Anda di halaman 1dari 25

TRAUMA MEDULA SPINALIS

Posted on April 17, 2008 by harnawatiaj

TRAUMA MEDULA SPINALIS

PENDAHULUAN
Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada
tulang belakang yaitu terjadinya fraktur pada tuylang belakang pada tulang
belakang ,ligamentum longitudainalis posterior dan duramater bisa robek,bahkan
dapat menusuk kekanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan
darah kemedula spinalis dapat ikut terputus .

Cedera sumsum tulang belakang merupakan kelainan yang pada masa kini
yang banyak memberikan tantangan karena perubahan dan pola trauma serta
kemajuan dibidang penatalaksanaannya.kalau dimasa lalu cedera tersebut lebih
banyak disebabkan oleh jatuh dari ketionggian seperti pohon kelapa , pada masa
kini penyebabnya lebih beraneka ragam seperti lkecelakaan lalu lintas,jatuh dari
tempat ketinggian dan kecelakaan olah raga.

Pada masa lalu kematian penderita dengan cedera sumsum tulang belakang
terutama disebabkan oleh terjadinya penyulit berupa infeksi saluran kemih
gagalginjal,pneumoni/decubitus.

II. PENYEBAB DAN BENTUK

Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan
terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi,
hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal tidak banyak
terjadi karena terlindung dengan struktur toraks.

Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan


dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulanmg belakang dapat beruypa
memar, contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan
peredaran darah, atau perdarahan.

Kelainan sekunder pada sumsum belakang dapat doisebabkan hipoksemia


dana iskemia.iskamia disebabkan hipotensi, oedema, atau kompressi.

Perlu disadar bahwa kerusakan pada sumsum belakang merupakan


kerusakan yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf.
Pada fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi
disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh
tekanan, memar, atau oedema.
III. PATOFISIOLOGI

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan


kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak
selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung
bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut
“whiplash”/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi
berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak.

Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah


maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat
berjalan kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak
tinggi menyelam dan masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia.

Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi,


hiperfleksi, tekanan vertical (terutama pada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan
yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap.akibat trauma
terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara
(komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari.
Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan
infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap,
secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio
dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.

Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang


belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan
/menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi).lesi transversa medulla
spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa, hemitransversa,
kuadran transversa).hematomielia adalah perdarahan dlam medulla spinalis yang
berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia grisea.trauma ini bersifat “whiplash “
yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar
eksplosi atau fraktur dislokasio.kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi,
medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.

Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra


meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang
terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis.gejala yang didapat sama
dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam
kanalis vertebralis.

Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis


dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks colmna 5-7
dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler
spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersbut disebut hematorasis atau
neuralgia radikularis traumatik yang reversible.jika radiks terputus akibat trauma
tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah
radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan
menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang
bersangkutan dan sindroma sistema aaanastomosis anterial anterior spinal.

IV. GAMBARAN KLINIK

Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang


terjadi.kerusakan meningitis;lintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi
motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock spinal.shock
spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya
rangsang yang berasal dari pusat .peristiwa ini umumnya berlangsung selama 1-6
minggu, kadang lebih lama.tandanya adalah kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi,
hilangnya fersfirasi, gangguan fungsi rectum dan kandung kemih, triafismus,
bradikardia dan hipotensi.setelah shock spinal pulih kembali, akan terdapat
hiperrefleksi terlihat pula pada tanda gangguan fungsi otonom, berupa kulit kering
karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung
kemih dan gangguan defekasi.

Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot


lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua
sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu.

Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan.keadaan ini pada


umumnnya terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh
hiperekstensi mendadak sehinnga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh
ligamentum flavum yang terlipat.cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang
memikul barang berat diatas kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan
yang mendadak sehingga beban jatuh dsan tulang belakang sekonyong-konyong
dihiper ekstensi.gambaran klinik berupa tetraparese parsial.gangguan pada
ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal
tidak terganggu.

Kerusaka tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2 mengakibatkan


anaestesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya
refleks anal dan refleks bulbokafernosa.

V. PERAWATAN DAN PENGOBATAN

Perhatian utama pada penderita cedera tulang belakang ditujukan pada usaha
mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah atau cedera sekunder.untuk
maksud tersebut dilakukan immobilisasi ditempat kejadian dengan memanfaatkan
alas yang keras.pengangkutan penderita tidak dibenarkan tanpa menggunakan tandu
atau sarana papun yang beralas keras.selalu harus diperhatikan jalan nafas dan
sirkulasi.bila dicurigai cedera didaerah servikal harus diusahakan agar kep[ala tidak
menunduk dan tetap ditengah dengan menggunakan bantal kecil untuk menyanngga
leher pada saat pengangkutan.
Perawatan penderita memegang peranan penting untuk mencegah timbulnya
penyakit.perawatn ditujukan pada pencegahan :

 Kulit : agar tidak timbul dekubitus karena daerah yang anaestesi.


 Anggota gerak : agar tiadak timbul kontraktur.

 Traktus urinarius : menjamin pengeluaran air kemih.


 Traktus digestivus : menjamin kelancaran bab.
 Traktus respiratorius : apabila yang terkena daerah servikal sehingga terjadi
pentaplegi.

KULIT

Perawatan posisi berganti dapat mencegah timbulnya decubitus yaitu dengan


cara miring kanan kiri telentang dan telungkup.

ANGGOTA GERAK

Karena kelainan saraf maka timbul pula posisi sendi akibat inbalance
kekuatan otot.pencegahan ditujukan terhadap timbulnya kontraktur sendi dengan
melakukan fisioterapi, latihan dan pergerakan sendi serta meletakkan anggota dalam
posisi netral.

TRAKTUS URINARIUS

Untuk ini perlu apakah ganggua saraf menimbulkan gejala UMN dan LMN
terhadap buli-buli, karenanya maka kateterisasi perlu dikerjakan dengan baik , agar
tidak menimbulkan infeksi.

TRAKTUS DIGESTIVUS

Menjamin kelancaran defekasi dapat dikerjkaka secara manual .

TRAKTUS RESPIRATORIUS

Apabila lesi cukup tinggi (daerah servikal dimana terdapat pula kelumpuhan
pernapasan pentaplegia), maka resusitasi dan kontrol resprasion diperlukan.

Sumber:

1. Kedaruratan dan Kegawatan Medik III FKUI


2. Buku Ajar Ilmu Bedah, R. Sjamsuhidajat

3. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan,


Pusdiknakes
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang


disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah
L1-2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan
sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.

Cidera medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet : kehilangan sensasi


fungsi motorik volunter total dan tidak komplet : campuran kehilangan sensasi dan
fungsi motorik volunter (Marilynn E. Doenges,1999;338).

Cidera medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi


150.000 orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan10.000 cedera baru yang terjadi
setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar lebih dari 75%
dari seluruh cedera (Suzanne C. Smeltzer,2001;2220). Data dari bagian rekam medik
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati didapatkan dalam 5 bulan terakhir terhitung
dari Januari sampai Juni 2003 angka kejadian angka kejadian untuk fraktur adalah
berjumlah 165 orang yang di dalamnya termasuk angka kejadian untuk cidera
medulla spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%).

Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita
karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita
lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan
dengan perubahan hormonal (menopause) (di kutip dari Medical Surgical Nursing,
Charlene J. Reeves,1999).
Klien yang mengalami cidera medulla spinalis khususnya bone loss pada L2-3
membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan
dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko
mengalami komplikasi cedera spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda,
gagal napas; pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat
merasa perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien dengan cidera medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari
masalah yang paling buruk.

Berdasarkan uraian diatas di harapkan dengan adanya laporan inti ini yang
berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Ny. NS Dengan Cidera Medulla Spinalis Bone
Loss L2-3 di Ruang Orthopaedi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta” dapat
bermanfaat bagi para pembaca untuk dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk memberikan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan dengan kasus


cidera medulla spinalis bone loss L2-3.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu mengidentifikasi data yang menunjang

b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan

c. Mampu menulis definisi diagnosa keperawatan

d. Mampu menjelaskan rasional diagnosa keperawatan

e. Mampu memprioritaskan diagnosa keperawatan


f. Mampu menyusun rencana keperawatan untuk masing-masing diagnosa
keperawatan

g. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien

h. Mampu melaksanakan evaluasi

i. Mampu mengidentifikasi faktor penghambat dan penunjang dalam


melaksanakan asuhan keperawatan

j. Mampu mengidentifikasi dalam pemberian penyelesaian masalah (solusi).

C. Metode Penulisan

Dalam mengumpulkan data penulis menggunakan metode studi kasus dengan


teknik pengumpulan data sebagai berikut : teknik wawancara, teknik observasi,
pemeriksaan fisik, studi kepustakaan dengan mengambil literature yang berhubungan
dengan kasus cidera medulla spinalis.

D. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan teoritis, yang terdiri dari pengertian, anatomi, etiologi, tanda dan
gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis,
komplikasi dan asuhan keperawatan yang terkait dengan kasus tersebut.

BAB III : Tinjauan kasus, yang terdiri dari gambaran kasus dan laporan asuhan
keperawatan dari pengkajian hingga evaluasi keperawatan.

BAB IV : Pembahasan.

BAB V : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.


Daftar Pustaka

Lampiran

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN CEDERA MEDULLA


SPINALIS

A. KONSEP DASAR

I. ANATOMI FISIOLOGI

Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi melindungi medula
spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke
lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang dipisahkan oleh
disitus intervertebralis.

Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :

a. Vetebrata Thoracalis (atlas)

Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus tetapi hanya
berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis) ini memiliki dens,
yang mirip dengan pasak. Veterbrata cervitalis ketujuh disebut prominan
karena mempunyai prosesus spinasus paling panjang.

b. Vertebrata Thoracalis

Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentuk jantung,
berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorax.

c. Vertebrata Lumbalis
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah
5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang
besar ukurnanya sehingga pergerakannya lebih luas kearah fleksi.

d. Os. Sacrum

Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang dimana
ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.

e. Os. Coccygis

Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami
rudimenter.

Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari samping maka kolumna


vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior :
lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan daerah torakal
melengkung kebelakang, daerah lumbal kedepan dan daerah pelvis melengkung
kebelakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior, yaitu torakal dan pelvis,
disebut promer karena mereka mempertahankan lengkung aslinya kebelakang dari
hidung tulang belakang, yaitu bentuk (sewaktu janin dengna kepala membengkak
ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul dimiringkan keatas kearah depan
badan. Kedua lengkung yang menghadap ke anterior adalah sekunder →
lengkung servikal berkembang ketika kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk
melihat sekelilingnya sambil menyelidiki, dan lengkung lumbal di bentuk ketika
ia merangkak, berdiri dan berjalan serta mempertahankan tegak. (lihat gambar
A1)

Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung badan yang kokoh dan
sekaligus bekerja sebagai penyangga kedengan prantaraan tulang rawan cakram
intervertebralis yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan memungkinkan
membonkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan
yang terjadi bila menggerakkan berat badan seperti waktu berlari dan meloncat,
dan dengan demikian otak dan sumsum belkang terlindung terhadap goncangan.
Disamping itu juga untuk memikul berat badan, menyediakan permukaan untuk
kartan otot dan membentuk tapal batas pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga
badan dan memberi kaitan pada iga.

(Eveltan. C. Pearah, 1997 ; 56 – 62)

Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula ablonata,
menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir diantara vertebra-
lumbalis pertama dan kedua. Disini medula spinalis meruncing sebagai konus
medularis, dna kemudian sebuah sambungan tipis dasri pia meter yang disebut
filum terminale, yang menembus kantong durameter, bergerak menuju koksigis.
Sumsum tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45 cm ini, pada bagian
depannya dibelah oleh figura anterior yang dalam, sementara bagian belakang
dibelah oleh sebuah figura sempit.

Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan lumbal. Dari
penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani anggota badan atas dan
bawah : dan plexus dari daerah thorax membentuk saraf-saraf interkostalis.
Fungsi sumsum tulang belakang : a. Mengadakan komunikasi antara otak dan
semua bagian tubuh dan bergerak refleks.

Untuk terjadinya geraka refleks, dibutuhkan struktur sebagai berikut :

1. Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit

2. Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut menuju sel-sel


dalam ganglion radix pasterior dan selanjutnya menuju substansi kelabu pada
karnu pasterior mendula spinalis.

3. Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung


menghantarkan impuls-impuls menuju karnu anterior medula spinalis.
4. sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang menerima dan
mengalihkan impuls tersebut melalui serabut sarag motorik.

5. Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls


saraf motorik.

6. Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus pada


daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis
beberapa otot interkostal, paralisis pada otot abdomen dan otot-otot pada
kedua anggota gerak bawah, serta paralisis sfinker pada uretra dan rektum.

II. PENGERTIAN

Cidera medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang


disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001)

Cidera medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai :

- komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)

- tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)

Cidera medullan spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang


disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai
daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong.
Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan,
sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.

III. ETIOLOGI

Penyebab dari cidera medulla spinalis yaitu :


- kecelakaan otomobil, industri

- terjatuh, olah-raga, menyelam

- luka tusuk, tembak

- tumor.

IV. PATOFISIOLOGI

Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara (pasien


sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla,
(lebih salah satu atau dalam kombinasi) sampai transaksi lengkap medulla
(membuat pasien paralisis).

Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes
ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum
terjadi kontusio atau robekan pada cedera, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu,
tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi
pada cidera medulla spinalis akut.

Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia,


edema, lesi, hemorargi.

Cidera medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5

- Lesi 11 – 15 : kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan
bagian dari bokong.

- Lesi L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.

- Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah.

- Lesi L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.


- Lesi L5 : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.

MANIFESTASI KLINIS

- nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena

- paraplegia

- tingkat neurologik

- paralisis sensorik motorik total

- kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)

- penurunan keringat dan tonus vasomoto

- penurunan fungsi pernafasan

- gagal nafas

(Diane C. Baughman, 200 : 87)

PEMERIKSAN DIAGNOSTIK

- Sinar X spinal

Menentukan lokasi dan jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk


kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi

- Skan ct

Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural

- MRI

Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi


- Mielografi.

Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor


putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub
anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami
luka penetrasi).

- Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada


diafragma, atelektasis)

- Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume


inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma
servikat bagian bawah atau pada trauma torakal dengan
gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).

- GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi

(Marilyn E. Doengoes, 1999 ; 339 – 340)

KOMPLIKASI

- Neurogenik shock.

- Hipoksia.

- Gangguan paru-paru

- Instabilitas spinal

- Orthostatic Hipotensi

- Ileus Paralitik

- Infeksi saluran kemih

- Kontraktur
- Dekubitus

- Inkontinensia blader

- Konstipasi

PENATALAKSANAAN CEDERA MEDULA SPINALIS (FASE AKUT)

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medula spinalis lebih


lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan
resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan
kardiovaskuler.

Farmakoterapi

Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema medela.

Tindakan Respiratori

1. Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.

2. Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau


eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.

3. Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien
dengan lesi servikal yang tinggi.

Reduksi dan Fraksi skeletal

1. Cedera medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi, dan


stabilisasi koluma vertebrata.

2. Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi
skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.

3. Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi


Intervensi bedah = Laminektomi

Dilakukan Bila :

1. Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi

2. Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal

3. Cedera terjadi pada region lumbar atau torakal

4. Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal


atau dislokasi atau dekompres medulla.

(Diane C. Braughman, 2000 ; 88-89)

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Cedera Medulla Spinalis

1. Pengkajian

a. Aktifitas /Istirahat

Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi.


Kelemahan umum /kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).

b. Sirkulasi

Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.

c. Eliminasi

Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis


berwarna seperti kopi tanah /hematemesis.

d. Integritas Ego

e. Takut, cemas, gelisah, menarik diri.


f. Makanan /cairan

Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)

g. Higiene

Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)

h. Neurosensori

Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan


pada syok spinal).

Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok


spinal sembuh).

Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris


termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat
bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.

i. Nyeri /kenyamanan

Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.

j. Pernapasan

Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki,


pucat, sianosis.

k. Keamanan

Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).

l. Seksualitas

Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.


(Marikyn E. Doengoes, 1999 ; 338-339)

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan kelemahan


/paralisis otot-otot abdomen dan intertiostal dan ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi.

2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan fungsi motorik


dan sesorik.

3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan penurunan


immobilitas, penurunan sensorik.

4. Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih


secara spontan.

5. Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat gangguan


autonomik.

6. Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan immobilitas lama, cedera psikis


dan alt traksi

(Diane C. Boughman, 2000 : 90)

PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI

Tujuan perencanaan dan implementasi dapat mencakup perbaikan pola


pernapasan, perbaikan mobilitas, pemeliharaan integritas kulit, menghilangkan
retensi urine, perbaikan fungsi usus, peningkatan rasa nyaman, dan tidak
terdapatnya komplikasi.

INTERVENSI

1. Tujuan : Meningkatkan pernapasan yang adekuat


Kriteria hasil : Batuk efektif, pasien mampu mengeluarkan seket, bunyi napas
normal, jalan napas bersih, respirasi normal, irama dan
jumlah pernapasan, pasien, mampu melakukan reposisi, nilai
AGD : PaO2 > 80 mmHg, PaCO2 = 35-45 mmHg, PH = 7,35
– 7,45

Rencana Tindakan

a. Kaji kemampuan batuk dan reproduksi sekret

R/ Hilangnya kemampuan motorik otot intercosta dan abdomen


berpengaruh terhadap kemampuan batuk.

b. Pertahankan jalan nafas (hindari fleksi leher, brsihkan sekret)

R/ Menutup jalan nafas.

c. Monitor warna, jumlah dan konsistensi sekret, lakukan kultur

R/ Hilangnya refleks batuk beresiko menimbulkan pnemonia.

d. Lakukan suction bila perlu

R/ Pengambilan secret dan menghindari aspirasi.

e. Auskultasi bunyi napas

R/ Mendeteksi adanya sekret dalam paru-paru.

f. Lakukan latihan nafas

R/ mengembangkan alveolu dan menurunkan prosuksi sekret.

g. Berikan minum hangat jika tidak kontraindikasi

R/ Mengencerkan sekret
h. Berikan oksigen dan monitor analisa gas darah

R/ Meninghkatkan suplai oksigen dan mengetahui kadar olsogen dalam


darah.

i. Monitor tanda vital setiap 2 jam dan status neurologi

R/ Mendeteksi adanya infeksi dan status respirasi.

2. Tujuan : Memperbaiki mobilitas

Kriteria Hasil : Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya


kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh
yang sakit /kompensasi, mendemonstrasikan teknik /perilaku
yang memungkinkan melakukan kembali aktifitas.

Rencana Tindakan

a. Kaji fungsi-fungsi sensori dan motorik pasien setiap 4 jam.

R/ Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien setiap 4 jam.

b. Ganti posisi pasien setiap 2 jam dengan memperhatikan kestabilan tubuh


dan kenyamanan pasien.

R/ Mencegah terjadinya dekubitus.

c. Beri papan penahan pada kaki

R/ Mencegah terjadinya foodrop

d. Gunakan otot orthopedhi, edar, handsplits

R/ Mencegah terjadinya kontraktur.

e. Lakukan ROM Pasif setelah 48-72 setelah cedera 4-5 kali /hari
R/ Meningkatkan stimulasi dan mencehag kontraktur.

f. Monitor adanya nyeri dan kelelahan pada pasien.

R/ Menunjukan adanya aktifitas yang berlebihan.

g. Konsultasikan kepada fisiotrepi untuk latihan dan penggunaan otot seperti


splints

R/ Memberikan pancingan yang sesuai.

3. Tujuan : Mempertahankan Intergritas kulit

Kriteria Hasil : Keadaan kulit pasien utuh, bebas dari kemerahan, bebas dari
infeksi pada lokasi yang tertekan.

Rencana Tindakan

a. Kaji faktor resiko terjadinya gangguan integritas kulit

R/ Salah satunya yaitu immobilisasi, hilangnya sensasi, Inkontinensia


bladder /bowel.

b. Kaji keadaan pasien setiap 8 jam

R/ Mencegah lebih dini terjadinya dekubitus.

c. Gunakan tempat tidur khusus (dengan busa)

R/ Mengurangi tekanan 1 tekanan sehingga mengurangi resiko dekubitas

d. Ganti posisi setiap 2 jam dengan sikap anatomis

R/ Daerah yang tertekan akan menimbulkan hipoksia, perubahan posisi


meningkatkan sirkulasi darah.
e. Pertahankan kebersihan dan kekeringan tempat tidur dan tubuh pasien.

R/ Lingkungan yang lembab dan kotor mempermudah terjadinya


kerusakan kulit

f. Lakukan pemijatan khusus / lembut diatas daerah tulang yang menonjol


setiap 2 jam dengan gerakan memutar.

R/ Meningkatkan sirkulasi darah

g. Kaji status nutrisi pasien dan berikan makanan dengan tinggi protein

R/ Mempertahankan integritas kulit dan proses penyembuhan

h. Lakukan perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari

R/ Mempercepat proses penyembuhan

4. Tujuan : Peningkatan eliminasi urine

Kriteria Hasil : Pasien dpat mempertahankan pengosongan blodder tanpa


residu dan distensi, keadaan urine jernih, kultur urine negatif,
intake dan output cairan seimbang

Rencana tindakan

a. Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih

R/ Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran kemih

b. Kaji intake dan output cairan

R/ Mengetahui adekuatnya gunsi gnjal dan efektifnya blodder.

c. Lakukan pemasangan kateter sesuai program


R/ Efek trauma medulla spinalis adlah adanya gangguan refleks berkemih
sehingga perlu bantuan dalam pengeluaran urine

d. Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter setiap hari

R/ Mencegah urine lebih pekat yang berakibat timbulnya ........

e. Cek bladder pasien setiap 2 jam

R/ Mengetahui adanya residu sebagai akibat autonomic hyperrefleksia

f. Lakukan pemeriksaan urinalisa, kultur dan sensitibilitas

R/ Mengetahui adanya infeksi

g. Monitor temperatur tubuh setiap 8 jam

R/ Temperatur yang meningkat indikasi adanya infeksi.

5. Tujuan : Memperbaiki fungsi usus

Kriteria hasil : Pasien bebas konstipasi, keadaan feses yang lembek,


berbentuk.

Rencana tindakan

a. kaji pola eliminasi bowel

R/ Menentukan adanya perubahan eliminasi

b. b. Berikan diet tinggi serat

R/ Serat meningkatkan konsistensi feses

c. Berikan minum 1800 – 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi

R/ Mencegah konstipasi
d. Auskultasi bising usus, kaji adanya distensi abdomen

R/ Bising usus menentukan pergerakan perstaltik

e. Hindari penggunaan laktasif oral

R/ Kebiasaan menggunakan laktasif akan tejadi ketergantungan

f. Lakukan mobilisasi jika memungkinkan

R/ Meningkatkan pergerakan peritaltik

g. Berikan suppositoria sesuai program

R/ Pelunak feses sehingga memudahkan eliminasi

h. Evaluasi dan catat adanya perdarah pada saat eliminasi

R/ Kemungkinan perdarahan akibat iritasi penggunaan suppositoria

6. Tujuan : Memberikan rasa nyaman

Kriteria hasil : Melaporkan penurunan rasa nyeri /ketidak nyaman,


mengidentifikasikan cara-cara untuk mengatasi nyeri,
mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan
aktifitas hiburan sesuai kebutuhan individu.

Rencana tindakan

a. Kaji terhadap adanya nyeri, bantu pasien mengidentifikasi dan menghitung


nyeri, misalnya lokasi, tipe nyeri, intensitas pada skala 0 – 1-

R/ Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera misalnya dada /


punggung atau kemungkinan sakit kepala dari alat stabilizer
b. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya, perubahan posisi, masase,
kompres hangat / dingin sesuai indikasi.

R/ Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk keuntungan


emosionlan, selain menurunkan kebutuhan otot nyeri / efek tak
diinginkan pada fungsi pernafasan.

c. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya, pedoman imajinasi


visualisasi, latihan nafas dalam.

R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat


meningkatkan kemampuan koping

d. kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, relaksasi otot, misalnya dontren


(dantrium); analgetik; antiansietis.misalnya diazepam (valium)

R/ Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme /nyeri otot atau untuk


menghilangkan-ansietas dan meningkatkan istrirahat.

Evalusi

1. Klien dapat meningkatkan pernafasan yang adekuat

2. Klien dapat memperbaiki mobilitas

3. Klien dapat mempertahankan integritas kulit

4. klien mengalami peningkatan eliminasi urine

5. Klien mengalami perbaikan usus / tidak mengalami konstipasi

6. Klien menyatakan rasa nyaman

Anda mungkin juga menyukai