Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KEPERAWATAN

KRITIS PADA BAYI X DENGAN GANGGUAN SISTEM


CARDIOVASKULER : TETRALOGI OF FALLOT DIRUANGAN
NEONATAL INTENSIF CARE UNIT

Laporan Kasus

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Program Profesi Ners Pada Stase
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Kritis

Disusun Oleh:

DARA FUTRI RAHAYU


191FK04010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan

rahmat-Nya laporan kasus yang berjudul Asuhan Keperawatan dengan tetralogi

of fallot ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Di dalam penyusunan laporan kasus ini, kami merasa bahwa masih banyak

hambatan yang dihadapi, namun berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai

pihak, hambatan-hambatan tersebut dapat kami atasi sedikit demi sedikit.

Demikianlah, dengan selesainya laporan kasus ini, maka seluruh isi

laporan kasus ini sepenuhnya menjadi tangung jawab penulis dan seberapapun

sederhananya laporan kasus, kami harapkan mempunyai manfaat bagi semua

pihak yang membaca laporan kasus ini.

Bandung, Juni 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL Halaman


KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
1.3 Manfaat ............................................................................................. 2
BAB II KONSEP TEORI
2.1 KONSEP TEORI Tetralogy of Fallot
2.1.1 Pengertian Tetralogy of Fallot................................................... 1
2.1.2 Etiologi Tetralogy of Fallot....................................................... 1
2.1.3 Kombinasi Abnormal Tetralogy of Fallot.................................. 3
2.1.4 Patofisiologi dan Patway Tetralogy of Fallot............................. 3
2.1.5 Manifestasi Klinis Tetralogy of Fallot ....................................... 5
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Tetralogy of Fallot .............................. 6
2.1.7 Komplikasi Tetralogy of Fallot ................................................. 7
2.1.8 Penatalaksanaan Tetralogy of Fallot.......................................... 8
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2. 2.1 Pengkajian Keperawatan .......................................................... 10
2. 2.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................ 12
2. 2.3 Intervensi Keperawatan ............................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tetralogi of fallot (kelainan jantung bawaan) adalah penyakit jantung
kongentinal yang merupakan suatu bentuk penyakit kardiovaskular yang ada sejak
lahir dan terjadi karena kelainan perkembangan dengan gejala sianosis karena
terdapat kelainan VSD (Defek Septum Ventrikel), stenosis pulmonal
(penyempitan pada pulmonalis), hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot
ventrikel kanan), dan overiding aorta (katup aorta membesar) Nursalam dkk
(2006).
Tetralogi Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang paling
banyak ditemukan, yakni lebih kurang 10% dari seluruh kejadian penyakit jantung
bawaan. Penyakit jantung bawaan tersebut memiliki 4 komponen, yaitu defek
septum ventrikel, over-riding aorta, stenosis pulmonal, serta hipertrofi ventrikel
kanan. Komponen yang paling penting, yang menentukan derajat beratnya
penyakit, adalah stenosis pulmonal, yang bervariasi dari sangat ringan hingga
berupa atresia pulmonal.
Di Amerika Serikat, 10% kasus penyakit jantung kongenital adalah Tetralogy
Of Fallot (TOF), sedikit lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan. Seiring
dengan meningkatnya angka kelahiran di Indonesia, jumlah bayi yang lahir
dengan penyakit jantung juga meningkat. Dua per tiga kasus penyakit jantung
bawaan di Indonesia memperlihatkan gejala pada masa neonatus. Sebanyak 25-
30% penderita penyakit jantung bawaan yang memperlihatkan gejala pada masa
neonatus meninggal pada bulan pertama usianya jika tanpa penanganan yang baik.
Sekitar 25% pasien TOF yang tidak diterapi akan meninggal dalam 1 tahun
pertama kehidupan, 40% meninggal sampai usia 4 tahun, 70% meninggal sampai
usia 10 tahun, dan 95% meninggal sampai usia 40 tahun, Anonim (2012).
Kelainan ini lebih sering muncul pada laki – laki daripada perempuan. Dan
secara khusus katup aorta bikuspid bisa menjadi tebal sesuai usia, sehingga
stenosis bisa timbul. Hal ini dapat diminimalkan dan dipulihkan dengan operasi

iii
sejak dini. Sehingga deteksi dini penyakit ini pada anak – anak sangat penting
dilakukan sebelum komplikasi yang lebih parah terjadi, Guyton dan Arthur C
(2006).
Manifestasi klinis utama berupa sianosis dengan derajat bervariasi tergantung
pada sumber dan jumlah aliran darah paru yang dapat berasal dari duktus
arteriosus persisten, major aortopulmonary collateral arteries (MAPCAs), atau
kombinasi keduanya. Pada waktu lahir, bayi biasanya belum sianotik, tetapi
kemudian gejala tersebut muncul setelah tumbuh.
Bayi atau anak dengan tetralogi Fallot memiliki peluang untuk mengalami
komplikasi neurologis. Komplikasi neurologis yang paling utama adalah bencana
serebrovaskular (cerebrovascular accident / stroke) dan abses serebri, yang sangat
berpengaruh terhadap mortalitas maupun morbiditas pasien. Insidensi kedua
komplikasi tersebut, berdasarkan dokumentasi beberapa literatur di negara –
negara Barat, adalah 8,6% pada bencana serebrovaskular dan 13,7% pada abses
serebri. Defisit neurologis yang disebabkan oleh komplikasi tersebut dapat
bervariasi berdasarkan deteksi dini.
Jika dibiarkan kelainan jantung bawaan pada anak ini akan menimbulkan
beberapa komplikasi antara lain adalah sebagai berikut, yaitu : trombosis serebri;
abses otak; endokarditis bakterialis; gagal jantung kongestif; hipoksia.

1.2 Tujuan Masalah


1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan gawat darurat
mengenai Tetralogy of Fallot.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep teori mengenai Tetralogy of Fallot.
2. Mengatahui tanda gejala dan penatalaksanaan Tetralogy of Fallot.
3. Memahami mengenai asuhan keperawatan pada Tetralogy of
Fallot.

iv
1.3 Manfaat
Mengatahui dan memahami mengenai Tetralogy of Fallot secara konsep
maupun asuhan keperawatan gawat darurat.

v
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 Konsep Teori Tetralogy of Fallot.
A. Pengertian Tetralogy of Fallot.
Tetralogy of Fallot (TOF) merupakan kelainan jantung bawaan
sianotik. Kelainan yang terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana
terjadi defek atau lubang dari bagian infundibulum septum intraventrikular
(sekat antara rongga ventrikel) dengan syarat defek tersebut paling sedikit
sama besar dengan lubang aorta (Yayan A.I, 2010).
Tetralogi of Fallot adalah malformasi jantung kongenital sianotik
dengan komponen stenosis pulmonal, defek septum ventrikel,
dekstroposisi aorta yang menyebabkan pangkal aorta melewati septum
ventrikel/ over-riding aorta, serta hipertrofi ventrikel kanan. Penyakit
kompleks tersebut pertama kali dideskripsikan oleh Fallot pada tahun
1881, walaupun kasus - kasus tersebut sebelumnya telah dipaparkan
melalui berbagai laporan kasus.
Tetralogi of Fallot (TOF) adalah defek jantung yang terjadi secara
kongenital dimana secara khusus mempunyai empat kelainan anatomi
pada jantungnya. TOF ini adalah merupakan penyebab tersering pada
Cyanotik Heart Defect dan juga pada Blue Baby Syndrome.

B. Epidemiologi
Tetralogy of fallot timbul pada +/- 3-6 per 10.000 kelahiran dan
menempati angka 5-7% dari kelainan jantung akibat congenital. Sampai
saat ini para dokter tidak dapat memastikan sebab terjadinya, akan tetapi
,penyebabnya dapat berkaitan dengan factor lingkungan dan juga factor
genetic atau keduanya. Dapat juga berhubungan dengan kromosom 22
deletions dan juga diGeorge syndrome. Ia lebih sering muncul pada laki-
laki daripada wanita. Pengertian akan embryology daripada penyakit ini
adalah sebagai hasil kegagalan dalam conal septum bagian anterior,
menghasilkan kombinasi klinik berupa VSD, pulmonary stenosis, and

1
overriding aorta. Perkembangan dari hipertropi ventricle kanan adalah
oleh karena kerja yang makin meningkat akibat defek dari katup pulmonal.
Hal ini dapat diminimalkan bahkan dapat dipulihkan dengan operasi yang
dini.

C. Etiologi Tetralogy of Fallot.


Kebanyakan penyebab dari kelainan jantung bawaan tidak
diketahui, biasanya melibatkan berbagai faktor. Faktor prenatal yang
berhubungan dengan resiko terjadinya tetralogi Fallot adalah:
1. Selama hamil, ibu menderita rubella (campak Jerman) atau infeksi
virus lainnya.
2. Gizi yang buruk
3. Ibu yang alkoholik
4. Usia ibu diatas 40 tahun
5. Ibu menderita diabetes
6. Tetralogi Fallot lebih sering ditemukan pada anak-anak yang
menderita sindroma Down Tetralogi Fallot dimasukkan ke dalam
kelainan jantung sianotik karena terjadi pemompaan darah yang sedikit
mengandung oksigen ke seluruh tubuh, sehingga terjadi sianosis (kulit
berwarna ungu kebiruan) dan sesak nafas. Mungkin gejala sianotik
baru timbul di kemudian hari, dimana bayi mengalami serangan
sianotik karena menyusu atau menangis (Yayan A.I, 2010).
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan
juga diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen, antara lain :
A. Faktor endogen :
1. Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
2. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
3. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan
B. Faktor eksogen :

2
1. Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,
minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide,
dextroamphetamine.aminopterin, amethopterin, jamu).
2. Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
3. Pajanan terhadap sinar –X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut
jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih
dari 90% kasus penyebab adalah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan
terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan,
oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung
janin sudah selesai.

D. Kombinasi Abnomal dari Tetralogi of Fallot


Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan
sianosis yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi
Defek septum ventrikel, Stenosis pulmonal, Overriding aorta, dan
Hipertrofi ventrikel kanan.
1. Defek septum ventrikel : adanya lubang di sekat pemisah bilik kiri
(ventrikel kiri) dengan bilik kanan (ventrikel kanan)
2. Stenosis pulmonal : penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari
bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan
menimbulkan penyempitan
3. Overriding Aorta : pembuluh darah utama yang keluar dari bilik kiri
mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari
bilik kanan
4. Hipertrofi ventrikel kanan :,penebalan otot bilik kanan akibat kerja keras
(karena jalan keluarnya terhambat) dan tekanan dalam rongga ini
meningkat.
Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat
beratnya penyakit adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai
berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif , makin lama makin berat.

3
E. Patofisiologi dan Pathway Tetralogy of Fallot.
Pada tetralogi fallot terdapat empat macam kelainan jantung yang
bersamaan, yaitu :
1. Darah dari aorta berasal dari ventrikel kanan bukan dari kiri, atau dari
sebuah lubang pada septum, sehingga menerima darah dari kedua ventrikel.
2. Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari
ventrikel kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal; malah darah masuk ke
aorta.
3. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang
septum ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, mengabaikan
lubang ini.
4. Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke
dalam aorta yang bertekanan tinggi, otot-ototnya akan sangat berkembang,
sehingga terjadi pembesaran ventrikel kanan (Yayan A.I, 2010).
Kesulitan fisiologis utama akibat Tetralogi Fallot adalah karena darah tidak
melewati paru sehingga tidak mengalami oksigenasi. Sebanyak 75% darah vena
yang kembali ke jantung dapat melintas langsung dari ventrikel kanan ke aorta
tanpa mengalami oksigenasi (Yayan A.I, 2010).
Untuk klasifikasi/ Derajat TOF dibagi dalam 4 derajat :
1. Derajat I : tak sianosis, kemampuan kerja normal
2. Derajat II : sianosis waktu kerja, kemampuan kerja kurang
3. Derajat III : sianosis waktu istirahat. kuku gelas arloji, waktu kerja sianosis
bertambah, ada dispneu.
4. Derajat IV : sianosis dan dispneu istirahat, ada jari tabuh.
Tetralogy fallot merupakan kelainan “Empat Sekawan” yang terdiri atas
defekseptup ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertropi
ventrikel kanan secara anatomis sesungguhnya tetralogy fallot merupakan
suatu defek ventrikel subaraortik yang disertai defiasi ke anteriol septum
infundibuler (bagian basal dekat aorta). Defiasi ini menyebabkan akar aorta
bergesek kedepan (dekstro posisi aorta), sehingga terjadi over riding aorta
terhadap septum interventrikuler, stenosis pada bagian infundibuler ventrikel

4
kanan dan hypoplasia arteri pulmonal. Pada tetralogy fallot, overriding aorta
biasanya tidak melebihi 50%. Apabila overriding aorta melebihi 50%,
hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya suatu outlet ganda ventrikel
kanan.
Defiasi septup infundibuler kearah anteriol ini sesungguhnya merupakan
bagian yang paling esensial pada tetralogy fallot. Itu sebabnya suatu defek
septum ventrikel dan over riding aorta yang disertai stenosis pulmonal
valvuler, misalnya, tidak dapat disebut sebagai tetralogy fallot apabila tidak
terdapat defiasi septum infundibuler ke anteriol. Terkadang tetralogy fallot
disertai pada adanya septum antrium sekunder dan kelompok kelainan ini
disebut sebagai tetralogy fallot.
Adanya obstruksi infundibuler menyebabkan tekanan dalam ventrikel
kanan meningkat, tetapi dengan adanya defek septum ventrikel pada tetralogy
fallot tekanan dalam ventrikel kanan, ventrikel kiri dan aorta relative menjadi
sama. Oleh sebab itu, pada tetralogy fallot jarang terjadi gagal jantung
kongestif, berbeda dengan stenosis pulmonal yang berat tanpa disertai defek
septum ventrikel, gagal jantung kongestif dapat saja melebihi tekanan
sistemik.
Sianosis merupakan gejala tetralogy fallot yang utama. Berat ringannya
sianosis tergantung dari tingkat keparahan stenosis infundibuler yang terjadi
pada tetralogy fallot dan arah pirau interventrikuler. Sianosis dapat timbul
semenjak lahir dan ini menandakan adanya suatu stenosis pulmonal yang berat
atau bahkan atresia pulmonal atau dapat pula sianosis timbul beberapa bulan
kemudian pada stenosis pulmonal yang ringan. Sianosis biasanya berkembang
perlahan-lahan dengan bertambahnya usia dan ini menandakan adanya
peningkatan usia hipertropi infundibuler pulmonal yang memperberat
obstruksi pada bagian itu.
Stenosis infundibuler merupakan beban tekanan berlebih yang kronis bagi
ventrikel kanan, sehingga semakin lama ventrikel kanan mengalami hipertrofi.
Disamping itu dengan meningkatnya usia dan meningkatnya tekanan dalam
ventrikel kanan, kolateralisasi aorta pulmonal sering tumbuh luasa pada

5
tetralogy fallot, melalui cabang mediastinal, bronkial, esofagus, subklavika
dan anomaly arteri lainnya. Kolateralisasi ini disebut MAPCA (Major Aorta
Pulb monary Collateral Arteries).

6
Pathway

Sumber : (Sudoyo, A.W. et al, 2013).

F. Manifestasi Klinis Tetralogy of Fallot.


Anak dengan TOF umumnya akan mengalami keluhan :
1. Sesak yang biasanya terjadi ketika anak melakukan aktivitas (misalnya
menangis atau mengedan)
2. Berat badan bayi tidak bertambah
3. Pertumbuhan berlangsung lambat
4. Jari tangan seperti tabuh gendering/ gada (clubbing fingers)

7
5. Sianosis/kebiruan sianosis akan muncul saat anak beraktivitas,
makan/menyusu, atau menangis dimana vasodilatasi sistemik (pelebaran
pembuluh darah di seluruh tubuh) muncul dan menyebabkan peningkatan
shunt dari kanan ke kiri (right to left shunt).
Darah yang miskin oksigen akan bercampur dengan darah yang
kaya oksigen dimana percampuran darah tersebut dialirkan ke seluruh
tubuh. Akibatnya jaringan akan kekurangan oksigen dan menimbulkan
gejala kebiruan. Anak akan mencoba mengurangi keluhan yang mereka
alami dengan berjongkok yang justru dapat meningkatkan resistensi
pembuluh darah sistemik karena arteri femoralis yang terlipat. Hal ini akan
meningkatkan right to left shunt dan membawa lebih banyak darah dari
ventrikel kanan ke dalam paru-paru. Semakin berat stenosis pulmonal
yang terjadi maka akan semakin berat gejala yang terjadi (Yayan A.I,
2010).
G. Pemeriksaan Penunjang Tetralogy of Fallot.
1. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht)
akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin
dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA
menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien
dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi
(Samik Wahab, 1996).
2. Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah
pulmonal, tidak ada pembesaran jantung. gambaran khas jantung tampak
apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
3. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak
pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal

8
4. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi
ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran
darah ke paru-paru
5. Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek
septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan
mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan
saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan
pulmonalis normal atau rendah (Samik Wahab, 1996).

H. Komplikasi Tetralogy of Fallot.


Komplikasi dari gangguan ini antara lain :
1. Penyakit vaskuler pulmonel
2. Deformitas arteri pulmoner kanan
3. Perdarahan hebat terutama pada anak dengan polistemia
4. Emboli atau thrombosis serebri, resiko lebih tinggi pada polisistemia,
anemia, atau sepsis
5. Gagal jantung kongestif jika piraunya terlalau besar
6. Oklusi dini pada pirau
7. Hemotoraks
8. Sianosis persisten
9. Efusi pleura
10. Trombosis Pulmonal
11. Anemia relative

I. Penatalakasanaan Tetralogy of Fallot.


Penatalaksanaan deangan kemungkinan penderita Tetralogi Fallot
dapat dirawat jalan jika derajat termasuk pada derajat I, II, atau III tanpa
sianosis maupun dispneu berat. Jika penderita perlu rawat inap, apabila

9
Tetralogi Fallot termasuk dalam derajat IV dengan sianosis atau dispneu
berat (Yayan A.I, 2010). Berikut penatalaksanaannya:
A. Tatalaksana Penderita Rawat Inap:
1. Mengatasi kegawatan yang ada.
2. Oksigenasi yang cukup.
3. Tindakan konservatif.
4. Tindakan bedah (rujukan) :
- Operasi paliatif : modified BT shunt sebelum dilakukan koreksi
total: dilakukan pada anak BB < 10 kg dengan keluhan yang jelas. (derajat
III dan IV)
- Koreksi total: untuk anak dengan BB > 10 kg : tutup VSD +
reseksi infundibulum.
5. Tatalaksana gagal jantung kalau ada.
6. Tatalaksana radang paru kalau ada.
7. Pemeliharaan kesehatan gigi dan THT, pencegahan endokarditis
B. Tatalaksana Rawat Jalan
1. Derajat I :
- Medikametosa : tidak perlu
Operasi (rujukan ) perlu dimotivasi, operasi total dapat dikerjakan kalau
BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlu
dilakukan operasi paliatif.
- Kontrol : tiap bulan.
2. Derajat II dan III :
- Medikamentosa ; Propanolol
- Operasi (rujukan) perlu motivasi, operasi koreksi total dapat dikerjakan
kalau BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlu
dilakukan operasi paliatif.
- Kontrol : tiap bulan
- Penderita dinyatakan sembuh bila : telah dikoreki dengan baik.

10
C. Pengobatan Pada Serangan Sianosis
1. Menekuk lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah
2. Morfin sulfat 0,1 – 0,2 mlg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat
pernafasan dan mengatasi takipnea.
3. Natrium bikarbonat 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis.
4. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian pada kondisi ini tidak
begitu tepat karena permasalahan bukan karena kekurangan oksigen, tetapi
karena aliran dara ke paru menurun.
Dengan usaha di atas di harapkan anak tidak lagi mengalami takipnea,
sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal tersebut tidak terjadi
dapat dilanjutkan dengan pemberian:
1. Propranolol 0,01-0,25 mlg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan
denyut jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan
dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal /bolus diberikan setengahnya,
bila serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit
berikutnya.
2. Ketamine 1-3 mlg/kg (rata-rata 2,2 mlg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja
meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedative.
3. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam
penaganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat
meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru-paru
bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh
juga meningkat.
Tujuan utama menangani Tetralogi Fallot adalah koreksi primer
yaitu penutupan defek septum ventrikel dan pelebaran infundibulum
ventrikel kanan. Pada umunya koreksi primer dilaksanakan pada usia
kurang lebih 1 tahun dengan perkiraan berat badan sudah mencapai
sekurangnya 8 kg. Jika syaratnya belum terpenuhi, dapat dilakukan
tindakan paliatif, yaitu membuat pirau antara arteri sistemik dengan
dengan arteri pulmonalis, misalnya Blalock-Tausig shunt (pirau antara A.

11
subclavia dengan cabang A. pulmonalis). Bila usia anak belum mencapai 1
tahun(Yayan A.I, 2010).
Orang tua dari anak-anak yang menderita kelainan jantung bawaan
bisa diajari tentang cara-cara menghadapi gejala yang timbul:
- Menyusui atau menyuapi anak secara perlahan
- Memberikan porsi makan yang lebih kecil tetapi lebih sering.
- Mengurangi kecemasan anak dengan tetap bersikap tenang.
- Menghentikan tangis anak dengan cara memenuhi kebutuhannya.
- Membaringkan anak dalam posisi miring dan kaki ditekuk ke dada
selama serangan sianosis

12
Kasus
Bayi X berusia 1 bulan di raat di Ruang NICU. Sebelum di rawat di NICU Bayi
mengalami kebiruan dan tampak sesak saat menangis . Kebiruan pada kulit bayi
ini kemudian menetap dan akan bertambah saat bayi menangis dan menyusu.
Pasien lahir spontan cukup bulan dengan berat badan lahir 3 kg. Ibu penderita
tidak mengeluh kelainan pada saat hamil. Tidak ada riwayat kelainan jantung
bawaan pada keluarga pasien. Hasil pengkajian bayi trpasang CPAP. Kesadaran
somnolen, tanda-tanda vital, yaitu Nadi 150 kali/menit, laju napas 40x/menit,
SpO2 70–75%, suhu 38 derajat Celcius, pada pemeriksaan kepala: konjungtiva
tampak anemis, sklera mata tampak ikterik, bibir terlihat sianosis.. Pemeriksaan
toraks didapatkan bentuk dan gerak dada simetris, pada jantung didapatkan bunyi
jantung S1 dan S2 reguler, murmur sistol, pemeriksaan paru didapatkan bunyi
suara napas vesikular, ronki basah pada basal kedua paru. Pemeriksaan abdomen
didapatkan bentuk buncit, konsistensi lembut, dan bising usus normal.
Pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral dingin, ujung jari sianosis.. Hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar hemoglobin 20 g/dL, hematokrit
66%, leukosit /µL, trombosit 196.000/µL, ureum 16 mg/dL, kreatinin 0,89 mg/
dL, , gula darah sewaktu 45 mg/dL, Hasil pemeriksaan foto toraks didapatkan
gambaran hipertrofi ventrikel kanan. Hasil pemeriksaan ekokardiografi
didapatkan gambaran berupa venticular septal defect (VSD) perimembran
berukuran besar, stenosis pulmonal pada daerah infundibular, valvular moderat 44
mmHg, overriding aorta, hipertrofi ventrikel kanan, regurgitasi katup aorta derajat
ringan, arkus aorta ke kiri, semua vena pulmonalis bermuara di atrium kiri

13
2.1 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama Klien : Bayi X
2. Usia/Tgl. Lahir : 1 bulan
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama/Keyakinan : Tidak Terkaji
5. Suku/Bangsa : Tidak Terkaji
6. Status Pernikahan : Tidak Terkaji
7. Pekerjaan : Tidak Terkaji
8. No. Mr. : Tidak Terkaji
9. Tanggal Masuk RS : Tidak Terkaji
10. Tanggal Pengkajian : Tidak Terkaji
11. Rencana Therapy : Tidak Terkaji
12. Hari Rawat Ke- : Tidak Terkaji
13. Alergi : Tidak Terkaji
14. Bb/Tb : 3 kg
15. Alamat Rumah : Tidak Terkaji
16. Diagnosa Medis : Tetralogi Of Fallot
B. Penanggung Jawab
1. N a m a : Tidak Terkaji
2. Usia : Tidak Terkaji
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : Tidak Terkaji
5. Hubungan dengan Klien : Ibu Kandung
C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Saat Ini
a. Alasan Masuk RS
Bayi X mengalami kebiruan dan tampak sesak saat menangis
b. Alasan Masuk ICU/IMC

14
Bayi X mengalami kebiruan dan tampak sesak saat menangis .
Kebiruan pada kulit bayi X kemudian menetap dan akan bertambah
saat bayi X menangis dan menyusu
c. Alasan Kunjungan/ Keluhan Utama
Bayi X mengalami kebiruan dan tampak sesak saat menangis.
Kebiruan pada kulit bayi X kemudian menetap dan akan bertambah
saat bayi menangis.
d. Faktor Pencetus
Tidak terkaji
e. Lamanya Keluhan : Tidak Terkaji
f. Timbulnya Keluhan : saat bayi menangis dan menyusu
g. Faktor Yang Memperberat : Tidak Terkaji
h. Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasinya
Sendiri : Tidak Terkaji
Dibantu orang lain : Tidak Terkaji
i. Diagnosa Medik
 Tetralogi of Fallot
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Bayi X kebiruan dan tampak sesak saat menangis. Kebiruan pada kulit
bayi ini kemudian menetap dan akan bertambah saat bayi menangis dan
menyusu
3. Riwayat Kesehatan Lalu
Bayi X lahir spontan cukup bulan dengan berat badan bayi 3 kg.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga: (Genogram 3 Generasi)
Ibu klien mengatakan tidak mengeluh kelainan pada saat hamil. Tidak
ada riwayat kelainan jantung bawaan pada keluarga pasien.
5. Riwayat Psikososial
a. Pola Konsep diri : Tidak Terkaji
b. Pola Kognitif : Tidak Terkaji
c. Pola Koping : Tidak Terkaji
d. Pola Interaksi : Tidak Terkaji

15
6. Riwayat Spiritual
a. Ketaatan klien beribadah : Tidak Terkaji
b. Dukungan Keluarga Klien : Tidak Terkaji
c. Ritual yang biasa dijalankan klien : Tidak Terkaji
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum Klien
Kesadaran somnolen
Berat Badan Lahir : 3 kg
LK : Tidak terkaji
LD : Tidak terkaji
LP : Tidak terkaji
2. Tanda-Tanda Vital
N : 150x/menit
HR : 40 x/menit
Suhu : 38 C
SpO2 : 70–75%,
3. Sistem Pernafasan
a. Hidung
 Simetris : Tidak Terkaji
 Pernafasan Cuping Hidung : Tidak Terkaji
 Secret : Tidak Terkaji
 Polip : Tidak Terkaji
 Epistaksis : Tidak Terkaji
b. Leher
 Pembesaran Kelenjer : Tidak Terkaji
 Tumor : Tidak Terkaji
c. Dada:
 Bentuk Dada : bentuk dan gerak dada
simetris
 Perbadingan Ukuran Anterior Posterior Dengan Tranversal
Tidak Terkaji

16
 Gerakan Dada (Kiri-Kanan, Apakah Terdapat Retraksi
Pergerakan dada simetris
 Otot Bantu Pernafasan : Tidak Terkaji
 Suara Nafas : Vesikular
 Vocal Premitus : Tidak Terkaji
 Ronchi, Wheezing : Ronki basah pada basal
kedua paru
 Stridor, Rales, Clubbing Finger : Tidak Terkaji
4. Sistem Cardio Vaskular
a. Conjungtiva (anamei/tidak) : Anemis
 Bibir (Pucat/cyanosis) : Sianosis
 Arteri carotis(Kuat/Lemah) : Tidak Terkaji
 Tekanan Vena juguaris (Meninggi/Tidak) : Tidak Terkaji
b. Ukuran Jantung (Normal/membesar)
 Ictus cordis/ Apex : Tidak Terkaji
 Suara Jantung: S1, S2 : S1 dan S2 Reguler
 Bising aorta, mur-mur, gallop : Murmur sistol
5. System Pencernaan
a. Sklera (Ikterus/Tidak) : Tidak Terkaji
 Bibir (Lembab,Kering/ Pecah-pecah) : Tidak terkaji
 Labio Skisis : Tidak Terkaji
b. Mulut
 Stomatitis : Tidak Terkaji
 Palato Skizis , Jumlah Gigi : Tidak Terkaji
 Kemampuan Menelan ( Baik, Sulit, )
Refleks hisapan bayi buruk
c. Gaster
 Kembung : Tidak Terkaji
 Nyeri : Tidak Terkaji
 Gerakan Peristaltik : Tidak Terkaji
 Bising usus : Normal

17
d. Abdomen
 Hati (Teraba/Tidak) : Tidak Terkaji
 Line : Tidak Terkaji
 Ginjal : Tidak Terkaji
 Faces : Tidak Terkaji
e. Anus
 Lecet/Tidak : Tidak Terkaji
 Haemorroid : Tidak Terkaji
6. System Indra
a. Mata
 Kelopak mata, bulu mata, alis : Tidak Terkaji
 Visus ( Gunakan snellen Chard) : Tidak Terkaji
 Lapang Pandang : Tidak Terkaji
b. Hidung
 Penciuman, perih dihidung , trauma ,mimisan : Tidak Terkaji
 Sekret yang menghalangi penciuman : Tidak Terkaji
c. Telinga
 Keadaan daun telinga, kanal uaditorius : Tidak Terkaji
 Bersih/Serumen : Tidak Terkaji
 Fungsi pendengaran, membran tympani : Tidak Terkaji
7. System Syaraf
a. Fungsi Cerebral
 Status mental orientasi, daya ingat : Tidak Terkaji
 Perhatian dan perhitungan., bahasa : Tidak Terkaji
 Kasadaran (Eyes, Motorik, Verbal)
Somnolen
 Bicara (Ekspresive dan resiptive) : Tidak Terkaji
b. Fungsi Cranial
1) Nervus I : Tidak Terkaji
2) Nervus II

18
 Visus : Tidak Terkaji
 Lapang Pandang : Tidak Terkaji
3) Nervus III, IV,VI
 Gerak Bola Mata : Tidak Terkaji
 Pupil Isokhor/Anisokhor : Tidak Terkaji
4) Nervus V
 Sensorik : Tidak Terkaji
 Motorik : Tidak Terkaji
5) Nervus VII
 Sensorik : Tidak Terkaji
 Otonom : Tidak Terkaji
 Motortik : Tidak Terkaji
6) Nervus VIII
 Pendengaran : Tidak Terkaji
 Keseimbangan : Tidak Terkaji
7) Nervus IX : Tidak Terkaji
8) Nervus X
 Gerakan Uvula : Tidak Terkaji
 Rangsangan Muntah/Menelan : Tidak Terkaji
9) Nervus XI
 Sternocledomatoideus : Tidak Terkaji
 Trapexius : Tidak Terkaji
10) Nervus XII
 Gerakan lidah : Tidak Terkaji
c. Fungsi Motorik
 Massa Otot, Tonus Otot , Kekuatan Otot
Tidak terkaji
d. Fungsi Sensorik
 Suhu : 38 C
 Nyeri : Tidak Terkaji
 Getaran : Tidak Terkaji

19
 Posisi : Tidak Terkaji
 Diskriminasi : Tidak Terkaji
e. Fungsi Cerebellum
 Koordinasi : Tidak Terkaji
 Keseimbangan : Tidak Terkaji
f. Refleks
Tidak terkaji
g. Iritasi Meningen
 Kaku kuduk : Tidak Terkaji
 lasaque sign : Tidak Terkaji
 brudzinki sign : Tidak Terkaji
8. System Muskulo Skeletal
a. Kepala
 Bentuk Kepala : Tidak Terkaji
 Gerakan : Tidak Terkaji
b. Vertebrae
 Scoleosis, Lordosis, Kiposis : Tidak Terkaji
 Gerakan : Tidak Terkaji
 Rom : Tidak Terkaji
 Fungsi Gerak : Tidak Terkaji

c. Pelvis
 Gaya Jalan : Tidak Terkaji
 Gerakan : Tidak Terkaji
 Rom : Tidak Terkaji
 Trendelberg test : Tidak Terkaji
 Ortolani / Barlow : Tidak Terkaji
d. Lutut
 Bengkak, Kaku, Gerakan : Tidak Terkaji
 Mc. Murray test, Ballotement test : Tidak Terkaji
e. Kaki

20
 Bengka, gerakan : Tidak Terkaji
 Kemampuan berjalan, tanda tarikan : Tidak Terkaji
f. Tangan
 Bengkak, Gerakan : Tidak Terkaji
 ROM : Tidak Terkaji
 Bahu : Tidak Terkaji
9. Sistem Integumen
a. Rambut
 Warna, Mudah Dicabut : Tidak Terkaji
b. Kulit
 Warna, Tempretar , Kelembaban
Warna Tubuh bayi tampak sianosis dan teraba dingin
 Bulu Kulit , Erupsi, Tahi Lalat., Ruam, Telkture : Tidak Terkaji
c. Kuku
 Warna, Permukaan Kuku : Tidak Terkaji
 Mudah Patah, Kebersihan : Tidak Terkaji
10. System Endokrin
a. Kelenjar Thyroid : Tidak Terkaji
b. Eksresi Urine Berlebihan, Polydpsi, Poly Phagi : Tidak Terkaji
c. Suhu Tubuh Yang Tidak Seimbang, Keringat Berlebihan
Tidak Terkaji
d. Riwayat Bekas Aie Seni Dikelilingi Semut : Tidak Terkaji
11. System Perkemihan
a. Odema Palpebral, Moon Face, Odema Anasarka : Tidak Terkaji
b. Keadaan Kandung Kemih : Tidak Terkaji
c. Nocturia, Dysuria, Kencing Batu : Tidak Terkaji
d. Penyakit Hubungan Seksual : Tidak Terkaji
12. System Reproduksi
a. Wanita
1) Payudara
Putting, Areola Mamae , Simetris : Tidak Terkaji

21
2) Labia Mayora Dan Minora
Tidak terkaji
b. Laki-Laki
1) Keadaan Gland Penis
Urethra, Kebersihan :Tidak Terkaji
2) Testis
Sudah Turun/ Belum : Tidak Terkaji
3) Pertumbuhan Rambut
Kumis, Janggut, Ketiak : Tidak Terkaji
4) Pertumbuhan Jakun
Perubahan Suara : Tidak Terkaji
13. System Immun
a. Allergi
Cuaca, Debu, Bulu Binatang, Zat Kimia : Tidak Terkaji
b. Penyakit Yang Berhungan Dengan Perubahan Perubahan Cuaca
Flu, Ulticaria, Lain-Lain : Tidak Terkaji
c. Riwayat Tansfusi Dan Reaksi : Tidak Terkaji
E. Data Psiko- Sosial – Spiritual
1. Data Psikologis : Tidak Terkaji
2. Data Social : Tidak Terkaji
3. Data Spiritual : Tidak Terkaji
F. Istirahat Tidur
Kebiasaan Tidur, Jam Tidur, Gangguan Tidur
Tidak Terkaji
G. Nutrisi
Kebiasaan Makan, Pengkajian ABCD, IMT :
BB bayi 3 kg.

22
H. Monitoring Tiap Jam (form monitoring)
I. Data Penunjang
1. Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 20 g/dL 12.0-16.0 g/dl

Hematokrit 66% 35-47%

leukosit /µL 4.400-11300/mm3

Trombosit 196.000/µL 150000-450000/mm3


Ureum 16 mg/dL 15-50 mg/dL
Kreatinin 0,89 mg/ dL 0,7-1,8 mg/dL
gula darah sewaktu 45 mg/dL < 140 mg/dL
2. Ekokardiografi
Hasil : gambaran berupa venticular septal defect (VSD) perimembran
berukuran besar, stenosis pulmonal pada daerah infundibular, valvular
moderat 44 mmHg, overriding aorta, hipertrofi ventrikel kanan,
regurgitasi katup aorta derajat ringan, arkus aorta ke kiri, semua vena
pulmonalis bermuara di atrium kiri
3. Foto thoraks
Hasil : gambaran hipertrofi ventrikel kanan

23
2.2.2 Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Ds:-
Do:
 Bayi X sianosis
 N : 150 x/menit Terpapar faktor endogen dan
 HR : 40 x/menit eksogen pada trisemester I dan II
 Hemoglobin 20 g/dL ↓
Perkembangan embriogenesis
 Hematokrit 66 % yang tidak sempurna
 Tampak sesak ↓
 SpO2 : 70-75% Kelainan jantung kongenital
sianotik : Tetralogi of fallot
 Hasil pemeriksaan

ekokardiografi : gambaran Stenosis pulmonal pada daerah
berupa venticular septal infundibular
↓ Pola napas tidak efektif
defect (VSD) perimembran
Obstruksi
berukuran besar, stenosis ↓
pulmonal pada daerah ↓ aliran darah paru

infundibular, valvular
↓ O2 dalam darah
moderat 44 mmHg, ↓
overriding aorta, hipertrofi Hipoksemia
ventrikel kanan, regurgitasi ↓
Sesak
katup aorta derajat ringan, ↓
arkus aorta ke kiri, semua Pola napas tidak efektif
vena pulmonalis bermuara di
atrium kiri

Ds :- Terpapar faktor endogen dan


Do : eksogen pada trisemester I dan II
↓ Gangguan pertukaran gas
 Bayi X sianosis Perkembangan embriogenesis
 SpO2 : 70-75% yang tidak sempurna

24
 Suhu 38 C Kelainan jantung kongenital
 N : 150 x/menit sianotik : Tetralogi of fallot

 HR : 40 x/menit
venticular septal defect (VSD)
 Hemoglobin 20 g/dL perimembran berukuran besar
 Hasil pemeriksaan ↓
Pencampuran darah kaya O2
ekokardiografi : gambaran
dengan CO2
berupa venticular septal ↓
defect (VSD) perimembran Hipoksemia

berukuran besar, stenosis
Sesak dan kelemahan tubuh
pulmonal pada daerah ↓
infundibular, valvular Gangguan pertukaran gas
moderat 44 mmHg,
overriding aorta, hipertrofi
ventrikel kanan, regurgitasi
katup aorta derajat ringan,
arkus aorta ke kiri, semua
vena pulmonalis bermuara di
atrium kiri
 Hasil foto toraks didapatkan
gambaran hipertrofi ventrikel
kanan

2.2.3 Diagnosa Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hyperventilaasi


2. Gangguan pertukaran gas berhubugan dengan penurunan aliran darah ke
pulmonal

25
2.2.4 Rencana Keperawatan
DIAGNOSA RENCANA
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Pola Nafas Tidak Efektif NOC: NIC :
berhubungan dengan  Respiratory status : 1. Monitor kualitas nadi 1. Nadi merupakan respon dari
Hiperventilasi Ventilation kontraksi yang dihasilkan dari
Definisi :  Respiratory status : Airway jantung
Proses keluar masuknya udara patency 2. Monitor frekuensi dan irama 2. Kontraksi jantung stabil akan
ke paru – paru serta pertukan  Vital sign Status pernafasan ditunjukan dengan kestabilan
karbondioksida dan oksigen di Setelah dilakukan tindakan frekuensi dan irama pernafasan
alveoli keperawatan selama 3x24 jam 3. Monitor pola pernafasan 3. Pola pernafasan abnormal
Batasan Karakteristik : diharapkan pola nafas klien abnormal menandakan kestsbilan O2 dan CO2
a. Frekuensi pernafasan efektif tidak stabi
b. Irama pernafasan Kriteria hasil : 4. Monitor suhu, warna dan 4. Gangguan pasokan oksigen ke
c. Kepatenan jalan nafas  Tidak ada penggunaan otot kelembaban kulit jaringan akan menimbulkan
d. Penggunaan otot bantu bantu nafas ganguan perfusijaringan
nafas  Tidak ada retraksi dada 5. Monitoring adanya tanda 5. Hipoventiasi terjadi ketika tubuh
e. Retraksi dinding dada  Irama nafas dan frekuensi hipoventilasi kekurangan pasokan O2 dalam
f. Sianosis pernafasan reguler 6. Pertahankan posisi klien tubuh

24
g. Akumulasi sputum  Tidak ada suara nafas 6. Posisi yang tepat akan
h. Suara nafas tambahan tambahan meningkatkan kepatenana
i. Pernafasan cuping hidung  Nadi = 120-160x/menit pernafasan
NOC: NIC :
Gangguan Pertukaran Gas
 Respiratory Status : Gas 1. Monitor kedalaman, irama, 1. Kurangnya pasokan O2 dalam tubuh
berhubungan dengan
exchange suara dan pola nafas klien akan menghambat proses
penurunan aliran darah ke
 Keseimbangan asam Basa, pernafasan dan meningkatkan
pulmonal
Elektrolit tekanan nadi dan respirasi
Definisi :
 Respiratory Status : 2. Catat pergerakan, 2. Sumbatan pernafasan akan
Pertukaran karbondioksida dan
ventilation kesimetrisan dan meningkatkan kontraksi otot
oksigen di alveoi untuk
 Vital Sign Status penggunaan otot bantu pernafasandan retraksi dada karena
mempertahankan konsentrasi
Setelah dilakukan tindakan pernafasan proses inspirasi yang terlalu kuat
darah arteri
keperawatan selama 3x24 jam 3. Pertahankan kepatenan jalan 3. Pasokan O2 dalam tubuh akan
Batasan Karakteristik :
diharapkan Gangguan nafas maksimal ketika tidak ada gangguan
a. Keseimbangan ventilasi
pertukaran jalan nafas
dan perfusi
pasien teratasi 4. Monitoring AGD dan 4. Kestabilan kadar asam basa dalam
b. Dispneu
Kriteria hasi: elektrolit tubuh dipengaruhi oleh oksigen
c. Sianosis
 Oksigenasi yang adekuat yang dapat mestabilkan status
d. Gangguan kesadaran
(99-100%) pernafasan pada klien

25
 Tidak ada sianosis dan 5. Monitoring status neurologis 5. Dampak yang dari gangguan
dyspnea pertukaran gas pada status
 Tanda tanda vital normal neurologis seseorang yang akan
Nadi (120-160x/menit) memperburuk status pernafasan nya
 AGD dalam batas normal
SpO2 : 95 -100%

26
Jurnal Anestesiologi Indonesia

LAPORAN KASUS
Penanganan Perioperatif Pasien Dengan TOF dan Kardiomiopati Dilatatif
Disertai Multiple Thrombus di Semua Ruang Jantung
Perioperative Management Tetrallogy of Fallot in an pediatric with Cardiomyopathy
and multiple thrombus Formation
Fajar Perdhana *, Prieta Adriane *
*Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta

ABSTRACT
Tetralogy of Fallot defined as a condition of congenital heart defect which is
classically understood to involve comprises right ventricular (RV) outflow tract
obstruction (RVOTO) (infundibular stenosis), Ventricular septal defect (VSD), aorta
dextroposition, and RV Hypertrophy. This condition was worsen by cardiomyopathy
leading to heart failure and multiple thrombus formation in all chamber of the heart.
Perioperative challenges include “tet spell” at any time during the pre CPB period,
which is can cause by anesthetic induction and manipulation of the heart and great
vessels by the sugeon, and decrease of the heart fuction caused by cardiomyopathy can
lead to heart failure. Postoperatively, patients may encounter low cardiac output
syndrome. A 2 years and 10 months child, diagnose as TOF with dilatative
cardiomyopathy and multiple thrombus formation, undergoing total correction
procedure. She hospitalized with serious complications such as heart failure and
severe decrease of left and right ventricle fuction. Patient were monitored with
standard electrocardiogram, pulse oximetry and non invasive blood pressure. The
patient was performed anesthesia with inhalation induction with sevoflurane, then
performed invasive blood pressure in left radial artery and central venous catheter
(CVC) in right jugular vein The operation was performed to evacuated all thrombus,
VSD closure with goretex patch and infundibulum resection and then performed
pericardial patch to dilate Right Ventricel Outflow Tract (RVOT). Patient had low
cardiac ouput syndrome in post operative periods, were treated for 21 days in ICU,
and tracheostomy was performed on day 9 of care. The patient was successfully
weaned from the ventilator at day 13. A total correction procedure for TOF patient
with dilatative cardiomyopathy is a challenge for anesthesiologists. Good pre-
operative preparation, durante operation management and careful monitoring on
postoperative care produce good results.

Keywords: Tetrallofy of Fallot, Dilatative Cardiomyopathy, thrombus, low cardiac


output syndrome

ABSTRAK
Tetrallogy of Fallot (TOF) didefinisikan sebagai kondisi penyakit jantung kongenital
yang ditandai dengan adanya obstruksi right ventricle outflow tract (RVOTO) baik

Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017


Volume IX, Nomor
Terakreditasi DIKTI 1, Tahunmasa
dengan 2017berlaku 3 Juli 2014 - 2 Juli 2019 10
Dasar SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 212/P/2014
Jurnal Anestesiologi Indonesia

stenosis pada supravalvar, valvar dan subvalvar, adanya ventricle septal defect (VSD),
dextroposisi dari aorta dan hipertrofi ventrikel kanan. Kondisi ini diperberat dengan
kardiomiopati dilatatif yang menyebabkan pasien jatuh pada keadaan gagal jantung
dan pembentukan trombus multipel di semua ruang jantung. Tantangan perioperatif
adalah terjadinya tet spell pada periode pre CardioPulmonary By pass (CPB), dan
depresi kontraktilitas dapat menyebabkan gagal jantung. Pasca operasi beresiko tinggi
untuk terjadi low cardiac output syndrome. Anak usia 2 tahun 10 bulan dengan
diagnosis TOF dan kardiomiopati dilatatif disertai pembentukan trombus multipel
yang menjalani prosedur total koreksi, dengan penyulit penyerta gagal jantung yang
membaik dengan terapi medikamentosa, fungsi ventrikel kiri dan ventrikel kanan yang
turun. Pasien dipasang monitoring standar EKG, SpO2, dan NIBP, kemudian
dilakukan induksi inhalasi dengan sevofluran, selanjutnya dilakukan pemasangan
invasif blood pressure pada arteri radialis kiri dan pemasangan kateter vena sentral
(CVC) pada vena jugularis kanan. Dilakukan tindakan evakuasi trombus, penutupan
VSD dengan goretex patch dan reseksi infundibulum kemudian dilakukan pericardial
patch untuk melebarkan Right Ventricel Outflow Tract (RVOT). Pasca operasi pasien
mengalami low cardiac ouput syndrome,dirawat selama 21 hari di ICU, dan dilakukan
trakeostomi pada perawatan hari ke-9. Pasien berhasil disapih dari ventilator pada
perawatan hari ke-13 dan pindah dari ICU ke ruang perawatan pada hari ke-21.
Prosedur total koreksi pada pasien TOF dengan disertai kardiomiopati dilatatif
merupakan tantangan tersendiri bagi dokter ahli anestesi. Persiapan pre-operasi yang
baik, manajemen durante operasi dan monitoring yang seksama serta perawatan pasca
operasi yang berkesinambungan menghasilkan hasil yang baik.

Kata kunci : TOF, total kor eksi, kar diomiopati dilatatif, low cardiac output
syndrome, trombus

PENDAHULUAN

Tetrallogy of Fallot (TOF) dijumpai pulmonal (infundibular atau subvalvu-


pada 10 % kasus penyakit jantung kon- lar, valvular, supravalvular atau kom-
genital, TOF adalah bentuk paling binasi).1,2,3
umum dari penyakit jantung sianotik.
Lillehei pertama kali berhasil
Dokter Prancis Etienne Fallot, 1888,
melakukan prosedur total koreksi pada
pertama kali mempublikasikan
TOFtahun 1954. Prosedurtotal koreksi
deskripsi kelainan klinik dan anatomik
ditujukan untuk menghilangkan ob-
secara komprehensif, berdasarkan
struksi dengan melakukan reseksi
sejumlah penelitian postmortem. TOF
dinding yang hipertrofi, dan melebar-
ditandai dengan adanya V entricular
kan RVOT dengan pericardial patch.4
Septal Defect (VSD), Overriding aorta,
right ventricular hypertrophy, stenosis

11 Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017


Jurnal Anestesiologi Indonesia

KASUS Konfirmasi dengan USG thorak


didapatkan efusi pleura kiri. Dilakukan
Anak perempuan usia 2 tahun 10 bulan
echocardiografi ulang, didapatkan hasil
dengan berat badan 12 Kg, datang
multiple thrombus LV 1,89 X 2,05 cm,
dengan keluhan sesak, batuk dan pilek
thrombus di RA 2,75 X 3,4 cm, MPA
lama, bengkak seluruh tubuh, demam 1
0,89 X 1,01 cm, di RVOT 0,7 X 0,7
minggu, disertai sianosis. Lahir cukup
cm.
bulan, sianosis (+). Hasil echocardio-
grafi menunjukkan RA, RV dilatasi; TR Hasil pemeriksaan MSCT Cardiac: kar-
ringan, PS sedang; tampak vegetasi di diomegali terutama pembesaran dari
katup pulmonal UK 0.6x0.04; dan sep- RA dan LV disertai thrombus pada LV
tum ventrikel VSD defek IVS 1.17 L to ukuran terbesar 3.8 x 2 x 1.2 cm, pada
R shunt. Kesimpulan hasil echocardio- PA ukuran 4.3 x 2.6 x 2.9 cm, dan mul-
grafi TOF + vegetasi katup pulmonal + tiple pada RV ukuran terbesar 0.3 x 0.4
PS sedang+ TR ringan. Disarankan un- x 0.5 cm; Brachiocephalic vein tampak
tuk dilakukan operasi BT shunt. prominen dengan thrombus yang luas
pada dindingnya; VSD sepanjang 1.74
cm lokasi dekat dengan aortic knob;
efusi perikardium minimal dan efusi

Gambar 1. Tetrallogy of Fallot

Gambar 2. Prosedur Total Koreksi


Pemeriksaan fisik didapatkan jalan
pleura kiri; dan hepatomegali.
nafas bebas, frekuensi nafas 28 kali/
menit, tidak ada ronkhi dan wheezing, Pasien kemudian didiagnosis dengan
SpO2 65%, perfusi hangat sianotik TOF + Endokarditis + Dilated Cardio-
dengan tekanan darah 90/50 mmHg, myophaty + Multiple Trombus + Heart
Nadi 128 kali/menit. Pasien sadar tam- failure. Hasil laboratorium dalam batas
pak lemah. didapatkan abdomen sedikit normal, dengan analisa gas darah sedi-
distensi dan ada asites. Ekstremitas kit asidosis metabolik dengan pH 7,33.
dijumpai pitting edema, clubbing fin-
ger, dan sianotik. Pemeriksaan foto ron- Dilakukan induksi inhalasi sevofluran,
sen thorak didapatkan jantung tidak dengan ko induksi Midazolam 2 mg IV,
dapat dievaluasi, efusi pleura kiri masif. Fentanyl 30 Mcg IV, Vecuronium 2 mg
IV, dilakukan intubasi sleep apneu ETT

Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017 12


Jurnal Anestesiologi Indonesia

4,5, cuff (+), batas bibir 12 cm. Mainte- kardiomiopati. Hal ini sangat berbeda
nance dengan Sevoflurane dan oksi- dengan gagal jantung yang terjadi pada
gen. Selama operasi diberikan suple- pasien dewasa yang sering disebabkan
men Fentanyl dan vecuronium.Alat oleh penyakit jantung koroner dan
monitoring invasif dipasang arteri line hipertensi. Manajemen gagal jantung
pada arteri radialis sinistra, dan kateter pada anak-anak sebagian besar ber-
vena sentral pada V. Jugularis Interna dasarkan pengalaman klinis dan ap-
dextra. Dilakukan transesofageal likasi dari data pada terapi gagal jan-
ekokardiografi sebelum dan setelah tung pada dewasa. Pre operasi pasien
koreksi. Tindakan operasi yang dil- ini mendapat terapi diuretik, ace inhibi-
akukan adalah evakuasi thrombus, pe- tor, beta bloker dan dobutamin. Pasien
nutupan VSD dengan goretex patch dan ini mengalami gagal jantung yang
reseksi infundibulum kemudian dil- disebabkan oleh kardiomiopati dilatatif
akukan pericardial patch untuk dan kondisinya diperberat dengan adan-
melebarkan RVOT. Pasca operasi ya kelainan jantung kongenital TOF.
pasien disedasi dengan kontrol penuh Manajemen gagal jantung pada pasien
ventilasi. Hemodinamik ditopang ini dengan restriksi cairan dan medika
dengan adrenalin dan milrinon. Dil- mentosa.
akukan trakeostomi pada hari rawat ke-
9. Pasien dapat diekstubasi pada hari
rawat ke-13 dan pindah ke ruang
perawatan biasa pada hari rawat ke-19.

Gambar 4. Echocardiografi sebelum operasi

Terapi medika mentosa yang diberikan


Gambar 3. Foto ronsen thorak sebelum operasi antara lain diuretik, memiliki keun-
tungan pada gagal jantung melalui pen-
ingkatan kehilangan cairan, pening-
Manajemen Gagal Jantung pada katan kehilangan sodium. Digunakan
Anak luas pada gagal jantung dewasa dan
anak-anak, mengurangi gejala dengan
Pada kasus ini pasien datang dalam
cepat akibat volume overload. Pilihan
kondisi gagal jantung, gagal jantung
diuretik adalah loop diuretik karena
pada anak-anak banyak disebabkan
efeknya yang kuat, namun memiliki
oleh penyakit jantung kongenital dan

13 Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017


Jurnal Anestesiologi Indonesia

potesi efek yang tidak diinginkan ter- Beta blockers melawan aktivasi sistem
hadap kadar magnesium dan calcium saraf simpatis yang sering muncul pada
intra dan extra seluler dan defisiensi gagal jantung. Keuntungan beta block-
thiamin.Cochrane systematic review er antara lain menurunkan denyut jan-
menyimpulkan diuretik menurunkan tung, meningkatkan keseimbangan
resiko kematian dan memburuknya ga- oksigen supply dan demand, menurunk-
gal jantung.5 an myocardial apotosis dan fibrosis,
efek anti aritmia, dan bersinergi dengan
Terapi yang lain menggunakan A CE ACE inhibitor. Terapi yang lain adalah
inhibitor yang berfungsi menurunkan dobutamin, yang digunakan pada gagal
efek yang dihasilkan dari aktivasi sis- jantung yang berat, dimana terjadi
tem RAA yang sering terjadi pada penurunan cardiac output dan
keadaan gagal jantung. Keuntungan penurunan tekanan darah. Dobutamin
efek A CE inhibitor pada gagal jantung menstimulasi kontraktilitas jantung.
antara lain menurunkan vasokonstriksi,
potensiasi aktivitas system saraf simpa- Koagulopati pada anak dengan pen-
tis, dan menurunkan pelepasan aldoste- yakit jantung kongenital (PJK)
rone (sehingga menurunkan retensi air
Anak dengan penyakit jantung sering
dan sodium, fibrosis myocardial, ham-
memiliki gangguan dalam keseim-
batan pelepasan NO, dan kerusakan
bangan hemostasis, yang dapat
bradikinin vasodilator). Ketiga proses
mengakibatkan perdarahan, trombosis,
tersebut dimediasi oleh Angiotensin II.
atau keduanya.Penyakit jantung kon-
genital sianotik dilaporkan memiliki
kecenderungan lebih mengalami system
hemostatic abnormal dibandingkan
penyakit jantung kongenital asianotik
dan penyakit jantung didapat (penyakit
Kawasaki, kardiomiopati).

Studi pada anak-anak dengan PJK


menunjukkan adanya abnormalitas pro-
tein-protein yang tertera dibawah dan
abnormalitas fungsi hemostatik, yang
dapat menimbulkan resiko perdarahan
dan atau thrombosis.6 Protein koagulasi
faktor II, V, VII, VIII, IX, X, dan fi-
brinogen menurun; faktor VIII mening-
kat. Inhibitor koagulasi protein C, S dan
Gambar 5.Gambaran MSCT jantung sebelum anti thrombin menurun. Protein fibrino-
operasi litik: plasminogen menurun. Protrom-
botik polimorfisme genetik mengidenti-
fikasi adanya : Faktor V Leiden, pro-

Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017 14


Jurnal Anestesiologi Indonesia

trombin gen 20120, plasminogen G4 / RVOTsemakin penting menjaga rasio


G4, metilen tetrahidrofolat reduktase PVR:SVR. Peningkatan PVR relatif
677. terhadap SVR, dan penurunan SVR
relatif terhadap PVR, dapat mening-
Kelainan fungsi hemostatik meliputi : katkan shunt R_L, menurunkan alu-
peningkatan koagulasi, peningkatan ran darah pulmonal, dan menyebab-
atau penurunan fibrinolisis,peningkatan kan atau memperberat derajat siano-
atau penurunan jumlah dan fungsi sis.
trombosit , dan faktor lain berupa keru-
sakan endotel vaskular yang dipicu 3. Manajemen ventilator untuk
pemsangan kateter vena sentral, CPB menurukan PVR.
dan ECMO. 4. Menjaga atau meningkatkan SVR.
Sangat penting pada keadaan ob-
Tatalaksana Anestesi pada Pasien struksi RVOT yang berat.
TOF
5. Menangani secara agresif episode
Pada kondisi yang cukup optimal, hipersianosis
pasien ini diputuskan untuk dilakukan
6. Menjaga kontraktilitas. Penurunan
operasi definitif, yaitu total koreksi.
kontraktilitas pada keadaan obstruksi
Pertimbangan dilakukan total koreksi
RVOT yang berat dapat menyebab-
karena pasien ini akan dilakukan open
kan RV afterload mismatch dan
chamber untuk evakuasi thrombus, dari
menurunkan aliran pulmonal secara
hasil kateterisasi tidak didapatkan ab-
dramatis. Kecuali pada pasien dengan
normalitas dari arteri koroner, dari hasil
obstruksi RVOT pada infundibulum,
evaluasi di meja operasi didapatkan PA
penurunan kontraktilitas dapat
konfluens ukuran Anulus PA sesuai
menurunkan derajat obstruksi.
dengan full size dan tidak ada stenosis
di RPA maupun LPA.

Induksi anesthesia pada pasien ini dil- Induksi intravena banyak dilakukan na-
akukan dengan memperhatikan hal-hal mun kebanyakan bayi dan anak-anak
sebagai berikut : 1,2,3 dapat mentoleransi induksi inhalasi
baik dengan sevofluran atau halothane.
1. Menjaga frekuensi jantung, kon-
Halothane mungkin lebih baik jika
traktilitas, dan preload untuk menjaga
dibandingkan dengan sevofluran dalam
cardiac output. Euvolemia sangat
menurunkan komponen obstruksi
penting untuk menjaga obstruksi
RVOT yang dinamis, karena halothane
RVOT yang dinamis yang dapat
memiliki efek inotropik negatif yang
disebabkan hipovolemia sehingga
potent. Hipotensi sistemik harus
frekuensi jantung dan kontraktilitas
dihindari atau segera diatasi, karena
meningkat.
dapat menyebabkan atau meningkatkan
2. Menghindari rasio PVR:SVR. Se- R-L shunt pada keadaan obstruksi
makin rendah derajat lesi obstruksi RVOT yang berat.

15 Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Manajemen Hipersianotik atau “Tet untuk meningkatkan impedansi ejeksi


Spell” LV.

Terjadinya episode hipoksia pada  Pemberian morfin sulfat (0.05-


pasien TOF dapat mengancam jiwa. 0.10mg/kg), dengan melakukan sedasi
Spell lebih sering terjadi pada pasien pasien dapat menurunkan efek hiperp-
sianosis dengan frekuensi puncak spell nea.
usia antara 2 - 3 bulan. Timbulnya spell  Pemberian cairan kristaloid 15-
biasanya memerlukan intervensi bedah 30mL / kg. Meningkatkan preload
segera. Etiologi spell tidak sepenuhnya akan meningkatkan ukuran jantung,
dipahami, tetapi spasme infundibular yang dapat meningkatkan diameter
mungkin berperan.4 RVOT.

Hiperpnea paroksismal adalah gejala  Pemberian sodium bicarbonate untuk


awal.Ada peningkatan laju dan kedala- mengatasi asidosis metabolik berat
man respirasi, yang mengarah ke pen- yang terjadi selama spell. Koreksi asi-
ingkatan sianosis dan potensi sinkop, dosis metabolik akan menormalkan
kejang atau kematian. Selama spell, SVR dan mengurangi hiperpnea.
bayi akan tampak pucat dan lemas aki- Pemberian bikarbonat (1-2 mEq / kg)
bat aliran darah jantung yang berku- tanpa adanya analisis gas darah diper-
rang. Hiperpnea meningkatkan kon- bolehkan selama spell.
sumsi oksigen melalui peningkatan ker-  Phenylephrine dalam dosis yang
ja pernapasan. Hipoksia menginduksi relatif besar (5-10μg / kg IV bolus
penurunan systemic vascular resistance atau 2-5μg / kg / min) meningkatkan
(SVR), yang selanjutnya meningkatkan SVR dan mengurangi R-L shunt. Ob-
R-L shunt. Hiperpnea juga menurunkan struksi RVOT berat, pemberian phe-
tekanan intratoracic dan mengarah ke nylephrine menginduksi meningkat-
peningkatan aliran balik vena sistemik. kan PVR memberikan efek yang sedi-
Obstruksi infundibular akan meningkat- kit atau tidak berpengaruh dalam
kan preload RV dan peningkatan R-L meningkatkan ketahanan RV outflow.
shunt.  Agonis beta-adrenergic merupakan
Terapi pada spell meliputi:3,4 kontraindikasi absolut. Peningkatan
kontraktilitas akan lebih mem-
 Pemberian oksigen 100%. persempit infundibulum stenosis.
 Kompresi arteri femoralis atau  Pemberian propranolol (0,1 mg / kg)
menempatkan pasien dalam knee- atau esmolol (0.5mg / kg diikuti
chest position meningkatkan SVR dan dengan drip 50-300 mg / kg / min)
mengurangi R-L shunt. Kompresi dapat mengurangi spasme infundibu-
manual dari aorta abdominal sangat lar dengan menekan kontraktilitas.
efektif untuk pasien dalam pembiu- Selain itu, memperlambat denyut jan-
san. Setelah dada terbuka, ahli bedah tung memungkinkan untuk mening-
dapat mengkompresi aorta asending katkan pengisian diastolik

Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017 16


Jurnal Anestesiologi Indonesia

(peningkatan preload), peningkatan c. Pelebaran RVOT dengan transanular


ukuran jantung, dan peningkatan di- patch dapat menyebabkan regurgi-
ameter RVOT. tasi pulmonal, sehingga menambah
 Resusitasi Extra corporeal membrane beban volume pada RV
oxygenation (ECMO) pada episode d. Adanya residual obstruksi pada
refraktori jika intervensi operasi sege- RVOT menambah beban pada RV
ra tidak memungkinkan. e. VSD residual menambah beban vol-
Manajemen pasca CPB1,2,3,4 ume pada RV

1. Menjaga denyut jantung tetap sinus Low Cardiac Ouput Syndrome


dengan frekuensi jantung yang (LCOS)
sesuai dengan usia. Cardiac output Operasi jantung konvensional yang
lebih tergantung pang frekuensi jan- melibatkan Cardiac arrest dan CPB
tung pasca CPB. Kadang diperlukan berhubungan dengan disfungsi miokard
pemasangan atrial pacing jika ter- pasca operasi danLCOS.Faktor intra-
dapat junctional ectopic tachycardia operatif diduga terkait dengan kerusa-
(JET) kan miokard :1) jenis solusi yang
2. Menurunkan PVR melalui intervensi digunakan untuk priming CPB, 2) arit-
ventilator. mia persisten, terutama fibrilasi ven-
3. Support inotropik untuk RV kadang trikel (VF) 3) proteksi miokard yang
diperlukan. Penggunaan dobutamin tidak adekuat 4) distensi ventrikel, 5)
(5-10 mcg/kgbb/min) atau dopamine emboli arteri koroner, 6) penggunaan
(5-10 mcg/kgbb/min) dapat menjadi katekolamin, 7) lama aortic cross
pilihan karena memiliki efek ino- clamping, 8) prosedur bedah kompleks
tropic yang potenttanpa meningkat- (misalnya, ventrikulostomi), 9) reperfu-
kan PVR. Milrinone (0,5-1 mch/ si diikuti iskemia, 10) waktu CPB, dan
kgbb/min) dapat digunakan karena 11) respon inflamasi sistemik. Selain
efek inotropic dan lusitropiknya ser- itu, beberapa factor spesifik seperti mi-
ta efeknya pada PVR. okardium neonatus, hipertrofi ventrikel,
Setelah total koreksi, ada beberapa sianosis berat dan gagal jantung yang
faktor yang dapat mempengaruhi fungsi sudah ada sebelumnya, mempengaruhi
sistolik dan diastolic dari ventrikel kerentanan miokardium dan kecender-
kanan, diantaranya :3,4 ungan untuk LCOS.7

a. Prosedur ventrikulotomi kanan dan Pada tingkat seluler dan molekuler, be-
pemasangan patch pada RVOT dapat berapa mekanisme terkait dengan ter-
menyebabkan dyskinesia pada dind- jadinya disfungsi miokard dan LCOS
ing bebas ventrikel kanan. pada pasien anak yang menjalani
b. Proteksi myocardial pada ventrikel operasi jantung. Salah satu diantaranya
kanan saat cross clamping aorta sulit ischemia reperfusion injury dengan
karena adanya hipertrofi. gangguan homeostasis kalsium dan ke-

17 Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017


Jurnal Anestesiologi Indonesia

rusakan mitokondrial, secara konsisten DAFTAR PUSTAKA


dilaporkan memegang peranan besar 1. Jonas, Richard A. 2004. Comprehensive
terjadinya disfungsi jantung pasca Surgical Managementof Congenital
operasi.7 Heart Disease. Hodder Arnold. p 279-
283
Pada kasus ini pasca CPB kontraktilitas 2. Andropaulus, Dean B. 2010. Anesthesia
LV dan RV tidak terlalu baik dengan for Congenital Heart Disease. Willey-
Tapse 1,0 dan LVEF 35%, dengan per- Blackwell. p 419-430
timbangan pasien ini dengan gagal jan- 3. Dinardo, James A. 2008. Anesthesia for
tung maka sudah dalam keadaan beta Cardiac Surgery. Blackwell Publishing.
p 167
reseptor down regulation dan pasien
sudah diprediksi resiko timggi jatuh 4. Hensley, Frederick A. Cardiac Anesthe-
sia. 5th Ed. Lippincot William & Wil-
pada keadaan low cardiac ouput syn-
kins. P 1739
drome,oleh karena itu pemilihan ino-
5. Beggs, Sean. 2008. Cardiac Failure in
tropic adalah inotropic kuat dengan
Children. Pediatric Department, Royal
adrenalin dan inotropic non beta hobart Hospital and University of tas-
reseptor yaitu milrinon. Pada guideline mania
penggunaan milrinon, indikasi milrinon 6. Giglia, Therese M, et al. 2013. Preven-
diantaranya gagal jantung kongestif, tion and Treatment of Thrombosis in
fase low cardiac output pasca bedah Pediatric and Congenital Heart disease.
jantung, pasien yang refrakter dengan Circulation.2013;128:2611-2703
inotropic beta reseptor, sebagai profil- 7. Bautista, Victor.2016. Cellular and Mo-
aksis pasien yang resiko tinggi terjadi lecular Mechanisms of Low Cardiac
low cardiac output syndrome pasca be- output Syndrome after Pediatric Cardiac
Surgery. Current Vascular Pharmacolo-
dah jantung seperti Arterial switch dan
gy, 2016, Vol. 14, No. 1
TOF.

Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017 18

Anda mungkin juga menyukai