Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN HNP (HERNIA NUKLEUS PULPOSUS)

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

1. M.SOFYANDI
2. MUH.EFENDI JAYADI
3. NISA SURYANA
4. ROSDIATUN
5. SISKA WATI
6. TANIA HARATI RAHMAN
7. VERISA FAULANI
8. YUNI ALFIANA

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, wr.wb…
Segala puji dan rasa syukur tak lupa kami panjatkan kepada Allah swt. Karena
nikmat yang diberikan, terutama nikmat sehat jasmani dan rohani serta nikmat iman
dan islam. Karena nikmat-Nya itulah kami bisa menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hernia Nukleus Pulposus” tepat pada waktunya dengan baik dan benar
serta sesuai prosedur. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas kelompok
yang di berikan beliau kepada kami sebagai materi kuliah Keperawatan Medikal
Bedah III yang harus di pahami dan di mengerti maksudnya.
Kami menyadari segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini baik secara
materi maupun dalam penggunaan kata bahasanya. Oleh sebab itu demi
kesempurnaan dan perbaikan dalam penyusunan makalah ini, kami menerima kritik
dan saran dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat dalam proses belajar dan
mengajar
Wassalamu’alaikum wr.wb

Mataram,14 Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGATAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Anatomi Muskuloskeletal
2.2. Definisi HNP (Herniasus Nukleus Pulposus)
2.3. Etiologi HNP
2.4. Patofisiologi HNP
2.5. Phatway HNP
2.6. Manifestasi Klinis HNP
2.7. Komplikasi HNP
2.8. Penatalaksanaan Medis HNP
2.9. Pemeriksaan Penunjang HNP
2.10. Asuhan Keperawatan HNP
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latara Belakang

HNP Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penyakit yang disebabkan oleh trauma
atau perubahan degeneratif yang menyerang massa nukleus pada daerah vertebra L4-L5,
L5-S1, atau C5-C6 yang menimbulkan nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan
berulang atau kambuh ( Doenges, 1999).
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5-S1 kemudian pada C5-C6 dan paling
jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja tapi
kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun. Insiden terbanyak adalah pada kasus
Hernia Lumbo Sakral lebih dari 90 %, dan diikuti oleh kasus Hernia Servikal 5-10 % .
Pasien HNP lumbal seringkali mengeluh rasa nyeri menjadi bertambah pada saat
melakukan aktifitas seperti duduk lama, membungkuk, mengangkat benda yang berat, juga
pada saat batuk, bersin dan mengejan. Rose dan Engstorm menyebutkan bahwa nyeri yang
bertambah pada saat batuk, bersin dan mengejan di sebabkan oleh peningkatan tekanan
intratekal yang transien sepanjang durameter. Wiener mendapatkan sekitar 48-84 % pasien
HNP lumbal mengalami rasa nyeri yang bertambah saat batuk, bersin dan mengejan.
Menjelang usia meningkat setelah 20 tahun, mulailah terjadi perubahan-perubahan
pada anulus fibrosus dan nukleus pulposus. Pada beberapa tempat serat-serat fibroelastik
terputus dan sebagian rusak diganti oleh jaringan kolagen. Proses ini berlangsung terus-
menerus sehingga dalam anulus fibrosus terbentuk rongga-rongga. Nukleus pulposus akan
melakukan infiltrasi ke dalam rongga-rongga tersebut dan juga mengalami perubahan
berupa penyusutan kadar air. Jadi terciptalah suatu keadaan dimana disatu pihak volume
materi nukleus pulposus berkurang dan dipihak lain volume rongga antar vertebrae
bertambah sehingga terjadilah penurunan tekanan intradiskal yang mengakibatkan nukleus
pulposus menonjol.
1.2 Rumusan Masalah

A. Bagaimana Anatomi Muskuloskeletal?


B. Apa Definisi HNP (Herniasus Nukleus Pulposus)?
C. Apa Etiologi HNP?
D. Bagaimana Patofisiologi HNP?
E. Bagaimana Phatway HNP?
F. Apa saja Manifestasi Klinis HNP?
G. Apa Saja Komplikasi HNP?
H. Bagaimana Penatalaksanaan Medis HNP?
I. Apa Saja Pemeriksaan Penunjang HNP?
J. Bagaimana Asuhan Keperawatan HNP?

1.3 Tujuan

A. Untuk Megetahui Anatomi Muskoluskeletal


B. Untuk Mengetahui Definisi HNP (Herniasus Nukleus Pulposus)
C. Untuk Mengetahui Etiologi HNP
D. Untuk Mengetahui Patofisiologi HNP
E. Untuk Mengetahui Phatway HNP
F. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis HNP
G. Untuk Mengetahui Komplikasi HNP
H. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Medis HNP
I. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang HNP
J. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan HNP
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Muskuloskeletal
Merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengatur pergerakan. Komponen utama
dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan ikat yang menyusun kurang lebih
25 % berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem ini terdiri atas: 206
tulang, yang merupakan penyokong gerakan dan melindungi organ internal; sendi yang
memungkinkan gerakan tubuh dua atau tiga dimensi; otot, yang memungkinkan gerakan
tubuh dan internal; tendon dan ligamen, yang menghubungkan tulang dengan otot.
Sistem muskuloskeletal adalah seluruh kerangka manusia dengan seluruh Otot yang
menggerakkannya dengan tugas melindungi organ vital dan bertanggung jawab atas
pergerakan berbagai otot yang dapat menggerakkan anggota badan dalam lingkup
gerakan sendi tertentu.

2.1.1. Anatomi Tulang


Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang
terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan mineral
terutama calsium kurang lebih 67 % dan bahan seluler 33%.
Tulang mencapai kematangannya setelah pubertas dan pertumbuhan
seimbang hanya sampai usia 35 tahun. Berikutnya mengalami percepatan
reabsorpsi sehingga terjadi penurunan massa tulang sehingga pada usia lanjut
menjadi rentan terhadap injury. Pertumbuhan dipengaruhi hormon & mineral.
Fungsi tulang adalah sebagai berikut
a. Mendukung jaringan tubuh dan mermberikan bentuk tubuh.
b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, Otak, dan paru-paru) dan jaringan
lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang dengan kontraksi dan pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sumsum tulang belakang
(hematopoiesis).
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
Tulang disusun oleh sel-sel tulang yang terdiri dari osteosit, osteoblast dan
osteoklast serta matriks tulang. Matriks tulang mengandung unsur organik terutama
kalsium dan fosfor.
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matrik
tulang. Matrik tulang merupakan kerangka dimana garam garam mineral ditimbun
terutama calsium, fluor, magnesium dan phosphor.
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai pemeliharaan
fungsi tulang dan terletak pada osteon (unit matrik tulang).
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorpsi, penghancuran dan remodeling tulang. Tidak seperti
osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang.

Secara Mikroskopis tulang terdiri dari :


1. Sistem Havers (saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh darah, aliran limfe)
2. Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris).
3. Lacuna (ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan–lempengan yang
mengandung sel tulang).
4. Kanalikuli (memancar di antara lacuna dan tempat difusi makanan sampai ke osteon).

Pembagian Tulang
Tulang dibagi menjadi dua garis besar:
a. Tulang axial (tulang pada kepala dan badan)
Seperti: tulang kepala (tengkorak), tulang belakang (vertebrae), tulang rusuk dan
sternum.
b. Tulang appendicular (tulang tangan dan kaki)
Seperti: extremitas alas (scapula, klavikula, humerus, ulna, radius, telapak tangan),
extremitas bawah (pelvis, femur, patela, tbia, fibula, telapak kaki).
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok
berdasarkan bentuknya:
1. Ossa Longa (Tulang panjang) : Tulang yang ukuran panjangnya terbesar, contohnya
os humerus dan os femur.
2. Ossa Brevia (Tulang pendek) : tulang yang ukurannya pendek, contohnya ossa
carpi.
3. Ossa Plana (tulang gepeng/pipih) : tulang yg ukurannya lebar, contohnya os scapula.
4. Ossa irregular (tulang tak beraturan): Tulang yang tidak beraturan sama seperti
dengan tulang pendek. Contoh tulang yang tidak beraturan yaitu os vertebrae
5. Ossa pneumatica (tulang berongga udara), contoh: os maxilla.

2.1.2. Sistem Muskuler (Otot)


Otot rnerupakan jaringan peka rangsang (eksitabel) yang dapat dirangsang
secara kimia, listrik dan mekanik untuk menimbulkan suatu aksi potensial. Otot
merupakan alat gerak aktif yang mampu menggerakkan tulang, kulit dan rambut
setelah mendapat rangsangan.
a. Kemampuan Otot: Otot memiliki tiga kemampuan khusus yaitu
1. Kontraktbilitas: kemampuan untuk berkontraksi / memendek
2. Ekstensibilitas: kemampuan untuk melakukan gerakan kebalikan dari gerakan
yang ditimbulkan saat kontraksi
3. Elastisitas: kernampuan otot untuk kembali pada ukuran semula setelah
berkontraksi. Saat kembali pada ukuran semula Otot disebut dalam keadaan
relaksasi
b. Jenis Otot
1. Otot Lurik
Yang termasuk otot lurik adalah otot rangka/otot serat lintang/musculus
striated, otot volunteer.
Struktur: serabut panjang, berwarna/lurik dengan garis terang dan gelap,
memiliki inti dalam jumlah banyak dan terietak dipinggir
Kontraksi: menurut kehendak (dibawah kendali sistem syaraf pusat), gerakan
cepat, kuat, mudah lelah dan tidak beraturan;
Ciri-ciri otot lurik : Silindris, lurik/garis melintang, banyak memiliki intisel,
melekat pada rangka, pengendalian secara sadar.
2. Otot Polos
Yang termasuk otot polos adalah otot alat-alat dalam/visceral/musculus
nonstriated, otot involunter.
Struktur: bentuk serabut panjang seperti kumparan, dengan ujung runcing,
dengan inti berjumlah satu terletak dibagian tengah;
Kontraksi: tidak menurut kehendak atau diluar kendali sistem saraf pusat,
gerakan lambat, ritmis dan tidak mudah lelah;
Ciri-cirir otot polos: gelondong, tiap 1 sel memiliki 1 inti sel, polos,
pengendalian diluar kesadaran.
Ditemukan pada dinding viscera dan pembuluh darah, dikendalikan melalui
sistem syaraf otonom, terdapat pada saluran pencernaan, perkemihan,
pernbuluh darah, dan lain-lain
3. Otot Jantung
Yang termasuk otot jantung adalah otot myocardium / musculus cardiac, jenis
Otot involunter;
Struktur: bentuk serabutnya memaniang, silindris, bercabang. Tampak adanya
garis terang dan gelap. memiliki satu inti yang terletak di tengah;
Kontraksi: tidak menurut kehendak, gerakan lambat, ritmis dan tidak mudah
lelah
2.1.3. Kartilago (Tulang Rawan)
Kartilago merupakan suatu material yang terdiri dari serat-serat yang kuat tapi
fleksibel dan avaskuler. Zat mencapai kartilago melalui difusi dari kapiler yang
berada di perikondrium (jaringan fbrous yang menutupi kartilago) atau melalui
cairan sinovial.
2.1.4. Ligamen (Simplay)
Ligamen adalah suatu susunan serabut yang terdiri dari jaringan ikat
keadaannya kenyal dan fleksibel. Ligament mempertemukan kedua ujung tulang
dan mempertahankan stabilitas.
Tipe ligamen:
a. Ligamen Tipis: ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan ligament
kolateral yang ada di siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan terjadinya
pergerakan;
b. Ligamen jaringan elastik kuning: merupakan ligamen yang dipererat oleh
jaringan yang membungkus dan memperkuat sendi, pada tulang bahu dengan
tulang lengan atas.
2.1.5. Tendon
Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yang
terbuat dari fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulanq dengan
otot atau otot dengan otot. Tendon merupakan ikatan jaringan fbrous yang
membentuk akhir dari suatu otot dan tulang.
2.1.6. Fascia
Fascia merupakan pembungkus tebal, jaringan penyambung fibrous yang
membungkus otot saraf, dan pembuluh darah. Beberapa Otot bergabung
membentuk berkas otot yang dibungkus jaringan ikat yang disebut endomycium.
Beberapa endomycium disatukan jaringan ikat disebut perimycium. Beberapa
perimycium dibungkus oleh jaringan ikat yang disebut epimycium (fascia)
2.1.7. Bursae
Bursae adalah kantong kecil dari jaringan ikat di suatu tempat dimana
digunakan di atas bagian yang bergerak. Misalnya antara tulang dan kulit, tulang
dan tendon, otot-otot. Bursae dibatasi membrane sinovial dan mengandung cairan
sinovial.
Bursae merupakan bantalan diantara bagian-bagian yang bergerak seperti olekranon
bursae terletak antara prosesus olekranon dan kulit.

2.1.8. Persendian (Artikulatio)


Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Dalam membentuk
rangka tubuh, tulang yang satu berhubungan dengan tulang yang lain melalui
jaringan penyambung yang disebut persendian. Pada persendian terdapat cairan
pelumas (cairan sinofial).
Secara structural sendi dibagi menjadi:
a. Sendi Fibrosa
b. Kartilaginosa
c. Sinovial.
Berdasarkan fungsionalnya sendi dibagi menjadi:
d. Sendi Sinartrosis
Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas atau bahkan tidak dapat
bergerak sama sekali. Sendi ini dijumpai pada tulang tengkorak dimana
lempeng-lempeng tulang tengkorak disambungkan oleh elemen fibrosa.
e. Amfiartrosis
Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas. Umumnya bagian tulang
yang berada pada sisi persendian dilapisi oleh tulang rawan hialin dan struktur
keseluruhan berada dalam kapsul. Beberapa contoh sendi ini adalah: sendi
vertebra, dan simfisis pubis.
f. Diarthroses (Sendi Dinovial)
Sendi ini memiliki pergerakan yang luas. Umumnya dijumpai pada sendi-
sendi ekstremitas

2.2 Definisi HNP (Herniasus Nukleus Pulposus)


Hernia nukleus pulposus (HNP), yang juga disebut ruptura diskus intervertebralis
(ruptured disc, slipped disc), terjadi ketika seluruh tubuh atau sebagian nukleus pulposus
(bagian tengah diskus intervertebralis yang lunak dan mirip gelatin) terdorong melalui
cincin luar (anulus fibrosus) yang melemah atau robek sehingga disus menjadi
disfungsional dan menciptakan tekanan pada satu saraf spinal atau lebih.
Diskus intervertebralis adalah lempengan kartilago yang berbentuk sebuah bantalan di
antara dua tulang belakang. Material yang keras dari fibrosa digabungkan dalam satu kapsul.
Bantalan seperti bola di bagian tengah diskus dinamakan nukleus pulposus. Pada herniasi
diskus intervertebralis (ruptur diskus), nukleus pada diskus menonjol ke dalam anulus
(cincin fibrosa) sekitar discus dengan akibat kompresi saraf. (Arif Muttaqin, 2008, 349)
Herniasi nukleus pulposus (HNP) terjadi kebanyakan oleh karena adanya suatu trauma
derajat sedang yang berulang mengenai diskus intervertebralis sehingga menimbulkan
sobeknya anulus fibrosus. (Arif Muttaqin, 2008, 349)
Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan herniasinya,
dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang sesungguhnya, yaitu:
1. Protrusi diskus intervertebralis : nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan
annulus fibrosus.
2. Prolaps diskus intervertebral : nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus
fibrosus.
3. Extrusi diskus intervertebral : nukleus keluar dan anulus fibrosus dan berada di bawah
ligamentum, longitudinalis posterior.
4. Sequestrasi diskus intervertebral : nukleus telah menembus ligamentum longitudinalis
posterior

Nukleus pulposus yang mengalami herniasi ini dapat menekan nervus di dalam
medulla spinalis jika menembus dinding diskus (annulus fibrosus); hal ini dapat
menyebabkan nyeri, rasa tebal, rasa keram, atau kelemahan. Rasa nyeri dari herniasi ini
dapat berupa nyeri mekanik, yang berasal dari diskus dan ligamen; inflamasi, nyeri yang
berasal dari nucleus pulposus yang ekstrusi menembus annulus dan kontak dengan suplai
darah; dan nyeri neurogenik, yang berasal dari penekanan pada nervus.
2.3 Etiologi HNP
HNP biasanya disebabkan oleh kerusakan akibat penggunaan selama bertahun-tahun
dengan sedikit retakan di annulus yang melemahkan cincin kartilago suportif. Kemudian
pada suatu hari ketika indivdu tersebut bersin, tiba-tiba terjadi herniasi. Trauma akut akibat
jatuh atau pukulan ke punggung atau leher juga dapat menyebabkan herniasi mendadak.
Penyebab HNP antaralain karena trauma atau regangan (strain) yang berat dan
degenerasi sendi intervertebralis. Pada kebanyakan klien gejala trauma bersifat singkat.
Gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan
atau tahun. Kemudian pada generasi diskus, kapsulnya terdorong ke arah medula spinalis,
atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural
atau terhadap saraf spinal saat muncul dari columna spinal. (Arif Muttaqin, 2008, 349).
Faktor resiko yang meningkatkan seseorang mengalami HNP :
a. Usia
Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena annulus fibrosus lama kelamaan
akan hilang elastisitasnya sehingga menjadi kering dan keras, menyebabkan annulus
fibrosus mudah berubah bentuk dan ruptur.
b. Trauma
Terutama trauma yang memberikan stress terhadap columna vertebralis, seperti jatuh.
c. Pekerjaan
Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat dan cara mengangkat barang
yang salah, meningkatkan risiko terjadinya HNP
d. Gender
Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1), hal ini terkait pekerjaan dan
aktivitas yang dilakukan pada pria cenderung ke aktifitas fisik yang melibatkan columna
vertebralis.

2.4 Patofisiologi HNP


Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial, karena
adanya gaya traumatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan timbul sobekan
Radial apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma
berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatik ketika hendak
menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang di
atas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis. Menjebolnya
sebagian nukleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos
dan dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkumferensial dan Radial pada anulus
fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan
kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh
nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau siatika.
Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus
menekan radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan
dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral. Tidak akan ada radiks yang terkena
jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L2 dan terus ke bawah tidak terdapat
medula spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah tidak akan menimbulkan
kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus intervertebralis mengalami
lisis, sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan. (Arif Muttaqin, 2008,
350)
2.5 Phatway
2.6 Manifestasi Klinis HNP
Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bawah disertai
otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral dan HNP lateral. HNP
sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia, dan retensi urine. Sedangkan HNP
lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada punggung bawah,
di tengah-tengah area bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi
jari kelima kaki berkurang dan refleks achiler negatif. Pada HNP lateral 𝐿4 − 𝐿5 rasa nyeri
dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian
lateral, dan didorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks patella
negatif. Sensibilitas dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena menurun.
Gejala yang sering muncul adalah :
1. Nyeri pinggang bawah (lumbal atau servikal) yang intermiten (dalam beberapa minggu
sampai beberapa tahun). Nyeri menjalar sesuai dengan distribusi saraf skiatik
2. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus
menjalar ke bagian belakang lutut kemudian ke tungkai bawah
3. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan gerakan pinggang saat batuk
atau mengejan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang
klien beristirahat berbaring
4. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal, kebas, atau sensasi
terbakar pada lengan dan tangan. Bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan
distribusi persarafan yang terlibat
5. Nyeri bertambah bila daerah 𝐿5 − 𝑆1 (garis antara dua Krista iliaka) ditekan. (Arif
Muttaqin, 2008, 351)

2.7 Komplikasi HNP


Walau jarang, HNP dapat menekan cauda equine yang terletak di punggung bawah
dan mengakibatkan komplikasi yang serius, seperti :
1. Disfungsi pengeluaran cairan dari kandung kemih, dimana penderita akan kesulitan
mengeluarkan urine atau tinja, hingga kemandulan secara seksual.
2. Menurunnya kemampuan beraktivitas, dikarenakan kondisi ini dapat memperburuk
gejala, seperti nyeri hebat, otot melemah, atau kaku.
3. Anestesi sadel, dimana penderita kehilangan kemampuan merasa atau sensasi di titik
seperti paha bagian dalam, tungkai belakang, dan sekitar dubur.
4. Kelumpuhan pada ekstermitas bawah.
5. Cedera medulla spinalis.
6. Radiklitis (iritasi akar saraf).
7. Parestese.
8. Disfungsi seksual.
9. Hilangnya fungsi pengosongan VU dan sisa pencernaan

2.8 Penatalaksanaan Medis HNP


1. Terapi konservatif
a. Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan
sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk, tungkai dalam sikap
fleksi pada sendi panggul dan lutut tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai
pegas/per, dengan demikian tempat tidur harus dari papan yang lurus dan ditutup
dengan lembar busa tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri punggung bawah
mekanik akut. Lama tirah baring bergantung pada berat ringannya gangguan yang
dirasakan penderita. Pada HNP, klien memerlukan tirah baring dalam waktu yang
lebih lama. Setelah tirah baring, klien melakukan latihan atau dipasang korset
untuk mencegah terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot
b. Kompres hangat/dingin
Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yang mudah dilakukan.
Untuk mengurangi spasme otot dan inflamasi. Beberapa pasien merasakan nyeri
hilang pada pengkompresan hangat, sedangkan yang lain pada pengkompresan
dingin.
c. Medikamentosa
1) Simptomatik
a) Analgesik dan NSAID ( Non Steroid Anti Inflamation Drug)
Obat ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
sehingga mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik : paracetamol,
Aspirin Tramadol. NSAID : Ibuprofen, Natrium diklofenak, Etodolak,
Selekoksib.
b) Obat pelemas otot (muscle relaxant)
bermanfaat bila penyebab HNP adalah spasme otot. Efek terapinya tidak
sekuat NSAID, seringkali di kombinasi dengan NSAID. Sekitar 30%
memberikan efek samping mengantuk. Contoh Tinazidin, Esperidone
dan Carisoprodol.
c) Opioid
Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang jauh
lebih aman. Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan
ketergantungan obat.
d) Kortikosteroid oral
Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi. Dipakai pada kasus
HNP yang berat dan mengurangi inflamasi jaringan.
e) Anelgetik ajuvan
Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme
nyeri pada HNP sesuai dengan neuropatik. Contohnya : amitriptilin,
Karbamasepin, Gabapentin.
f) Suntikan pada titik picu
Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anastesi
lokal dan kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik picu
disekitar tulang punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat yang
dipakai antara lain lidokain, lignokain, deksametason, metilprednisolon
dan triamsinolon.
g) Kortikosteroid (prednison, prednisolon)
h) Anti-inflamasi non-steroid (AINS) seperti piroksikan
i) Antidepresan trisiklik (amitriptilin)
j) Obat penenang minor (diazepam, klordiasepoksid)
2) Kausal, kolagenese
d. Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan permukaan
yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis

2. Terapi operatif
Terapi operatif dilakukan apabila dengan tindakan konservatif tidak
memberikan hasil yang nyata, kambuh berulang, atau terjadi defisit neurologis.
Terapi operatif pada pasien dilakukan jika:
a. Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.
b. Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisa, atau ada
gangguan fungsional setelah terapi konservatif diberikan selama 6 sampai 12
minggu.
c. Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien menyebabkan
keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun terapi konservatif yang
diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat menurunkan gejala dan memperbaiki
fungsi dari pasien.
d. Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu lama.
Intervensi bedah dapat beragam bergantung pada sifat masalah, usia, dan
disabilitas pasien:
a) Distectomy: Pengambilan sebagian diskus intervertabralis.
(1) Pengangkatan diskus yang menonjol (herniasi) dan menghubungkan
celah dengan tandur tulang (disektomi dengan fusi)
(2) Disektomi subtotal (parsial, bukan total) menurunkan herniasi ulang
setelah disektomi lumbal.
(3) Disektomi total dan penggantian dengan tandur tulang.
(4) Percutaneous distectomy: Pengambilan sebagian diskus intervertabralis
dengan menggunakan jarum secara aspirasi.
b) Spinal fusion dan sacroiliac joint fusion: Penggunaan graft pada vertebra
sehingga terbentuk koneksi yang rigid diantara vertebra sehingga terjadi
stabilitas.
c) Foraminotomi: membuka ruang di dalam foramen untuk membuat ruang
yang lebih besar untuk diskus yang membesar atau menonjol (herniasi)
sehingga mengurangi kompresi dan meredakan nyeri.
d) Laminektomi atau hemi-leminektomi: eksisi semua atau sebagian lengkung
posterior vertebra untuk meredakan nyeri.
e) Fusi paddat, dengan atau tanpa leminektomi, yang membatasi mobilitas
spinal.
f) Penggantian diskus total dengan alat prostetik, yang menyebabkan
komplikasi terkait dengan alat tertentu (migrasi, alat polietilen yang ditanam
terdorong keluarm device wear, degenerasi, dan osifikasi di sekitar alat,
penyakit partikel).
3. Rehabilitasi
a. Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula
b. Agar tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan
sehari-hari (the activity of daily living)
c. Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kemih, dan
sebagainya. (Arif Muttaqin, 2008, 359)

2.9 Pemeriksaan Penunjang HNP


1. Rontgen foto lumbosakral
a. Tidak banyak ditemukan kelainan
b. Kadang-kadang didapatkan artrosis, menunjang tanda-tanda deformitas vertebra
c. Penyempitan diskus intervertebralis
d. Untuk menentukan kemungkinan nyari karena spondilitis, norplasma atau infeksi
progen
2. Cairan serebrospinal
a. Biasanya normal
b. Jika didapatkan blok akan terjadi prot, indikasi operasi
3. EMG
Terlihat potensial pada kanalis vertebralis
4. Elektroneuromiografi (ENMG)
Untuk mengetahui radiks yang terkena atau melihat adanya polineuropati
5. Temografi scan
Melihat gambaran vertebra dan jaringan disekitarnya termasuk diskus intervertebralis.
6. MRI
Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protrusi diskus kecil. Apabila secara klinis tidak
didapatkan pada MRI maka pemeriksaan CT Scan dan mielogram dengan kontras dapat
dilakukan untuk melihat derajat gangguan pada diskus vertebralis
7. Mielografi
Mielografi adalah pemeriksaan dengan bahan kontras melalui tindakan lumbal pungsi
dan pemotretan dengan sinar tembus. Dilakukan apabila diketahui adanya penyumbatan
hambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan HNP
8. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk menilai komplikasi
cedera tulang belakang terhadap orang lain. (kecil (fibrolasi) di daerah radiks yang
terganggu
b. Kecepatan konduksi menurun
9. Iskografi
Pemeriksaan diskus dilakukan menggunakan kontras untuk melihat seberapa besar
daerah diskus yang keluar Arif Muttaqin, 2008, 358)

2.10 Asuhan Keperawatan HNP


1. Pengkajian Keperawatan HNP
Pengumpulan data subjektif dan objektif pada klien dengan gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan HNP bergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri, dan
adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan HNP meliputi
anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian
psikososial
A. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register,
diagnosis medis. HNP terjadi pada umur pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin
pria dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat benda berat atau mendorong benda
berat)
B. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah nyeri pada punggung bawah
P : adanya riwayat trauma (mengangkat atau mendorong benda berat)
Q : sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat, mendenyut, seperti kena api,
nyeri tumpul yang terus-menerus. Kaji penyebaran nyeri, apakah bersifat nyeri
radikular atau nyeri acuan (referred pain). Nyeri bersifat menetap, atau hilang
timbul, semakin lama semakin nyeri. Nyeri bertambah hebat karena adanya faktor
pencetus seperti gerakan gerakan pinggang batuk atau mengedan, berdiri atau
duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang bila di buat istirahat
berbaring. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring keduduk, nyeri mulai dari pantat
dan terus menjalar ke bagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. Nyeri
bertambah bila ditekan daerah L5 − S1 (garis antara dua Kkrista iliaka)
R : letak atau lokasi nyeri. Minta klien menunjukkan nyari dengan setepat-tepatnya
sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
S : pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas tubuh,
posisi yang bagaimana yang dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat nyeri.
Aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, menuruni tangga,
menyapu, dan gerakan yang mendesak. Obat-obatan yang sedang diminum seperti
analgesik, berapa lama klien menggunakan obat tersebut
T : sifatnya akut, sub-akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap, hilang
timbul, semakin lama semakin nyeri. Nyeri pinggang bawah yang intermiten
(dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun)
C. Riwayat penyakit saat ini
Kaji adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau mendorong benda yang
berat. Pengkajian yang didapat meliputi keluhan paraparesis flasid, parestesia, dan
retensi urine. Keluhan nyeri pada punggung bawah, di tengah-tengah area pantat dan
betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Klien sering mengeluh kesemutan (parastesia)
atau baal bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang
terlibat.
Pengkajian riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronis, yang juga bisa
menimbulkan nyeri punggung bawah yang keluhannya hampir mirip dengan keluhan
nyeri HNP sangat diperlukan untuk penegakan masalah klien lebih komprehensif dan
memberikan dampak terhadap intervensi keperawatan selanjutnya
D. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah klien pernah menderita
tuberkulosis tulang, osteomielitis, keganasan (mieloma multipleks) dan metabolik
(osteoporosis) yang semua penyakit ini sering berhubungan dengan kejadian dan
meningkatkan risiko terjadinya herniasi nukleus pulposus (HNP).
Pengkajian lainnya adalah menanyakan adanya riwayat hipertensi, riwayat
cedera tulang belakang, diabetes melitus, dan penyakit jantung. Pengkajian ini berguna
sebagai data untuk melakukan tindakan lainnya dan menghindari komplikasi
E. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan
diabetes melitus
F. Pengkajian psikososial spiritual
Pengertian mekanisme koping yang digunakan klien perlu dilakukan untuk
menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat, dan respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Apakah klien mengalami dampak yang timbul akibat penyakit seperti ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan kita tubuh)
Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan
manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang mengalami gangguan pada tulang
belakang. Semakin lama klien menderita paraparese tersebut, maka mungkin akan
bermanifestasi pada koping yang tidak efektif.
Adanya perubahan hubungan dan peran disebabkan oleh karena klien mengalami
kesulitan dalam beraktivitas mengakibatkan ketidakmampuan dalam status ekonomi.
Pola persepsi dan konsep diri yang ditemukan adalah klien merasa tidak berdaya, tidak
ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif
Karena klien harus menjalani rawat inap maka perawat harus mengkaji apakah
keadaan ini akan memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan
dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Pengobatan HNP yang
memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga. Hal ini dapat memengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga. Perawat juga melakukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif
Keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah yaitu keterbatasan yang
diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan
rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi klien dengan gangguan neurologis
di dalam sistem dukungan individu
G. Pemeriksaan fisik
Setelah dilakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan pada sistem dan terarah (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) dan dihubungkan
dengan keluhan klien
H. Keadaan umum
Pada HNP keadaan umum biasanya tidak mengalami penurunan kesadaran.
Adanya perubahan pada tanda vital meliputi bradikardi, hipotensi yang berhubungan
dengan penurunan aktivitas karena adanya paraparese.
1. B1 (Breathing)
Jika tidak mengganggu sistem pernafasan biasanya pada pemeriksaan :
a) Inspeksi, ditemukan klien tidak mengalami batuk, tidak sesak nafas, dan
frekuensi pernafasan normal
b) Palpasi, ditemukan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
c) Perkusi, ditemukan adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
d) Auskultasi, ditemukan tidak terdengar bunyi nafas tambahan
2. B2 (Blood)
Bila tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskuler, biasanya kualitas dan
frekuensi nadi normal, tekanan darah normal. Pada auskultasi, tidak ditemukan
bunyi jantung tambahan
3. B3 (Brain)
Pengkajian B3 brain merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
Inspeksi umum. Kurvatura yang berlebihan, pendaftaran arkus lumbal, adanya
angulus, pelvis yang miring/asimetris, muskulatur paravertebral atau pantat yang
asimetris, postur tungkai yang abnormal. Hambatan pada pergerakan punggung,
pelvis, dan tungkai selama bergerak.
I. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis
J. Pemeriksaan fungsi serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik. Status mental klien
yang telah lama menderita HNP biasanya mengalami perubahan
K. Pemeriksaan saraf kranial
1. Saraf I. Biasanya pada klien HNP tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak
ada kelainan
2. Saraf II. Hasil tes ketajaman penglihatan biasanya normal
3. Saraf III, IV, dan VI. Klien biasanya tidak mengalami gangguan mengangkat
kelopak mata, pupil isokor
4. Saraf V. Pada klien HNP umumnya tidak ditemukan paralisis pada otot wajah dan
refleks kornea biasanya tidak ada kelainan
5. Saraf VII. Persepsi pengucapan dalam batas normal, wajah simetris.
6. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
7. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik
8. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
9. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.
Indra pengecapan normal
L. Sistem motoric
1. Kaji kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari, dan
jari lainnya dengan meminta klien melakukan gerak fleksi dan ekstensi lalu
menahan gerakan tersebut
2. Ditemukan atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan
kanan dan kiri
3. Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu
M. Pemeriksaan reflex
1. Refleks achilles pada HNP L4 − L5 negatif
2. Refleks lutut/patella pana HNP L4 − L5 negatif
N. Sistem sensorik
Lakukan pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam, dan rasa getar
(vibrasi) untuk menentukan dermatom yang terganggu sehingga dapat ditentukan pula
radiks yang terganggu. Palpasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau
halus sehingga tidak membingungkan klien. Palpasi dilakukan pada daerah yang
ringan rasa nyerinya ke arah yang paling terasa nyeri
1. B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik, termasuk berat jenis
urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal
2. B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan asupan nutrisi yang
kurang. Lakukan pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada
tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah. Hal ini dapat menunjukkan
adanya dehidrasi
3. B6 (Bone)
Adanya kesulitan dalam beraktivitas dan menggerakkan badan karena adanya
nyeri, kelemahan, kehilangan sensorik, dan mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.
a. Inspeksi kurvatura yang berlebihan, pendaftaran arkus lumbal, adanya
angulus, pelvis yang miring/asimetris muskulatur paravertebral atau bokong
yang asimetris, postur tubuh yang abnormal. Adanya kesulitan atau hambatan
dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak.
b. Palpasi ketika meraba kolumna vertebralis cari kemungkinan adanya deviasi
ke lateral atau anteroposterior. Palpasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya
ke arah yang paling terasa nyeri. (Arif Muttaqin, 2008, 352)

ANALISA DATA
NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM
1 DS :
DO :
2 DS :
DO :
3 DS :
DO :
4 DS :
DO :
5 DS :
DO :
6 DS :
DO :

2. Diagnosa Keperawatan HNP


Diagnosa keperawatan dan intervensi pada pasien Herniasi Nukleus Pulposus
menurut (Arif Muttaqin, 2008, 360), antara lain:
1. Nyeri b.d penjepitan saraf pada diskus intervertebralis, tekanan di daerah distribusi
ujung saraf
2. Risiko tinggi trauma b.d hambatan mobilitas fisik, kesulitan atau hambatan dalam
melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai
3. Defisit perawatan diri b.d kelemahan neuromuskular menurunnya kekuatan dan
kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot
4. Resiko gangguan integritas kulit b.d imobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer,
tirah baring lama
5. Koping individu tidak efektif b.d ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan,
kehilangan/perubahan dalam pekerjaan
6. Cemas b.d ancaman kondisi sakit dan perubahan kesehatan.

3. Intervensi Keperawatan

4. Implementasi HNP
Pelaksanaan merupakan tindakan mandiri dasar berdasarkan ilmiah, masuk akal
dalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang diantisipasi berhubungan dengan
diagnosa keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan merupakan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Tindakan yang dilakukan dapat berupa tindakan mandiri maupun kolaborasi. Dalam
pelaksanaan langkah-langkah yang dilakukan adalah mengkaji kembali keadaan klien,
validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta
menetapkan strategi tindakan yang akan dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan
tindakan semua tindakan yang dilakukan pada klien dan respon klien pada setiap tindakan
keperawatan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian
yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan respon
klien serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.

5. Evaluasi HNP
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan
anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan,
patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan
dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan lunak
diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nukleus Pulposus) mengalami tekanan
dan pecah, sehingga terjadi penyempitan dan terjepitnya urat-urat saraf yang melalui tulang
belakang kita. Saraf terjepit lainnya di sebabkan oleh keluarnya nukleus pulposus dari
diskus melalui robekan annulus fibrosus keluar menekan medullas pinalis atau mengarah ke
dorsolateral menekan saraf spinalis sehingga menimbulkan rasa nyeri yang hebat.
Hernia Nukelus Pulposus (HNP) merupakan suatu gangguan yang melibatkan ruptur
annulus fibrosus sehingga nucleus pulposis menonjol (bulging) dan menekan kearah kanalis
spinalis.

3.2. Saran
Demikian makalah yang telah kami buat, jika ada kekurangan dalam pembuatan
makalah ini, kami mohon maaf. Kami juga memohon untuk saran dan kritik untuk makalah
kami apabila ada yang kurang berkenan.
DAFTAR PUSTAKA

Hurst, Marlene. 2016. Belajar Mudah Keperawatan Medikal-Bedah Vol 1. Jakrta: EGC

Kowalak, Jennifer P., dkk. 2016. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Price, Sylvia A., dan Lorraine, M. Wilson. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai