DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. M.SOFYANDI
2. MUH.EFENDI JAYADI
3. NISA SURYANA
4. ROSDIATUN
5. SISKA WATI
6. TANIA HARATI RAHMAN
7. VERISA FAULANI
8. YUNI ALFIANA
Assalamualaikum, wr.wb…
Segala puji dan rasa syukur tak lupa kami panjatkan kepada Allah swt. Karena
nikmat yang diberikan, terutama nikmat sehat jasmani dan rohani serta nikmat iman
dan islam. Karena nikmat-Nya itulah kami bisa menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hernia Nukleus Pulposus” tepat pada waktunya dengan baik dan benar
serta sesuai prosedur. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas kelompok
yang di berikan beliau kepada kami sebagai materi kuliah Keperawatan Medikal
Bedah III yang harus di pahami dan di mengerti maksudnya.
Kami menyadari segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini baik secara
materi maupun dalam penggunaan kata bahasanya. Oleh sebab itu demi
kesempurnaan dan perbaikan dalam penyusunan makalah ini, kami menerima kritik
dan saran dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat dalam proses belajar dan
mengajar
Wassalamu’alaikum wr.wb
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER.........................................................................................................................
KATA PENGATAR.....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................
1.1 Latar belakang
2.1 Rumusan Masalah
3.1 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Anatomi Muskuloskeletal
2.2. Definisi HNP (Herniasus Nukleus Pulposus)
2.3. Etiologi HNP
2.4. Patofisiologi HNP
2.5. Phatway HNP
2.6. Manifestasi Klinis HNP
2.7. Komplikasi HNP
2.8. Penatalaksanaan Medis HNP
2.9. Pemeriksaan Penunjang HNP
2.10. Asuhan Keperawatan HNP
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
HNP Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penyakit yang disebabkan oleh
trauma atau perubahan degeneratif yang menyerang massa nukleus pada daerah vertebra
L4-L5, L5-S1, atau C5-C6 yang menimbulkan nyeri punggung bawah yang berat, kronik
dan berulang atau kambuh ( Doenges, 1999).
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5-S1 kemudian pada C5-C6 dan paling
jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja tapi
kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun. Insiden terbanyak adalah pada kasus
Hernia Lumbo Sakral lebih dari 90 %, dan diikuti oleh kasus Hernia Servikal 5-10 % .
Pasien HNP lumbal seringkali mengeluh rasa nyeri menjadi bertambah pada saat
melakukan aktifitas seperti duduk lama, membungkuk, mengangkat benda yang berat, juga
pada saat batuk, bersin dan mengejan. Rose dan Engstorm menyebutkan bahwa nyeri yang
bertambah pada saat batuk, bersin dan mengejan di sebabkan oleh peningkatan tekanan
intratekal yang transien sepanjang durameter. Wiener mendapatkan sekitar 48-84 % pasien
HNP lumbal mengalami rasa nyeri yang bertambah saat batuk, bersin dan mengejan.
Menjelang usia meningkat setelah 20 tahun, mulailah terjadi perubahan-perubahan
pada anulus fibrosus dan nukleus pulposus. Pada beberapa tempat serat-serat fibroelastik
terputus dan sebagian rusak diganti oleh jaringan kolagen. Proses ini berlangsung terus-
menerus sehingga dalam anulus fibrosus terbentuk rongga-rongga. Nukleus pulposus akan
melakukan infiltrasi ke dalam rongga-rongga tersebut dan juga mengalami perubahan
berupa penyusutan kadar air. Jadi terciptalah suatu keadaan dimana disatu pihak volume
materi nukleus pulposus berkurang dan dipihak lain volume rongga antar vertebrae
bertambah sehingga terjadilah penurunan tekanan intradiskal yang mengakibatkan nukleus
pulposus menonjol.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Nukleus pulposus yang mengalami herniasi ini dapat menekan nervus di dalam
medulla spinalis jika menembus dinding diskus (annulus fibrosus); hal ini dapat
menyebabkan nyeri, rasa tebal, rasa keram, atau kelemahan. Rasa nyeri dari herniasi ini
dapat berupa nyeri mekanik, yang berasal dari diskus dan ligamen; inflamasi, nyeri yang
berasal dari nucleus pulposus yang ekstrusi menembus annulus dan kontak dengan suplai
darah; dan nyeri neurogenik, yang berasal dari penekanan pada nervus.
2.3 Etiologi HNP
HNP biasanya disebabkan oleh kerusakan akibat penggunaan selama bertahun-tahun
dengan sedikit retakan di annulus yang melemahkan cincin kartilago suportif. Kemudian
pada suatu hari ketika indivdu tersebut bersin, tiba-tiba terjadi herniasi. Trauma akut akibat
jatuh atau pukulan ke punggung atau leher juga dapat menyebabkan herniasi mendadak.
Penyebab HNP antaralain karena trauma atau regangan (strain) yang berat dan
degenerasi sendi intervertebralis. Pada kebanyakan klien gejala trauma bersifat singkat.
Gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan
atau tahun. Kemudian pada generasi diskus, kapsulnya terdorong ke arah medula spinalis,
atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural
atau terhadap saraf spinal saat muncul dari columna spinal. (Arif Muttaqin, 2008, 349).
Faktor resiko yang meningkatkan seseorang mengalami HNP :
a. Usia
Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena annulus fibrosus lama kelamaan
akan hilang elastisitasnya sehingga menjadi kering dan keras, menyebabkan annulus
fibrosus mudah berubah bentuk dan ruptur.
b. Trauma
Terutama trauma yang memberikan stress terhadap columna vertebralis, seperti jatuh.
c. Pekerjaan
Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat dan cara mengangkat barang
yang salah, meningkatkan risiko terjadinya HNP
d. Gender
Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1), hal ini terkait pekerjaan dan
aktivitas yang dilakukan pada pria cenderung ke aktifitas fisik yang melibatkan columna
vertebralis.
jari kelima kaki berkurang dan refleks achiler negatif. Pada HNP lateral rasa nyeri
dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian
lateral, dan didorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks patella
negatif. Sensibilitas dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena menurun.
Gejala yang sering muncul adalah :
1. Nyeri pinggang bawah (lumbal atau servikal) yang intermiten (dalam beberapa minggu
sampai beberapa tahun). Nyeri menjalar sesuai dengan distribusi saraf skiatik
2. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus
menjalar ke bagian belakang lutut kemudian ke tungkai bawah
3. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan gerakan pinggang saat batuk
atau mengejan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang
klien beristirahat berbaring
4. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal, kebas, atau sensasi
terbakar pada lengan dan tangan. Bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan
distribusi persarafan yang terlibat
5. Nyeri bertambah bila daerah (garis antara dua Krista iliaka) ditekan. (Arif
2. Terapi operatif
Terapi operatif dilakukan apabila dengan tindakan konservatif tidak
memberikan hasil yang nyata, kambuh berulang, atau terjadi defisit neurologis.
Terapi operatif pada pasien dilakukan jika:
a. Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.
b. Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisa, atau ada
gangguan fungsional setelah terapi konservatif diberikan selama 6 sampai 12
minggu.
c. Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien menyebabkan
keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun terapi konservatif yang
diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat menurunkan gejala dan memperbaiki
fungsi dari pasien.
d. Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu lama.
Intervensi bedah dapat beragam bergantung pada sifat masalah, usia, dan
disabilitas pasien:
a) Distectomy: Pengambilan sebagian diskus intervertabralis.
(1) Pengangkatan diskus yang menonjol (herniasi) dan menghubungkan
celah dengan tandur tulang (disektomi dengan fusi)
(2) Disektomi subtotal (parsial, bukan total) menurunkan herniasi ulang
setelah disektomi lumbal.
(3) Disektomi total dan penggantian dengan tandur tulang.
(4) Percutaneous distectomy: Pengambilan sebagian diskus intervertabralis
dengan menggunakan jarum secara aspirasi.
b) Spinal fusion dan sacroiliac joint fusion: Penggunaan graft pada vertebra
sehingga terbentuk koneksi yang rigid diantara vertebra sehingga terjadi
stabilitas.
c) Foraminotomi: membuka ruang di dalam foramen untuk membuat ruang
yang lebih besar untuk diskus yang membesar atau menonjol (herniasi)
sehingga mengurangi kompresi dan meredakan nyeri.
d) Laminektomi atau hemi-leminektomi: eksisi semua atau sebagian lengkung
posterior vertebra untuk meredakan nyeri.
e) Fusi paddat, dengan atau tanpa leminektomi, yang membatasi mobilitas
spinal.
f) Penggantian diskus total dengan alat prostetik, yang menyebabkan
komplikasi terkait dengan alat tertentu (migrasi, alat polietilen yang ditanam
terdorong keluarm device wear, degenerasi, dan osifikasi di sekitar alat,
penyakit partikel).
3. Rehabilitasi
a. Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula
b. Agar tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan
sehari-hari (the activity of daily living)
c. Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kemih, dan
sebagainya. (Arif Muttaqin, 2008, 359)
R : letak atau lokasi nyeri. Minta klien menunjukkan nyari dengan setepat-tepatnya
sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
S : pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas tubuh,
posisi yang bagaimana yang dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat nyeri.
Aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, menuruni tangga,
menyapu, dan gerakan yang mendesak. Obat-obatan yang sedang diminum seperti
analgesik, berapa lama klien menggunakan obat tersebut
T : sifatnya akut, sub-akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap, hilang
timbul, semakin lama semakin nyeri. Nyeri pinggang bawah yang intermiten
(dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun)
3. Riwayat penyakit saat ini
Kaji adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau mendorong benda yang
berat. Pengkajian yang didapat meliputi keluhan paraparesis flasid, parestesia, dan
retensi urine. Keluhan nyeri pada punggung bawah, di tengah-tengah area pantat dan
betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Klien sering mengeluh kesemutan (parastesia)
atau baal bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang
terlibat.
Pengkajian riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronis, yang juga bisa
menimbulkan nyeri punggung bawah yang keluhannya hampir mirip dengan keluhan
nyeri HNP sangat diperlukan untuk penegakan masalah klien lebih komprehensif dan
memberikan dampak terhadap intervensi keperawatan selanjutnya
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah klien pernah menderita
tuberkulosis tulang, osteomielitis, keganasan (mieloma multipleks) dan metabolik
(osteoporosis) yang semua penyakit ini sering berhubungan dengan kejadian dan
meningkatkan risiko terjadinya herniasi nukleus pulposus (HNP).
Pengkajian lainnya adalah menanyakan adanya riwayat hipertensi, riwayat
cedera tulang belakang, diabetes melitus, dan penyakit jantung. Pengkajian ini berguna
sebagai data untuk melakukan tindakan lainnya dan menghindari komplikasi
5. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan
diabetes melitus
6. Pengkajian psikososial spiritual
Pengertian mekanisme koping yang digunakan klien perlu dilakukan untuk
menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat, dan respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Apakah klien mengalami dampak yang timbul akibat penyakit seperti ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan kita tubuh)
Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan
manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang mengalami gangguan pada tulang
belakang. Semakin lama klien menderita paraparese tersebut, maka mungkin akan
bermanifestasi pada koping yang tidak efektif.
Adanya perubahan hubungan dan peran disebabkan oleh karena klien mengalami
kesulitan dalam beraktivitas mengakibatkan ketidakmampuan dalam status ekonomi.
Pola persepsi dan konsep diri yang ditemukan adalah klien merasa tidak berdaya, tidak
ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif
Karena klien harus menjalani rawat inap maka perawat harus mengkaji apakah
keadaan ini akan memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan
dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Pengobatan HNP yang
memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga. Hal ini dapat memengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga. Perawat juga melakukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif
Keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah yaitu keterbatasan yang
diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan
rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi klien dengan gangguan neurologis
di dalam sistem dukungan individu
7. Pemeriksaan fisik
Setelah dilakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan pada sistem dan terarah (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) dan dihubungkan
dengan keluhan klien
8. Keadaan umum
Pada HNP keadaan umum biasanya tidak mengalami penurunan kesadaran.
Adanya perubahan pada tanda vital meliputi bradikardi, hipotensi yang berhubungan
dengan penurunan aktivitas karena adanya paraparese.
1. B1 (Breathing)
Jika tidak mengganggu sistem pernafasan biasanya pada pemeriksaan :
a) Inspeksi, ditemukan klien tidak mengalami batuk, tidak sesak nafas, dan
frekuensi pernafasan normal
b) Palpasi, ditemukan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
c) Perkusi, ditemukan adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
d) Auskultasi, ditemukan tidak terdengar bunyi nafas tambahan
2. B2 (Blood)
Bila tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskuler, biasanya kualitas dan
frekuensi nadi normal, tekanan darah normal. Pada auskultasi, tidak ditemukan
bunyi jantung tambahan
3. B3 (Brain)
Pengkajian B3 brain merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
Inspeksi umum. Kurvatura yang berlebihan, pendaftaran arkus lumbal, adanya
angulus, pelvis yang miring/asimetris, muskulatur paravertebral atau pantat yang
asimetris, postur tungkai yang abnormal. Hambatan pada pergerakan punggung,
pelvis, dan tungkai selama bergerak.
9. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis
10. Pemeriksaan fungsi serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik. Status mental klien
yang telah lama menderita HNP biasanya mengalami perubahan
11. Pemeriksaan saraf kranial
1. Saraf I. Biasanya pada klien HNP tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak
ada kelainan
2. Saraf II. Hasil tes ketajaman penglihatan biasanya normal
3. Saraf III, IV, dan VI. Klien biasanya tidak mengalami gangguan mengangkat
kelopak mata, pupil isokor
4. Saraf V. Pada klien HNP umumnya tidak ditemukan paralisis pada otot wajah dan
refleks kornea biasanya tidak ada kelainan
5. Saraf VII. Persepsi pengucapan dalam batas normal, wajah simetris.
6. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
7. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik
8. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
9. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.
Indra pengecapan normal
12. Sistem motoric
1. Kaji kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari, dan
jari lainnya dengan meminta klien melakukan gerak fleksi dan ekstensi lalu
menahan gerakan tersebut
2. Ditemukan atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan
kanan dan kiri
3. Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu
13. Pemeriksaan reflex
B. ANALISA DATA
NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM
1 DS : mengeluh nyeri Trauma dan stres fisik Nyeri Akut
DO :
1. Tampak meringis Rupture diskus
2. Bersikap protektif
(mis. Waspada, Aliran darah ke diskus
posisi menghindari berkurang, respon beban
nyeri) yang berat, ligamentum
3. Gelisah longitudinalis post
4. Frekuensi nadi menyempit
meningkat
5. Sulit tidur Pemisahan lempeng tulang
rawan dari korpus vertebra
yang berdekatan
Reaksi peradangan
Syok spinal
Nyeri akut
Disfungsi persepsi
spasial dan kehilangan
sensorik
Perubahan persepsi
sensorik
Reaksi peradangan
Syok spinal
Penurunan tingkat
kesadaran
Ansietas
D. Intervensi Keperawatan
Diagnose Tujuan/ kreteria hasil Intervensi
E. Implementasi HNP
Pelaksanaan merupakan tindakan mandiri dasar berdasarkan ilmiah, masuk akal
dalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang diantisipasi berhubungan dengan
diagnosa keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan merupakan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Tindakan yang dilakukan dapat berupa tindakan mandiri maupun kolaborasi. Dalam
pelaksanaan langkah-langkah yang dilakukan adalah mengkaji kembali keadaan klien,
validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta
menetapkan strategi tindakan yang akan dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan
tindakan semua tindakan yang dilakukan pada klien dan respon klien pada setiap tindakan
keperawatan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian
yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan respon
klien serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.
F. Evaluasi HNP
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan
anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan,
patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan
dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan lunak
diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nukleus Pulposus) mengalami tekanan
dan pecah, sehingga terjadi penyempitan dan terjepitnya urat-urat saraf yang melalui tulang
belakang kita. Saraf terjepit lainnya di sebabkan oleh keluarnya nukleus pulposus dari
diskus melalui robekan annulus fibrosus keluar menekan medullas pinalis atau mengarah ke
dorsolateral menekan saraf spinalis sehingga menimbulkan rasa nyeri yang hebat.
Hernia Nukelus Pulposus (HNP) merupakan suatu gangguan yang melibatkan ruptur
annulus fibrosus sehingga nucleus pulposis menonjol (bulging) dan menekan kearah kanalis
spinalis.
3.2. Saran
Demikian makalah yang telah kami buat, jika ada kekurangan dalam pembuatan
makalah ini, kami mohon maaf. Kami juga memohon untuk saran dan kritik untuk makalah
kami apabila ada yang kurang berkenan.
DAFTAR PUSTAKA
Hurst, Marlene. 2016. Belajar Mudah Keperawatan Medikal-Bedah Vol 1. Jakrta: EGC
Kowalak, Jennifer P., dkk. 2016. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem