Anda di halaman 1dari 5

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012, Limfoma Non-Hodgkin

menduduki urutan ke delapan dari sepuluh kanker terbanyak di dunia. Dari data

tersebut juga diketahui bahwa kasus limfoma lebih banyak terjadi pada penduduk

laki-laki. GLOBOCAN (2012) juga memperkirakan sebanyak 14,1 juta jiwa kasus

kanker baru muncul. Pada tahun yang sama tercatat angka kematian sebesar 8,2 juta

jiwa akibat kanker. Diperkirakan hingga 2030 angka kematian yang disebabkan oleh

kanker mencapai 12 juta jiwa. Tingginya angka kejadian Limfoma diperkirakan

karena banyak pasien yang datang dengan gejala berat dan prognosis yang kurang

baik. Oleh karena itu, diperlukan deteksi dan penanganan lebih efektif sehingga

kemungkinan sembuh akan lebih besar dan dapat menekan angka kematian akibat

Limfoma (Pusat data dan Informasi Kesehatan RI, 2012).

Boediwarsono (2000) memperlihatkan bahwa intervensi medis pada pasien

non-hodgkin limfoma maligna memiliki complete response sebesar 7,7%, partial

response sebesar 46,15%, dan non complete sebesar 46,15%. Dapat kita ketahui

bahwa terapi medis pada hal ini tidak memperlihatkan hasil yang maksimal. Salah

satu subtipe limfoma non-Hodgkin yang memiliki prevalensi paling tinggi adalah

diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) sebesar 30-40% kasus (dari semua kasus

limfoma) ditemukan pada orang dewasa di negara-negara barat (Nogai et al., 2011;

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA MANIFESTASI... GLAZYDIA JUWITA R.


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Reber et al., 2013). Angka insidensi dan prevalensi limfoma tidak terkecuali Diffuse

Large B-Cell Lymphoma (DLBCL) terus meningkat pada semua jenjang usia. Di

Eropa dan Amerika Serikat, insidensi per tahun NHL diperkirakan mencapai 15-20

kasus/100.000, diantaranya DLBCL berkontribusi atas 31% dari semua kasus NHL di

negara barat dan 37% tumor sel B di dunia (Martelli et al., 2013). Angka insidensi

Limfoma Non Hodgkin di Amerika Serikat pada tahun 2005-2009 pada laki-laki 23,3

per 100.000 penduduk, sementara pada perempuan 16,2 per 100.000 penduduk

(Siegel et al., 2013). GLOBOCAN (2012) memperkirakan Indonesia memiliki

insidensi Limfoma Non-Hodgkin lebih banyak, yaitu sebesar 6% atau sekitar 7,5 juta

pada penduduk laki-laki dan 4,1% atau sekitar 5 juta pada penduduk perempuan,

dibandingkan dengan Limfoma Hodgkin yaitu sebesar 1,1% pada penduduk laki-laki

dan sebesar 0,7% pada penduduk perempuan.

Komite Penanggulangan Kanker Nasional (2015) menyatakan bahwa sering

ditemukan gejala yang umumnya non-spesifik pada penderita Limfoma antara lain

o
seperti penurunan berat badan drastis dalam 6 bulan, demam 38 C >1 minggu tanpa

sebab yang jelas, keringat malam, cepat lelah, penurunan nafsu makan, pembesaran

kelenjar getah bening yang terlibat, dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak

nyeri di leher, ketiak atau pangkal paha (terutama bila berukuran di atas 2cm), sesak

napas akibat pembesaran kelenjar getah bening di mediastinum maupun

splenomegali. Adanya gejala penurunan berat badan, demam dan keringat malam

harus diwaspadai karena terkait dengan prognosis yang kurang baik, begitu pula bila

terdapatnya Bulky Disease (KGB berukuran > 6-10 cm atau mediastinum >33%

rongga toraks). Temuan klinis yang mempengaruhi prognosis penderita LNH adalah
usia>60 tahun, keterlibatan kedua sisi diafragma atau organ ekstra nodal (Ann Arbor

III/IV) dan multifokalitas >4 lokasi (Follicular Lymphoma International Prognostic

Index, 2004).

Terdapat masalah yang rumit dan sukar mengenai penggolongan histologis

LNH, terlebih lagi terapinya yang masih sangat bervariasi dapat mempengaruhi

berbagai aspek dalam penyembuhan. Klasifikasi yang banyak dipakai dan diterima di

banyak pusat kesehatan adalah formulasi praktis (“Intitute Working

Formulation”/IWF) dan REAL/WHO (Revised European-American Classification of

Lymphoid Neoplasms). IWF menjabarkan karakteristik klinis dengan deskriptif

histopatologis, namun belum menginformasikan jenis sel limfosit B atau T, maupun

berbagai patologis klinis yang baru. IWF membagi LNH atas derajat keganasan

rendah, menengah dan tinggi yang mencerminkan sifat agresifitas mereka.Klasifikasi

WHO/REAL beranjak menuju karakter imunofenotip (sel B, sel T dan sel NK) dan

analisa “lineage” sel limfoma. Klasifikasi REAL/WHO memang diakui memiliki

akurasi lebih tinggi dikarenakan pemeriksannya dilakukan pada tingkat biomolekuler.

Namun klasifikasi tersebut belum sepenuhnya diterapkan di RSUD Dr. Soetomo

karena biaya yang mahal dan pengerjaannya yang cukup rumit di tingkat

biomolekuler. Tetapi, klasifikasiIWF dalam kenyataannya mempunyai nilai prediktif

yang baik untuk mengetahui perilaku klinis malignansi ini. Karena itu, sistem ini

merupakan dasar untuk tindakan terapeutik (Patel et al, 2015).

Klasifikasi Limfoma Non-Hodgkin pada pasien RSUD Dr. Soetomo diduga

menunjukkan hasil yang linier dengan manifestasi klinis.Untuk itu peneliti ingin

mengetahui adanya kaitan antara karakteristik klinis pasien Limfoma non-Hodgkin


yang ada di RSUD Dr. Soetomo dengan klasifikasi Working Formulation (WF).

Pengenalan entities biologi diharapkan dapat menuntun ke pengembangan terapi

yang ditujukan pada perilaku klinis spesifik penyakit Limfoma individual.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan antara manifestasi klinis dengan hasil pemeriksaan

histopatologis pasien Limfoma Non-Hodgkin di RSUD Dr. Soetomo?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara manifestasi klinis

dengan hasil pemeriksaan histopatologis pasien Limfoma Non-Hodgkin di

RSUD Dr. Soetomo.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik klinis pasien Limfoma Non-Hodgkin di

RSUD Dr. Soetomo.

2. Untuk mengetahui distribusi hasil pemeriksaan histopatologis

pasien Limfoma Non-Hodgkin di RSUD Dr. Soetomo.

3. Untuk menganalisis hubungan antara manifestasi klinis dengan

histopatologis pasien Limfoma Non-Hodgkin di RSUD Dr.

Soetomo.
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Memberikan informasi ilmiah mengenai karakteristik pasien Limfoma Non-

Hodgkin di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

2. Sebagai sumbangsih terhadap data epidemiologi karakteristik pasien

Limfoma Non-Hodgkin di Surabaya, khususnya di RSUD Dr. Soetomo.

1.4.2 Manfaat Praktis

Diharapkan dapat menuntun ke pengembangan deteksi dini yang lebih

spesifik terkait gambaran histopatologis pada pasien Limfoma Non-Hodgkin di

RSUD Dr. Soetomo, Surabaya serta diharapkan dapat menjadi acuhan untuk

penelitian selanjutnya terkait manifestasi klinis pasien Limfoma Non-Hodgkin.

Anda mungkin juga menyukai