
2007). Pasien dengan kasus True Emergency yaitu pasien yang tiba tiba berada
dalam keadaan gawat darurat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau
anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya
(Boswick, 2013).
True Emergency yaitu ada masalah pada A (Airway), B (Breathing), C
(Circulation) dan D (Disability). Pasien yang tergolong dalam True Emergency
(Gawat Darurat) adalah pasien yang memerlukan pemeriksaan dan perawatan segera,
karena kalau tidak segera ditangani akan dapat mengancam jiwa atau menimbulkan
kecacatan (Boswick, 2013).
Contoh kasus yang termasuk dalam True Emergency menurut Boswick, 2013
yaitu :
1) Acute Miocard Infark(AMI)

Acute Miocard Infark(AMI) adalah salah satu penyakit jantung koroner. AMI
merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot
jantung

mengalami

hipoksia.

Pembuluh

darah

koronaria

mengalami

penyumbatan sehingga aliran darah yang menuju otot jantung terhenti. Acute
Miocard Infark adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
( Boswick, 2013).
2) Keracunan akut dengan penurunan kesadaran
Keracunan merupakan masuknya suatu zat yang tidak diinginkan kedalam
tubuh, sehingga zat tersebut sangat berbahaya bagi fungsi organ organ tubuh.
Keracunan akut hingga saat ini masih menjadi salah satu kegawatdaruratan
medis yang paling sering ditemukan, dengan kontribusi 5-10% dari semua
pasien dirumah sakit ( Boswick, 2013).
3) Sumbatan jalan napas
Sumbatan jalan napas merupakan salah satu penyebab kematian utama yang
kemungkinan masih dapat diatasi. Penyebab sumbatan jalan napas yang sering
dijumpai adalah dasar lidah, palatum mole, darah atau benda asing lainnya.
Benda asing seperti tumpahan atau darah dijalan napas atas yang tidak dapat
ditelan atau dibatukkan oleh penderita yang tidak sadar dapat menyumbat jalan
napas. Sumbatan jalan napas juga dapat terjadi pada jalan napas bagian bawah,
hal ini terjadi akibat bronkospasme, sembab mukosa, sekresi bronkus, masuknya
isi lambung atau benda asing ke dalam paru ( Boswick, 2013).
b. False Emergency
False Emergency adalah pasien yang dalam keadaan tidak gawat dan tidak
darurat yang berkunjung ke IGD untuk mendapatkan pelayanan pengobatan (Oktami,
2013).
Contoh kasus yang termasuk False Emergency adalah cedera ringan yang tidak
membutuhkan pertolongan segera serta tidak mengancam nyawa, benturan memar di
permukaan kuli, luka lecet, tertusuk duri, demam ringan (Oktami, 2013).
3. Jelaskan Perbedaan Dari:
a. Gawat Tidak Darurat

Gawat tidak darurat merupakan salah satu triage dalam keperawatan kegawat
daruratan. Gawat tidak darurat dilambangkan dengan warna putih. Gawat tidak
darurat merupakan kelompok pasien yang berada dalam keadaan gawat tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat (Roffi, 2009).
Contoh kasus yang termasuk keadaan gawat tidak darurat adalah

kanker

stadium akhir, fraktur, sickle cell, demam berdarah, diabetes mellitus, CKD (Chronic
Kidney Disease), AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome), PPOK (Penyakit
Paru Obstruksi Kronis), Apenddiks, dan Dismenore (Roffi, 2009).
b. Darurat Tidak Gawat
Darurat tidak gawat merupakan salah satu triage dalam keperawatan kegawat
daruratan. Darurat tidak gawat dilambangkan dengan warna kuning. Darurat tidak
gawat merupakan kelompok pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak
mengancam nyawa dan anggota tubuhnya (Roffi, 2009).
Contoh kasus yang termasuk keadaan darurat tidak gawat adalah Luka robek
yang baru, Colic Abdomen, Fraktur tulang tertutup, Vulnus Lateratum tanpa
perdarahan, trauma thorax non asfiksia, luka bakar terbatas kurang dari 30%, cedera
pada bagian/jaringan lunak, Fraktur tertutup pada tulang panjang, cedera abdomen
tanpa syok, trauma dada tertusuk tanpa ancaman henti napas, trauma ekstremitas,
trauma kepala tertutup, dan trauma mata (Roffi, 2009).
c. Gawat Darurat
Gawat Darurat adalah beberapa situasi yang dapat mengancam nyawa jika
tidak segera diberi penanganan dimana penanganannya menuntut respon yang cepat
dan tepat (UNHCR, 2007). Gawat Darurat adalah Keadaan klinis pasien yang
membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan
kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun 2009). Jadi Gawat darurat adalah suatu
keadaan yang dapat mengancam nyawa yang mana penderita memerlukan
pemeriksaan medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi
penderita. Gawat darurat dilambangkan dengan warna merah.
Pada saat perawatan diberikan pada pasien dalam situasi kedaruratan,
beberapa keputusan penting harus dibuat. Keputusan membutuhkan penilaian yang
didasarkan pada pemahaman tentang kondisi yang menimbulkan kedaruratan dan efek
pada seseorang. Tujuan utama dari pelaksanaaan medis kedaruratan adalah untuk
mempertahankan hidup, mencegah keadaan memburuk sebelum penanganan pasti

dapat diberikan dan untuk memulihkan pasien agar dapat hidup berguna. Selain itu
juga untuk menentukan luas cidera atau kesakitan sehingga pasien akan mendapat
prioritas penanganan. Prioritas ini ditentukan oleh seberapa besar kondisi tersebut
dapat mengnacam kehidupan pasien. Cidera atau kondisi yang mengganggu fungsi
fisiologik vital lebih diutamakan seperti obstuksi jalan nafas , perdarahan massif dan
kondisi lainnya yang khususnya menyangkut bagian pernafasan (Smeltzer & Bare,
2002).
Prinsip yang diterapkan saat penatalaksanaan kedaruratan (Smeltzer & Bare,
2002) adalah :
1) Memelihara jalan nafas dan menyediakan ventilasi yang adekuat, melakukan
2)
3)
4)
5)
6)

resusitasi pada saat diperlukan. Kaji cedera dada dan obstruktif jalan nafas.
Kontrol perdarahan dan konsekuensinya
Evaluasi dan pemulihan curah jantung
Mencegah dan menangani syok, memelihara sirkulasi
Melaksanankan pemeriksaan fisik secara terus menerus
Menentukan apakah pasien dapat mengikuti perintah (evaluasi ukuran, aktivasi

pupil dan respon motorik)


7) Pantau EKG jka diperlukan
8) Lakukan pembabatan jika diduga terdapat fraktur servikalis dengan cedera
kepala
9) Melindungi luka dengan balutan steril
10) Periksa apakah pasien mempunyai riwayat alergi atau masalah kesehatan lain
11) Mengisis lembar alur tanda vital, tekanan darah dan status neurologik agar
mendapat petunjuk dalam pengambilan keputusan.
Prinsip utama dalam menangani kondisi kegawatdaruratan adalah dengan
memperhatiakan C (Circulation), A (Airway), B (Brathing), D (Disability) dan E
(Eksposure) (UNHCR, 2007).
Contoh kasus yang termasuk keadaan gawat darurat adalah AMI, Fraktur
terbuka, trauma kepala, keracunan metanol, tergigit ular, trauma tulang belakang,
Dengue Shock Syndrome (DSS), chooking, trauma tumpul abdomen, cedera multiple,
heat stroke, reaksi anafilatik (Smeltzer & Bare, 2002).
d. Tidak gawat tidak darurat
Tidak gawat tidak darurat adalah suatu keadaan yang tidak mengancam jiwa
dan tidak menyebabkan kecacatan serta tidak memerlukan tindakan yang cepat.
Gejala dan tanda klinis ringan dan asimptomatis (Roffi, 2009).

Contoh kasus yang termasuk keadaan tidak gawat tidak darurat adalah batuk,
pilek, maag, luka gores, luka lecet, mual, demam biasa, pusing, sakit gigi, penyakit
kulit ringan seperti kutu air, jerawat dan lain-lain (Roffi, 2009).
4. Jelaskan dan berikan contoh kondisi prioritas kegawatan dalam keperawatan gawat
darurat!
Prioritas kondisi pada kegawatan dilakukan dengan menggunakan survei primer dan
sekunder. Dalam hal ini, lingkup pelayanan kegawatdaruratan diukur terlebih dahulu
dengan melakukan survei primer tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian
dilanjutkan dengan survei sekunder menggunakan tahapan airway management (A),
breathing management (B), circulation management (C), dan disability (D) (Basoeki dkk,
2008). Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu
melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam
hidup pasien, kemudian dilanjutkan dengan dilakukan survei sekunder.
Survei primer bertujuan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup
pasien. Survei primer dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas. Dalam
praktiknya, survei primer dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang singkat
(kurang dari 10 detik) di fokuskan pada airway (A) breathing (B), dan circulation (C).
Mancini (2011) menyatakan bahwa pengkajian primer pada penderita gawat darurat
penting dilakukan secara efektif dan efisien. Namun, berkaitan dengan survei ABCDE
(Airway, Breathing, Circulation, Disability dan Exposure), survei primer ini harus
dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 2-5 menit. Tahapan survei primer pada ABCDE di
antaranya: 1.) airway (A) yaitu mengecek jalan napas dengan tujuan menjaga jalan napas
disertai kontrol servikal; breathing (B) yaitu mengecek pernapasan dengan tujuan
mengelola pernapasan agar oksigenasi adekuat; circulation (C) yaitu mengecek sistem
sirkulasi disertai kontrol perdarahan; disability (D) yaitu mengecek status neurologis;
exposure (E) yaitu enviromental control, seperti membuka baju penderita untuk mencegah
hipotermia (Holder, 2002). Namun, penanganan yang simultan terhadap trauma dapat
terjadi bila terdapat lebih dari satu keadaan yang mengancam jiwa (Wilkinson, dalam
Iqbal, 2009).
Survei sekunder dilakukan setelah pengkajian dan intervensi survei primer. Survei
sekunder adalah pemeriksaan mendalam yang dilakukan dari ujung rambut sampai ujung
kaki, dari depan sampai belakang (Widiastuti, 2011). Survei sekunder hanya dilakukan
apabila penderita telah stabil. Keadaan stabil yang dimaksud adalah keadaan penderita

sudah tidak menurun, atau dalam keadaan syok yang kemungkinan tidak mengalami
keparahan lebih lanjut (Widiastuti, 2011).
Kondisi prioritas kegawatan yaitu kondisi gawat darurat dimana merupakan suatu keadaan
seseorang secara tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
anggota badannya dan jiwanya ( akan menjadi cacat atau mati ) bila tidak mendapatkan
pertolongan dengan segera ( Suhartati, 2011 ). Contohnya :
a. Gawat nafas merupakan sindrom gangguan nafas yang juga dikenal sebagai penyakit
membrane hialin, terjadi hampir sering pada bayi prematur. Insiden dan keparahannya
tergantung pada usia kehamilan bayi baru lahir ( Medscape, 2015) . Kelainan ini lebih
sering terjadi pada bayi prematur yang lahir sekitar 6 minggu atau lebih sebelum
tanggal kelahirannya ( NIH, 2012 ). Insidensi gagal napas di Amerika adalah 18 per
1000 kelahiran hidup. Meskipun insidensinya lebih tinggi pada bayi dengan berat
badan lahir rendah, sepertiga kasus terjadi pada bayi dengan berat badan normal.
Insidensi tertinggi terdapat pada ras kulit hitam dan sangat berhubungan dengan
kemiskinan. Di Indonesia, sepertiga dari kematian bayi terjadi pada bulan pertama
setelah kelahiran, dan 80% diantaranya terjadi pada minggu pertama dengan
penyebab utama kematian diantaranya adalah infeksi pernafasan akut dankomplikasi
perinatal (Angus et all, 2001 ). Kondisi ini disebut kondisi prioritas dikarenakan
kondisi dimana paru-paru bayi tidak mampu membuat cukup surfaktan sehingga tanpa
cukup surfaktan, paru-paru kolaps dan bayi harus bekerja keras untuk bernapas.
Kemungkinan yang terjadi adalah bayi tidak mendapatkan oksigen yang cukup untuk
mendukung organ-organ tubuh. Kekurangan oksigen dapat merusak otak dan organ
lainnya pada bayi ( NIH, 2012 ).
b. Gawat jantung merupakan gangguan yang mengancam nyawa yang harus ditangani
segera untuk menghindari keterlambatan dalam pengobatan dan meminimalkan
morbiditas dan mortalitas. Gejala yang dialami pasien ketika mengalami kondisi ini
adalah hipertensi berat, nyeri dada, dysrhythmia, atau cardiopulmonary arrest
( Elshazly & Nissen, 2014). Penyakit Jantung Koroner atau yang sering disebut
dengan PJK, merupakan salah satu bentuk utama penyakit jantung dan pembuluh
darah yang terdiri dari angina pektoris (AP), infark miokard akut (IMA) dan sudden
death. IMA terjadi akibat oklusi atau sumbatan pada pembuluh darah koroner yang
menyebabkan suplai darah sangat kurang sehingga terjadi nekrosis miokard yang
menyebabkan cardiac arrest. Penyakit kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan

yang utama. Dimana prevalensi dan insidensi penyakit ini di negara berkembang
cukup tinggi dan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit kardiovaskuler
adalah penyakit yang melibatkan jantung dan pembuluh darah. Menurut data survey
penyakit kardiovaskuler khususnya penyakit jantung koroner di Indonesia prevalensi
dan insidensi dari penyakit ini masih menempati urutan pertama angka kematian
nasional. Pada tahun 2000, penyakit ini menjadi penyebab utama kematian di
Indonesia dan memiliki prevalensi sebesar 9,2% pada tahun 2007. Resiko kematian
akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% per tahun pada gagal jantung ringan yang
akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat (Ardiansyah, 2012).
Kondisi ini disebut kondisi prioritas dikarenakan kondisi ini dapat menyebabkan
kematian jika tidak ditangani segera. Contohnya salah satu gawat jantung yang perlu
penanganan cepat adalah cardiac arrest dimana merupakan hilangnya fungsi jantung
secara mndadak dimana jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi normalnya
darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya akibat
kegagalan

jantung

untuk

berkontraksi

secara

efektif

(American

Heart

Association,2010). Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi dalam

jangka waktu 8 sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung
(American Heart Association,2010).

c. Kejang merupakan salah satu kelainan neurologis. Kejang biasanya terjadi karena
demam tinggi, vaksinasi, cedera kepala, infeksi virus, hidrosefalus dan shunt,
dysplasia kortikal fokal , defek waktu lahir, kesulitan dalam proses persalinan, atau
keracunan, infeksi otak dan sistem saraf pusat, hipoglikemi, tumor otak, agioma
kavernosa, dan pseudoepilepsi ( Dewanto, 2009 ). Pada umumnya kasus kejang
demam sembuh sempurna, sebagian kecil berkembang menjadi epilepsi (2%-7%),
dengan angka kematian 0,64%-0,75%. Maka dari itu prognosis kejang demam
biasanya baik (Knudzen, 2010).

Kejang termasuk kondisi prioritas dikarenakan

kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut
merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan
sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit
berat atau cenderung menjadi status epileptikus, dimana epileptikus merupakan suatu
kondisi kegawatan yang mengancam jiwa dengan resiko terjadinya gejala sisa
neurologis ( Karnia, 2007 ).

d. Koma merupakan derajat penurunan kesadaran terendah, dimana tidak terdapat respon
dan tidak dapat dibangunkan meskipun dirangsang dengan rangsangan nyeri
( Dewanto, 2009 ). Koma adalah penurunan kesadaran yang paling rendah atau
keadaan unarousable unresponsiveness, yaitu keadaan pasien tidak dapat dibangunkan
dengan semua rangsangan dan tidak dapat berespons terhadap lingkungannya (Aprilia
& Wreksoatmodjo 2015) . Koma dapat disebabkan oleh penyebab traumatik dan nontraumatik. Penyebab traumatik yang sering terjadi adalah kecelakaan lalu lintas,
kekerasan fi sik, dan jatuh. Penyebab non-traumatik yang dapat membuat seseorang
jatuh dalam keadaan koma antara lain gangguan metabolik, intoksikasi obat, hipoksia
global, iskemia global, stroke iskemik, perdarahan intraserebral, perdarahan
subaraknoid, tumor otak, kondisi infl amasi, infeksi sistem saraf pusat (Aprilia &
Wreksoatmodjo 2015). Koma termasuk dalam kondisi prioritas dikarenakan jika
koma tanpa perbaikan dapat berlanjut masuk ke dalam keadaan mati batang otak
(Aprilia & Wreksoatmodjo 2015).
e. Trauma kepala dengan penurunan kesadaran merupakan suatu ruda paksa ( trauma )
yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan structural dan
atau gangguan fungsional jaringan otak ( Sastrodiningrat, 2006). Angka kejadian
trauma kepala yang dirawat di rumah sakit di Indonesia merupakan penyebab
kematian urutan kedua (4,37%) setelah stroke, dan merupakan urutan kelima (2,18%)
pada 10 pola penyakit terbanyak yang dirawat di rumah sakit di Indonesia (Depkes
RI, 2007). Kondisi ini termasuk dalam kondisi prioritas dikarenakan jika terjadi
peningkatan tekanan iintracranial dapat menimbulkan gejala nyeri kepala, muntah,
kejang, dan papil edem dan dapat menyebabkan kematian karena kompresi batang
otak segera setelah darah masuk dalam ruang subarachnoid ( Perdossi, 2011 ). Trauma
kepala dengan penurunan kesadaran terjadi karena terdapatnya perdarahan di dalam
otak, dimana perdarahan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial
yang terjadi menyebabkan kematian dikarenakan kompensasi tahap akhir dimana
terjadinya pemindahan jaringan otak melintasi tentorium di bawah falx serebri, atau
melalui foramen magnum ke dalam kanal spinal, proses ini dinamakan herniasi yang
sering menimbulkan kematian dari kompresi batang otak (Black &Hawks, 2005).
f. Akut Miokard Infark yang sering disebut dengan serangan jantung yang merupakan
keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga sel otot
jantung mengalami kematian (Robbins et all, 2007 ). Terhitung sebanyak 7.200.000

(12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Penyakit ini adalah
penyebab utama kematian pada orang dewasa di mana-mana (Garas, 2010). Infark
miokard akut adalah penyebab kematian nomor dua pada negara berpenghasilan
rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4%) (WHO, 2008). Kondisi ini
termasuk kondisi prioritas dikarenakan gangguan aliran darah ke jantung ini dapat
menyebabkan sel otot jantung mengalami hipoksia, daerah otot yang sama sekali tidak
mendapatkan aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, jika kondisi ini lama tidak ditangani sel otot
jantung akan mengalami hipoksia lalu infark.
g. Fraktur terbuka merupakan suatu kondisi dimana fragmen tulang meluas melewati
otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi ( Mansjoer, 2002 ). Di Amerika
Serikat, 5,6 juta kejadian patah tulang terjadi setiap tahunnya dan merupakan 2% dari
kejadian trauma. Patah tulang pada tibia merupakan kejadian tersering dari seluruh
patah tulang panjang. Insiden per tahun dari patah tulang terbuka tulang panjang
diperkirakan 11,5 per 100.000 penduduk dengan 40% terjadi di ekstrimitas bagian
bawah. Patah tulang ekstrimitas yang terisolasi menyebabkan angka morbiditas yang
tinggi seperti penderitaan fisik, kehilangan waktu produktif dan tekanan mental. Patah
tulang ekstrimitas dengan energi tinggi juga menyebabkan angka mortalitas tinggi
apabila terjadi multi trauma dan pendarahan hebat. Fraktur terbuka termasuk dalam
kondisi prioritas dikarenakan faktur terbuka terdapat robekan kulit di atasnya atau
visera di dekatnya dengan potensi kontaminasi pada ujung tulangnya sehingga akan
mudah terjadinya infeksi dan kehilangan darah maka dari itu membutuhkan kegawat
daruratan bedah dan membutuhkan penilaian yang sesuai untuk mencegah terjadinya
infeksi ( Grace & Borley, 2006 ).
h. Tergigit anjing ( rabies ) merupakan virus akut yang menyerang sistem saraf pusat
manusia dan mamalia dengan mortalitas 100%, penularannya melalui jilatan dan
gigitan hewan yang terjangkit rabies seperti anjing, kucing, kera, sigung, serigala,
raccoon dan kelelawa ( Tanzil, 2014 ). Jumlah kematian akibat rabies ini berbedabeda tiap negara. Jumlah kematian akibat rabies relatif lebih rendah di Eropa dan
Amerika Utara, yaitu 0-20 kematian per tahun. Angka kematian rabies mencapai
100% dengan menyerang pada semua umur dan jenis kelamin. Rabies menyebabkan
30.000-70.000 kematian pada manusia per tahun. Rabies termasuk kondisi kegawatan

prioritas dikarenakan penyakit ini menyerang sistem saraf pusat jika tidak ditangani
dengan cepat dan tepat akan menyababkan kematian ( Tanzil 2014).
i. Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi ( Wim de Jong.
2005 ). Angka mortalitas akibat trauma luka bakar sekitar 195.000 jiwa pertahun.
Lebih dari 95% trauma luka bakar yang serius terjadi di negara berpenghasilan rendah
dan menengah. Kondisi ini termasuk kondisi prioritas kegawat daruratan karena luka
bakar merupakan suatu trauma dengan mortalitas dan morbiditas tinggi. Selain itu
luka bakar dapat menyebabkan anemia dikarenakan pembuluh darah yang terpajan
suhu tinggirusak dan permebialitasnya tinggi ( Wim de Jong. 2005 ). Sel darah yang
ada di dalamnya akan ikut rusak. Meningkatnya permebialitas juga dapat
menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit yang
menyebabkan berkurangnya cairan intravaskuler yang akan menyebabkan dehidrasi (
Wim de Jong. 2005 ).
j. Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi atau merupakan sindrom klinis yang
berasal dari respon inflamasi terhadap infeksi ( Napitupulu, 2010). Jenis kelamin,
penyakit kronis, keadaan imunosupresi, infeksi HIV dan keganasan merupakan faktor
yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis ( Napitupulu, 2010). Beberapa
kondisi tertentu seperti gangguan organ secara progresif, infeksi nosokomial dan
umur yang lanjut juga berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian. Sepsis
biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan oleh
virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur) ( Napitupulu, 2010). Sepsis
menempati urutan ke10 sebagai penyebab utama kematian di Amerika Serikat dan
penyebab utama kematian pada pasien sakit kritis. Dari tahun 1999 sampai 2005 ada
16.948.482 kematian di Amerika Serikat. Dari jumlah tersebut, 1.017.616 dikaitkan
dengan sepsis (6% dari semua kematian). Sebagian besar kematian terkait sepsis
terjadi di rumah sakit, klinik dan pusat kesehatan (86,9%) dan 94,6 % dari ini adalah
pasien rawat inap tersebut. Kondisi ini termasuk kondisi kegawatan prioritas karena
jika ditangani secara lambat dapat menyebabkan kerusakan organ secara progresif
bahkan kematian ( Napitupulu, 2010).
k. SIRS (systemic Inflammatory Response Syndrome) merupakan suatu bentuk respon
peradangan terhadap adanya infeksi bakteri, fungi, ricketsia, virus, dan protozoa.

Respon peradangan ini timbul ketika sistem pertahanan tubuh tidak cukup mengenali
atau menghilangkan infeksi tersebut (Chen et.al,2009). Di Amerika Serikat sepsis
diperkirakan terjadi sekitar 750.000 kasus setiap tahunnya pada populasi menurut
umur dengan jumlah yang terus meningkat, yaitu pada pasien dengan organisme yang
resisten terhadap pengobatan atau compromised immunesystem. Pada neonatus,
sepsis mempunyai insidens 1-10 dari 1000 kelahiran hidup, dengan angka mortalitas
15-50%, atau sekitar 26% diseluruh dunia. Angka mortalitas akibat syok septik adalah
sebesar 40-70%, sedangkan yang

disebabkan oleh Sepsis berat adalah 25-30%.

Angka kematian akibat syok septik tergantung pada tempat awal timbulnya infeksi,
bakteri patogen, adanya Multiorgan Dysfunction Syndrome (MODS), dan respon
imun pejamu. Kondisi ini termasuk kondisi kegawatan prioritas karena jika ditangani
secara lambat dapat menyebabkan kerusakan organ secara progresif bahkan kematian
( Napitupulu, 2010).
l. DIC ( Diseminated intravascular Coagulation ) atau dalam bahasa indonesia di singkat
KID (koagulasi intravaskular diseminata) merupakan suatu sindroma dimana
homeostatik normal dalam mempertahankan darah tetap cair berubah menjadi
keadaan yang patologik. Aktivasi koagulasi terjadi secara berlebihan sehingga
terbentuk sumbatan pada mikrovaskular secara luas, hal ini mempengaruhi suplai
darah ke organ, sehingga terjadi kekacauan metabolik dan berkontribusi terjadinya
kegagalan organ multiple. Pada saat yang bersamaan itu pula terjadi koagulopati
konsumtif sehingga mudah perdarahan hebat. (Napitupulu, 2010). DIC terjadi pada
30%-50% pasien dengan sepsis. Selain itu diperkirakan DIC terjadi 1% dari semua
pasien yang dirawat di rumah sakit. Di Amerika Serikat kira-kira terjadi 18.000 kasus
DIC pada tahun 1994. Sedangkan angka mortalitasnya tergantung pada tingkat
keparahan penyakit yang didahului dan koagulopatinya. Pada studi terbaru yang
dilakukan oleh Japanese Association for Acute Medicine (JAAM), memperlihatkan
bahwa pasien sepsis dengan DIC mempunyai angka kematian lebih tinggi daripada
pasien trauma dengan DIC (34,7% : 10.5% ) (Napitupulu, 2010). Kondisi ini termasuk
kondisi kegawatan proritas karena dapat terjadi perdarahan pada penderita DIC.
Kondisi kegawatan pada intinya tidak bisa dibandingkan tanpa mengetahui secara spesifik
kondisi pasien. Sebagai contoh, berdasarkan identifikasi sistem sirkulasi pada survei
primer ABC, gangguan sirkulasi pada pembuluh darah otak akibat cedera kepala tampak
memiliki posisi prioritas untuk ditangani dibandingkan dengan demam berdarah. Namun,

apabila tingkatan cedera kepala yang dialami merupakan cedera kepala ringan (CKS) yang
memerlukan observasi kesadaran, pupil, gejala fokal serebral serta tanda-tanda vital
dibandingkan dengan demam berdarah yang memasuki fase kritis Dengue Shock
Syndrome (DSS) yang membutuhkan penanganan dalam waktu kurang dari 60 menit,
maka kegawatan demam berdarah akan lebih tinggi daripada cedera kepala.
5. Buatlah deskripsi singkat masing-masing satu kondisi kegawat daruratan yang
mungkin terjadi pada system fungsi tubuh manusia (kardiovaskuler, respirasi,
neurovaskuler, integument, psikiatri, musculoskeletal, dll)
a. Kardiovaskuler
1) Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit
Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian.
SKA merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis
berupa keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejala-gejala lain
sebagai akibat iskemia miokard (Depkes RI, 2006).
2) Cardiac arrest atau henti jantung adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba
dan mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan
penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan,
terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart
Association,2010). Henti jantung adalah keadaan klinis dimana curah jantung
secara efekti adalah nol. Biasanya keadaan ini berhubungan dengan fibrilasi
ventrikel, asystole atau disosiasi elektromagnetik (DEM), dapat juga disebabkan
disritmia yang lain yang kadang-kadang menghasilkan curah jantung yang sama
sekali tidak efektif. Ini meliputi bradikardi yang hebat dan takikardi ventrikuler
(Eliastam, Sternbach & Bresler, 1998).
b. Respirasi
1) Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan
karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen
kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida
lebih besar dari 45 mmHg / hiperkapnia (Brunner & Suddarth, 2001).
2) Asma bronkial merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemen selularnya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik

berulang berupa mengi atau wheezing, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk,
terutama pada malam hari atau dini hari (Aria laksana & Nisa Berawi, 2015).
3) Tension pneumotoraks terjadi bila udara memasuki ke dalam rongga pleura tetapi
tidak dapat kembali ke alveolus. Volume udara yang terakumulasi akan
meningkat karena volumenya meningkat,maka terdapat peningkatan tekanan atas
paru. Bila seluruh rongga pleura pada satu sisi terisi udra, akan terjadi pergeseran
mediastinum ke sisi yang tidak terkena. Ia menimbulkan penurunan volume paru
sisi yang tak terkena, yang mengurangi gerakan udara dan pertukaran gas serta
menambah tingkat hipoksia, dan menekuk vena kava, mengurangi alirann balik
darah ke atrium kanan dan menaikkan tekanan vena sentral. Karena curah jantung
dan penyerapan oksigen menurun, maka tension pneumothoraks cepat fatal bila
tidak terdiagnosis (Boswick, 1998).
c. Neurovaskuler
1) Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang terjadi akibat
terganggunya aliran darah otak secara tiba-tiba yang mengakibatkan kematian sel
saraf otak sehingga terjadi disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada
timbulnya kecacatan ataupun kematian (Agustina, 2013).
2) Epilepsy adalah suatu gangguan atau terhentinya fungsi otak secara periodik yang
disebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan listrik secara berlebihan dan tidak
teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba, sehingga penerimaan dan pengiriman
impuls antara bagian otak dan dari otak ke bagian lain tubuh terganggu
(Mutiawati, 2008).
d. Perkemihan
1) Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible,
yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk memeperoleh metabolisme
dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul urenia(retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah). Pada kondisi gagal ginjal kronis, ginjal
tidak mamapu mengeksresikan zat-zat sampah hasil metabolisme yang
menyebabkan sindrom uremia. Bila zat-zat sampah hasil metabolisme menembus
sawar darah otak maka ph otak akan bersifat asam sehingga seseorang akan
mengalami kejang atau bahkan tiba-tiba mengalami koma (kehilangan kesadaran)
(Musliha, 2009).
e. Integumen
1) Luka Bakar

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi
(Moenajat, 2001). Pada dasarnya luka bakar terjadi akibat paparan suhu yang
tinggi, akibatnya akan merusak kulit dan pembuluh darah tepi maupun pembuluh
darah besar dan akibat kerusakan pembuluh darah ini dapat mengakibatkan cairan
plasma sel darah, protein, dan albumin mengalami gangguan fisiologi. Akibatnya
terjadilah kehilangan cairan yang massif, terganggunya cairan didalam lumen
pembuluh darah. Suhu tinggi juga merusak pembuluh darah yang mengakibatkan
sumbatan pembuluh darah sehingga beberapa jam setelah terjadinya reaksi
tersebut dapat terjadinya radang sistemik maupun kerusakan jaringan lainnya.
Dari hal tersebut, pada luka bakar juga dapat terjadi syok hipovolemik (Musliha,
2009).
f. Muskulo
1) Fraktur Terbuka
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem
Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka
pada kulit atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka
digradasi menjadi : grade I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya;
grade II dengan luka bersih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif;
dan grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif, merupakan yang paling berat (Brunner & Suddarth, 2001).
g. Psikiatri
1) Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik naik pada dirinya sendiri maupun orang
lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati
dan Hartono, 2010).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri orang
lain maupun lingkungan (Stuart & Sundeen dalam Direja, 2011). Perilaku
kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis. Tanda dan gejala dari perilaku kekerasan
diantaranya adalah muka merah dan tegang, pandangan tajam, mengatupkan

rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, jalan mondar mandir, bicara kasar,
suara tinggi menjerit atau berteriak, mengancam secara verbal atau fisik,
melempar atau memukul benda/orang lain, merusak barang atau benda, tidak
mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan (Damaiyanti,
2010).
6. Menurut pendapat anda, mengapa seorang perawat wajib memiliki kompetensi
kegawat daruratan?
Menjadi seorang perawat memang memiliki tantangan tersendiri. Selain harus selalu
bertindak secara cepat dan tanggap, ada beberapa kompetensi yang harus dikuasai oleh
perawat, salah satunya adalah kompetensi kegawat daruratan. Berikut adalah beberapa
alasan mengapa perawat wajib memiliki kompetensi kegawat daruratan, diantaranya:
a. Pasien perlu pertolongan segera, cepat, tepat dan aman
b. Agar dapat tanggap dalam menangani kondisi pasien, dan tepat dalam memberikan
tindakan selanjutnya kepada pasien.
Beberapa kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang perawat diantaranya:
1) Kemampuan anamnesa dengan cepat dan tepat
IGD merupakan ruangan tempat pasien rujukan dan pasien gawat darurat
dirawat. Kondisi pasien yang dominan gawat inilah yang mengharuskan perawat yang
berdinas di IGD wajib memiliki kemampuan anamnesa yang cepat dan tepat.
Anamnesa merupakan langkah awal tindakan keperawatan yang menjadi arahan dan
petunjuk untuk melakukan tindakan selanjutnya. Beberapa kasus gawat darurat seperti
cedera otak, penyakit jantung, dan stroke merupakan kasus-kasus penyakit yang
memiliki golden period agar nyawa pasien terselamatkan.Golden period ini bukanlah
dalam hitungan hari, melainkan hitungan detik dan menit, sehingga anamnesa yang
cepat dan tepat sangatlah diperlukan.
Anamnesa yang cepat dan tepat tentu saja akan mengarahkan pasien untuk
mendapat tindakan penanganan yang tepat sehingga nyawa pasien dapat
terselamatkan. Anamnesa haruslah cepat dan tepat. Tidak bisa hanya cepat tetapi
kurang tepat, atau sebaliknya, tepat tetapi kurang cepat. Karena hampir seluruh pasien
di IGD merupakan pasien dengan kondisi gawat darurat yang membutuhkan bantuan
dan penanganan sesegera mungkin. Salah satu jenis anamnesa yang harus dikuasai di
luar kepala oleh perawat IGD adalah anamnesa berdasarkan ABC (Airway-BreathingCirculation).
Untuk dapat melakukan anamnesa ABC ini biasanya perawat UGD dibekali
pelatihan BLS (Basic Life Support) dan BCLS (Basic Cardiac Life Support) serta

PPGD (Pertolongan Pertama Gawat Darurat). Setiap perawat yang telah melampaui
pelatihan tersebut akan mendapatkan lisensi berupa sertifikat yang berlaku selama dua
tahun. Setelah dua tahun, perawat IGD wajib memperbaharui sertifikatnya dengan
melakukan ujian atau mengikuti pelatihan kembali. Hal ini berguna untuk
mempertahankan kemampuan perawat IGD dalam melakukan anamnesa dan tindakan
yang cepat dan tepat bagi para pasiennya.
2) Kemampuan menilai kesadaran pasien
Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat IGD adalah
kemampuan menilai kesadaran pasien. Kemampuan menilai kesadaran pasien
haruslah menjadi kemampuan yang mendarah daging saat menjadi perawat
IGD, karena sebagian besar pasien yang masuk ke ruangan IGD merupakan pasien
dengan kondisi gawat dan sering diikuti dengan gejala penurunan kesadaran. Salah
satu cara menilai kesadaran pasien adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale).
GCS merupakan skala yang digunakan untuk menentukan kesadaran seseorang
ditinjau dari respon mata (eye), cara berbicara (verbal), dan gerakan tubuh (motion)
atau lebih dikenal dengan singkatan EVM. Seorang pasien dikatakan memiliki
kesadaran yang baik jika memiliki respon mata baik, respon verbal baik, dan respon
gerak baik, GCS 4-5-6 dengan total skor/skala 15 ini juga bisa disebut
kondisi composmentis.
3) Kemampuan melakukan tindakan penyelamatan nyawa
Kemampuan yang mutlak harus dimiliki oleh perawat IGD adalah tindakan
penyelamatan nyawa. Tindakan penyelamatan nyawa ini meliputi terapi cairan pada
pasien syok, pemasangan intubasi bersama dokter anestesi, pemasangan ventilator
atau alat bantu nafas, RJP (Resusitasi Jantung Paru) dan menggunakan defibrilator.
Tindakan penyelamatan nyawa biasanya dilakukan berdasarkan analisis penyebab,
apakah terdapat gangguan di jalan napas (airway), pernafasan (breathing) atau pada
sirkulasi (circulation). Tindakan penyelamatan nyawa haruslah dilakukan dengan
cekatan dan cepat, mengingat pasien yang berada di ruang IGD merupakan pasien
gawat darurat yang keselamatan nyawanya bergantung pada ketepatan dan kecepatan
tindakan.
4) Kemampuan menjahit luka dengan cepat
Kemampuan menjahit luka dengan cepat merupakan salah satu kemampuan
yang wajib dimiliki oleh seorang perawat IGD. Salah satu kasus terbanyak di ruang
IGD adalah kasus kecelakaan lalu lintas. Hampir semua pasien yang mengalami
kecelakaan menderita luka di bagian tubuhnya. Oleh karena itu, perawat IGD harus
mampu menjahit luka dengan cepat. Teknik menjahit luka pada area kepala akan

berbeda dengan luka di daerah lengan atau kaki. Hal ini juga menyebabkan perawat
IGD dituntut untuk menguasai berbagai teknik jahitan agar bisa menjahit luka pasien
di bagian tubuh mana saja dengan cekatan dan rapi.
5) Kemampuan untuk berkomunikasi secara efisien efektif
IGD merupakan ruangan yang sering crowded dan hampir semua pasien
membutuhkan penanganan yang cepat. Oleh karena itu, perawat IGD dan tenaga
medis lainnya dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi secara efisien dan
efektif. IGD sangat berbeda karakteristiknya dengan ruang perawatan lainnya. Di
ruangan lain, perawat mungkin masih bisa menjelaskan dengan santai setiap
perkembangan pasien kepada rekan sejawat atau tim medis, tetapi di IGD hal tersebut
sangatlah mustahil. Hampir tidak ada waktu untuk berbicara dengan santai. Setiap
pembicaraan hampir selalu dilakukan berbarengan dengan melakukan tindakan
penanganan pada pasien, hal inilah yang menyebabkan perawat IGD harus mampu
melakukan komunikasi yang efektif dan efisien.
6) Perawat harus mampu memberikan pertolongan pada bencana alam
Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi, dimana
perawat tidak hanya terbatas pada pemberian asuhan dirumah sakit saja melainkan
juga dituntut mampu bekerja dalam kondisi siaga tanggap bencana. Situasi
penanganan antara keadaan siaga dan keadaan normal memang sangat berbeda,
sehingga perawat harus mampu secara skill dan teknik dalam menghadapi kondisi
seperti ini. Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga bencana
dapat dilakukan oleh keperawatan. Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki seorang perawat bisa melakukan pertolongan siaga bencana dalam berbagai
bentuk.

7) Perawat harus mampu melakukan tindakan kegawatan di ICCU dan ICU


Salah satu tempat perawat memberikan perawatan yaitu ICU (Intensive Crae
unit). Data RSU Anulapura Palu (2012) menyebutkan bahwa dari 20 perawat yang
bekerja di ICCU, hanya 4 perawat yang pernah melakukan pelatihan penanganan
kegawatan pasien ICU. Sedangkan, dari 20 perawat yang bekerja di ICu, hanya 5
orang yang pernah mengikuti pelatihan yang sama. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa perawat seharusnya memiliki kompetensi dalam penanganan kegawatansalah
satunya yaitu di ICU dan ICCU. Hal tersebut dikarenakan oleh adanya kemungkinan
terjadinya cardiac arrest yang menyebabkan kematian otak dan kematian permanen

yang terjadi dalam jangka waktu 6 sampai 10 menit, yang dapat dipulihkan jika
tertangani segera dengan Cardiopulmonary Resusitation (CRP) dan difibrilasi untuk
mengembalikan denyut jantung normal (Subagjo, 2011). Oleh karena itu, penting abgi
perawat untuk mengetahui dan kompeten dalam melakukan tindakan terkait
kegawatan, karena lahan kerja perawat yang luas dan memungkinkan perawat untuk
menghadapi kasus yang memerlukan tindakan segera, seperti CRP.
8) Perawat harus mampu memberikan pertolongan kegawatan di luar area rumah sakit.
Henti jantung saat ini masik tetap menjadi salah satu kasus kegawatdaruratan
yang mengancam nyawa bila tidak segera diberikan pertolongan. Sebagian besar
kasus henti jantung terjadi di luar setting rumah sakit dan dapat disaksikan oleh orang
lain. Pemberian bantuan dasar berupa CPR yang dilakukan oleh bystander atau
penolong saat menemui adanya serangan henti jantung sangat membantu
kemungkinan bertahan hidup korban 2 3 kali lipat. Perawat yang juga merupakan
anggota dari masyarakat berkemungkinan untuk menemukan penderita yang
mengalami henti jantung di tengah-tengah menjalani aktivitas di luar rumah sakit.
Oleh karena itu, perawat harus membekali diri dengan kompetensi penanganan
kegawatan henti jantung (CPR) sehingga bisa memberikan pertolongan Out-of
Hospital Cardiac Arrest (OHCA).

Daftar Pustaka
Agustina Sikawin, Claudia., Mulyadi., Palandeng. Hendry. 2013. Pengaruh Latihan Range of
Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke di IRINA F Neurologi
BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandoumanado Vol. 1 No. 1. Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado
American Heart Association (AHA), 2010. Risk factors and coronary heart diease. AHA
Scientific Position.

Angus D, Linde - Zwirble W, Clermont G, Griffin M, Clark R. 2001. Epidemiology of


neonatal respiratory failure in the united states. Am J Respir Crit Care Med
Aprilia, M dan Wreksoatmodjo, B. 2015. Pemeriksaan Neurologis pada Penurunan
Kesadaran. Jakarta. CDK-233. Vol. 42 ( No. 10 )
Ardiansyah, M. 2012.Medikal Bedah Untuk Mahasiswa.Yogyakarta. Diva Press.
Aria Laksana, Mukhamad., Nisa Berawi, Khairun. 2015. Faktor-faktor yang Berpengaruh
pada Timbulnya Kejadian Sesak Napas Penderita Asma Bronkial Vol. 4 No. 9.
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Black, J, M. and Hawks, J.H. 2005. Fundamentals of nursing: Clinik managamen for Positif
autcomes. Missouri. Elsevier sounder
Boswick, John A. 2013. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Boswick, John Ar. 1998. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC
Chen K., Pohan H.T., Sinto R., 2009. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah
Dengue. Medicinus. Vol. 22 (No.1)
Damaiyanti Mukhripah, 2010. Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan.
Bandung. Penerbit Buku PT. Refika Aditama.
Depkes, RI. 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner: Fokus
Sindrom Koroner Akut.
Departemen Kesehatan RI. 2007 . Profil Kesehatan Indonesia 2007 : Menuju IndonesiaSehat
2008. Jakarta : Depkes RI
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2009. Undang-undang nomor 44 tahun 2009
tentang rumah sakit. Jakarta
Dewanto, G. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta.
EGC
Eliastam, Michael., Sternbach, George L., Bresler, Michael. 1998. Buku Saku Penuntun
Kedaruratan Medis. Jakarta: EGC
Elshazly. M

and Nissen. S. 2014. Cardiovascular Emergencies. Retrieved from

http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/cardiology/c
ardiovascular-emergencies/
Garas, S., 2010. Myocardial Infarction. Emedicine Cardiology. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/155919 -overview
Grace, P and Borley, N. 2006. Surgery at a Glance. Jakarta. Erlangga

Hakim, D., Winiar, W., Garna, Herry. 2012. Karakteristik Dengue Berat yang Dirawat di
Pediatric Intensive Care Unit.MKB. Vol 44 ( No. 3)
Herkutanto. 2007. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat, Majalah Kedokteran
Indonesia, Volume: 57, Nomor 2, Februari 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo.
Karnia, N. 2007. Kejang pada Anak. Bandung. AMC Hospital.
Kusumawati F & Hartono, Y. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika
Mansjoer, A dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius
Medscape.
2015.
Respiratory
Distress
Syndrome.
Retrieved

from

http://emedicine.medscape.com/article/976034-overview
Musliha. 2009. Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep Dengan Pendekatan
NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Nuha Medika
Napitupulu, H. 2010. Sepsis. Anestesia & Critical Care . Vol 28 ( No. 3 )
NIH.
2012.
What
is
Respiratory
Distress
Syndrome?.retrieved

from

https://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/rds
Perdossi. 2011. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal.
Jakarta. PT Prikarsa Utama.
Robbins, SL. , Cotran, RS. ,Kumar, V. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta. EGC
Roffi, M. 2009. Konsep Kegawatdaruratan. Hospital Boston
Sastrodiningrat AG. 2006. Memahami Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Prognosa Cedera
Kepala Berat. Majalah Kedokteran Nusantara Vol 39 No.3

Smeltzer, Suzanne.C & Bare, Brenda.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.3.
Jakarta: EGC.
Stuart, & Sundeen. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 4. Jakarta : EGC.
Suhartati. 2011. Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di Rumah Sakit. Jakarta.
Kemenkes RI.
Tanzil, K. 2014. Penyakit Rabies dan Penatalaksanaannya. Bagian Mikrobiologi Universitas
Katolik Indonesia Atma Jaya. E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungannya. Vol.
1 ( No. 1 )
UNHCR. 2007. Handbook for Emergencies Third Edition. Geneva: United Nations High
Commissioner for Refugees
Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta. EGC.

World Health Organization, 2008. Mortality Country Fact Sheet 2006. Available
http://www.who.int/whosis/mort/profiles/mort_searo_idn_indonesia.pdf

from:

Anda mungkin juga menyukai