BAB 1
PENDAHULUAN
menduduki urutan ke delapan dari sepuluh kanker terbanyak di dunia. Dari data
tersebut juga diketahui bahwa kasus limfoma lebih banyak terjadi pada penduduk
laki-laki. GLOBOCAN (2012) juga memperkirakan sebanyak 14,1 juta jiwa kasus
kanker baru muncul. Pada tahun yang sama tercatat angka kematian sebesar 8,2 juta
jiwa akibat kanker. Diperkirakan hingga 2030 angka kematian yang disebabkan oleh
karena banyak pasien yang datang dengan gejala berat dan prognosis yang kurang
baik. Oleh karena itu, diperlukan deteksi dan penanganan lebih efektif sehingga
kemungkinan sembuh akan lebih besar dan dapat menekan angka kematian akibat
response sebesar 46,15%, dan non complete sebesar 46,15%. Dapat kita ketahui
bahwa terapi medis pada hal ini tidak memperlihatkan hasil yang maksimal. Salah
satu subtipe limfoma non-Hodgkin yang memiliki prevalensi paling tinggi adalah
diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) sebesar 30-40% kasus (dari semua kasus
limfoma) ditemukan pada orang dewasa di negara-negara barat (Nogai et al., 2011;
Reber et al., 2013). Angka insidensi dan prevalensi limfoma tidak terkecuali Diffuse
Large B-Cell Lymphoma (DLBCL) terus meningkat pada semua jenjang usia. Di
Eropa dan Amerika Serikat, insidensi per tahun NHL diperkirakan mencapai 15-20
kasus/100.000, diantaranya DLBCL berkontribusi atas 31% dari semua kasus NHL di
negara barat dan 37% tumor sel B di dunia (Martelli et al., 2013). Angka insidensi
Limfoma Non Hodgkin di Amerika Serikat pada tahun 2005-2009 pada laki-laki 23,3
per 100.000 penduduk, sementara pada perempuan 16,2 per 100.000 penduduk
insidensi Limfoma Non-Hodgkin lebih banyak, yaitu sebesar 6% atau sekitar 7,5 juta
pada penduduk laki-laki dan 4,1% atau sekitar 5 juta pada penduduk perempuan,
dibandingkan dengan Limfoma Hodgkin yaitu sebesar 1,1% pada penduduk laki-laki
ditemukan gejala yang umumnya non-spesifik pada penderita Limfoma antara lain
o
seperti penurunan berat badan drastis dalam 6 bulan, demam 38 C >1 minggu tanpa
sebab yang jelas, keringat malam, cepat lelah, penurunan nafsu makan, pembesaran
kelenjar getah bening yang terlibat, dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak
nyeri di leher, ketiak atau pangkal paha (terutama bila berukuran di atas 2cm), sesak
splenomegali. Adanya gejala penurunan berat badan, demam dan keringat malam
harus diwaspadai karena terkait dengan prognosis yang kurang baik, begitu pula bila
terdapatnya Bulky Disease (KGB berukuran > 6-10 cm atau mediastinum >33%
rongga toraks). Temuan klinis yang mempengaruhi prognosis penderita LNH adalah
usia>60 tahun, keterlibatan kedua sisi diafragma atau organ ekstra nodal (Ann Arbor
Index, 2004).
LNH, terlebih lagi terapinya yang masih sangat bervariasi dapat mempengaruhi
berbagai aspek dalam penyembuhan. Klasifikasi yang banyak dipakai dan diterima di
berbagai patologis klinis yang baru. IWF membagi LNH atas derajat keganasan
WHO/REAL beranjak menuju karakter imunofenotip (sel B, sel T dan sel NK) dan
karena biaya yang mahal dan pengerjaannya yang cukup rumit di tingkat
yang baik untuk mengetahui perilaku klinis malignansi ini. Karena itu, sistem ini
menunjukkan hasil yang linier dengan manifestasi klinis.Untuk itu peneliti ingin
Soetomo.
1.4 Manfaat Penelitian
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya serta diharapkan dapat menjadi acuhan untuk