Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DISUSUN OLEH :

KHOLIFIANA MAULIDA

G2A219021

PROGRAM S1 KEPERAWATAN LINTAS JALUR

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2020

1
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

A. Definisi
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah keadaan dimana terjadi
penonjolan atau perubahan tempat/bentuk pada nucleus pulposus dalam disku
intervertebralis. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus HNP antara lain
kelemahan motorik, hilangnya sensori, gangguan fungsi seksual,
inkontinensia bowel dan bladder (Tarwoto, 2013).
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah gangguan yang melibatkan
rupture annulus pulposus (cincin luar diskus) sehingga nucleus pulposus
menonjol (mengalami herniasi) dan menekan akar saraf spinal, menimbulkan
nyeri danmungkin deficit neurologic sebagian besar terjadi antara L4 dan L5,
menekan akar saraf L5 atau antara L5 dan S1, menekan akar saraf S1
(NIC,NOC, 2016).
B. Etiologi
Radiculopathy merujuk pada setiap penyakit yang mengenai pusat
syaraf tulang belakang. Herniated disk adalah salah satu penyebab
radiculopathy (sciatica). Kebanyakan hernia terjadi di bagian punggung
bawah (daerah lumbar) pada punggung. Lebih dari 80% piringan yang hernia
terjadi di punggung bagian bawah. Paling sering terjadi pada orang berusia 30
sampai 50 tahun. diantara usia ini, pelindung tersebut melemah. Bagian
dalam, yang dibawah tekanan tinggi, bisa menekan melalui sebuah sobekan
atau bintik yang melemahkan pada penutup dan menonjol keluar. Setelah usia
50 tahun, bagian dalam piringan tersebut mulai mengeras, membuat hernia
sedikit mungkin. Sebuah piringan bisa sobek secara tiba-tiba, luka trauma atau
luka berulang. Obesitas ataupun mengangkat benda berat, terutama
mengangkat beban dengan posisi yang tidak semestinya dapat meningkatkan
resiko tersebut.

2
Lumbar disk herniation terjadi 15 kali lebih sering dibandingkan
cervical disk herniation, dan ini adalah salah satu penyebab yang paling
umum pada nyeri punggung belakang. Cervical disk mengenai 8% setiap kali
dan upper-to-mid-back disk (thoracic) hanya 1-2 % setiap kali.

Faktor Risiko

1. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah


a. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi
b. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
c. Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya
2. Faktor risiko yang dapat dirubah
a. Pekerjaan dan aktivitas : duduk yang terlalu lama, mengangkat atau
menarik barang-barang berta, sering membungkuk atau gerakan
memutar pada punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi
yang konstan seperti supir.
b. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih,
latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.
c. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan
diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
d. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.
e. Batuk lama dan berulang
f. Penyebab lain dari HNP secara umum:
1) Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra
2) Spinal stenosis
3) Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat,dll
4) Pembentukan osteophyte
5) Degenerasi dan dehidrasi dari kandungan tulang rawan dan nukleus.

3
C. Patofisiologi
Pada tahap pertama robeknya anufulus fibrosus itu bersifat
sirkumferensial. Oleh karena adanya gaya traumatis yang berulang, robeknya
menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Jika hal ini terjadi, maka risiko
herniasi nucleus polposus hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja.
Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatis ketika hendak
menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat,dan sebagainya
Penonjolan (herniasi) nukleu pulposus dapat kearah korpus vertebra di
atas atau dibawahnya. Dapat juga menonjol langsung keanalis vertebralis.
Penonjolan sebagai nucleus pulposus kedalam korpus vertebra dapat dilihat
pada foto rontgen dan dikenal sebagai nodus schmol. Robekan
sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertrebalis
berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan kelainan yang
mendasari low back pain subkronik atau kronik yang kemudian disusul oleh
nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskialgia atau skiatika.
Penonjolan nucleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus
pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteriaradikularis
berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat penjebolan disisi
lateral. jika tempat herniasi nya di tengah-tengah,tidak ada radiks yang
terkena. Selain itu, karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak
terdapat medulla spinalis lagi, herniasi digaris tengah tidak akan menimbulkan
kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi hernia nucleus pulposus sisa
diskus intervetebralis mengalami lisi, sehingga dua korpora vertebra
bertumpang tindih tanpa ganjalan.
HNP terbagi atas HNP sentral dan HNP lateral. HNP sentral akan
menimbulkan paraparesis flasid , parestesis dan retensi urine . sedangkan
HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri yang terletak pada punggung
bawah, ditengah-tengah abtra bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak
kaki. Ditempat itu juga akan terasa nyeri tekan. Kekuatan ekstensi jari k V

4
kaki berkurang dan reflex achiles negative. Pada HNP lateral L 4-5 rasa nyeri
dan tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral bokong, tungkai
bawah bagian lateral , dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki
berkurang dan refles patela negative. Sensibilitas pada dermatom yang sesuai
dengan radiks yang terkena menurun.
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala tergantung pada lokasi yang terkena misalnya pada daerah
lumbal, terjadi nyeri pada daerah pinngang pada satu sisi y ang menjalar
kearah tungkai dan kaki, kelemahan otot kaki, paristesia, kebas pada kaki,
ganguan eliminasi bowel, blader dan seksual mungkin saja dapat terjadi.
Nyeri tekanan pada daerah herniasi dan pergerakan tulang belakang
berkurang.
Pada daerah servikal HNP dapat menimbulkan rasa nyeri pada leher atau
pindah menjalar pada lengan, ganguan sensibilitas pada lengan atas bawah sisi
radius dan ibu jari. (Tarwoto, 2013)
E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum
a. Bedrest dengan tempat tidur datar dan alas keras untuk mengurangi
rasa nyeri dan kerusakan saraf.
b. Fisioterapi : mengurangi resiko gannguan immobilisasi, melancarkan
peredaran darah.
c. Traksi : menstabilkan / memfiksasi lokasi kerusakan diskus
d. Perubahan posisi : mengurangi rasa nyeri dan resiko dekubitus.
e. Kebutuhan nutrisi
2. Pengobatan
a. Analgetik untuk mengurangi nyeri
b. Relaksasi otot : metaxalone, methacarbamol, chlorzazone
c. Antiinflamasi : phanyibutazone
d. Antianxietas : diazepam

5
3. Operasi
a. Laminektomi : pengangkatan lamina vertebral dan degenerasi diskus
untuk membebaskan tekanan pada akar saraf
b. Lumbal/cervical mikrodisrektomi : pengangkatan diskus yang
mengalami degenerasi dengan menggunakan teknik pembedahan
mikro
c. Spinal fusi : menempatkan tulang baru pada kedua vertebra (bonegraf)
untuk memfiksasi vertebra
4. Terapi lain
a. Kemonukleosis : yaitu penyuntikan 2000-4000 unit kimopapain
(enzim dari lateks pepaya) kedalam diskus hernia yang sakit.
Kimopapain menyebabkan hidrolisis protein, menurunkan kemampuan
mengikat air dalam nucleus pulposus sehingga dapat membebaskan
rasa nyeri radiks saraf. (Tarwoto, 2013)

F. Pengkajian fokus
Menurut Doenges, data dasar pengkajian pasien adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :
1) Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk,
mengemudi dalam waktu lama.
2) Membutuhkan papan / matras yang keras saat tidur
3) Penurunan rentang gerak dari ekstremitas pada salah satu bagian
tubuh.
4) Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.

Tanda :

6
1) Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena
2) Gangguan pada belajar
b. Eliminasi
Gejala :
1) Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi
2) Adanya inkontinensia atau retensi urine
c. Integritas Ego
Gejala : Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah
pekerjaan, finansial keluarga.
Tanda : Tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga atau orang
terdekat.
d. Neurosensori
Gejala : Kesemutan, kekuatan, kelemahan dari tangan atau kaki

Tanda : Penurunan refleks tendon dalam, kelemahan otot, hipotemia,


penurunan persepsi nyeri ( sensori ).

e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala :
1) Nyeri seperti tertusuk pisau yang semakin memburuk dengan
adanya batuk, bersin, membengkokan badan, mengangkat
defekasi,mengangkat kaki atau flexi pada leher
2) Nyeri yang tidak ada hentinya atau adanya episode nyeri yang
lebih berat secara intermiten
3) Nyeri yang menjalar pada kaki, pantat ( lumbal ) atau bahu /
lengan; kaku pada leher ( servical ).
4) Terdengar adanya suara “krekk” pada saat nyeri baru timbul / saat
trauma / merasa “punggung patah”
5) Keterbatasan untuk mobilisasi atau membungkuk kedepan

7
Tanda :

Sikap : dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang terkena.


Perubahan cara berjalan, berjalan dengan terpincang – pincang,
pinggang terangkat pada bagian tubuh yang terkena, nyeri pada saat
dipalpasi.

f. Keamanan
Gejala : Adanya riwayat masalah “punggung” yang baru saja terjadi
g. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Gaya hidup : monoton atau hiperaktif.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto ronsen spinal : memperlihatkan adanya perubahan degeneratif pada
tulang belakang / ruang intervertrebalis atau mengasimpangkan kecurigaan
patologis lain, seperti tumor, osteomielitis
2. Elektromigrafi : dapat melokalisasi lesi pada tingkat akar saraf spinal
utama yang terkena.
3. Venogram epidural : dapat dilakukan pada kasus dimana keakuratan dari
miogram terbatas.
4. Fungsi lumbal : mengesampingkan kondisi yang berhungan ,infeksi,
adanya darah.
5. Tanda Leseque (tes dengan mengaangkat kaki lurus keatas) : mendukung
diagnosa awal herniasi diskus intervertebrallis ketika muncul nyeri pada
kaki posterior.
6. CT Scan : dapat menunjukan kanal spinal yang mengecil, adanya protrusi
diskus intervertebralis.
7. MRI : pemeriksaan non invasif yang dapat menunjukan adanya perubahan
tulang dan jaringan lunak dan memperkuat bukti adanya herniasi diskus.

8
8. Mielogram : mungkin normal aatau memperlihatkan penyempitan dari
ruang diskus, menentukan lokasi dan ukuran herniasi secara spesifik.

Pengkajian Menurut Arif Mutaqqin

1. Anamnesis
Anamnesis pada HNP meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan
pengkajian psikososial.
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku, bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register dan
diagnosa medis. NHP terjadi pada usia pertengahan, kebanyakan pada
jenis kelamin pria dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat
barang berat atau mendorong benda berat).
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah nyeri pada punggung bawah. Untuk lebih lengkap pengkajian
nyeri dengan PQRST.
1) Provocking accident. Adanya riwayat terauma (mengangkat atau
mendorong benda berat).
2) Quality and Quantity. Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau disayat,
mendenyut sperti kena api, nyeri tumpul atau kemeng yang terus-
menerus. Penyebaran nyeri apakah bersifat nyeri radikular atau
nyeri alih (referred pain). Nyeri bersifat menetap atau hilang timbul,
emakin lama semakin nyeri. Nyeri bertambah hebat karena
pencetus-pencetus seperti gerakan-gerakan pnggang batuk atau
mengejan, berdiri atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan
nyeri berkurang jika istirahat berbaring. Sifat nyeri khas dari posisi
berbaring ke duduk, nyeri mulai dari bokong dan terus menjalar ke

9
bagian belaakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. Nyeri
bertambah jika ditekan area L5-S1 (garis antar dua krista liraka).
3) Region, Radiating and Relief. Letak atau lokasi nyeri menunjukkan
nyeri dengat tepat sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan
cermat.
4) Scale of Pain. Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan
dengan aktivitas tubuh, posisi yang dapat meredakan rasa nyeri dan
memperberat nyeri. Pengaruh pada aktivitas yang menimbulkan
rasa nyeri sperti berjalan, turun tangga, menyapu dan gerakan yang
mendesak. Obat-obatan yang sedang diminum seperti analgetik,
berpa lama diminumkan.
5) Time. Sifatnya akut, subakut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat
menetap, hilang timbul, makin lama makin nyeri. Nyeri pinggang
bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa
tahun).
c. Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat terauma akibat mengangkat atau mendorong benda
yang berat. Pengkajian yang didapat, meliputi keluhan paraparesis
flasid, parestesia dan retensi urine. Keluhan nyeri pada punggung
bawah, di tengah-tengah abtra bokong dan betis, belakang tumit dan
telapak kaki. Klien sering mengeluh kesemutan (parastesia) atau baal
bahkan kekuatan otot menurun sesui dengan distribusi persyaratan yang
terlibat. Pengkajian riwayat menstruasi, adneksitis duplek kronik, yang
dapat menimbulkan nyeri punggung bawah yang keluhan hampir mirip
dengan keluhan nyeri HNP sangat diperlukan agar penegakan masalah
klien komprehensif dan memberikan dampak terhadap intervensi
keperawatan selanjutnya.

10
d. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah klien pernah
menderita TB tulang, osteomalitis, keganasan (mieloma multipleks),
metabolik (osteoporosis) yang sering berhubungan dengan peningkatan
risiko terjadinya herniasi nukleus pulposus (HNP). Pengkajian lainnya
untuk mendengan adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera tulang
belakang sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung yang berguna
sebagai tindakan lainnya untuk menghindari komplikasi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang mengalami hipertensi
dan diabetes melitus.
f. Pengkajian psikososialspiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien berguna untuk
menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga maupun
masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul
sperti ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yng
salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan berupa paralisis
anggota gerak bawah memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap
klien yang mengalami gangguan tulang belakang dari HNP. Semakin
lama klien menderita paraparase tersebut bermanifestasi pada koping
yang tidak efektif.
g. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Pada keadaan HNP umumnya tidak mengalami penurunan
kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, contohnya

11
bradikardi yang menyebabkan hipotensi yang berhubungan dengan
penurunan aktivitas karena adanya paraparase.
2. B1 (Breathing)
Jika tidak mengganggu sistem pernapasan biasnya didapatkan pada
inspeksi, ditemukan tidak ada batuk, tidak ada sesak napas, dan
frekuensi pernapasan normal. Palpasi, taktil fremitus seimbang
antara kanan dan kiri. Pada perkusi, terdapat suara resonan pada
seluruh lapang paru. Auskultasi tidak terdengar bunyi napas
tambahan.
3. B2 (Blood)
Jika tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskular, biasanya nadi
kualitas dan frekuensi nadi normal, tekanan darah normal, dan nada
auskultasi tidak ditemukan bunyi jantung tambahan.
4. B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandungkan pada sistem lainnya.
5. Keadaan umum. Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus
lumbal, adanya angulus, pelvis yang miring/asimetris, muskulatur
paravertebral atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang
abnormal. Hambatan pada pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai
selama bergera
6. Tingkat kesadaran.
Tingkat keterjagaan klien biasanya compos mentis.
7. Pengkajian fungsi serebral. Status mental: observasi penampilan,
tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik
klien. Pada klien yang telah lama menderita HNP biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
8. Pengkajian saraf kranial. Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf
kranial I-XII

12
a) Saraf I. Biasanya klien HNP tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman.
b) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
c) Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak mengalami gangguan
mengangkat kelopak mata, pupil isokor.
d) Saraf V. Pada klien HNP umumnya tidak didapatkan paralisis
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris.
f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
h) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
i) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan nromal.
9. Pengkajian sistem motorik.
Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu
jari dan jari lainnya dengan menyuruh klien melakukan gerak fleksi
dan ekstensi dengan menahan gerakan. Atrofi otot pada maleolus
atau kaput fibula dengan membandingkan anggota tubuh kanan-kiri.
10. Pengkajian refleks.
Refleks achiles pada HNP lateral L 4-5 negatf, sedangkan refleks
lutut/patela pada HNP lateral di L4-5 negatif.
11. Pengkajian sistem sensorik.
Pemeriksaan sensari raba, nyeri, suhu, profunda dan sensasi getar
(vibrasi) untuk menentukan dermatom yang terganggu sehingga
dapat ditentukan pula radiks mana yang terganggu. Palpasi dan
perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau cermat sehingga tidak

13
membingungkan klien. Palpasi dimulai dari area nyeri yang ringan
kearah yang paling terasa nyeri. Nyeri pinggang bawah yang
intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun) nyeri
menjalar sesuai dengan distribusi saraf skhiatik. Sifat nyeri khas dari
posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari bokong dan terus
menjalar.
a) Feel. Ketika meraba kolumna vertebralis dicari kemungkinan
adanya diviasi ke lateral atau antero-posterior. Palpasi dari area
dengan rasa nyeri ringan ke arah yang paling terasa nyeri.
b) Move. Adanya kesulitan atau hambatan dalam melakukan
pergerakan punggung, pelvis dan tungkai selama bergerak.

14
H. Pathways Keperawatan
Proses degeneratif

Kehilangan protein polisakarida

Kandungan air menurun

Trauma Stres Okupasi

HNP

Nukleus Pulposus Terdorong

Ujung saraf tertekan

Nyeri
Penurunan Penurunan Kerja reflek
Sensasi

Gangguan
Mobilitas Fisik

(Nurarif H Amin dan Kusuma Hardhi, 2015)

15
I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular

(Herdman H.T & Kamitsuru S., 2015)

J. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


. Keperawatan
1. Nyeri akut Kontrol nyeri : Manajemen Nyeri
berhubungan dengan - Tingkat Lakukan pengkajian nyeri
       

agen cedera fisik. nyeri komprehensif yang meliputi


Definisi: Pengalaman - Tingkat lokasi, karakteristik, durasi,
sensori dan ketidaknya frekuensi, kualitas dan intensitas
emosional tidak manan atau beratnya nyeri dan factor
menyenangkan yang Kriteria hasil : pencetus
muncul akibat - Mengenali kapan          Observasi adanya petunjuk non
kerusakan jaringan nyeri terjadi dengan verbal mengenai
aktual atau potensial skala target ketidaknyamanan terutama pada
atau yang outcome mereka yang tidak dapat
digambarakan dipertahankan pada berkomunikasi secara efektif
sebagai kerusakan; skala 2 (jarang          Tentukan akibat dari
awitan yang tiba-tiba menunjukkan) pengalaman nyeri terhadap
atau lambat dari ditingkatkan ke kualitas hidup pasien
intensitas ringan skala 4 (sering          Evaluasi pengalaman nyeri di
hingga berat dengan menunjukkan), masa lalu yang meliputi riwayat
akhir yang dapat - Nyeri yang nyeri kronik individu atau
diantisipasi atau dilaporkan dengan keluarga atau nyeri yang
diprediksi skala target menyebabkan
Batasan karakteristik: outcome disability/ketidakmampuan/keca

16
1. Bukti nyeri dipertahankan pada catan, dengan tepat
dengan skala 2 (cukup          Berikan informasi mengenai
menggunakan berat) ditingkatkan nyeri, seperti penyebab nyeri,
standar daftar ke skala 4 (ringan), berapa lama nyeri akan
periksa nyeri - Nyeri dengan dirasakan, dan antisipasi dari
untuk pasien skala target ketidaknyamanan akibat
yang tidak dapat outcome prosedur
mengungkapkan dipertahankan pada2.      Pemberian Analgesik
nya skala 2 (cukup          Tentukan lokasi, karakteristik,
2. Ekspresi wajah berat) ditingkatkan kualitas dan keparahan nyeri
nyeri ke skala 4 (ringan) sebelum mengobati pasien
3. Fokus pada diri          Cek perintah pengobatan
sendiri meliputi obat, dosis, dan
4. Keluhan frekuensi obat analgesik yang
tentang intensitas diresepkan
menggunakan standar          Cek adanya riwayat alergi obat
skala nyeri          Evaluasi kemampuan pasien
5. Perubahan untuk berperan serta dalam
posisi untuk pemilihan analgesic, rute, dan
menghindari nyeri dosis dan keterlibatan pasien,
6. Sikap sesuai kebutuhan
melindungi area nyeri 3.      Pengaturan posisi
         Dorong pasien untuk terlibat
dalam perubahan posisi
         Berikan obat sebelum
membalikan badan pasien,
dengan tepat
         Masukan posisi tidur yang

17
diinginkan kedalam rencana
perawatan jika tidak ada kontrak
indikasi
4.      Monitor Tanda Tanda Vital
         Monitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan status pernapasan
dengan tepat
         Monitor tekanan darah setelah
pasien minum obat jika
meungkinkan
         Monitor warna kulit, suhu dan
kelembapan
         Monitor sianosi sentral dan
perifer

2. Hambatan mobilitas NOC 1. Perawatan tirah baring


fisik berhubungan - Pergerakan - Jelaskan alasan diperlukannya
dengan gangguan Kemampuan tirah baring
neuromuskular berpindah - Posisikan sesuai body
Definisi: - Orientasi alignment yang tepat
Keterbatasan dalam kesehatan - Hindari menggunakan kain
gerakan fisik atau Kriteria hasil : linen kasur yang teksturnya
satu atau lebih - Kinerja kasar
ekstermitas secara pengaturan tubuh - Jaga kain linen kasur tetap
mandiri dan terarah dengan skala target bersih, kering dan bebas kerutan
Batasan outcome 2. Terapi latihan: kontrol otot
Karakteristik: dipertahankan pada - Tentukan kesiapan pasien
1. Gangguan sikap skala 2 (banyak untuk terlibat dalam aktifitas
berjalan terganggu) atau protokol latihan

18
2. Gerakan lambat ditingkatkan ke - Evaluasi fungsi sensori
3. Gerakan tidak skala 4 (sedikit - Bantu menjaga stabilitas sendi
terkordinasi terganggu) tubuh dan atau proksimal selama
4. Instabilitas postur - Berpindah dari latihan motorik
5. Kesulitan satu permukaan ke 3. Pengaturan posisi: neurologis
membolak balik permukaan yang - Imobilisasi atau topang bagian
posisi lain sambil tubuh yang terganggu dengan
6. Keterbatsan berbaring dengan tepat
rentang gerak skala target - Berikan posisi yang terapeutik
7. Ketidak nyamanan outcome - Jangan berikan tekanan pada
dipertahankan pada bagian tubuh yang terganggu
skala 2 (banyak - Lindungi bagian tubuh yang
terganggu) terganggu
ditingkatkan ke - Pasang korsel tulang belakang
skala 4 (sedikit - Pantau area pemasangan traksi
terganggu) - Lakukan ROM pasif pada
- Fokus pada ekstermitas yang terganggu
menjaga
kemampuan
fungsional dengan
skala target
outcome
dipertahankan pada
skala 2 (lemah)
ditingkatkan ke
skala 4 (kuat)
(Moorhead S, Johnson M, Maas M.L, Swanson E., 2013) dan (Bulechek G.M,
Butcher H.K, Dochterman J.M, Wagner C.M., 2013)

19
K. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap pelaksanaan yang dimulai setelah
rencana tidankan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan
untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan
klien.
L. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan, keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara
tingkat kemandirian pasien dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

20
Autio R. 2013. Corelation With Clinical Findings, Determinants of Spontaneous
Resorption and Effects of Anti-Inflammatory Treatments On
Spontaneous Resorption. Oulun Yliopisto, Oulu D 877. [diakeses
tanggal 7 Mei 2017]

Azua J.A.R. 2016. Treatment Modalities for Lumbar Herniated Discs That Cause
Sciatica. MOJ Anat Physiol 2(1): 00032. [diakeses tanggal 27 April
2017]

Bulechek G.M, Butcher H.K, Dochterman J.M, Wagner C.M. 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC). Singapura: Elsevier Inc.

Cahyati Y.I. 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Hernia Nukleus


Pulposus (HNP) Pada L5-S1. Tersedia dalam : eprints.ums.ac.id
[diakeses tanggal 27 April 2017]

Fatmasari D. 2016. Hubungan Antara Obesitas Sentral Dengan Derajat Hernia


Nukleus Pulposus. Tersedia dalam : Repository.unhas.ac.id [diakeses
tanggal 27 April 2017]

Herdman H.T (Eds), Kamitsuru S (Eds). 2015. NANDA Interntional Inc.


Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi
10.Jakarta: Penerbit Bukun Kedokteran

Leksana J.S. 2013. Hernia Nukleus Pulposus Lumbal Ringan Pada Janda Lanjut
Usia Yang Tinggal Dengan Keponakan Dengan Usia Yang Sama.
Medula, Vol. 1 No.2. Tersedia dalam : juke.kedokteran.unila.ac.id
[diakeses tanggal 27 April 2017]

Mahdi I.A. 2016. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Hernia Nucleus


Pulposus Cervical 6-7. Tersedia dalam : eprints.ums.ac.id [diakeses
tanggal 27 April 2017]

21
Moorhead S, Johnson M, Maas M.L, Swanson E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC). Singapura: Elsevier Inc.

Naufal R. 2013. Hubungan Antara Intensitas Iskhialgia Dengan Disabilitas


Aktivitas Sehari-hari Pada Pasien Hernia Nukleus Pulposus (HN).
Tersedia dalam : eprints.ums.ac.id [diakeses tanggal 27 April 2017]

Nugroho D.S.A & Maheswara A. 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus


HNP Dengan Modalitas Shortwave Diatermy, Traksi Lumbal dan MC.
Kenzie Exercise. Tersedia dalam : jurnal.unikal.ac.id [diakeses tanggal
27 April 2017]

Nurarif H.A, Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction

Pinzon R. 2013. Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung Bawah Akibat Hernia
Nukleus Pulposus. CDK-198/ Vol. 39 No. 10. [diakses tanggal 7 Mei
2017]

Raharjo E. 2013. Uji Klinik Acak Terkendali Manfaat Metil Prednisolon


Epidural Dosis Tunggal Pada Nyeri Hernia Nukleus Pulposus Lumbo
Sakral. B. NeuroSains, Vol. 2 No. 2: 81 – 90. [diakses tanggal 7 Mei
2017]

Sahoo P.K. 2016. Sacralization and Herniated Nucleus Pulposus –An


Association Study. Journal of Spine. Volume 5 * Issue 2. [diakeses
tanggal 27 April 2017]

Sari D.O. 2014. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kasus Hernia Nukleus
Pulposus L4-L5. Tersedia dalam : eprints.ums.ac.id [diakeses tanggal 27
April 2017]

22
Tarwoto. (Eds). 2013. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persarafan. Edisi II. Jakarta: CV Sagung Seto

Tiaranita L. 2013. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Low Back Pain et


causa Hernia Nukleus Pulposus L5-S1. Tersedia dalam :
eprints.ums.ac.id [diakeses tanggal 27 April 2017]

degenarasi
Trauma Stresfisik

Kadar protein dan air


Kompresi dan Ligamen longitudinal Respon nucleus pulposus
fraksinuklues postolateral menyempit beban berat menurun
23
Annulus Pemisahan lempeng
tulang rawan Peningkatan
fibrosusrobek
intradistal
Ruptur pada
sobek
annulus

Nukleus keluar
Nukleus pecah

HNP

Servikal Lumbal

Menekan Gangguan saraf Gangguan saraf Gangguan


spinal cord motorik sensorik saraf motorik

Syok spinal, Tetraplegi Mati rasa, hilang Kelumpuhan


spasme otot leher sensitivitas

Gangguan Gangguan
Nyeri pada mobilitas fisik Resiko cidera mobilitas
leher, bahu fisik/resiko kerusakan

Integritas kulit Menekan Gangguan saraf


Nyeri
Blok saraf simpatis spinal cord otonom

Kelumpuhan otot Syok spinal Gangguan fungsi


pernafasan rectum dan
kandung kemih
Seketika, nyeri punggung bawah
Kesulitan bernafas sampai kaki
Gangguan pola
Pola nafas tidak efektif eliminasi
Nyeri

24

Anda mungkin juga menyukai