Laporan Kasus
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Program Profesi Ners Pada Stase
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Kritis
Disusun Oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
Di dalam penyusunan laporan kasus ini, kami merasa bahwa masih banyak
hambatan yang dihadapi, namun berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai
laporan kasus ini sepenuhnya menjadi tangung jawab penulis dan seberapapun
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
1.3 Manfaat ............................................................................................. 2
BAB II KONSEP TEORI
2.1 KONSEP TEORI Tetralogy of Fallot
2.1.1 Pengertian Tetralogy of Fallot................................................... 1
2.1.2 Etiologi Tetralogy of Fallot....................................................... 1
2.1.3 Kombinasi Abnormal Tetralogy of Fallot.................................. 3
2.1.4 Patofisiologi dan Patway Tetralogy of Fallot............................. 3
2.1.5 Manifestasi Klinis Tetralogy of Fallot ....................................... 5
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Tetralogy of Fallot .............................. 6
2.1.7 Komplikasi Tetralogy of Fallot ................................................. 7
2.1.8 Penatalaksanaan Tetralogy of Fallot.......................................... 8
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2. 2.1 Pengkajian Keperawatan .......................................................... 10
2. 2.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................ 12
2. 2.3 Intervensi Keperawatan ............................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
iii
sejak dini. Sehingga deteksi dini penyakit ini pada anak – anak sangat penting
dilakukan sebelum komplikasi yang lebih parah terjadi, Guyton dan Arthur C
(2006).
Manifestasi klinis utama berupa sianosis dengan derajat bervariasi tergantung
pada sumber dan jumlah aliran darah paru yang dapat berasal dari duktus
arteriosus persisten, major aortopulmonary collateral arteries (MAPCAs), atau
kombinasi keduanya. Pada waktu lahir, bayi biasanya belum sianotik, tetapi
kemudian gejala tersebut muncul setelah tumbuh.
Bayi atau anak dengan tetralogi Fallot memiliki peluang untuk mengalami
komplikasi neurologis. Komplikasi neurologis yang paling utama adalah bencana
serebrovaskular (cerebrovascular accident / stroke) dan abses serebri, yang sangat
berpengaruh terhadap mortalitas maupun morbiditas pasien. Insidensi kedua
komplikasi tersebut, berdasarkan dokumentasi beberapa literatur di negara –
negara Barat, adalah 8,6% pada bencana serebrovaskular dan 13,7% pada abses
serebri. Defisit neurologis yang disebabkan oleh komplikasi tersebut dapat
bervariasi berdasarkan deteksi dini.
Jika dibiarkan kelainan jantung bawaan pada anak ini akan menimbulkan
beberapa komplikasi antara lain adalah sebagai berikut, yaitu : trombosis serebri;
abses otak; endokarditis bakterialis; gagal jantung kongestif; hipoksia.
iv
1.3 Manfaat
Mengatahui dan memahami mengenai Tetralogy of Fallot secara konsep
maupun asuhan keperawatan gawat darurat.
v
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 Konsep Teori Tetralogy of Fallot.
A. Pengertian Tetralogy of Fallot.
Tetralogy of Fallot (TOF) merupakan kelainan jantung bawaan
sianotik. Kelainan yang terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana
terjadi defek atau lubang dari bagian infundibulum septum intraventrikular
(sekat antara rongga ventrikel) dengan syarat defek tersebut paling sedikit
sama besar dengan lubang aorta (Yayan A.I, 2010).
Tetralogi of Fallot adalah malformasi jantung kongenital sianotik
dengan komponen stenosis pulmonal, defek septum ventrikel,
dekstroposisi aorta yang menyebabkan pangkal aorta melewati septum
ventrikel/ over-riding aorta, serta hipertrofi ventrikel kanan. Penyakit
kompleks tersebut pertama kali dideskripsikan oleh Fallot pada tahun
1881, walaupun kasus - kasus tersebut sebelumnya telah dipaparkan
melalui berbagai laporan kasus.
Tetralogi of Fallot (TOF) adalah defek jantung yang terjadi secara
kongenital dimana secara khusus mempunyai empat kelainan anatomi
pada jantungnya. TOF ini adalah merupakan penyebab tersering pada
Cyanotik Heart Defect dan juga pada Blue Baby Syndrome.
B. Epidemiologi
Tetralogy of fallot timbul pada +/- 3-6 per 10.000 kelahiran dan
menempati angka 5-7% dari kelainan jantung akibat congenital. Sampai
saat ini para dokter tidak dapat memastikan sebab terjadinya, akan tetapi
,penyebabnya dapat berkaitan dengan factor lingkungan dan juga factor
genetic atau keduanya. Dapat juga berhubungan dengan kromosom 22
deletions dan juga diGeorge syndrome. Ia lebih sering muncul pada laki-
laki daripada wanita. Pengertian akan embryology daripada penyakit ini
adalah sebagai hasil kegagalan dalam conal septum bagian anterior,
menghasilkan kombinasi klinik berupa VSD, pulmonary stenosis, and
1
overriding aorta. Perkembangan dari hipertropi ventricle kanan adalah
oleh karena kerja yang makin meningkat akibat defek dari katup pulmonal.
Hal ini dapat diminimalkan bahkan dapat dipulihkan dengan operasi yang
dini.
2
1. Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,
minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide,
dextroamphetamine.aminopterin, amethopterin, jamu).
2. Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
3. Pajanan terhadap sinar –X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut
jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih
dari 90% kasus penyebab adalah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan
terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan,
oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung
janin sudah selesai.
3
E. Patofisiologi dan Pathway Tetralogy of Fallot.
Pada tetralogi fallot terdapat empat macam kelainan jantung yang
bersamaan, yaitu :
1. Darah dari aorta berasal dari ventrikel kanan bukan dari kiri, atau dari
sebuah lubang pada septum, sehingga menerima darah dari kedua ventrikel.
2. Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari
ventrikel kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal; malah darah masuk ke
aorta.
3. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang
septum ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, mengabaikan
lubang ini.
4. Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke
dalam aorta yang bertekanan tinggi, otot-ototnya akan sangat berkembang,
sehingga terjadi pembesaran ventrikel kanan (Yayan A.I, 2010).
Kesulitan fisiologis utama akibat Tetralogi Fallot adalah karena darah tidak
melewati paru sehingga tidak mengalami oksigenasi. Sebanyak 75% darah vena
yang kembali ke jantung dapat melintas langsung dari ventrikel kanan ke aorta
tanpa mengalami oksigenasi (Yayan A.I, 2010).
Untuk klasifikasi/ Derajat TOF dibagi dalam 4 derajat :
1. Derajat I : tak sianosis, kemampuan kerja normal
2. Derajat II : sianosis waktu kerja, kemampuan kerja kurang
3. Derajat III : sianosis waktu istirahat. kuku gelas arloji, waktu kerja sianosis
bertambah, ada dispneu.
4. Derajat IV : sianosis dan dispneu istirahat, ada jari tabuh.
Tetralogy fallot merupakan kelainan “Empat Sekawan” yang terdiri atas
defekseptup ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertropi
ventrikel kanan secara anatomis sesungguhnya tetralogy fallot merupakan
suatu defek ventrikel subaraortik yang disertai defiasi ke anteriol septum
infundibuler (bagian basal dekat aorta). Defiasi ini menyebabkan akar aorta
bergesek kedepan (dekstro posisi aorta), sehingga terjadi over riding aorta
terhadap septum interventrikuler, stenosis pada bagian infundibuler ventrikel
4
kanan dan hypoplasia arteri pulmonal. Pada tetralogy fallot, overriding aorta
biasanya tidak melebihi 50%. Apabila overriding aorta melebihi 50%,
hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya suatu outlet ganda ventrikel
kanan.
Defiasi septup infundibuler kearah anteriol ini sesungguhnya merupakan
bagian yang paling esensial pada tetralogy fallot. Itu sebabnya suatu defek
septum ventrikel dan over riding aorta yang disertai stenosis pulmonal
valvuler, misalnya, tidak dapat disebut sebagai tetralogy fallot apabila tidak
terdapat defiasi septum infundibuler ke anteriol. Terkadang tetralogy fallot
disertai pada adanya septum antrium sekunder dan kelompok kelainan ini
disebut sebagai tetralogy fallot.
Adanya obstruksi infundibuler menyebabkan tekanan dalam ventrikel
kanan meningkat, tetapi dengan adanya defek septum ventrikel pada tetralogy
fallot tekanan dalam ventrikel kanan, ventrikel kiri dan aorta relative menjadi
sama. Oleh sebab itu, pada tetralogy fallot jarang terjadi gagal jantung
kongestif, berbeda dengan stenosis pulmonal yang berat tanpa disertai defek
septum ventrikel, gagal jantung kongestif dapat saja melebihi tekanan
sistemik.
Sianosis merupakan gejala tetralogy fallot yang utama. Berat ringannya
sianosis tergantung dari tingkat keparahan stenosis infundibuler yang terjadi
pada tetralogy fallot dan arah pirau interventrikuler. Sianosis dapat timbul
semenjak lahir dan ini menandakan adanya suatu stenosis pulmonal yang berat
atau bahkan atresia pulmonal atau dapat pula sianosis timbul beberapa bulan
kemudian pada stenosis pulmonal yang ringan. Sianosis biasanya berkembang
perlahan-lahan dengan bertambahnya usia dan ini menandakan adanya
peningkatan usia hipertropi infundibuler pulmonal yang memperberat
obstruksi pada bagian itu.
Stenosis infundibuler merupakan beban tekanan berlebih yang kronis bagi
ventrikel kanan, sehingga semakin lama ventrikel kanan mengalami hipertrofi.
Disamping itu dengan meningkatnya usia dan meningkatnya tekanan dalam
ventrikel kanan, kolateralisasi aorta pulmonal sering tumbuh luasa pada
5
tetralogy fallot, melalui cabang mediastinal, bronkial, esofagus, subklavika
dan anomaly arteri lainnya. Kolateralisasi ini disebut MAPCA (Major Aorta
Pulb monary Collateral Arteries).
6
Pathway
7
5. Sianosis/kebiruan sianosis akan muncul saat anak beraktivitas,
makan/menyusu, atau menangis dimana vasodilatasi sistemik (pelebaran
pembuluh darah di seluruh tubuh) muncul dan menyebabkan peningkatan
shunt dari kanan ke kiri (right to left shunt).
Darah yang miskin oksigen akan bercampur dengan darah yang
kaya oksigen dimana percampuran darah tersebut dialirkan ke seluruh
tubuh. Akibatnya jaringan akan kekurangan oksigen dan menimbulkan
gejala kebiruan. Anak akan mencoba mengurangi keluhan yang mereka
alami dengan berjongkok yang justru dapat meningkatkan resistensi
pembuluh darah sistemik karena arteri femoralis yang terlipat. Hal ini akan
meningkatkan right to left shunt dan membawa lebih banyak darah dari
ventrikel kanan ke dalam paru-paru. Semakin berat stenosis pulmonal
yang terjadi maka akan semakin berat gejala yang terjadi (Yayan A.I,
2010).
G. Pemeriksaan Penunjang Tetralogy of Fallot.
1. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht)
akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin
dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA
menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien
dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi
(Samik Wahab, 1996).
2. Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah
pulmonal, tidak ada pembesaran jantung. gambaran khas jantung tampak
apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
3. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak
pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal
8
4. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi
ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran
darah ke paru-paru
5. Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek
septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan
mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan
saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan
pulmonalis normal atau rendah (Samik Wahab, 1996).
9
Tetralogi Fallot termasuk dalam derajat IV dengan sianosis atau dispneu
berat (Yayan A.I, 2010). Berikut penatalaksanaannya:
A. Tatalaksana Penderita Rawat Inap:
1. Mengatasi kegawatan yang ada.
2. Oksigenasi yang cukup.
3. Tindakan konservatif.
4. Tindakan bedah (rujukan) :
- Operasi paliatif : modified BT shunt sebelum dilakukan koreksi
total: dilakukan pada anak BB < 10 kg dengan keluhan yang jelas. (derajat
III dan IV)
- Koreksi total: untuk anak dengan BB > 10 kg : tutup VSD +
reseksi infundibulum.
5. Tatalaksana gagal jantung kalau ada.
6. Tatalaksana radang paru kalau ada.
7. Pemeliharaan kesehatan gigi dan THT, pencegahan endokarditis
B. Tatalaksana Rawat Jalan
1. Derajat I :
- Medikametosa : tidak perlu
Operasi (rujukan ) perlu dimotivasi, operasi total dapat dikerjakan kalau
BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlu
dilakukan operasi paliatif.
- Kontrol : tiap bulan.
2. Derajat II dan III :
- Medikamentosa ; Propanolol
- Operasi (rujukan) perlu motivasi, operasi koreksi total dapat dikerjakan
kalau BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlu
dilakukan operasi paliatif.
- Kontrol : tiap bulan
- Penderita dinyatakan sembuh bila : telah dikoreki dengan baik.
10
C. Pengobatan Pada Serangan Sianosis
1. Menekuk lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah
2. Morfin sulfat 0,1 – 0,2 mlg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat
pernafasan dan mengatasi takipnea.
3. Natrium bikarbonat 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis.
4. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian pada kondisi ini tidak
begitu tepat karena permasalahan bukan karena kekurangan oksigen, tetapi
karena aliran dara ke paru menurun.
Dengan usaha di atas di harapkan anak tidak lagi mengalami takipnea,
sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal tersebut tidak terjadi
dapat dilanjutkan dengan pemberian:
1. Propranolol 0,01-0,25 mlg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan
denyut jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan
dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal /bolus diberikan setengahnya,
bila serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit
berikutnya.
2. Ketamine 1-3 mlg/kg (rata-rata 2,2 mlg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja
meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedative.
3. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam
penaganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat
meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru-paru
bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh
juga meningkat.
Tujuan utama menangani Tetralogi Fallot adalah koreksi primer
yaitu penutupan defek septum ventrikel dan pelebaran infundibulum
ventrikel kanan. Pada umunya koreksi primer dilaksanakan pada usia
kurang lebih 1 tahun dengan perkiraan berat badan sudah mencapai
sekurangnya 8 kg. Jika syaratnya belum terpenuhi, dapat dilakukan
tindakan paliatif, yaitu membuat pirau antara arteri sistemik dengan
dengan arteri pulmonalis, misalnya Blalock-Tausig shunt (pirau antara A.
11
subclavia dengan cabang A. pulmonalis). Bila usia anak belum mencapai 1
tahun(Yayan A.I, 2010).
Orang tua dari anak-anak yang menderita kelainan jantung bawaan
bisa diajari tentang cara-cara menghadapi gejala yang timbul:
- Menyusui atau menyuapi anak secara perlahan
- Memberikan porsi makan yang lebih kecil tetapi lebih sering.
- Mengurangi kecemasan anak dengan tetap bersikap tenang.
- Menghentikan tangis anak dengan cara memenuhi kebutuhannya.
- Membaringkan anak dalam posisi miring dan kaki ditekuk ke dada
selama serangan sianosis
12
Kasus
Bayi X berusia 1 bulan di raat di Ruang NICU. Sebelum di rawat di NICU Bayi
mengalami kebiruan dan tampak sesak saat menangis . Kebiruan pada kulit bayi
ini kemudian menetap dan akan bertambah saat bayi menangis dan menyusu.
Pasien lahir spontan cukup bulan dengan berat badan lahir 3 kg. Ibu penderita
tidak mengeluh kelainan pada saat hamil. Tidak ada riwayat kelainan jantung
bawaan pada keluarga pasien. Hasil pengkajian bayi trpasang CPAP. Kesadaran
somnolen, tanda-tanda vital, yaitu Nadi 150 kali/menit, laju napas 40x/menit,
SpO2 70–75%, suhu 38 derajat Celcius, pada pemeriksaan kepala: konjungtiva
tampak anemis, sklera mata tampak ikterik, bibir terlihat sianosis.. Pemeriksaan
toraks didapatkan bentuk dan gerak dada simetris, pada jantung didapatkan bunyi
jantung S1 dan S2 reguler, murmur sistol, pemeriksaan paru didapatkan bunyi
suara napas vesikular, ronki basah pada basal kedua paru. Pemeriksaan abdomen
didapatkan bentuk buncit, konsistensi lembut, dan bising usus normal.
Pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral dingin, ujung jari sianosis.. Hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar hemoglobin 20 g/dL, hematokrit
66%, leukosit /µL, trombosit 196.000/µL, ureum 16 mg/dL, kreatinin 0,89 mg/
dL, , gula darah sewaktu 45 mg/dL, Hasil pemeriksaan foto toraks didapatkan
gambaran hipertrofi ventrikel kanan. Hasil pemeriksaan ekokardiografi
didapatkan gambaran berupa venticular septal defect (VSD) perimembran
berukuran besar, stenosis pulmonal pada daerah infundibular, valvular moderat 44
mmHg, overriding aorta, hipertrofi ventrikel kanan, regurgitasi katup aorta derajat
ringan, arkus aorta ke kiri, semua vena pulmonalis bermuara di atrium kiri
13
2.1 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama Klien : Bayi X
2. Usia/Tgl. Lahir : 1 bulan
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama/Keyakinan : Tidak Terkaji
5. Suku/Bangsa : Tidak Terkaji
6. Status Pernikahan : Tidak Terkaji
7. Pekerjaan : Tidak Terkaji
8. No. Mr. : Tidak Terkaji
9. Tanggal Masuk RS : Tidak Terkaji
10. Tanggal Pengkajian : Tidak Terkaji
11. Rencana Therapy : Tidak Terkaji
12. Hari Rawat Ke- : Tidak Terkaji
13. Alergi : Tidak Terkaji
14. Bb/Tb : 3 kg
15. Alamat Rumah : Tidak Terkaji
16. Diagnosa Medis : Tetralogi Of Fallot
B. Penanggung Jawab
1. N a m a : Tidak Terkaji
2. Usia : Tidak Terkaji
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : Tidak Terkaji
5. Hubungan dengan Klien : Ibu Kandung
C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Saat Ini
a. Alasan Masuk RS
Bayi X mengalami kebiruan dan tampak sesak saat menangis
b. Alasan Masuk ICU/IMC
14
Bayi X mengalami kebiruan dan tampak sesak saat menangis .
Kebiruan pada kulit bayi X kemudian menetap dan akan bertambah
saat bayi X menangis dan menyusu
c. Alasan Kunjungan/ Keluhan Utama
Bayi X mengalami kebiruan dan tampak sesak saat menangis.
Kebiruan pada kulit bayi X kemudian menetap dan akan bertambah
saat bayi menangis.
d. Faktor Pencetus
Tidak terkaji
e. Lamanya Keluhan : Tidak Terkaji
f. Timbulnya Keluhan : saat bayi menangis dan menyusu
g. Faktor Yang Memperberat : Tidak Terkaji
h. Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasinya
Sendiri : Tidak Terkaji
Dibantu orang lain : Tidak Terkaji
i. Diagnosa Medik
Tetralogi of Fallot
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Bayi X kebiruan dan tampak sesak saat menangis. Kebiruan pada kulit
bayi ini kemudian menetap dan akan bertambah saat bayi menangis dan
menyusu
3. Riwayat Kesehatan Lalu
Bayi X lahir spontan cukup bulan dengan berat badan bayi 3 kg.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga: (Genogram 3 Generasi)
Ibu klien mengatakan tidak mengeluh kelainan pada saat hamil. Tidak
ada riwayat kelainan jantung bawaan pada keluarga pasien.
5. Riwayat Psikososial
a. Pola Konsep diri : Tidak Terkaji
b. Pola Kognitif : Tidak Terkaji
c. Pola Koping : Tidak Terkaji
d. Pola Interaksi : Tidak Terkaji
15
6. Riwayat Spiritual
a. Ketaatan klien beribadah : Tidak Terkaji
b. Dukungan Keluarga Klien : Tidak Terkaji
c. Ritual yang biasa dijalankan klien : Tidak Terkaji
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum Klien
Kesadaran somnolen
Berat Badan Lahir : 3 kg
LK : Tidak terkaji
LD : Tidak terkaji
LP : Tidak terkaji
2. Tanda-Tanda Vital
N : 150x/menit
HR : 40 x/menit
Suhu : 38 C
SpO2 : 70–75%,
3. Sistem Pernafasan
a. Hidung
Simetris : Tidak Terkaji
Pernafasan Cuping Hidung : Tidak Terkaji
Secret : Tidak Terkaji
Polip : Tidak Terkaji
Epistaksis : Tidak Terkaji
b. Leher
Pembesaran Kelenjer : Tidak Terkaji
Tumor : Tidak Terkaji
c. Dada:
Bentuk Dada : bentuk dan gerak dada
simetris
Perbadingan Ukuran Anterior Posterior Dengan Tranversal
Tidak Terkaji
16
Gerakan Dada (Kiri-Kanan, Apakah Terdapat Retraksi
Pergerakan dada simetris
Otot Bantu Pernafasan : Tidak Terkaji
Suara Nafas : Vesikular
Vocal Premitus : Tidak Terkaji
Ronchi, Wheezing : Ronki basah pada basal
kedua paru
Stridor, Rales, Clubbing Finger : Tidak Terkaji
4. Sistem Cardio Vaskular
a. Conjungtiva (anamei/tidak) : Anemis
Bibir (Pucat/cyanosis) : Sianosis
Arteri carotis(Kuat/Lemah) : Tidak Terkaji
Tekanan Vena juguaris (Meninggi/Tidak) : Tidak Terkaji
b. Ukuran Jantung (Normal/membesar)
Ictus cordis/ Apex : Tidak Terkaji
Suara Jantung: S1, S2 : S1 dan S2 Reguler
Bising aorta, mur-mur, gallop : Murmur sistol
5. System Pencernaan
a. Sklera (Ikterus/Tidak) : Tidak Terkaji
Bibir (Lembab,Kering/ Pecah-pecah) : Tidak terkaji
Labio Skisis : Tidak Terkaji
b. Mulut
Stomatitis : Tidak Terkaji
Palato Skizis , Jumlah Gigi : Tidak Terkaji
Kemampuan Menelan ( Baik, Sulit, )
Refleks hisapan bayi buruk
c. Gaster
Kembung : Tidak Terkaji
Nyeri : Tidak Terkaji
Gerakan Peristaltik : Tidak Terkaji
Bising usus : Normal
17
d. Abdomen
Hati (Teraba/Tidak) : Tidak Terkaji
Line : Tidak Terkaji
Ginjal : Tidak Terkaji
Faces : Tidak Terkaji
e. Anus
Lecet/Tidak : Tidak Terkaji
Haemorroid : Tidak Terkaji
6. System Indra
a. Mata
Kelopak mata, bulu mata, alis : Tidak Terkaji
Visus ( Gunakan snellen Chard) : Tidak Terkaji
Lapang Pandang : Tidak Terkaji
b. Hidung
Penciuman, perih dihidung , trauma ,mimisan : Tidak Terkaji
Sekret yang menghalangi penciuman : Tidak Terkaji
c. Telinga
Keadaan daun telinga, kanal uaditorius : Tidak Terkaji
Bersih/Serumen : Tidak Terkaji
Fungsi pendengaran, membran tympani : Tidak Terkaji
7. System Syaraf
a. Fungsi Cerebral
Status mental orientasi, daya ingat : Tidak Terkaji
Perhatian dan perhitungan., bahasa : Tidak Terkaji
Kasadaran (Eyes, Motorik, Verbal)
Somnolen
Bicara (Ekspresive dan resiptive) : Tidak Terkaji
b. Fungsi Cranial
1) Nervus I : Tidak Terkaji
2) Nervus II
18
Visus : Tidak Terkaji
Lapang Pandang : Tidak Terkaji
3) Nervus III, IV,VI
Gerak Bola Mata : Tidak Terkaji
Pupil Isokhor/Anisokhor : Tidak Terkaji
4) Nervus V
Sensorik : Tidak Terkaji
Motorik : Tidak Terkaji
5) Nervus VII
Sensorik : Tidak Terkaji
Otonom : Tidak Terkaji
Motortik : Tidak Terkaji
6) Nervus VIII
Pendengaran : Tidak Terkaji
Keseimbangan : Tidak Terkaji
7) Nervus IX : Tidak Terkaji
8) Nervus X
Gerakan Uvula : Tidak Terkaji
Rangsangan Muntah/Menelan : Tidak Terkaji
9) Nervus XI
Sternocledomatoideus : Tidak Terkaji
Trapexius : Tidak Terkaji
10) Nervus XII
Gerakan lidah : Tidak Terkaji
c. Fungsi Motorik
Massa Otot, Tonus Otot , Kekuatan Otot
Tidak terkaji
d. Fungsi Sensorik
Suhu : 38 C
Nyeri : Tidak Terkaji
Getaran : Tidak Terkaji
19
Posisi : Tidak Terkaji
Diskriminasi : Tidak Terkaji
e. Fungsi Cerebellum
Koordinasi : Tidak Terkaji
Keseimbangan : Tidak Terkaji
f. Refleks
Tidak terkaji
g. Iritasi Meningen
Kaku kuduk : Tidak Terkaji
lasaque sign : Tidak Terkaji
brudzinki sign : Tidak Terkaji
8. System Muskulo Skeletal
a. Kepala
Bentuk Kepala : Tidak Terkaji
Gerakan : Tidak Terkaji
b. Vertebrae
Scoleosis, Lordosis, Kiposis : Tidak Terkaji
Gerakan : Tidak Terkaji
Rom : Tidak Terkaji
Fungsi Gerak : Tidak Terkaji
c. Pelvis
Gaya Jalan : Tidak Terkaji
Gerakan : Tidak Terkaji
Rom : Tidak Terkaji
Trendelberg test : Tidak Terkaji
Ortolani / Barlow : Tidak Terkaji
d. Lutut
Bengkak, Kaku, Gerakan : Tidak Terkaji
Mc. Murray test, Ballotement test : Tidak Terkaji
e. Kaki
20
Bengka, gerakan : Tidak Terkaji
Kemampuan berjalan, tanda tarikan : Tidak Terkaji
f. Tangan
Bengkak, Gerakan : Tidak Terkaji
ROM : Tidak Terkaji
Bahu : Tidak Terkaji
9. Sistem Integumen
a. Rambut
Warna, Mudah Dicabut : Tidak Terkaji
b. Kulit
Warna, Tempretar , Kelembaban
Warna Tubuh bayi tampak sianosis dan teraba dingin
Bulu Kulit , Erupsi, Tahi Lalat., Ruam, Telkture : Tidak Terkaji
c. Kuku
Warna, Permukaan Kuku : Tidak Terkaji
Mudah Patah, Kebersihan : Tidak Terkaji
10. System Endokrin
a. Kelenjar Thyroid : Tidak Terkaji
b. Eksresi Urine Berlebihan, Polydpsi, Poly Phagi : Tidak Terkaji
c. Suhu Tubuh Yang Tidak Seimbang, Keringat Berlebihan
Tidak Terkaji
d. Riwayat Bekas Aie Seni Dikelilingi Semut : Tidak Terkaji
11. System Perkemihan
a. Odema Palpebral, Moon Face, Odema Anasarka : Tidak Terkaji
b. Keadaan Kandung Kemih : Tidak Terkaji
c. Nocturia, Dysuria, Kencing Batu : Tidak Terkaji
d. Penyakit Hubungan Seksual : Tidak Terkaji
12. System Reproduksi
a. Wanita
1) Payudara
Putting, Areola Mamae , Simetris : Tidak Terkaji
21
2) Labia Mayora Dan Minora
Tidak terkaji
b. Laki-Laki
1) Keadaan Gland Penis
Urethra, Kebersihan :Tidak Terkaji
2) Testis
Sudah Turun/ Belum : Tidak Terkaji
3) Pertumbuhan Rambut
Kumis, Janggut, Ketiak : Tidak Terkaji
4) Pertumbuhan Jakun
Perubahan Suara : Tidak Terkaji
13. System Immun
a. Allergi
Cuaca, Debu, Bulu Binatang, Zat Kimia : Tidak Terkaji
b. Penyakit Yang Berhungan Dengan Perubahan Perubahan Cuaca
Flu, Ulticaria, Lain-Lain : Tidak Terkaji
c. Riwayat Tansfusi Dan Reaksi : Tidak Terkaji
E. Data Psiko- Sosial – Spiritual
1. Data Psikologis : Tidak Terkaji
2. Data Social : Tidak Terkaji
3. Data Spiritual : Tidak Terkaji
F. Istirahat Tidur
Kebiasaan Tidur, Jam Tidur, Gangguan Tidur
Tidak Terkaji
G. Nutrisi
Kebiasaan Makan, Pengkajian ABCD, IMT :
BB bayi 3 kg.
22
H. Monitoring Tiap Jam (form monitoring)
I. Data Penunjang
1. Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 20 g/dL 12.0-16.0 g/dl
23
2.2.2 Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Ds:-
Do:
Bayi X sianosis
N : 150 x/menit Terpapar faktor endogen dan
HR : 40 x/menit eksogen pada trisemester I dan II
Hemoglobin 20 g/dL ↓
Perkembangan embriogenesis
Hematokrit 66 % yang tidak sempurna
Tampak sesak ↓
SpO2 : 70-75% Kelainan jantung kongenital
sianotik : Tetralogi of fallot
Hasil pemeriksaan
↓
ekokardiografi : gambaran Stenosis pulmonal pada daerah
berupa venticular septal infundibular
↓ Pola napas tidak efektif
defect (VSD) perimembran
Obstruksi
berukuran besar, stenosis ↓
pulmonal pada daerah ↓ aliran darah paru
↓
infundibular, valvular
↓ O2 dalam darah
moderat 44 mmHg, ↓
overriding aorta, hipertrofi Hipoksemia
ventrikel kanan, regurgitasi ↓
Sesak
katup aorta derajat ringan, ↓
arkus aorta ke kiri, semua Pola napas tidak efektif
vena pulmonalis bermuara di
atrium kiri
24
Suhu 38 C Kelainan jantung kongenital
N : 150 x/menit sianotik : Tetralogi of fallot
↓
HR : 40 x/menit
venticular septal defect (VSD)
Hemoglobin 20 g/dL perimembran berukuran besar
Hasil pemeriksaan ↓
Pencampuran darah kaya O2
ekokardiografi : gambaran
dengan CO2
berupa venticular septal ↓
defect (VSD) perimembran Hipoksemia
↓
berukuran besar, stenosis
Sesak dan kelemahan tubuh
pulmonal pada daerah ↓
infundibular, valvular Gangguan pertukaran gas
moderat 44 mmHg,
overriding aorta, hipertrofi
ventrikel kanan, regurgitasi
katup aorta derajat ringan,
arkus aorta ke kiri, semua
vena pulmonalis bermuara di
atrium kiri
Hasil foto toraks didapatkan
gambaran hipertrofi ventrikel
kanan
25
2.2.4 Rencana Keperawatan
DIAGNOSA RENCANA
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Pola Nafas Tidak Efektif NOC: NIC :
berhubungan dengan Respiratory status : 1. Monitor kualitas nadi 1. Nadi merupakan respon dari
Hiperventilasi Ventilation kontraksi yang dihasilkan dari
Definisi : Respiratory status : Airway jantung
Proses keluar masuknya udara patency 2. Monitor frekuensi dan irama 2. Kontraksi jantung stabil akan
ke paru – paru serta pertukan Vital sign Status pernafasan ditunjukan dengan kestabilan
karbondioksida dan oksigen di Setelah dilakukan tindakan frekuensi dan irama pernafasan
alveoli keperawatan selama 3x24 jam 3. Monitor pola pernafasan 3. Pola pernafasan abnormal
Batasan Karakteristik : diharapkan pola nafas klien abnormal menandakan kestsbilan O2 dan CO2
a. Frekuensi pernafasan efektif tidak stabi
b. Irama pernafasan Kriteria hasil : 4. Monitor suhu, warna dan 4. Gangguan pasokan oksigen ke
c. Kepatenan jalan nafas Tidak ada penggunaan otot kelembaban kulit jaringan akan menimbulkan
d. Penggunaan otot bantu bantu nafas ganguan perfusijaringan
nafas Tidak ada retraksi dada 5. Monitoring adanya tanda 5. Hipoventiasi terjadi ketika tubuh
e. Retraksi dinding dada Irama nafas dan frekuensi hipoventilasi kekurangan pasokan O2 dalam
f. Sianosis pernafasan reguler 6. Pertahankan posisi klien tubuh
24
g. Akumulasi sputum Tidak ada suara nafas 6. Posisi yang tepat akan
h. Suara nafas tambahan tambahan meningkatkan kepatenana
i. Pernafasan cuping hidung Nadi = 120-160x/menit pernafasan
NOC: NIC :
Gangguan Pertukaran Gas
Respiratory Status : Gas 1. Monitor kedalaman, irama, 1. Kurangnya pasokan O2 dalam tubuh
berhubungan dengan
exchange suara dan pola nafas klien akan menghambat proses
penurunan aliran darah ke
Keseimbangan asam Basa, pernafasan dan meningkatkan
pulmonal
Elektrolit tekanan nadi dan respirasi
Definisi :
Respiratory Status : 2. Catat pergerakan, 2. Sumbatan pernafasan akan
Pertukaran karbondioksida dan
ventilation kesimetrisan dan meningkatkan kontraksi otot
oksigen di alveoi untuk
Vital Sign Status penggunaan otot bantu pernafasandan retraksi dada karena
mempertahankan konsentrasi
Setelah dilakukan tindakan pernafasan proses inspirasi yang terlalu kuat
darah arteri
keperawatan selama 3x24 jam 3. Pertahankan kepatenan jalan 3. Pasokan O2 dalam tubuh akan
Batasan Karakteristik :
diharapkan Gangguan nafas maksimal ketika tidak ada gangguan
a. Keseimbangan ventilasi
pertukaran jalan nafas
dan perfusi
pasien teratasi 4. Monitoring AGD dan 4. Kestabilan kadar asam basa dalam
b. Dispneu
Kriteria hasi: elektrolit tubuh dipengaruhi oleh oksigen
c. Sianosis
Oksigenasi yang adekuat yang dapat mestabilkan status
d. Gangguan kesadaran
(99-100%) pernafasan pada klien
25
Tidak ada sianosis dan 5. Monitoring status neurologis 5. Dampak yang dari gangguan
dyspnea pertukaran gas pada status
Tanda tanda vital normal neurologis seseorang yang akan
Nadi (120-160x/menit) memperburuk status pernafasan nya
AGD dalam batas normal
SpO2 : 95 -100%
26
Jurnal Anestesiologi Indonesia
LAPORAN KASUS
Penanganan Perioperatif Pasien Dengan TOF dan Kardiomiopati Dilatatif
Disertai Multiple Thrombus di Semua Ruang Jantung
Perioperative Management Tetrallogy of Fallot in an pediatric with Cardiomyopathy
and multiple thrombus Formation
Fajar Perdhana *, Prieta Adriane *
*Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta
ABSTRACT
Tetralogy of Fallot defined as a condition of congenital heart defect which is
classically understood to involve comprises right ventricular (RV) outflow tract
obstruction (RVOTO) (infundibular stenosis), Ventricular septal defect (VSD), aorta
dextroposition, and RV Hypertrophy. This condition was worsen by cardiomyopathy
leading to heart failure and multiple thrombus formation in all chamber of the heart.
Perioperative challenges include “tet spell” at any time during the pre CPB period,
which is can cause by anesthetic induction and manipulation of the heart and great
vessels by the sugeon, and decrease of the heart fuction caused by cardiomyopathy can
lead to heart failure. Postoperatively, patients may encounter low cardiac output
syndrome. A 2 years and 10 months child, diagnose as TOF with dilatative
cardiomyopathy and multiple thrombus formation, undergoing total correction
procedure. She hospitalized with serious complications such as heart failure and
severe decrease of left and right ventricle fuction. Patient were monitored with
standard electrocardiogram, pulse oximetry and non invasive blood pressure. The
patient was performed anesthesia with inhalation induction with sevoflurane, then
performed invasive blood pressure in left radial artery and central venous catheter
(CVC) in right jugular vein The operation was performed to evacuated all thrombus,
VSD closure with goretex patch and infundibulum resection and then performed
pericardial patch to dilate Right Ventricel Outflow Tract (RVOT). Patient had low
cardiac ouput syndrome in post operative periods, were treated for 21 days in ICU,
and tracheostomy was performed on day 9 of care. The patient was successfully
weaned from the ventilator at day 13. A total correction procedure for TOF patient
with dilatative cardiomyopathy is a challenge for anesthesiologists. Good pre-
operative preparation, durante operation management and careful monitoring on
postoperative care produce good results.
ABSTRAK
Tetrallogy of Fallot (TOF) didefinisikan sebagai kondisi penyakit jantung kongenital
yang ditandai dengan adanya obstruksi right ventricle outflow tract (RVOTO) baik
stenosis pada supravalvar, valvar dan subvalvar, adanya ventricle septal defect (VSD),
dextroposisi dari aorta dan hipertrofi ventrikel kanan. Kondisi ini diperberat dengan
kardiomiopati dilatatif yang menyebabkan pasien jatuh pada keadaan gagal jantung
dan pembentukan trombus multipel di semua ruang jantung. Tantangan perioperatif
adalah terjadinya tet spell pada periode pre CardioPulmonary By pass (CPB), dan
depresi kontraktilitas dapat menyebabkan gagal jantung. Pasca operasi beresiko tinggi
untuk terjadi low cardiac output syndrome. Anak usia 2 tahun 10 bulan dengan
diagnosis TOF dan kardiomiopati dilatatif disertai pembentukan trombus multipel
yang menjalani prosedur total koreksi, dengan penyulit penyerta gagal jantung yang
membaik dengan terapi medikamentosa, fungsi ventrikel kiri dan ventrikel kanan yang
turun. Pasien dipasang monitoring standar EKG, SpO2, dan NIBP, kemudian
dilakukan induksi inhalasi dengan sevofluran, selanjutnya dilakukan pemasangan
invasif blood pressure pada arteri radialis kiri dan pemasangan kateter vena sentral
(CVC) pada vena jugularis kanan. Dilakukan tindakan evakuasi trombus, penutupan
VSD dengan goretex patch dan reseksi infundibulum kemudian dilakukan pericardial
patch untuk melebarkan Right Ventricel Outflow Tract (RVOT). Pasca operasi pasien
mengalami low cardiac ouput syndrome,dirawat selama 21 hari di ICU, dan dilakukan
trakeostomi pada perawatan hari ke-9. Pasien berhasil disapih dari ventilator pada
perawatan hari ke-13 dan pindah dari ICU ke ruang perawatan pada hari ke-21.
Prosedur total koreksi pada pasien TOF dengan disertai kardiomiopati dilatatif
merupakan tantangan tersendiri bagi dokter ahli anestesi. Persiapan pre-operasi yang
baik, manajemen durante operasi dan monitoring yang seksama serta perawatan pasca
operasi yang berkesinambungan menghasilkan hasil yang baik.
Kata kunci : TOF, total kor eksi, kar diomiopati dilatatif, low cardiac output
syndrome, trombus
PENDAHULUAN
4,5, cuff (+), batas bibir 12 cm. Mainte- kardiomiopati. Hal ini sangat berbeda
nance dengan Sevoflurane dan oksi- dengan gagal jantung yang terjadi pada
gen. Selama operasi diberikan suple- pasien dewasa yang sering disebabkan
men Fentanyl dan vecuronium.Alat oleh penyakit jantung koroner dan
monitoring invasif dipasang arteri line hipertensi. Manajemen gagal jantung
pada arteri radialis sinistra, dan kateter pada anak-anak sebagian besar ber-
vena sentral pada V. Jugularis Interna dasarkan pengalaman klinis dan ap-
dextra. Dilakukan transesofageal likasi dari data pada terapi gagal jan-
ekokardiografi sebelum dan setelah tung pada dewasa. Pre operasi pasien
koreksi. Tindakan operasi yang dil- ini mendapat terapi diuretik, ace inhibi-
akukan adalah evakuasi thrombus, pe- tor, beta bloker dan dobutamin. Pasien
nutupan VSD dengan goretex patch dan ini mengalami gagal jantung yang
reseksi infundibulum kemudian dil- disebabkan oleh kardiomiopati dilatatif
akukan pericardial patch untuk dan kondisinya diperberat dengan adan-
melebarkan RVOT. Pasca operasi ya kelainan jantung kongenital TOF.
pasien disedasi dengan kontrol penuh Manajemen gagal jantung pada pasien
ventilasi. Hemodinamik ditopang ini dengan restriksi cairan dan medika
dengan adrenalin dan milrinon. Dil- mentosa.
akukan trakeostomi pada hari rawat ke-
9. Pasien dapat diekstubasi pada hari
rawat ke-13 dan pindah ke ruang
perawatan biasa pada hari rawat ke-19.
potesi efek yang tidak diinginkan ter- Beta blockers melawan aktivasi sistem
hadap kadar magnesium dan calcium saraf simpatis yang sering muncul pada
intra dan extra seluler dan defisiensi gagal jantung. Keuntungan beta block-
thiamin.Cochrane systematic review er antara lain menurunkan denyut jan-
menyimpulkan diuretik menurunkan tung, meningkatkan keseimbangan
resiko kematian dan memburuknya ga- oksigen supply dan demand, menurunk-
gal jantung.5 an myocardial apotosis dan fibrosis,
efek anti aritmia, dan bersinergi dengan
Terapi yang lain menggunakan A CE ACE inhibitor. Terapi yang lain adalah
inhibitor yang berfungsi menurunkan dobutamin, yang digunakan pada gagal
efek yang dihasilkan dari aktivasi sis- jantung yang berat, dimana terjadi
tem RAA yang sering terjadi pada penurunan cardiac output dan
keadaan gagal jantung. Keuntungan penurunan tekanan darah. Dobutamin
efek A CE inhibitor pada gagal jantung menstimulasi kontraktilitas jantung.
antara lain menurunkan vasokonstriksi,
potensiasi aktivitas system saraf simpa- Koagulopati pada anak dengan pen-
tis, dan menurunkan pelepasan aldoste- yakit jantung kongenital (PJK)
rone (sehingga menurunkan retensi air
Anak dengan penyakit jantung sering
dan sodium, fibrosis myocardial, ham-
memiliki gangguan dalam keseim-
batan pelepasan NO, dan kerusakan
bangan hemostasis, yang dapat
bradikinin vasodilator). Ketiga proses
mengakibatkan perdarahan, trombosis,
tersebut dimediasi oleh Angiotensin II.
atau keduanya.Penyakit jantung kon-
genital sianotik dilaporkan memiliki
kecenderungan lebih mengalami system
hemostatic abnormal dibandingkan
penyakit jantung kongenital asianotik
dan penyakit jantung didapat (penyakit
Kawasaki, kardiomiopati).
Induksi anesthesia pada pasien ini dil- Induksi intravena banyak dilakukan na-
akukan dengan memperhatikan hal-hal mun kebanyakan bayi dan anak-anak
sebagai berikut : 1,2,3 dapat mentoleransi induksi inhalasi
baik dengan sevofluran atau halothane.
1. Menjaga frekuensi jantung, kon-
Halothane mungkin lebih baik jika
traktilitas, dan preload untuk menjaga
dibandingkan dengan sevofluran dalam
cardiac output. Euvolemia sangat
menurunkan komponen obstruksi
penting untuk menjaga obstruksi
RVOT yang dinamis, karena halothane
RVOT yang dinamis yang dapat
memiliki efek inotropik negatif yang
disebabkan hipovolemia sehingga
potent. Hipotensi sistemik harus
frekuensi jantung dan kontraktilitas
dihindari atau segera diatasi, karena
meningkat.
dapat menyebabkan atau meningkatkan
2. Menghindari rasio PVR:SVR. Se- R-L shunt pada keadaan obstruksi
makin rendah derajat lesi obstruksi RVOT yang berat.
a. Prosedur ventrikulotomi kanan dan Pada tingkat seluler dan molekuler, be-
pemasangan patch pada RVOT dapat berapa mekanisme terkait dengan ter-
menyebabkan dyskinesia pada dind- jadinya disfungsi miokard dan LCOS
ing bebas ventrikel kanan. pada pasien anak yang menjalani
b. Proteksi myocardial pada ventrikel operasi jantung. Salah satu diantaranya
kanan saat cross clamping aorta sulit ischemia reperfusion injury dengan
karena adanya hipertrofi. gangguan homeostasis kalsium dan ke-