Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

E DENGAN KEBUTUHAN
DASAR MOBILISASI DI RUANGAN DAHLIA

OLEH :
1. HILARIA PAJO
2. JOSEPH F.D FINDORO
3. ROBERTUS Y. LAWE
4. YULIANUS S. DIAZ
5. VIKTORIA K. DANU
6. YUSTINA P. MATUR
7. ADELGONDA F. JEHARUT
8. YOHANA SAMUL
9. YOHANA SIMUN

VIKTORIA KURNIATI DANU


21203004

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS
RUTENG
2021/2021
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP SPINAL CORD INJURY


1. DEFENISI
Trauma tulang belakang adalah trauma yang diakibatkan
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat tinggi serta pada aktivitas
olahraga yang berbahaya yang dapat mengakibatkan cedera/fraktur
atau pergeseran satu atau lebih tulang pada daerah cervicalis, lumbalis,
vetebralis sehingga mengakibatkan deficit neurologi.
Cedera korda spinal (spinal cord injury,SCI) yaitu kerusakan pada
elemen neural korda spinal. Korda spinal mengandung jalur yang
menghubungkan neuron aferen sensori dan neuron motorik bawah
dengan pusat di otak, baik fungsi motorik atau sensori terlibat.
Penyebab utama SCI adalah kontusio, kompresi, laserasi, transeksi,
hemoragi, kerusakan pada pembuluh darah yang menyuplai korda
spinal, dan kerusakan pada pembuluh darah dalam korda spinal.

2. ANATOMI FISIOLOGI SPINAL CORD

Tulang vertebrata yang di sertai dengan syaraf tulang belakang


berfungsi untuk menyokong kepala. Tulang vertebra terdiri dari 33
bagian, diantaranya : 7 tulang servical di leher, 12 tulang torakal yang
berada pada bagian atas punggung belakang yang sesuai dengan
pasangan pada tulang rusuk, 5 tulang lumbal yang berada pada bagian
belakang bawah, 5 tulang sacral dimana 1 tulangnya di sebut sacrum, 4
tulang coccigis.
Saraf Tulang belakang merupakan perpanjangan dari otak yang
terakumulasi dan telindungi oleh tulang vertebral coloumn. Tulang
belakang juga terdiri dari cairan yang bertindak sebagai buffer untuk
melindungi jaringan syaraf yang halus. Syaraf tulang belakang juga
terdiri dari serabut syaraf yang berfungsi untuk mengirimkan informasi
dari dan ke tungkai hingga organ lain. Serabut syaraf cervical yang
berda di leher berfungsi mengatur pergerakan, perasaan pada lengan,
leher, dan tubuh bagian atas. Syaraf torakal berfungsi mensupplay
tubuh dan perut, syaraf lumbal dan sacrum berfungsi untuk
mensupplay kaki, bladder, bowel dan organ seksual.

3. ETIOLOGI
a. Kecelakaan lalu lintas/jalan raya
b. Injuri atau jatuh dari ketinggian.
c. Kecelakaan karena olah raga. Di bidang olahraga, tersering karena
menyelam pada air yang sangat dangkal
d. Luka jejas, tajam, tembak pada daerah vertebra.
e. Pergerakan yang berlebih: hiperfleksi, hiperekstensi, rotasi berlebih,
stress
f. lateral, distraksi (stretching berlebih), penekanan.
g. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis
seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan
saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap
medulla spinalis dan akar; mielitis akibat proses inflamasi infeksi
maupun noninfeksi; osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur
kompresi pada vertebrata; siringmielia; tumor infiltrasi maupun
kompresi; dan penyakit vaskuler

SCI terjadi akibat adanya tekanan berlebihan ke korda spinal.


Penyebab yang paling umum pada gerakan korda spinal abnormal
adalah akselerasi dan deselerasi (tekanan yang diberikan ke tubuh,
sebagai contoh, pada kecelakaan mobil dan jatuh). Akselerasi terjadi
ketika tekanan eksternal ada dalam benturan ekor; torso atas dan
kepala dipaksa ke belakang kemudian ke depan. Deselerasi terjadi
pada benturan kepala; tekanan eksternal terjadi dari depan. Kepala dan
tubuh bergerak mundur /ke belakang hingga bertemu objek tetap dan
kemudian di paksa ke belakang. Perubahan korda spinal dan jaringan
lunak yang disebabkan oleh gerakan abnormal ini disebut deformasi.
Tekanan dan gerakan dapat menyebabkan berbagai cedera korda
spinal, dengan derajat cedera bergantung pada jumlah dan arah
gerakan, dan kecepatan tekanan :
a. Hiperfleksi, atau tekukan paksa ke depan, dapat menekan
badan vertebrata serta menganggu ligament dan diskus
intevertebrata.
b. Hiperekstensi, atau tekukan paksa ke belekang, sering kali
mengganggu ligament dan menyebabkan fraktur vertebrata.
Cedera lecut adalah bentuk hiperekstensi ysng kursng berat,
dengan cedera ke jaringan lunak tetapi tanpa kerusakan
vertebrata atau korda spinal.
c. Axial loading, bentuk kompresi, merupakan pemberian tekanan
vertical ke kolumna spinalis (sebagai contoh, dengan jatuh atau
mendarat pada kaki atau bokong atau dengan menyelam ke air
dangkal)
d. Rotasi berlebihan, kepala berbalik secara berlebihan, dapat
merusak ligament, fraktur permukaan artikular, dan
menyebabkan fraktur kompresi.
4. PATOFISIOLOGI
Cedera spinal cord terjadi akibat patah tulang belakang, dan kasus
terbanyak cedera spinal cord mengenai daerah servikal dan lumbal.
Cedera dapat terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau
rotasi pada tulang belakang.
Fraktur pada cedera spinal cord dapat berupa patah tulang
sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi. Sedangkan kerusakan
pada cedera spinal cord dapat berupa memar, kontusio, kerusakan
melintang laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, dan
perdarahan. Kerusakan ini akan memblok syaraf parasimpatis untuk
melepaskan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan, sehingga
mengakibatkan respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan
hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi rektum serta kandung kemih.
Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri, oksigen dan
potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia dan gangguan eliminasi.
Temuan fisik pada spinal cord injury sangat bergantung pada
lokasi yang terkena: jika terjadi cedera pada C-1 sampai C-3 pasien
akan mengalami tetraplegia dengan kehilangan fungsi pernapasan atau
sistem muskular total; jika cedera mengenai saraf C-4 dan C-5 akan
terjadi tetraplegia dengan kerusakan, menurunnya kapasitas paru,
ketergantungan total terhadap aktivitas sehari-hari; jika terjadi cedera
pada C-6 dan C-7 pasien akan mengalami tetraplegia dengan beberapa
gerakan lengan atau tangan yang memungkinkan untuk melakukan
sebagian aktivitas sehari-hari; jika terjadi kerusakan pada spinal C-7
sampai T-1 seseorang akan mengalami tetraplegia dengan keterbatasan
menggunakan jari tangan, meningkat kemandiriannya; pada T-2
sampai L-1 akan terjadi paraplegia dengan fungsi tangan dan berbagai
fungsi dari otot interkostal dan abdomen masih baik; jika terjadi cedera
pada L-1 dan L-2 atau dibawahnya, maka orang tersebut akan
kehilangan fungsi motorik dan sensorik, kehilangan fungsi defekasi
dan berkemih
5. PATHWAY

Kecelakaan, Injuri atau jatuh dari ketinggian, Luka jejas, tajam,


tembak pada daerah vertebra, Pergerakan yang berlebih,
penekanan ,gangguan patologis pada tulang belakang

Spinal cord injury

Memblok saraf Cedera spinal Cedera servikal


Cedera servikal C1-C4)
parasimpatis utk lumalis (L1 dan L2) (C6-C7)
melepaskan mediator
kimia
Kelumpuhan pd
Kerusakan saraf Kerusakan fungsi
otot pernapasan
perkemihan defekasi Kerusakan fungsi
ekstremitas
Munculnya rasa
nyeri
Menurunnya Hilangnya Inkontinensia
kapasitas paru reflek sensorik fekal
Terbatasnya
mobilisasi
Nyeri akut
dispnea Distensi
kandung kemih
Hambatan
Defisit mobilitas fisik
perawatan diri
Pola napas Inkontinensia urin
tidak efektif
6. TANDA DAN GEJALA
a. Nyeri pada area spinal atau paraspinal
b. Nyeri kepala bagian belakang, pundak, tangan dan kaki
c. Kelemahan/penurunan/kehilangan fungsi motorik (kelemahan,
paralisis)
d. Penurunan/kehilangan sensasi (mati rasa/hilang sensasi nyeri,
kaku, parestesis, hilang sensasi pada suhu, posisi, dan sentuhan)
e. Paralisis dinding dada menyebabkan pernapasan diafragma
f. Shock dengan kecepatan jantung menurun
g. Priapismus
h. Kerusakan kardiovaskuler
i. Kerusakan pernapasan
j. Kesadaran menurun
k. Tanda spinal shock (pemotongan komplit rangsangan), meliputi:
Flaccid paralisis di bawah batas luka, hilangnya sensasi di bawah
batas luka, hilangnya reflek-reflek spinal di bawah batas luka,
hilangnya tonus vasomotor (hipotensi), inkontinensia urine dan
retensi feses (apabila berlangsung lama akan menyebabkan
hiperreflek/paralisis spastic.

7. KOMPLIKASI
Trauma tulang belakang bisamengakibatkan berbagai macam
komplikasi, diantaranya
a. Syok hipovolemik
akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang
rusaksehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat
trauma.
b. Pendarahan Mikroskopik
Pada semua cidera madula spinalis atau vertebra,terjadi perdarahan-
perdarahan kecil.Yang disertai reaksi peradangan,sehingga
menyebabkan pembengkakan dan edema dan mengakibatkan
terjadinya peningkatan tekanan didalam dan disekitar
korda.Peningkatan tekanan menekan saraf dan menghambat aliran
darah sehingga terjadi hipoksia dan secara drastis meningkatkan
luas cidera korda.Dapat timbul jaringan ikat sehingga saraf didarah
tersebut terhambat atau terjerat.
c. Hilangnya Sensasi, Kontrol Motorik, Dan Refleks.
Pada cidera spinal yang parah, sensasi,kontrol motorik, dan refleks
setingg dan dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks
disebut syok spinal. Pembengkakan dan edema yang mengelilingi
korda dapat meluas kedua segmen diatas kedua cidera. Dengan
demkian lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta syok spinal
dapat terjadi mulai dari dua segmen diatas cidera.Syok spinal
biasanya menghilang sendiri, tetap hilangnya kontor sensorik dan
motorik akan tetap permanen apabila korda terputus akan terjadi
pembengkakan dan hipoksia yang parah.
d. Syok Spinal.
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari
dua segmen diatas dan dibawah tempat cidera. Repleks-refleks yang
hilang adalah refleks yang mengontrol postur, fungsi kandung
kemih dan rektum, tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh.
Syok spinal terjadi akibat hilangnya secara akut semua muatan tonik
yang secara normal dibawah neuron asendens dari otak, yang
bekerja untuk mempertahankan fungsi refleks.Syok spinal biasanya
berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat lebih lama. Suatu
syok spinal berkurang dapat tmbul hiper reflekssia, yang ditadai
oleh spastisitas ototserta refleks, pengosongan kandung kemih dan
rektum.
e. Hiperrefleksia Otonom.
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis
secar refleks, yang meneyebabkan peningkatan tekanan darah.
Hiper refleksiaotonom dapat timbul setiap saat setelah hilangnya
syok spinal. Suatu rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda
spnalis dan mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan
sistem saraf simpatis. Dengan diaktifkan nya sistem simpatis,maka
terjadi konstriksi pembuluh-pembuluh darah dan penngkatan
tekanan darah system. Pada orang yang korda spinalisnya
utuh,tekanan darahnya akan segera diketahui oleh baro reseptor.
Sebagai respon terhadap pengaktifan baroreseptor,pusat
kardiovaskuler diotak akan meningkatkan stimulasi parasimpatis
kejantung sehingga kecepatan denyut jantunhg melambat,demikian
respon saraf simpatis akan terhenti dan terjadi dilatasi pembuluh
darah.Respon parasimpatis dan simpatis bekerja untuk secara cepat
memulihkan tekanan darah ke normal. Pada individu yang
mengalami lesi korda,pengaktifan para simpatis akan
memperlambat kecepatan denyut jantung dan vasodilatasi diatas
tempat cedera,namun saraf desendens tidak dapat melewati lesi
korda sehingga vasokontriksi akibat refleks simpatis dibawah
tingkat tersebut terus berlangsung. Pada hiperrefleksia
otonom,tekanan darah dapat meningkat melebihi 200 mmHg
sistolik,sehingga terjadi stroke atauinfark miokardium.Rangsangan
biasanya menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah distensi
kandung kemih atau rektum,atau stimulasi reseptor-reseptor
permukaan untuk nyeri.
f. Paralisis
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter.
Pada transeksi korda spinal, paralisis bersifat permanen. Paralisis
ekstremitas atas dan bawah terjadi pada transeksi korda setinggi C6
atau lebih tinggi dan disebut kuadriplegia. Paralisis separuh bawah
tubuh terjadi pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut
paraplegia. Apabila hanya separuh korda yang mengalami transeksi
maka dapat terjadi hemiparalisis

8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pertama SCI termasuk imobilisasi eksternal untuk
stabilisasi sementara, traksi untuk mendapatkan atau mempertahankan
alignment yang baik, dan farmakoterapi untuk meminimalisasi cedera
sekunder. Setelah transportasi dan evaluasi awal telah lengkap,
extended-external fixation atau intervensi bedah dapat dikerjakan.
Terakhir, disfungsi yang berhubungan dapat direhabilitasi.

B. KONSEP KEBUTUHAN DASAR MOBILISASI


1. DEFENISI MOBILISASI
Mobilisasi adalah ketidakmampuan untuk bergerak bebas
disebabkan oleh kondisi dimana gerakan terganggu atau dibatasi
seacara teraupetik (potter dan perry 2006). Dalam hubungannya dengan
perawatan klien, maka mobilisasi adalah keadaan dimana klien
berbaring lama ditempat tidur. Mobilisasi paa klien tersebut dapat
disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, trauma, atau menderita
kecacatan.
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan
untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).
Tujuan dari mobilisasi ROM menurut Brunner dan Suddarth 2002
(dalam Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar 2015) yaitu:
1) Mempertahankan fungsi tubuh dan mencegah kemunduran serta
mengembalikan rentang gerak aktivitas tertentu sehingga
penderita dapat kembali normal atau setidaknya dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2) Mempercepat peredaran darah.
3) Membantu pernafasan menjadi lebih kuat.
4) Mempertahankan tonus otot, memelihara dan meningkatkan
pergerakan dari persendian.
5) Memperlancar eliminasi alvi dan urine.
6) Melatih atau ambulasi.

2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILISASI


1) Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan
mobilisasi seeorang karena gaya hidup berdampak pada prilaku
atau kebiasaan sehari-hari.
2) Proses Penyakit atau Cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilisasi
karena dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh.
3) Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi
kebudayaan. Orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh
memiliki kemampuan mobilisasi yang kuat, sebaliknya ada
orang yang mengalami gangguan mobilisasi (sakit) karena adat
dan budaya tertentu dilarang aktivitas.
4) Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilisasi. Agar
seseorang dapat melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan
energi yang cukup.
5) Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia
yang berbeda. Hal ini karena kemampuan atau kematangan
fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.
3. ETIOLOGI
Penyebab utama immobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psiokologis.
Penyebab secara umum :
1) Kelainan postur
2) Gangguan perkembangan otot
3) Kerusakan system saraf pusat
4) Trauma langsung pada system musculoskeletal dan
neuromuscular
5) Kekakuan otot

4. PATOFISIOLOGI
Neuromuskular berupa sistem otot, skeletal, sendi, ligamen,
tendon, kartilago, dan saraf sangat mempengaruhi mobilisasi. Gerakan
tulang diatur otot skeletal karena adanya kemampuan otot berkontraksi
dan relaksasi yang bekerja sebagi sistem pengungkit. Tipe kontraksi
otot ada dua, yaitu isotonik dan isometrik. Peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek pada kontraksi isotonik. Selanjutnya,
pada kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau
kerja otot tetapi tidak terjadi pemendekan atau gerakan aktif dari otot.
Gerakan volunter merupakan gerakan kombinasi antara kontraksi
isotonik dan kontraksi isometrik. Koordinasi dan pengaturan kelompok
otot tergantung tonus otot dan aktivitas dari otot yang berlawanan,
sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot sendiri
merupakan suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot dapat mempertahankan
ketegangan. Immobilisasi menyebabkan aktivitas dan tonus otot
menjadi berkurang
Pengaruh imobilisasi yang cukup lama akan terjadi respon
fisiologis pada sistem otot rangka. Respon fisiologis tersebut berupa
gangguan mobilisasi permanen yang menjadikan keterbatasan
mobilisasi. Keterbatasan mobilisasi akan mempengaruhi daya tahan
otot sebagai akibat dari penurunan masa otot, atrofi dan stabilitas.
Pengaruh otot akibat pemecahan protein akan mengalami kehilangan
masa tubuh yang terbentuk oleh sebagian otot. Oleh karena itu,
penurunan masa otot tidak mampu mempertahankan aktivitas tanpa
peningkatan kelelahan. Selain itu, juga terjadi gangguan pada
metabolisme kalsium dan mobilisasi sendi. Jika kondisi otot tidak
dipergunakan atau karena pembebanan yang kurang, maka akan terjadi
atrofi otot. Otot yang tidak mendapatkan pembebanan akan
meningkatkan produksi Cu, Zn. Superoksida Dismutase yang
menyebabkan kerusakan, ditambah lagi dengan menurunya catalase,
glutathioneperoksidase, dan mungkin Mn, superoksida dismutase,
yaitu sistem yang akan memetabolisme kelebihan ROS. ROS
menyebabkan peningkatan kerusakan protein, menurunnya ekspresi
myosin, dan peningkatan espresi komponen jalur ubiquitine proteolitik
proteosome. Jika otot tidak digunakan selama beberapa hari atau
minggu, maka kecepatan penghancuran protein kontraktil otot (aktin
dan myosin) lebih tinggi dibandingkan pembentukkannya, sehingga
terjadi penurunan protein kontraktil otot dan terjadi atrofi otot.
Terjadinya atrofi otot dikarenakan serabut-serabut otot tidak
berkontraksi dalam waktu yang cukup lama sehingga perlahan akan
mengecil dimana terjadi perubahan antara serabut otot dan jaringan
fibrosa. Tahapan terjadinya atrofi otot dimulai dengan berkurangnya
tonus otot. Hal ini myostatin menyebabkan atrofi otot melalui
penghambatan pada proses translasi protein sehingga menurunkan
kecepatan sintesis protein. NF-κB menginduksi atrofi dengan aktivasi
transkripsi dan ubiquinasi protein. Jika otot tidak digunakan
menyebabkan peningkatan aktivitas transkripsi dari NF-κB. Reactive
Oxygen Species (ROS) pada otot yang mengalami atrofi. Atrofi pada
otot ditandai dengan berkurangnya protein pada sel otot, diameter
serabut, produksi kekuatan, dan ketahanan terhadap kelelahan. Jika
suplai saraf pada otot tidak ada, sinyal untuk kontraksi menghilang
selama 2 bulan atau lebih, akan terjadi perubahan degeneratif pada otot
yang disebut dengan atrofi degeneratif. Pada akhir tahap atrofi
degeneratif terjadi penghancuran serabut otot dan digantikan oleh
jaringan fibrosa dan lemak. Bagian serabut otot yang tersisa adalah
membran sel dan nukleus tanpa disertai dengan protein kontraktil.
Kemampuan untuk meregenerasi myofibril akan menurun. Jaringan
fibrosa yang terjadi akibat atrofi degeneratif juga memiliki
kecenderungan untuk memendek yang disebut dengan kontraktur
5. PATHWAY

Kelainan postur, Gangguan perkembangan otot,


Kerusakan system saraf pusat, Trauma langsung pada
system musculoskeletal dan neuromuscular , Kekakuan
otot

Imobilisasi

Tirah baring yang


Kehilangan daya tahan otot lama

Penurunan fungsi sistem Tidak mampu Tekanan pada


muskuloskeletal beraktifitas punggung

Perubahan sistem
Hambatan mobilitas kelemahan integumen ;
Defisit
fisik dekubitus
perawatan
diri

Resiko kerusakan
integritas kulit
Intoleransi aktivitas
6. TANDA DAN GEJALA
Adapun tanda dan gejala pada gangguan mobilitas fisik menurut
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) yaitu :
1) Tanda dan gejala mayor
Tanda dan gejala mayor subjektif dari gangguan mobilitas fisik,
yaitu mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas. Kemudian,
untuk tanda dan gejala mayor objektifnya, yaitu kekuatan otot
menurun, dan rentang gerak menurun.
2) Tanda dan gejala minor
Tanda dan gejala minor subjektif dari gangguan mobilitas fisik,
yaitu nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, dan
merasa cemas saat bergerak. Kemudian, untuk tanda dan gejala
minor objektifnya, yaitu sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi,
gerakan terbatas, dan fisik lemah.

NANDA-I (2018) berpendapat bahwa tanda dan gejala dari


gangguan mobilitas fisik, antara lain gangguan sikap berjalan,
penurunan keterampilan motorik halus, penurunan keterampilan
motorik kasar, penurunan rentang gerak, waktu reaksi memanjang,
kesulitan membolak-balik posisi, ketidaknyamanan, melakukan
aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan, dispnea setelah
beraktivitas, tremor akibat bergerak, instabilitas postur, gerakan
lambat, gerakan spastik, serta gerakan tidak terkoordinasi

7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan masalah
gangguan mobilitas fisik yaitu dengan memberikan latihan rentang
gerak. Latihan rentang gerak yang dapat diberikan salah satunya yaitu
dengan latihan Range of Motion (ROM) yang merupakan latihan gerak
sendi dimana pasien akan menggerakkan masing-masing persendiannya
sesuai gerakan normal baik secara pasif maupun aktif. Range of Motion
(ROM) pasif diberikan pada pasien dengan kelemahan otot lengan
maupun otot kaki berupa latihan pada tulang maupun sendi dikarenakan
pasien tidak dapat melakukannya sendiri yang tentu saja pasien
membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga. Kemudian,
untuk Range of Motion (ROM) aktif sendiri merupakan latihan yang
dilakukan sendiri oleh pasien tanpa membutuhkan bantuan dari perawat
ataupun keluarga. Tujuan Range of Motion (ROM) itu sendiri, yaitu
mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas
persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk
(Potter & Perry, 2012).
Saputra (2013) berpendapat bahwa penatalaksanaan untuk
gangguan mobilitas fisik, antara lain :
1) Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien, seperti
memiringkan pasien, posisi fowler, posisi sims, posisi
trendelenburg, posisi genupectoral, posisi dorsal recumbent, dan
posisi litotomi.
2) Ambulasi dini
Salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di
tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan
yang lainnya.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari.
Melakukan aktivitas sehari-hari dilakukan untuk melatih kekuatan,
ketahanan, dan kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta
mingkatkan fungsi kardiovaskular.
4) Latihan Range of Motion (ROM) aktif atau pasif.
8. KOMPLIKASI
Gangguan mobilitas fisik dapat menimbulkan komplikasi, yaitu
abnormalitas tonus, orthostatic hypotension, deep vein thrombosis,
serta kontraktur. Selain itu, komplikasi yang dapat terjadi adalah
pembekuan darah yang mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh
menyebabkan penimbunan cairan daan pembengkaan. Kemudian, juga
menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk
dalam satu arteri yang mengalir ke paru. Selanjutnya yaitu dekubitus.
Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi
kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi.
Atrofi dan kekakuan sendi juga menjadi salah satu komplikasi dari
gangguan mobilitas fisik. Hal itu disebabkan karena kurang gerak dan
mobilisasi. Komplikasi lainnya, seperti disritmia, peningkatan tekanan
intra cranial, kontraktur, gagal nafas, dan kematian (Andra, Wijaya,
Putri , 2013).

9. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian Keperawatan
1) Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam mobilitas dam
imobilitasnya, seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan,
tingkat mkbilitas dan imobilitas, daerah terganggunya mobilitas
dan imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas. .
2) Riwayat Keperawatan Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan aktivitas, misalnya adanya riwayat
penyakit sistem neuorologis (kecelakaan serebrovaskuler, trauma
kepala, peingkatan tekanan intrakanial, miastenia gravis, gullain
barre, cedera 15 medula spinalis, dan lain-lain), riwayat penyakit
sistem kardiovaskuler (infark miokard, gagal jantung kongestif),
riwayat penyakit sistem muskuloskeletal (osteoporosis, fraktur,
artritis), riwayat penyakit sistem pernapasan (penyakit paru
obstruksi menahun, pneumonia, dan lain-lain), riwayat
pemakaian obat, seperti sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf
pusat, laksansia, an lain-lain.
3) Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian dilakukan dengan tujuan untuk menilai kemampuan
gerak ke posisi miring, duduk, bangun, dan berpindah tanpa
bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai
berikut :
Tabel 1 Tabel kategori tingkat kemamapuan

Tingkat
Aktivitas/Mobilitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara
penuh.
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat.
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan
orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang
lain, dan peralatan.
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tudak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan

4) Kemampuan Rentang Gerak


Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan
pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki.

Tabel 2 Tabel kemampuan rentang gerak

Gerak Sendi Derajat


Rentang
Normal
Bahu.
Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari posisi sampig ke 180
atas kepala, telapak tangan menghadap ke posisi jauh.
Siku . Fleksi: angkat lengan bawah ke arah depan dan ke 150
arah atas menuju bahu.
Pergelangan Tangan.
Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan 80-90
bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi. 80-90
Hiperekstensi: tekuk jari-jar tangan ke arah belakang
sejauh mungkin.
Abduksi: tekuk pegelangan tangan ke sisi ibu jari ketika 70-90
telapak tangan menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk perglangan tangan ke arah kelingking, 0-20
telapak tangan menghada ke atas.
30-50
Tangan dan Jari,
Fleksi: buat kepalan tangan. 90
Ekstensi: luruskan jari. 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh 30
mungkin.
Abduksi: kembangkan jari tangan. 20
Adduksi: rapatkan jari-jari dari posisi abduksi 20

5) Perubahan Intoleransi aktivitas


Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan
perubahan pada sistem pernapasan, antara lain suara napas,
analisis gas darah, gerakan dinding toraks, adanya mukus,
batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi.
Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistem
kardiovaskuler, seperti nadi dan tekanan darah, gangguan
sirkulasi perifer, adanya trombus, serta perubahan tanda vital
setelah melakukan aktivita atau perubahan posisi.
6) Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi
Tabel 2.3 Tabel kekuatan otot

Skal Presentase Karakteristik


a Kekuatan
Normal
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
dipalpasi atau dilihat.
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan.
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan normal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan penuh.

7) Perubahan Psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya
gangguan aktivitas/mobilitas, antara lain perubahan perilaku,
peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme koping, dan
lain-lain.

b. Diagnosa keperawatan
1) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya
gangguan neuromuskular
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan pada
ekstremitas
3) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
penurunan mobilisasi
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
neuromuskular

c. Intervensi keperawatan

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil intervensi


keperawatan
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi adanya
fisik berhubungan keperawatan dukungan nyeri atau keluhan fisik
dengan mobilisasi selama … kali
neuromuskular. pertemuan, diharapkan lainnya.
(SDKI D.0054, 2017) mobilitas fisik pasien b. Identifikasi toleransi
meningkat dengan kriteria fisik melakukan
hasil : pergerakan.
a. Pergerakan c. Monitor frekuensi
ekstremitas jantung dan tekanan
meningkat. darah sebelum memulai
b. Kekuatan otot cukup mobilisasi
meningkat. d. Fasilitasi melakukan
c. Rentang gerak (ROM) pergerakan.
meningkat. e. Jelaskan tujuan dan
d. Nyeri menurun prosedur mobilisasi.
e. Kekakuan sendi (SIKI I.05173, 2018)
cukup menurun.
f. Kelemahan fisik
cukup menurun.
g. Kecemasan menurun.
h. Gerakan terbatas
cukup menurun.
i. Gerakan tidak
terkoordinasi cukup
menurun. (SLKI
I.05042, 2019)
Risiko gangguan Setelah dilakukan tindakan a. Identifikasi penyebab
integritas kulit atau keperawatan … kali 24 jam, gangguan integritas
jaringan berhubungan diharapkan integritas kulit dan kulit
dengan penurunan jaringan meningkat dengan b. Lakukan masase
mobilitas. (SDKI kriteria hasil : punggung setiap setelah
D.0139, 2017) a. Sensasi kulit mandi
membaik. c. Gunakan produk
b. Kemerahan menurun. minyak pada kulit
c. Nyeri menurun. kering
(SLKI L.14125, d. Anjurkan menggunakan
2019) pelembab
e. Anjurkan minum air
yang cukup
f. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi. (SIKI
I.11353, 2018)
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi
berhubungan dengan keperawatan … kali 24 jam,
kelemahan pada diharapkan klien dapat a. Tentukan keterbatasan
ekstremitas menunjukkan toleransi klien terhadap aktivitas
terhadap aktivitas dengan b. Dorong pasien untuk
kriteria hasil : mengungkapkan
a. Klien dapat perasaan tentang
menentukan aktivitas keterbatasannya
yang sesuai dengan c. Motivasi untuk
kemampuan melakukan periode
b. Mempertahanakan istirahat dan aktivitas
warna dan kehangatan d. Rencanakan periode
kulit dengan aktivitas aktivitas saat klien
c. Melaporkan memiliki banyak tenaga
peningkatan aktivitas e. Bantu klien untuk
harian bangun dari tempat
tidur atau duduk di
samping tempat tidur
atau berjalan
f. Bantu klien untuk
mengidentivikasi
aktivitas yang lebih
disukai
g. Evaluasi program
peningkatan tingkat
aktivitas
Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan Bantu aktivitas kebutuhan
berhubungan dengan keperawatan … kali 24 jam, seharihari
gangguan diharapkan kebutuhan
neuromuskular perawatan diri pasien a. Observasi kemampuan
terpenuhi selama dalam klien untuk perawatan
perawatan dengan kriteria mandiri
hasil : b. Observasi kebutuhan
a. Klien merasa nyaman klien untuk alat bantu
b. Klien kebersihan diri,
mengungkapkan bepakaian, berhias,
kepuasan toileting, dan makan
c. Sediakan bantuan
sesuai kebutuhan agar
klien dapat secara utuh
melakukan perawatan
diri
d. Dorong pasien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan
yang dimiliki

BAB II
LAPORAN KASUS
Pengkajian diambil : 29 September 2021
Tanggal MRS : 17 September 2021
Diagnosa masuk : Spinal Cord Injury
A. Identitas pasien
Nama : Ny. EB
Usia : 63 tahun
Status : Menikah
Suku : Manggarai
Agama : Katolik
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Alamat : Sita
Penanggung jawab : Ny. W

B. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan utama :
Klien mengatakan nyeri pada leher
2. Keluhan saat pengkajian :
Ny. EB mengatakan nyeri pada leher dan badan terasa lemas dan sulit
bergerak
3. Riwayat penyakit sekarang :
Ny. EB masuk ke RS pada tanggal 17 September 2021, rujukan dari
pukesmas Borong setelah mengalami kecelakaan tertindis mobil saat
sedang menjemur pakayan, yang mengakibatkan tulang leher
mengalami cedera dan tangan bagian kiri sulit digerakan. Ny. EB
mengeluh nyeri pada leher dan aktivitas dibatasi karena mengalami
Spinal Cord Injury dimana segala kebutuhan pasien di bantu oleh
keluarga. Klien terpasang kateter, infus RL 7 tetes/menit, tanpak lemah
dan kulit banyak terdapat hematom.
4. Riwayat pengyakit terdahulu :
Ny. EB mengatakan pernah dirawat sebelumnya dengan keluhan sesak
nafas karena mengalami ASMA.

C. Pengkajian Pola Gordon


1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit :
Pasien mengatakan sebelum sakit ia sering ke puskemas untuk
mengontrol kesehatannya dan selalu mengikuti posyadu Lansia karena
memiliki riwayat Asma.
Saat sakit :
Saat sakit klien dianjurkan untuk tirah baring dan segala kebutuhan
dipenuhi oleh keluarga.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Sebelum sakit :
Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan pola nutrisi dan
metabolik, klien makan 3 kali sehari dengan porsi sedang dan sering
minum air sekitar 7 gelas/hari.
Saat sakit :
Selama sakit nafsu makan baik 3 kali sehari tetapi harus dibantu oleh
keluarga untuk makan atau minum dan terpasang infus RL 7 tpm.
3. Pola eliminasi
Sebelum sakit :
Sebelum sakit Ny. EB tidak mengalami masalah pada pola BAB dan
BAK, BAB 1 kali sehari dan BAK sekitar 4-5 kali sehari tergantung
banyaknya air yang di minum.
Saat sakit :
Saat sakit Ny. EB terpasang kateter dengan produksi urin 500 cc dan
mengguanakan pampers untuk BAB.
4. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit :
Sebelum sakit klien mengatakan beraktifitas seperti biasa tanpa ada
hambatan
Saat sakit :
Saat sakit klien dibatasi untuk bergerak setelah 13 hari pasien
dianjurkan untuk untuk miring kiri dan miring kanan dan tidak
dianjurkan untuk duduk karena mengalami cedera tulang belakang.
5. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit :
Ny. EB mengatakan sebelum sakit tidak mengalami masalah pada pola
tidur dan istirahat, tidur sekitar 8 jam dan sering tidur siang.
Saat sakit :
Selama sakit Ny. EB mengatakan pola tidurnya teragnggu karena nyeri
pada tulang belakang dan tidur hanya sebentar dan tidak nyenyak,
sering terbangun di malam hari.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit :
Ny. EB mengatakan ia adalah ibu dari 4 orang anak dan bekerja
sebagai petani
Saat sakit :
Ny. EB mengatakan ia tidak bisa bekerja seperti sebelumnya.
7. Pola sensori dan kognitif
Sebelum sakit :
Ny. EB mengatakan dia tidak memiliki masalah atau sakit pada bagain
tulang belakang
Saat sakit :
Selama sakit klien sering merasa nyeri pada bagian tulang belakang
dan tangan kiri.
8. Pola reproduksi seksual
Sebelum sakit :
Ny. EB berusia 63 tahun, sudah menikah, dan sudah menopaus dan
memiliki 4 orang anak
9. Pola penanggulangan stres
Sebelum sakit :
Sebelum sakit Ny.EB mengatakan sering bercerita dengan keluarga
ketika mengalami masalah atau pergi ke kebun untuk mengurangi
stres.
Saat sakit :
Selama sakit Ny. EB mengatakan sering merasa cemas dan stres
karena kondisi kesehatannya, karena pasien dianjurkan untuk tirah
baring dan segala kebutuhan di penuhi oleh keluarga.
10. Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit :
Sebelum sakit Ny. EB sering beribadah seperti pergi ke gereja atau
berdoa di rumah
Saat sakit :
Selama sakit semua aktifitas terganggu termasuk pergi beribadah di
gereja, klien hanya berdoa di rumah.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum :
Respon membuka mata : membuka mata sponta 4
Kempuan bicara (verbal) : berorintasi baik, bercakap-cakap 5
Kemampuan motorik : dapat mengikuti perintah 6
2. Tingkat kesadaran : compos mentis
3. TTV
- TD : 113/67 mmHg
- MAP : 82,3 mmHg
- RR : 19 x/menit
- N : 63x/menit
- S : 36,5 oC
4. Pengukuran antropometri
BB : kg, TB: IMT:
5. Pengukuran balance cairan
Batasan cairan : 500 cc per 24 jam
IWL : kg x 10 cc/24 jam : cc
Total balance : cc
6. Kepala
Inspeksi : rambut tanpak kusam, beruban, tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada benjolan
7. Leher dan tenggorokan
Inspeksi : Tidak tanpak pembesaran kelenjar tiroid atau tidak
ada peningkatan tekanan JVP
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran kelenjar limpfe.
8. Paru-paru dan jantung
a. Paru-paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : vokal fremitus kanan dan kiri
Getaran : getaran sama kiri dan kanan
Perkusi : pekak
Auskultasi : tidak ada suara nafas tambahan
b. Jantung
Inspkesi : ictus cordis tidak tanpak
Palpasi : teraba pada ICS 4, tidak ada pembesaran
Perkusi : batas kanan atas ICS 2 linea sternalis kanan
Batas kiri atas ICS 2 linea sternalis kiri
Batas kiri bawah ICS 4 linea midclavikularis kiri
Auskultasi : terdengar bunyi BJ 1 dan BJ 2, tidak ada bunyi
jantung tambahan
9. Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi, tidak ada tumor dan tidak ada asites
Auskultasi : bunyi bising usus (+) 12 x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : timpani
10. Genitalia : terpasang kateter
11. Ekstermitas
Kekuatan otot : 3 3
3 3

12. Kulit : tidak elastis dan terdapat hematom

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
1.Faal ginjal
 urea s 17,1 Mg% 10-50mg%
 creatinin 0,5 Mg% 0,6-1,1 mg%
 urine acid 3,2 Mg% 3,4- 7,0 mg%
2. Gula darah
 GDA 105 Mg% 120mg%
3. Faal hati
 SGOT 65,2 U/l 31 U/l
 SGPT 38,1 U/I 31 U/l
 Bill total 0,27 Mg% 1,0 mg%
 Bill direct 0,13 Mg% 0,28 mg%

2. Pemeriksaan diagnostik
Terapi
Obat Golongan Indikasi Efek samping
1.Ringer laktat Kristaloid  sebagai Nyeri dada,
pengganti penurunan
cairan ekstrasel tekanan
yang hilang darah,
atau mengatasi kesulitan
dehidrasi bernapas,
isotonik. gatal- gatal.
 mengatsi
kekurangan
garam
 mengatasi
ketidakseimban
gan antara
asam dan basa
(asidosis
metabolik),
(asidosis
metabolik
ringan).
 pengantian
elektrolit pada
luka bakar
2.Ketorolac Antiinflamasi  meredakan Berat badan
nonsteroid peradangan naik, sakit
dan nyeri perut, mual
muntah.
Omeprazol Pump inhibitors  mengurangi Nyeri perut,
kadar asam sakit kepala,
lambung rendahnya
kadar kalium
dalam darah,
gangguan
pencernaan,
reaksi alergi
obat seperti:
munculnya
ruam, pusing
dan sesak
napas.
Metronidazole Antibiotik  uretritis dan Pusing, Sakit
vagnitis karena kepala, mual
trichomonas muntah,
vaginalis, hilangnya
amoebiasis nafsu makan,
intestinal dan diare,
hepar, sembelit.
pencegahan
infeksi anerob
pasca oprasi,
giardiasis
karena giardia
lambliasis.

F. Analisa Data
NO DATA MASALAH ETIOLOGI
1. DS : Hambatan mobilitas Gangguan
- klien mengatakan nyeri fisik neuromuskular
pada tulang belakang,
leher dan tangan kiri
- Klien mengatakan susah
menggerakan tubuhnya
- klien mengatakan susah
menggerakkan tangan
kirinya, dan kedua
kakinya
- klien mengatakan nyeri
saat bergerak
DO :
- keadaan umum sedang
- tingkat kesadaran
composmentis
- TTV ;TD =113/67
mmHg. N=67 x/menit, S
=36,5, RR =19 x/menit
- klien tampak lemah
- klien tampak hanya
berbaring di tempat tidur
- kekuatan otot
3 3
3 3
-

INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama klien : Ny. E.B


usia : 66 tahun
unit / kamar : Dahlia/III WANITA
NO/tgl Diagnosa keperawatan Hasil yang diharapkan Intervensi
(DO dan DS)
29/ Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan perawatan Exercise therapy ambulation
10/202 berhubungan dengan 3 x 24 jam diharapkan 1. monitor vital
1 gangguan neuromuskuler mobilisasi klien meningkat , sebelum/sesudah lati
DS : dengan kriteria hasil : lihat respon pasien saa
DO - pergerakan 2. kaji kemampuan klie
ekstremitas mobilisasi
meningkat
- kekuatan otot cukup
meningkat 3. ajarkan pasien dan
- rentang gerak (ROM) tentang teknik m
meningkat sesuai tahapannya
- nyeri menurun
- kelemahan fisik
menurun 4. dampingi dan bantu
saat mobilisasi dan
penuhi kebutuhan AD

5. ajarkan klien latihan R

6. ajarkan pasien dan


bagaimana merubah p
berikan bantuan
diperlukan

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. E.B


Usia : 66 tahun
Unit/ruangan

Tanggal Waktu Implementasi


30 september 2021 08.30 1. Mengkaji TTV klien
2. Mengkaji keluhan dan respon klien
10.00 3. Menganjurkan keluarga untuk melakukan mobilisasi pada klien
4. Melatih klien untuk memiringkan badan dengan bantuan
14.00 1. Monitor TTV Klien
2. Kolaborasi pemberian obat ketrolac 30 mg/ml
20.00 1. Kaji TTV klien
22.00 2. Kolaborasi pemberian obat

01 Oktober 2021 08.30 1. Mengkaji TTV klien


2. Mengkaji keluhan dan respon klien
3. Membantu klien untuk melakukan mobilisasi
4. Membantu klien untuk memiringkan badan dengan bantuan
14.00 1. Monitor TTV Klien
18.00 2. Kolaborasi pemberian obat ketrolac 30 mg/ml

20.00 1. Kaji TTV klien


22.00 2. Kolaborasi pemberian obat

02 Oktober 2021 1. Mengkaji TTV klien


2. Mengkaji keluhan dan respon klien
3. Membantu klien untuk melakukan mobilisasi
4. Membantu klien untuk memiringkan badan dengan bantuan
5. Edukasi kepada keluarga tentang kondisi klien dan latihan mob
sudah dirumah setiap 2 jam

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. E.B


Usia : 66 tahun
Unit/ruangan : Dahlia
Tgl/Waktu Diagnosa keperawatan (SOAP)
30 September Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
2021 S : klien mengatakan bahwa badan masih terasa lemah dan sulit untuk berg
O: - klien tampak lemah
- TTV
TD =113/67 mmHg. N=67 x/menit, S =36,5, RR =19 x/menit
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi lanjut
1. Mengkaji keluhan dan respon klien
2. Menganjurkan keluarga untuk melakukan mobilisasi pada klien
3. Melatih klien untuk memiringkan badan dengan bantuan

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler


01 Oktober S : klien mengatakan bahwa badan masih terasa lemah, klien sudah bisa mi
2021 dan miring kanan
O: - klien tampak lemah
- TTV
TD =120/70 mmHg. N=72 x/menit, S =36 0C, RR =19 x/menit
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi lanjut
1. Mengkaji keluhan dan respon klien
2. Menganjurkan keluarga untuk melakukan mobilisasi pada klien

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler


S : - klien mengatakan bahwa badan masih terasa lemah, klien sudah bisa mirin
2 Oktober 2021 miring kanan
- Klien mengatakan belum bisa menggerakan ektermitas atas dan bawah
O: - klien tampak lemah
- TTV
TD =130/90 mmHg. N=78 x/menit, S =36,6 0C, RR =20 x/menit
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi lanjut
1. Edukasi kepada keluarga tentang kondisi klien dan latihan mobilisasi
DAFTAR PUSTAKA

Andra Saferi Wijaya & Yessie Mariza Putri. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal
Bedah Keperawatan Dewasa. Yogyakarta: Nuha Medika
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, ed-12. Jakarta : EGC
Lemone, Priscilla. 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC
Mubarak & Chayatin (2008), Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi
dalam Praktik, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rencana Asuhan Keperawatab Medikal Bedah : Diagnosis NANDA-I 2015-2017
intervensi NIC hasil NOC/ editor, Deni Yasmara, Nursiswati, Rosyidah
Arafat ; editor penyelaras Bhetsy Angelina, Monica Ester, Pamilih Eko
Karyuni. –Jakarta : EGC, 2016.
Saputra, L. (2013). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Tanggerang Selatan: Bina Rupa
Aksara
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar diagnosis keperawatan indonesia Definisi dan
indikator Diagnostik. Edisi 1. Cetakan 3 (Revisi). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
YasmaraDeni,Nursiswati,dkk.2017.RencanaAsuhanKeperawatanMedikalBedah.ja
karta:EGC

Anda mungkin juga menyukai