PENDAHULUAN
Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada
tulang belakang yaitu terjadinya fraktur pada tuylang belakang pada tulang
belakang ,ligamentum longitudainalis posterior dan duramater bisa robek,bahkan
dapat menusuk kekanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan
darah kemedula spinalis dapat ikut terputus .
Cedera sumsum tulang belakang merupakan kelainan yang pada masa kini
yang banyak memberikan tantangan karena perubahan dan pola trauma serta
kemajuan dibidang penatalaksanaannya.kalau dimasa lalu cedera tersebut lebih
banyak disebabkan oleh jatuh dari ketionggian seperti pohon kelapa , pada masa
kini penyebabnya lebih beraneka ragam seperti lkecelakaan lalu lintas,jatuh dari
tempat ketinggian dan kecelakaan olah raga.
Pada masa lalu kematian penderita dengan cedera sumsum tulang belakang
terutama disebabkan oleh terjadinya penyulit berupa infeksi saluran kemih
gagalginjal,pneumoni/decubitus.
Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan
terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi,
hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal tidak banyak
terjadi karena terlindung dengan struktur toraks.
Perhatian utama pada penderita cedera tulang belakang ditujukan pada usaha
mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah atau cedera sekunder.untuk
maksud tersebut dilakukan immobilisasi ditempat kejadian dengan memanfaatkan
alas yang keras.pengangkutan penderita tidak dibenarkan tanpa menggunakan tandu
atau sarana papun yang beralas keras.selalu harus diperhatikan jalan nafas dan
sirkulasi.bila dicurigai cedera didaerah servikal harus diusahakan agar kep[ala tidak
menunduk dan tetap ditengah dengan menggunakan bantal kecil untuk menyanngga
leher pada saat pengangkutan.
Perawatan penderita memegang peranan penting untuk mencegah timbulnya
penyakit.perawatn ditujukan pada pencegahan :
KULIT
ANGGOTA GERAK
Karena kelainan saraf maka timbul pula posisi sendi akibat inbalance
kekuatan otot.pencegahan ditujukan terhadap timbulnya kontraktur sendi dengan
melakukan fisioterapi, latihan dan pergerakan sendi serta meletakkan anggota dalam
posisi netral.
TRAKTUS URINARIUS
Untuk ini perlu apakah ganggua saraf menimbulkan gejala UMN dan LMN
terhadap buli-buli, karenanya maka kateterisasi perlu dikerjakan dengan baik , agar
tidak menimbulkan infeksi.
TRAKTUS DIGESTIVUS
TRAKTUS RESPIRATORIUS
Apabila lesi cukup tinggi (daerah servikal dimana terdapat pula kelumpuhan
pernapasan pentaplegia), maka resusitasi dan kontrol resprasion diperlukan.
Sumber:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita
karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita
lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan
dengan perubahan hormonal (menopause) (di kutip dari Medical Surgical Nursing,
Charlene J. Reeves,1999).
Klien yang mengalami cidera medulla spinalis khususnya bone loss pada L2-3
membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan
dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko
mengalami komplikasi cedera spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda,
gagal napas; pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat
merasa perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien dengan cidera medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari
masalah yang paling buruk.
Berdasarkan uraian diatas di harapkan dengan adanya laporan inti ini yang
berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Ny. NS Dengan Cidera Medulla Spinalis Bone
Loss L2-3 di Ruang Orthopaedi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta” dapat
bermanfaat bagi para pembaca untuk dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis, yang terdiri dari pengertian, anatomi, etiologi, tanda dan
gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis,
komplikasi dan asuhan keperawatan yang terkait dengan kasus tersebut.
BAB III : Tinjauan kasus, yang terdiri dari gambaran kasus dan laporan asuhan
keperawatan dari pengkajian hingga evaluasi keperawatan.
BAB IV : Pembahasan.
Lampiran
A. KONSEP DASAR
I. ANATOMI FISIOLOGI
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi melindungi medula
spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke
lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang dipisahkan oleh
disitus intervertebralis.
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus tetapi hanya
berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis) ini memiliki dens,
yang mirip dengan pasak. Veterbrata cervitalis ketujuh disebut prominan
karena mempunyai prosesus spinasus paling panjang.
b. Vertebrata Thoracalis
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentuk jantung,
berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorax.
c. Vertebrata Lumbalis
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah
5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang
besar ukurnanya sehingga pergerakannya lebih luas kearah fleksi.
d. Os. Sacrum
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang dimana
ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.
e. Os. Coccygis
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami
rudimenter.
Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung badan yang kokoh dan
sekaligus bekerja sebagai penyangga kedengan prantaraan tulang rawan cakram
intervertebralis yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan memungkinkan
membonkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan
yang terjadi bila menggerakkan berat badan seperti waktu berlari dan meloncat,
dan dengan demikian otak dan sumsum belkang terlindung terhadap goncangan.
Disamping itu juga untuk memikul berat badan, menyediakan permukaan untuk
kartan otot dan membentuk tapal batas pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga
badan dan memberi kaitan pada iga.
Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula ablonata,
menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir diantara vertebra-
lumbalis pertama dan kedua. Disini medula spinalis meruncing sebagai konus
medularis, dna kemudian sebuah sambungan tipis dasri pia meter yang disebut
filum terminale, yang menembus kantong durameter, bergerak menuju koksigis.
Sumsum tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45 cm ini, pada bagian
depannya dibelah oleh figura anterior yang dalam, sementara bagian belakang
dibelah oleh sebuah figura sempit.
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan lumbal. Dari
penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani anggota badan atas dan
bawah : dan plexus dari daerah thorax membentuk saraf-saraf interkostalis.
Fungsi sumsum tulang belakang : a. Mengadakan komunikasi antara otak dan
semua bagian tubuh dan bergerak refleks.
II. PENGERTIAN
Cidera medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai :
III. ETIOLOGI
- tumor.
IV. PATOFISIOLOGI
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes
ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum
terjadi kontusio atau robekan pada cedera, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu,
tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi
pada cidera medulla spinalis akut.
- Lesi 11 – 15 : kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan
bagian dari bokong.
- Lesi L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
MANIFESTASI KLINIS
- nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
- paraplegia
- tingkat neurologik
- gagal nafas
PEMERIKSAN DIAGNOSTIK
- Sinar X spinal
- Skan ct
- MRI
KOMPLIKASI
- Neurogenik shock.
- Hipoksia.
- Gangguan paru-paru
- Instabilitas spinal
- Orthostatic Hipotensi
- Ileus Paralitik
- Kontraktur
- Dekubitus
- Inkontinensia blader
- Konstipasi
Farmakoterapi
Tindakan Respiratori
3. Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien
dengan lesi servikal yang tinggi.
2. Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi
skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
Dilakukan Bila :
1. Pengkajian
a. Aktifitas /Istirahat
b. Sirkulasi
c. Eliminasi
d. Integritas Ego
g. Higiene
h. Neurosensori
i. Nyeri /kenyamanan
j. Pernapasan
k. Keamanan
Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
l. Seksualitas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI
Rencana Tindakan
R/ Mengencerkan sekret
h. Berikan oksigen dan monitor analisa gas darah
Rencana Tindakan
e. Lakukan ROM Pasif setelah 48-72 setelah cedera 4-5 kali /hari
R/ Meningkatkan stimulasi dan mencehag kontraktur.
Kriteria Hasil : Keadaan kulit pasien utuh, bebas dari kemerahan, bebas dari
infeksi pada lokasi yang tertekan.
Rencana Tindakan
g. Kaji status nutrisi pasien dan berikan makanan dengan tinggi protein
h. Lakukan perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari
Rencana tindakan
R/ Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran kemih
Rencana tindakan
R/ Mencegah konstipasi
d. Auskultasi bising usus, kaji adanya distensi abdomen
Rencana tindakan
Evalusi