Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

Tetralogi of Fallot
“ Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas pada mata

kuliah Keperawatan Anak ll “


Dosen : Ns. Sugiyanto, SH., S.Kep., M.Kep

Kelompok lv
Iin Khoiriyah / 12020007
Nurmalasari / 12020014

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS
KURNIA JAYA PERSADA PALOPO
TAHUN 2022/2023

[i]
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat
dan hidayah serta karunianya, sehingga masih diberi kesempatan untuk bekerja
menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Tetralogy of Fallot” makalah ini
merupakan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan anak lI.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengajar kami,
dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan
makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami
harapkan.

Palopo, 22 Juni 2022

Penulis

[ii]
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 2
C. Tujuan............................................................................................... 3
BAB II KONSEP TEORI...............................................................................
A. Pengertian........................................................................................ 4
B. Etiologi.............................................................................................. 4
C. Tanda & Gejala.................................................................................. 5
D. Patofisiologi...................................................................................... 6
E. Pemeriksaan pununjang................................................................... 7
F. Penatalaksanaan............................................................................... 8
G. Komplikasi......................................................................................... 9
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.................................................
A. Konsep penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestig.....12
B. Asuhan keperawatan gagal jantung dengan penurunan curah .......
jantung .............................................................................................13
C. Diagnosa Keperawatan.....................................................................13
D. Intervensi..........................................................................................14
E. Evaluasi.............................................................................................27
BAB IV PENUTUP......................................................................................
A. Kesimpulan........................................................................................29
B. Saran.................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................

[iii]
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tetralogi of Fallot adalah suatu penyakit dengan kelainan bawaan yang
merupakan kelainan jantung bawaan sianotik yang paling banyak dijumpai.
dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan
pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus
arteriosus persisten,atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung
bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik Tetralogi fallot
merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan
yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat
adanya pirau kanan ke kiri. Dari banyaknya kasus kelainan jantung serta
kegawatan yang ditimbulkan akibat kelainan jantung bawaan ini, maka
sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan
dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
Tetralogi of fallot adalah penyakit jantung kongentinal yang merupakan
suatu bentuk penyakit kardiovaskular yang ada sejak lahir dan terjadi karena
kelainan perkembangan dengan gejala sianosis karena terdapat kelainan VSD,
stenosispulmonal, hipertrofiventrikel kanan, dan overiding aorta (Nursalam
dkk, 2005). Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara
kedua rongga ventrikel. Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep
pembuluh darah yang keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot
dibawah klep juga menebal dan menimbulkan penyempitan. Hipertrofi
ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan
tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal. Overiding aorta
merupakan keadaan dimana pembuluh darah utama yang keluar dari
ventrikel kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta
keluar dari bilik kanan.
Tetralogi of fallot paling banyak ditemukan dimana TOF ini menempati
urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum
ventrikel, defek septum atrium duktus arteriosus, atau lebih kurang 10 % dari
[1]
seluruh penyakit bawaan, dan merupakan penyebab utama diantara penyakit
jantung bawaan sianostik. 95% dari sebagian besar bayi dengan kelainan
jantung tetralogi of fallot tidak diketahui, namun berbagai faktor juga turut
berperan sebagai penyebabnya seperti pengobatan ibu ketika sedeang hamil,
faktor lingkungan setelah lahir, infeksi pada ibu, faktor genetika dan kelainan
kromosom.
Insidens tetralogi of fallot di laporkan untuk kebanyakan penelitian dalam
rentang 8 – 10 per 1000 kelahiran hidup. Kelainan ini lebih sering muncul
pada laki – laki daripada perempuan. Dan secara khusus katup aorta bikuspid
bisa menjadi tebal sesuai usia , sehingga stenosis bisa timbul. Hal ini dapat
diminimalkan dan dipulihkan dengan operasi sejak dini. Sehingga deteksi dini
penyakit ini pada anak – anak sangat penting dilakukan sebelum komplikasi
yang lebih parah terjadi. Oleh karena itu, kami membuat makalah ini agar
bermanfaat untuk memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya
pembaca makalah ini yang membahas kelainan jantung tetralogy of fallot
serta asuhan keperawatan yang tepat untuk mengatasi masalah ini.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang didapatkan antara lain:
1. Apa definisi dari penyakit tetralogi fallot?
2. Apa saja etiologi dari penyakit tetralogi fallot?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit tetralogi fallot?
4. Apa gejala dan tanda penyakit tetralogi fallot?
5. Apa saja komplikasi dari penyakit tetralogi fallot?
6. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk penyakit tetralogi
fallot?
7. Bagaimana pengobatan penyakit tetralogi fallot?
8. Bagaimana penerapan asuhan keperrawatan tetralogy fallot?

C. Tujuan
Adapun tujuan yang didapatkan antara lain:
1. Agar dapat menjelaskan definisi dari penyakit tetralogi fallot
[2]
2. Agar dapat menjelaskan etiologi dari penyakit tetralogi fallot
3. Agar dapat menjelaskan patofisiologi penyakit tetralogi fallot
4. Agar dapat menjelaskan gejala dan tanda penyakit tetralogi fallot
5. Agar dapat menjelaskan komplikasi dari penyakit tetralogi fallot
6. Agar dapat menjelaskan pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
penyakit tetralogi fallot
7. Agar dapat menjelaskan pengobatan penyakit tetralogi fallot
8. Agar dapat mengetahui penerapan asuhan keperrawatan tetralogy fallot

[3]
BAB II
KONSEP TEORI

A. Defenisi
Tetralogy fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis
yang ditandai dengan kombinasi empat hal yang abnormal meliputi
defekseptup ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertropi
ventrikel kanan. Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat
beratnya penyakit adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan hingga berat.
Stenosis pulmonal bersifat progresif dan semakin lama semakin berat.
Tetralogy of fallot (TOF) adalah merupakan defek jantung yang terjadi
secara kongenital dimana secara khusus mempunyai empat kelainan anatomi
pada jantungnya TOF ini adalah merupakan penyebab tersering pada cyanotic
heart tefect dan juga pada blue baby syndrome.

B. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak
diketahui secara pasti. Diduga karena adanya factor endogen dan eksogen.
1. Factor endogen
a. Berbagai jenis penyakit genetic : kelainan kromosom
b. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
c. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga, seperti diabetes mellitus,
hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan
2. Faktor eksogen
a. Riwayat kehamilan ibu
b. Sebelumnya ikut program kb oral atau suntik, minum obat-obatan
tanpa resep dokter (tali damid, dekstro amfetamin, aminoptering,
metoptering, jamu)
c. Ibu menderita penyakit infeksi rubella
d. Pajanan terhadap sinar x
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen jarang
terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Apapun sebabnya pajanan
[4]
terhadap factor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan,
oleh karena pada minggu kedelapan kehamilan pembentukan jantung janin
sudah selesai.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang muncul pada penderita tetralogy fallot adalah sebagai
berikut:
1. Sianosis
Sianosis merupakan manifestasi tetralogy paling nyata, mungkin tidak
ditemukan saat lahir. Obstruksi aliran keluar ventrikel kanan mungkin
tidak berat dan bayi tersebut memiliki pintasan kiri ke kanan yang besar
bahkan mungkin dapat gagal jantung kogesif.
2. Dyspnea
Dyspnea terjadi jika penderita melakukan aktivitas fisik. Bayi dan anak
yang mulai belajar berjalan akan bermain aktif untuk waktu singkat
kemudian akan duduk atau berbaring. Anak yang lebih besar mungkin
mampu berjalan sejauh kurang lebih lebih satu blok sebelum berhenti
untuk beristirahat. Derajat kerusakan yang dialami jantung pada
penderita tercermin oleh intensitas sianosis yang terjadi. Secara khas
anak akan mengambil sikap berjongkok untuk meringankan dan
menghilngkan dyspnea yang terjadi akibat dari aktivitas fisik, biasanya
anak tersebut dapat melanjutkan aktivitasnya kembali dalam beberapa
menit
3. Serangan dyspnea paroksimal (serangan anoksia biru)
Manifestasi ini merupakan masalah selama dua tahun pertama
kehidupan penderita. Bayi menjadi dyspnea dengan gelisah, sianosis yang
terjadi menjadi bertambah hebat dan penderita mulai sulit bernafas.
Serangan tersebut sering terjadi pada pagi hari.
4. Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan
Gangguan pertumbuhan tinggi badan terutama pada anak gizi kurang dari
kebutuhan normal, pertumbuhan otot dari jaringan subkutan terlihat
kendur dan lunak, masa pubertas terlambat.
[5]
5. Bising sistolik
Bising sistolik ditemukan sering kali terdengar keras dan kasar, bising
tersebut menyebar luas, tetapi paling besar intensitasnya pada tepi kiri
tulang dada. Bising sistolik terjadi di atas lintasan aliran keluar ventrikel
kanan serta cenderung kurang menonjol pada obstruksi berat dan
pintasan dari kanan ke kiri. Bunyi jantung kedua terdengar tunggal dan di
timbulkan oleh penutupan katub aorta. Bising sistolik tersebut jarang
diikuti oleh bising diastolic, bising yang terus menerus ini dapat terdengar
pada setiap bagian dada, baik di anterior maupun posterior, bising
tersebut dihasilkan oleh pembuluh darah koleteral bronkus yang melebar
atau terkadang oleh suatu duktus arteriosus menetap.

D. Patofisiologi
Tetralogy fallot merupakan kelainan “Empat Sekawan” yang terdiri atas
defekseptup ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertropi
ventrikel kanan secara anatomis sesungguhnya tetralogy fallot merupakan
suatu defek ventrikel subaraortik yang disertai defiasi ke anteriol septum
infundibuler (bagian basal dekat aorta). Defiasi ini menyebabkan akar aorta
bergesek kedepan (dekstro posisi aorta), sehingga terjadi over riding aorta
terhadap septum interventrikuler, stenosis pada bagian infundibuler ventrikel
kanan dan hypoplasia arteri pulmonal. Pada tetralogy fallot, overriding aorta
biasanya tidak melebihi 50%. Apabila overriding aorta melebihi 50%,
hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya suatu outlet ganda ventrikel
kanan.
Defiasi septup infundibuler kearah anteriol ini sesungguhnya merupakan
bagian yang paling esensial pada tetralogy fallot. Itu sebabnya suatu defek
septum ventrikel dan over riding aorta yang disertai stenosis pulmonal
valvuler, misalnya, tidak dapat disebut sebagai tetralogy fallot apabila tidak
terdapat defiasi septum infundibuler ke anteriol. Terkadang tetralogy fallot
disertai pada adanya septum antrium sekunder dan kelompok kelainan ini
disebut sebagai tetralogy fallot.

[6]
Adanya obstruksi infundibuler menyebabkan tekanan dalam ventrikel
kanan meningkat, tetapi dengan adanya defek septum ventrikel pada
tetralogy fallot tekanan dalam ventrikel kanan, ventrikel kiri dan aorta
relative menjadi sama. Oleh sebab itu, pada tetralogy fallot jarang terjadi
gagal jantung kongestif, berbeda dengan stenosis pulmonal yang berat tanpa
disertai defek septum ventrikel, gagal jantung kongestif dapat saja melebihi
tekanan sistemik.
Sianosis merupakan gejala tetralogy fallot yang utama. Berat ringannya
sianosis tergantung dari tingkat keparahan stenosis infundibuler yang terjadi
pada tetralogy fallot dan arah pirau interventrikuler. Sianosis dapat timbul
semenjak lahir dan ini menandakan adanya suatu stenosis pulmonal yang
berat atau bahkan atresia pulmonal atau dapat pula sianosis timbul beberapa
bulan kemudian pada stenosis pulmonal yang ringan. Sianosis biasanya
berkembang perlahan-lahan dengan bertambahnya usia dan ini menandakan
adanya peningkatan usia hipertropi infundibuler pulmonal yang
memperberat obstruksi pada bagian itu.
Stenosis infundibuler merupakan beban tekanan berlebih yang kronis
bagi ventrikel kanan, sehingga semakin lama ventrikel kanan mengalami
hipertrofi. Disamping itu dengan meningkatnya usia dan meningkatnya
tekanan dalam ventrikel kanan, kolateralisasi aorta pulmonal sering tumbuh
luasa pada tetralogy fallot, melalui cabang mediastinal, bronkial, esofagus,
subklavika dan anomaly arteri lainnya. Kolateralisasi ini disebut MAPCA
(Major Aorta Pulb monary Collateral Arteries).

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penderita tetralogy fallot
adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Adanya peningkatan hemoglobin dan hematocrit (Ht) akibat saturasi
oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin di pertahankan 16-18
gr/dl dan hematocrit antara 50-65%. Nilai gas darah arteri menunjukkan
peningkatan tekanan parsial karbondioksida (PCO 2), penurunan tekanan
[7]
parsial oksigen (PO2) dan penurunan klien yang memiliki nilai Hb dan Ht
normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi.
2. Radiologi
Pemeriksaan sinar X pada toraks menunjukkan penurunan aliran darah
pulmonal, tidak ada pembesaran jantung, gambaran khas jantung tampak
apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu. Selain itu, didapatkan
hasil arkus aorta di sebelah kanan, aorta asendens melebar, konus
pulmonalis, apeks terangkat dan vaskularitas paru berkurang.
3. Elektrokardiogram
Pada pemeriksaan EKG di dapatkan hasil sumbu QRS hampir selalu
berdevisiasi kekanan. Tampak pula hipertropi ventrikel kanan.
4. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel
kanan, penurunan arteri pulmonalis dan penurunan aliran darah ke paru.
5. Kateterisasi
Kateterisasi diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk
mengetahui defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri
koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya
penurunan saturasi oksigen, peningkatan ventrikel kanan, dengan
tekanan pulmonalis normal atau rendah.

F. Penatalaksanaan
Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan
untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara
sebagai berikut:
1. Menekuk lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah
2. Morfin sulfat 0,1 – 0,2 mlg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat
pernafasan dan mengatasi takipnea.
3. Natrium bikarbonat 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis.
4. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian pada kondisi ini tidak
begitu tepat karena permasalahan bukan karena kekurangan oksigen,
tetapi karena aliran dara ke paru menurun.
[8]
Dengan usaha di atas di harapkan anak tidak lagi mengalami takipnea,
sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal tersebut tidak terjadi
dapat dilanjutkan dengan pemberian:
1. Propranolol 0,01-0,25 mlg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan
denyut jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan
dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal /bolus diberikan
setengahnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan
dalam 5-10 menit berikutnya.
2. Ketamine 1-3 mlg/kg (rata-rata 2,2 mlg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja
meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedative.
3. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif
dalam penaganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga
dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru-paru
bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh
juga meningkat.

G. Komplikasi
1. Thrombosis Serebri
Biasanya terjadi dalam sinus duralis dan terkadang dalam arteri
serebrum, lebih sering ditemukan pada polisitemia hebat. Dapat juga
dibangkitkan oleh dehidrasi. Thrombosis lebih sering ditemukan pada
usia 2 tahun. Penderita ini lpaling sering mengalami anemia defisiensi
besi dengan kadar Hb dan Ht dalam batas normal.
2. Abses Otak
Komplikasi abses otak biasanya dialami oleh pasien yang telah mencapai
usia di atas 2 tahun. Awitan penyakit sering kali tersembunyi di sertai
demam derajat rendah. Mungkin ditemukan nyeri tekan setempat pada
cranium. Laju endap darah dan hitung jenis leukosit dapat meningkat.
Penderita juga dapat mengalami serangan seperti epilepsy. Tanda
neurologis yang terlokalsasi tergantung dari tempat dan ukuran abses
tersebut.

[9]
3. Endocarditis Bakterialis
Komplikasi ini terjadi pada penderita yang tidak mengalami pembedahan,
tetapi lebih sering ditemukan pada anak yang menjalani prosedur
pembuatan pintasan selama masa bayi.
4. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif dapat terjadi pada bayi yang mengalami atresia
paru dan memiliki aliran darah kolateral yang besar. Kondisi ini hamper
tanpa pengecualian, akan menaglami penurunan selama bulan pertama
kehidupan dan penderita menjadi sianosis akibat sirkulasi paru yang
menurun.
5. Hipoksia
Hipoksia terjadi akibat stenosis pulmonal yang menyebabkan aliran darah
dalam paru menurun.

[10]
Penyimpangan KDM

Terpapar factor eksogen dan endogen

Kelainan jantung kongenital sianotik: tetralogy of fallot

Stenosis pulmonal Defect septum ventrikel Overriding aorta

obstruksi Penurunan curah jantung Suplei darah preload,


overload

Aliran darah ke Pasokan darah


paru-paru tidak seimbang
Obstruksi aliran darah
keluar ventrikel kanan
Pencampuran
darah kaya O
2

Aliran darah aorta dan CO2


O2 dalam darah Hipertrofi vent kanan

HIpoksemi

sesak Sianosis
Kebutuhan o2

Gangguan pertukaran gas Perubahan status


Kelelahan Tubuh kesehatan

Tidak mau mengunyah


(Anoreksia) Intoleransi Aktivitas Ansietas

Terjadi penurunan BB
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh (deficit/nutrisi)

[11]
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Penurunan Curah Jantung pada Gagal Jantung Kongestif


1. Pengertian Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu untuk
mempertahankan sirkulasi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh
untuk keperluan metabolisme pada jaringan tubuh pada konsisi tertentu, sedangkan
tekanan pengisian vena ke dalam jantung masih normal (Aspiani, 2015)
Saat ini dikenal istilah gagal jantung kiri, kanan dan kombinasi atau kongetif. Gagal
jantung kiri biasanya terdapat bendungan paru, hipotensi, dan vaskontriksi perifer
yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan. Pada gagal jantung kanan ditandai
dengan adanya edema perifer, asites, dan peningkatan tekanan vena jugularis. Gagal
jantung kongestif merupakan gabungan dari gambaran tersebut. Namun demikian,
definisi tersebut tidak terlalu bermanfaat karena kelainan fungsi jantung kiri maupun
kanan sering terjadi secara bersamaan (Muttaqin, 2014)Jadi dapat disimpulkan bahwa
gagal jantung kongestif merupakan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi pada tubuh untuk proses
metabolisme jaringan tubuh dengan gambaran berupa adanya bendungan paru,
hipotensi vaskontriksi perifer, edema perifer, asites dan peningkatan vena jugularis.

2. Etiologi Gagal Jantung Kongestif


Etiologi gagal jantung kongestif menurut Brunner & Suddarth (2013) yaitu :
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung yang paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, yang
menyebabkan menurunnya kontraktilitas pada jantung. Kondisi ini yang mendasari
penyebab fungsi otot ateroklerosis coroner hipertensi arterial dan penyakit
degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan terjadinya disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadinya hipoksia dan asidosis (akibat dari penumpukan asam laktat).
Infark
miokard (kematian sel jantung) yang biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Peningkatan afterload akibat dari hipertensi sistemik maupun pulmonal dapat
mengakibatkan
[12]
beban kerja jantung meningkat dan hipertrofi otot jantung. Efek dari hipertrofi
miokard yang dapat dianggap sebagai penyebab mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung, tetapi pada akhirnya hipertrofi otot jantung tadi
lama – kelamaan akan tidak berfungsi secara normal dan akan menyebabkan
terjadinya gagal jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung dimana kondisi ini secara langsung dapat merusak
serabut jantung yang menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat dari penyakit jantung yang sebenarnya
tidak secara langsung dapat mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasa terlibat
dapat mencakup gangguan aliran darah yang melalui jantung (stenosis katup
semilunar), dimana ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade
pericardium, pericarditis konstriktif), pengosongan jantung abnormal (inesfisiensi
katup AV), peningkatan yang mendadak afterload akibat dari meningkatnya tekanan
darah sistemik dapat menyebabkan gagal jantung.
f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah faktor sistemik yang sangat berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia dan anemia yang
memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menimbulkan penurunan suplai oksigen ke
jantung. Penyebab lain seperti asidosis (respiratorik atau metabolic) dan abnormalitas
elektrolit juga dapat menyebabkan turunya kontraktilitas jantung.

3. Pengertian penurunan curah jantung


Penurunan curah jantung merupakan suatu keadaan dimana ketidakadekuatan
jantung untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
(SDKI DPP PPNI, 2017)

4. Etiologi penurunan curah jantung


Etiologi dari penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif menurut (SDKI
DPP PPNI, 2017), adalah sebagai berikut :
a.Perubahan irama jantung
b.Perubahan frekuensi jantung
c.Perubahan kontraktilitas
d.Peruhahan preload

[13]
e.Perubahan afterload

5. Faktor – faktor yang mempengaruhi penurunan curah jantung pada gagal jantng
Kongestif Faktor sebagai penyebab tersering kegagalan pompa jantung pada gagal
jantung kongestif adalah penyakit arteri coroner, kardiomiopati, penyakit pembuluh
darah dan penyakit kongenital (Aspiani, 2015). Faktor pencetus dari terjadinya
penyakit gagal jantung yaitu peingkatan asupan garam, ketidakpatuhan menjalani
pengobtan anti gagal jantung, serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam,
anemia, emboli paru, tiroksikosis, kehamilan dan endokardritis infektif (Aspiani, 2015)

6. Patofisiologi penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif


Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat terjadinya disfungsi
miokardium. Gagal jantung kongestif terjadi ketika kemampuan kontraktilitas jantung
berkurang, yang menimbulkan gerakan abnormal pada dinding jantung, daya
kembang pada ruang jantung menjadi berubah, dimana kejadian ini menyebabkan
ventrikel tidak mampu memompa darah keluar sebanyak yang masuk selama diastole.
Hal ini yang menyebabkan volume akhir diastolic atau biasa disebut dengan preload
pada ventrikel mengalami peningkatan secara progresif. Seiring dengan peningkatan
pada preload, sel – sel otot ventrikel mengalami peregangan melebihi dari batas
panjang optimalnya. Tegangan yang dihasilkan menjadi berkurang karena ventrikel
teregang oleh darah. Semakin berlebih beban awal dari ventrikel maka semakin
sedikit darah yang dapat dipompa keluar oleh jantung, sehingga menyebabkan
afterload menurun dan akibatnya volume sekuncup jantung dan tekanan darah turun
sehingga menyebabkan terjadinya penurunan curah
jantung (Muttaqin, 2014)

7. Manifestasi klinis penurunan curah jantung


Menurut (SDKI DPP PPNI, 2017) manifestasi klinis dari penurunan curah jantung yaitu:
a. Perubahan irama jantung
Pasien mengeluh mengalami palpitasi (jantung berdebar), brakikardia/takikardia dan
terlihat gambaran aritmia atau gangguan konduksi pada pemeriksaan EKG.
b. Perubahan preload
Pasien mengeluh lelah, terdapat edema, distensi vena jugularis, dan pembesaran
organ hati.
c. Perubahan afterload

[14]
Pasien mengalami dyspnea ( sesak nafas ), tekanan darah mengalami penurunan,
capillary refill time > 3 detik, produksi urine berkurang (oliguria) dan terjadi sianosis.
d. Perubahan kontraktilitas
Pasien mengalami paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), kesulitan bernafas dalam
posisi terlentang (ortopnea), batuk, terdengar suara jantung (S3 dan S4) dan fraksi
ejeksi menurun.

B. Asuhan Keperawatan Gagal Jantung dengan Penurunan Curah Jantung


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pertama yang paling penting dalam suatu proses
keperawatan.
Pengkajian dibedakan menjadi dua jenis yaitu pengkajian skrining dan pengkajian
mendalam.
Kedua pengkajian ini membutuhkan pengumpulan data dengan tujuan yang berbeda.
(Tarwoto & Wartonah, 2015).
Terdapat lima kategori data yang harus dikaji yaitu fisiologis, psikologis, perilaku,
relasional, dan lingkungan, di mana setiap kategori terdiri dari beberapa subkategori.
Subkategori tersebut diantaranya respirasi, sirkulasi, nutrisi dan cairan, eliminasi,
aktivitas dan istirahat, neurosensori, reproduksi dan seksualitas, nyeri dan
kenyamanan, integritas ego, pertumbuhan dan perkembangan, kebersihan diri,
penyuluhan dan pembelajaran, interaksi sosial, keamanan dan proteksi. Masalah
intoleransi aktivitas termasuk ke dalam kategori fisiologis dan subkategori aktivitas
dan istirahat (SDKI DPP PPNI, 2017).Dalam hal pengkajian pada pasien gagal jantung
kongestif menggunakan pengkajian mendalam mengenai penurunan curah jantung,
dengan kategori fisiologis dan sub kategori sirkulasi. Pengkajian dilakukan sesuai
dengan tanda mayor penurunan curah jantung yaitu dilihat dari data subjektifnya
yaitu pasien mengalami perubahan irama jantung berupa palpitasi, perubahan
preload berupa lelah, perubahan afterload berupa dyspnea, perubahan kontraktilitas
berupa paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), ortopnea, batuk. Dilihat dari data
objektif yaitu pasien mengalami perubahan irama jantung berupa bradikardia atau
takikardia, gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi, perubahan afterload
berupa edema, distensi vena jugularis, Central Venous Pressure (CVP), meningkat
atau menurun, hepatomegali, terjadi perubahan afterload berupa tekanan darah
meningkat, nadi perifer teraba lemah, capillary refill ime >3 detik, oliguria, warna kulit
pucat dan atau sianosis, perubahan kontraktilitas berupa terdengar suara jantung S3
atau S4 dan Ejection Fraction (EF) (SDKI DPP PPNI, 2017)

[15]
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupang yang dialaminya baik yang berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respon klien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan
dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan dalam penelitian ini menggunakan Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Terdapat dua jenis diagnosa keperawatan
yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif. Diagnosis negatif menunjukkan bahwa
klien dalam kondisi sakit atau berisiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis
ini akan mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat
penyembuhan, pemulihan, dan pencegahan. Diagnosis ini terdiri dari diagnosis aktual
dan diagnosis risiko. Sedangkan diagnosis positif menunjukkan bahwa klien dalam
kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi yang lebih optimal. (SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada pasien gagal jantung kongestif
adalah penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung adalah ketidakadekuatan
jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Dimana
pada pasien gagal jantung kongestif, penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan irama jantung ditandai dengan palpitasi, bradikardia, takikardia, gambaran
EKG aritmia atau gangguan konduksi(SDKI DPP
PPNI, 2017)

3. Intervensi
Setelah merumuskan diagnosa dilanjutkan dengan intervensi dan aktivitas
keperawatan untuk mengurangi menghilangkan serta mencegah masalah
keperawatan klien. Tahapan ini disebut sebagi perencanaan keperawatan yang
meliputi penentuan prioritas diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan,
menetapkan kriteria evaluasi serta merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan
(Tarwoto & Wartonah, 2015) intervensi untuk pasien dengan penurunan curah
jantung adalah sebagai berikut :Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang
dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Klasifikasi intervensi keperawatan
penurunan curah jantung termasuk dalam kategori fisiologis yang merupakan
intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mendukung fungsi fisik dan regulasi
homeostatis dan termasuk dalam subkategori sirkulasi yang memuat kelompok
intervensi yang memulihkan fungsi jantung dan pembuluh darah (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018).Luaran (Outcome) Keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat
diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau persepsi pasien, keluarga atau
komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan. Luaran keperawatan
menunjukkan status diagnosis keperawatan setelah dilakukan intervensi

[16]
keperawatan. Hasil akhir intervensi keperawatan yang terdiri dari indikator-indikator
atau kriteria-kriteria hasil pemulihan masalah. Terdapat dua jenis luaran keperawatan
yaitu luaran positif (perlu ditingkatkan) dan luaran negatif (perlu diturunkan) (Tim
Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).
Adapun komponen luaran keperawatan diantaranya label (nama luaran keperawatan
berupa kata-kata kunci informasi luaran), ekspetasi (penilaian terhadap hasil yang
diharapkan, meningkat, menurun, atau membaik), kriteria hasil (karakteristik pasien
yang dapat diamati atau diukur, dijadikan sebagai dasar untuk menilai pencapaian
hasil intervensi, menggunakan skor 1-3 pada pendokumentasian computer-based).
Ekspetasi luaran keperawatan terdiri dari ekspetasi meningkat yang artinya
bertambah baik dalam ukuran, jumlah, maupun derajat atau tingkatan, menurun
artinya berkurang baik dalam ukuran, jumlah maupun derajat atau tingkatan,
membaik artinya menimbulkan efek yang lebih baik, adekuat, atau efektif (Tim Pokja
SLKI DPP PPNI,
2018).
Intervensi keperawatan ini terdiri dari intervensi utama dan intervensi pendukung.
Intervensi utama dari diagnosa penurunan curah jantung adalah perawatan jantung
dan perawatan jantung akut. Intervensi pendukung diantaranya Code Management,
edukasi rehabilitasi jantung, insersi intavena, konsultasi, manajemen alat pacu
jantung permanen, manajemen alat pacu jantung sementara, manajemen aritmia,
manajemen cairan, manajemen elektrolit, manajemen elektrolit:hiperkalemia,
manajemen elektrolit: hiperkalsemia, manajemen elektrolit: hipermagnesemia,
manajemen elektrolit: hipernatremia, manajemen elektrolit: hipokalemia,manajemen
elektrolit:hipokalsemia, manajemen elektrolit: hipomagnesemia, manajemen
elektrolit: hiponatremia, manajemen nyeri, manajemen overdosis, manajemen
perdarahan pervaginam antepartum, manajemen perdarahan pervaginam
pascapersalinan, manajemen specimen darah, manajemen syok, manajemen syok
anafilatik, manajemen syok hipovolemik, manajemen syok kardiogenik, manajemen
syok neurogenik, manajemen syok obstruktif, manajemen syok septik, pemantauan
cairan, pemantauan elektrolit, pemantauanhemodinamik invasif, pemantauan
neurologis, pemantauan tanda vital, pemberian obat, pemberian obat intavena,
pemberian obat oral, pemberian produk darah, pencegahan perdarahan,
pengambilan sampel darah arteri, pengambilan sampel darah vena, pengontrolan
perdarahan, perawatan alat topangan jantung mekanik, perawatan sirkulasi,
rehabilitasi jantung, resusitasi jantung paru, terapi intravena, dan terapi oksigen.
Dalam setiap intervensi keperawatan yang dibuat terdapat rencana tindakan meliputi
observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi yang dijabarkan dalam tabel berikut

[17]
Tabel 1
Perencanaan Keperawatan Penurunan Curah Jantung
Diagnosa
keperawatan
Penurunan
curah jantung
berhubungan
dengan
perubahan
irama jantung
ditandai
dengan
palpitasi,
bradikardia,
takikardia,
gambaran
EKG aritmia
atau gangguan
konduksi

Tujuan SLKI
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan
selama 3 x 24 jam,
maka Penurunan
Curah Jantung
meningkat dengan
kriteria hasil :
1. Kekuatan nadi
perifer meningka
2. Palpitasi menurun
3. Brakikardia
[18]
menurun
4. Takikardia
menurun
5. Gambaran EKG
aritmia menurun
6. Lelah menurun
7. Edema menurun
8. Dipsnea menurun
9. Oliguria menurun
10. Sianosis menurun
11. Batuk menurun
12. Tekanan darah
cukup membaik

Perencanaan keperawatan SIKI


Perawatan jantung
Observasi
1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan
curah jantung (meliputi dipsnea, kelelahan,
edema,ortopnea, paroxysmal nocturnal
dyspnea, peningkatan CVP
2. Monitor tekanan darah
3. Monitor saturasi oksigen
4. Monitor keluhan nyeri dada
5. Monitor EKG 12 sadapan
6. Monitor aritmia (kelainan irama dan
frekuensi)

Terapeutik
1. Posisikan pasien semi – fowler atau fowler
dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
2. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
[19]
stress, jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
perlu
3.Rujuk ke program rehabilitasi jantung

4. Implementasi
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh
perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018). Implementasi proses keperawatan merupakan rangkaian aktivitas
keperawatan dari hari ke hari yang harus dilakukan dan didokumentasikan dengan
cermat. Perawat melakukan pengawasan terhadap efektivitas intervensi yang
dilakukan, bersamaan pula dengan menilai perkembangan pasien terhadap
pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan. Pada tahap ini, perawat
harusmelaksanakan tindakan keperawatan yang ada dalam rencana keperawatan dan
langsung mencatatnya dalam format tindakan keperawatan (Dinarti,
2013).Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat.
Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa
tindakan tersebut dilakukan. Beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya
tindakan keperawatan yang dilakukan harus sesuai dengan tindakan yang sudah
direncanakan, dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai dengan kondisi
klien, selalui dievaluasi mengenai keefektifan dan selalu mendokumentasikan
menurut urutan waktu. Aktivitas yang dilakukan pada tahap implementasi dimulai
dari pengkajian lanjutan, membuat prioritas, menghitung alokasi tenaga, memulai
intervensi keperawatan, dan mendokumentasikan tindakan dan respon klien
terhadap tindakan yang telah dilakukan (Tarwoto & Wartonah, 2015). Tujuan
pendokumentasian tindakan keperawatan adalah sebagai berikut (Abd. Wahid &
Imam. S, 2012).
a. Mengomunikasikan/memberitahukan tindakan keperawatan dan rencana
perawatan selanjutnya pada perawat lain.
b. Memberikan petunjuk yang lengkap dari tindakan perawatan yang perlu
dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah pasien.
[20]
c. Menjadi bahan bukti yang benar dari tujuan langsung dengan maksud mengenal
masalah pasien di atas.
d. Sebagai dasar untuk mengetahui efektivitas perencanaan jika diperlukan untuk
merevisi perencanaan.

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan (Tarwoto &
Wartonah, 2015). Evaluasi dapat berupa evaluai struktur, proses dan hasil. Evaluasi
terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program
berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan
mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan (Deswani, 2011). Dalam
perumusan evaluasi keperawatan menggunakan empat komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP, yakni S (Subjective) merupakan data informasi berupa ungkapan
keluhan pasien, O (Objective) merupakan data berupa hasil pengamatan, penilaian,
dan pemeriksaan, A (Assesment) merupakan perbandingan data antara data
subjective dan data objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi, dan P
(Planning) merupakan rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa data (Asmadi, 2008). Evaluasi hanya bisa dilakukan apabila
tujuan dapat diukur. Pada beberapa kasus, tujuan tidak dapat dicapai karena kondisi
klien. Oleh karena itu, perawat bersama-sama dengan klien kembali menyusun tujuan
yang diharapkan dapat diukur. Meskipun faktor-faktor ini diidentifikasi pada tahap
pengkajian, tetapi faktor ini harus dinilai lagi pada tahap evaluasi terutama pada saat
persiapan/perencanaan klien pulang. Adapun tujuan melakukan pencatatan hasil
evaluasi adalah sebagai berikut (Deswani, 2011).
a. Menilai pencapaian kriteria hasil dan tujuan.
b. Mengidentifikasi variabel-variabel yang memengaruhi pencapaian tujuan.
c. Membuat keputusan apakah rencana asuhan diteruskan atau dihentikan.
Melanjutkan, memodifikasi, atau mengakhiri rencana.Pada pasien dengan penurunan
curah jantung, indikator evaluasi yang diharapkan yaitu: (Tim
Pokja SLKI DPP PPNI, 2018)
1. Kekuatan nadi perifer meningkat
2. Palpitasi menurun
3. Brakikardia meningkat
4. Takikardia menurun
5. Gambaran EKG aritmia sedang

[21]
6. Lelah menurun
7. Edema menurun
8. Dipsnea menurun
9. Oliguria menurun
10. Sianosis sedang
11. Batuk menurun
12. Tekanan darah cukup membaik

1.

[22]
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kombinasi kelainan kongenital yang di kenal sebagai tetralogy fallot antara
lain defekseptum ventrikuler, pembesaran aorta, stenosis katub pulmoner,
dan hipertrofi ventrikel kanan. Penyebab tetralogy fallot terdiri dari dua
factor yaitu endogen dan eksogen. Anak dengan tetralogy fallot umumnya
akan mengalami sesak saat beraktifitas, berat badan bayi yang tidak
bertambah, clubbing fingers, dan sianosis.pemeriksaan yang dilakukan antara
lain pemeriksaan darah, foto toraks, elektrokardiografi dan ekokardiografi.

B. Saran
1. Hindari penggunaan alcohol atau obat yang membahayakan pada masa
kehamilan.
2. Makanan ibu harus mencukupi nilai gizi serat nutrisi yang di butuhkan

[23]
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler


Aplikasi NIC dan NOC, Jakarta : EGC, 2014.

Karso. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler, Yogyakarta : Nuha


Medika

[24]

Anda mungkin juga menyukai