OLEH
Lasari Triska
2350321085
CIMAHI
2023
Rumah Sakit Tgl : Nilai Tgl : Nilai Rata-rata
R. Kemuning Paraf CI Paraf Dosen
A. KONSEP TEORI
1. Definisi
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi
dan struktur radiks atau kerusakan pada akar saraf di sekitar area tulang belakang.
Radikulopati lumbal merupakan sekelompok penyakit, yakni gangguan pada akar
dorsal ganglia yang diakibatkan oleh herniasi cakram lumbal, degenerasi vertebra
tulang belakang, dan penyempitan foramen yang gejalanya meliputi nyeri
punggung bawah yang menjalar ke ekstremitas bawah dalam pola dermatom
(Arga et al., 2023)
2. Etiologi
Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radikulopati, yaitu proses
kompresif, proses inflamasi, dan proses degeneratif sesuai dengan struktur dan
lokasi terjadinya proses patologis (Arga et al., 2023)
a. Proses Kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan
radikulopati adalah :
1) Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
2) Dislokasi traumatik
3) Fraktur kompresif
4) Skoliosis
5) Tumor medulla spinalis
6) Neoplasma tulang
7) Spondilosis
b. Proses Inflamasi
Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radikulopati adalah :
1) Guillain – Barré syndrome
2) Herpes Zoster
c. Proses Degeneratif. Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah diabetes mellitus.
3. Klasifikasi
Terdapat klasifikasi radikulopati yaitu (Arga et al., 2023) :
a. Radikulopati Lumbar
Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah
lumbar yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal.
Radikulopati lumbar sering juga disebut siatika. Pada radikulopati lumbar,
keluhan nyeri punggung bawah (low back pain) sering didapatkan.
b. Radikulopati Servikal
Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan “saraf terjepit”
merupakan kompresi pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada
radikulopati servikal seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.
c. Radikulopati Torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari
kompresi saraf pada punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak
membengkok seperti pada daerah lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area
toraks lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering
ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes zoster.
4. Patofisiologi
Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis
Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih
sering terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar untuk
menahan bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan jaringan lunaknya
lebih besar dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia
lebih awal seperti pada masa remaja dengan degenerasi nukleus pulposus yang
diikuti protusi atau ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah
protusi ke posterior, medial, atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah
robekan nukleus fibrosus.
Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radiks.
Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan
riwayat trauma sebelumnya. Bila proses ini berlangsung secara progresif dapat
terbentuk osteofit. Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan,
kemudian terjadi penebalan dari ligamentum flavum.
Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang
vertebra lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan
membentuk “trefoil axial shape”. Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan
proses penuaan. Stenosis kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki
pekerja usia tua. Kelainan pada diktus vertebra lumbalis hanya merupakan salah
satu penyebab gangguan vertebra lumbalis (Arga et al., 2023).
PATHWAY
Masalah musculoskeletal,
trauma, masalah pelvis,
tumor
Kontraksi punggung
Takut
Mobilitas fisik terganggu
bergerak Fibri kartilago padat dan
tidak teratur
Gangguan Mobilitas
Aktivitas terganggu
Fisik
Penonjolan
diskus/kerusakan
Perawatan diri kurang sendi pusat
a. Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka yang menjalar hingga ke bokong, paha,
betis, dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava Maneuvers (seperti :
batuk, bersin, atau mengedan saat defekasi).
b. Pada rupture diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita
sedang duduk atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita akan menjaga
lututnya dalam keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya pada bokong
yang berlawanan. Ketika akan berdiri, penderita menopang dirinya pada sisi
yang sehat, meletakkan tangannya di punggung, menekuk tungkai yang
terkena (Minor’s Sign). Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya
penderita merasa nyaman dengan berbaring terlentang disertai fleksi sendi
coxae dan lutut, serta bahu disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis
lumbal.
c. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot
punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis
torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area
yang sakit, dan punggung akan bungkuk ke depan dan kearah yang sakit
untung menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia
sangat berat, pasien akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan
dengan bertumpu pada jari kaki (karena dorsofleksi kaki menyebabkan
stretching pada saraf, sehingga memperburuk nyeri). Pasien membungkuk ke
depan, berjalan dengan langkah kecil dan semifleksi sendi lutut, disebut Neri’s
Sign.
d. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,
paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon.
6. Komplikasi
Radikulopati lumbal yang tidak diobati atau berkembang dapat mengakibatkan
kemungkinan komplikasi yang meliputi (Arif, 2018) :
a. Peradangan yang berkepanjangan dapat menyebabkan cairan menekan saraf,
sehingga dapat mengakibatkan kerusakan saraf.
b. Penurunan kualitas hidup dapat terjadi.
c. Hilangnya kontrol urin dan usus dapat terjadi. Sindrom Cauda Equina
melibatkan akar saraf, terutama yang mengontrol fungsi usus dan kandung
kemih, menjadi terkompresi dan menghentikan sensasi dan gerakan. Ini
biasanya memerlukan pembedahan darurat.
d. Nyeri kronis dapat berkembang karena radikulopati lumbal yang tidak
membaik.
e. Jika radikulopati lumbal berkembang, atrofi otot dapat terjadi akibat kerusakan
saraf.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada radikulopati yaitu (Arif, 2018) :
a. Radiografi atau Foto Polos Roentgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya
kelainan structural.
b. MRI
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi
kelainan diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi
medulla spinalis dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui
beratnya perubahan degenerative pada diskus intervertebra. MRI memiliki
keunggulan dibandingkan dengan CT-Scan, yaitu adanya potongan sagital dan
dapat memberikan gambaran hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf
yang jelas sehingga MRI merupakan prosedur skrining yang ideal untuk
menyingkirkan diagnose banding gangguan structural pada medulla spinalis
dan radiks saraf.
c. ST-Scan
CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra
dengan baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus
intervertebra. Namun demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa myelography
dalam mendeteksi herniasi masih kurang bila dibandingkan dengan MRI
d. Myelography
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama
elemen osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena
melibatkan penetrasi pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram
dilakukan sebagai tes preoperative dan seringkali dilakukan bersamaan dengan
CT-Scan.
e. Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)
NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau
untuk menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau
saraf tunggal. Selain itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi
kompresi radiks saraf. Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara
pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.
f. Laboratorium
1) Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid,
fosfatase alkali/asam, dan kalsium.
2) Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.
8. Penatalaksanaan Klinik
Penatalaksanaan klinik radikulopati yaitu (Arga et al., 2023) :
a. Terapi Non Farmakologi
1) Akut
a) Imobilisasi
b) Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
c) Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
d) Pemijatan
e) Traksi (tergantung kasus)
f) Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)
2) Kronik
a) Terapi psikologis
b) Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)
c) Latihan kondisi otot
d) Rehabilitasi vokasional
e) Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
b. Terapi Farmakologi
1) NSAIDs
Contoh : Ibuprofen
Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan cara
menurunkan sintesis prostaglandi
2) Tricyclic Antidepressants
Contoh : Amitriptyline
Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan / atau norepinefrin
oleh membran saraf presynaptic, dapat meningkatkan konsentrasi sinaptik
dalam SSP. Berguna sebagai analgesik untuk nyeri kronis dan neuropatik
tertentu.
3) Muscle Relaxants
Contoh : Cyclobenzaprine
Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara sentral dan
menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik somatic yang
mempengaruhi baik neuron motor alfa maupun gamma.
4) Analgesik
Contoh : Tramadol (Ultram)
Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah persepsi
serta respon terhadap nyeri, menghambat reuptake norepinefrin dan
serotonin
c. Invasif Bedah
1) Blok saraf dengan anestetik local
2) Injeksi steroid (metilprednisolone) pada epidural untuk mengurangi
pembengkakan sehingga menurunkan kompresi radiks saraf
d. Bedah (pada HNP)
Indikasi :
1) Skiatika dengan terapi konservatif selama > 4 minggu : nyeri berat,
menetap, dan progresif
2) Defisit neurologis memburuk
3) Sindroma kauda
4) Stenosis kanal (setelah terapi konservatif tidak berhasil)
5) Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologis
dan radiologi
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada pasien low back pain lebih berfokus kepada gangguan
muskuloskeletas dan keluhan nyeri yang dirasakan dan dikeluhkan pasien (Arif,
2018). Uraian pengkajian tersebut sebagai berikut:
1. Pengkajian
a. Identistas Klien.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, bangsa, alamat.
b. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengatakan nyeri punggung akut maupun kronis lebih dari 2
bulan, nyeri pada daerah punggung, nyeri menyebar kebagian bawah kaki.
c. Riwayat Penyakit Sekarang.
Tanyakan pada klien sejak kapan keluhan dirasakan, kapan timbulnya keluhan
& apakah menetap atau hilang timbul', hal apa yang mengakibatkan terjadinya
keluhan, apa saja yang dilakukan untuk mengurangi keluhan yang dirasakan,
tanyakan pada klien apakah klien sering mengkomsumsi obat tertentu atau
tidak.
d. Riwayat Penyakit Dahulu.
Tanyakan pada klien apakah klien dulu pernah menderita penyakit yang sama
sebelumnya, apakah klien pernah mengalami kecelakaan atau trauma, apakah
klien pernah menderita penyakit gangguan tulang atau otot sebelumnya.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya keluarga yang mengalami sakit yang sama.
f. Pemeriksaan Fisik.
1) Keadaan umum.
Meliputi : baik, jelek, sedang.
2) Tanda – tanda Vital.
TD : Tekanan darah. N : Nadi. P : Pernapasan. S : Suhu.
3) Sistem pengidraan.
Mata : lapang pandang.
Hidung : kemampuan penciuman.
Telinga : keadaan telinga dan kemampuan pendengaran.
Mulut : keadaan gigi dan lidah
4) Sistem pernapasan.
pernapasan, bersihan jalan nafas, kualitas, suara,dan bunyi tambahan
ronchi, wheezing.
5) Sistem kardiovaskuer.
Nilai tekanan darah, nadi, irama, kualitas, dan frekuensi, bunyi jantung.
6) Sistem gastrointestinal.
Nilai kemampuan menelan, nafsu makan dan minum, peristaltik usus dan
eliminasi.
7) Sistem integumen.
Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, dan warna permukaan kuku.
8) Sistem muskuloskletal.
Bentuk kepala, ekstermitas atas dan ekstermitas bawah, keadaan tulang
belakang.
9) Sistem endokrin.
Keadaan kelenjer tyroid, suhu tubuh, frekuensi urine.
10) Sistem reproduksi.
Nilai keadaan genetalia, dan perubahan fisik sistem reproduksi.
11) Sistem neurologis.
a) Fungsi cerebral.
b) Status mental : orientasi, daya ingat, dan bahasa.
c) Tingkat kesadaran (eye, motorik, verbal) : dengan menggunakan
Gaslow Coma Scale (GCS).
d) Kemampuan bicara.
e) Fungsi kranial. (N1-N12)
12) Fungsi motorik : Massa otot, tonus otot, dan kekuatan oto.
13) Fungsi sensorik : Respon terhadap suhu, nyeri, dan getaran.
14) Pemeriksaan Penunjang.
a) Radiografi atau Foto Polos Roentgen
b) MRI
c) ST-Scan
d) Myelography
e) Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)
f) Laboratorium : pemeriksaan darah dan urine
2. Analisa Data
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (mis, mengangkat berat,
latihan fisik berlebihan) dibuktikan dengan pasien mengeluh nyeri di bagian
punggung, pasien tampak meringis, pasien tampak gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur (D.0077)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dibuktikan dengan pasien
mengeluh nyeri saat bergerak, kekuatan otot menurun, ROM menurun,
gerakan pasien menjadi terbatas karena nyeri (D.0054)
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan restrain fisik dibuktikan dengan
pasien mengeluh sulit tidur karena nyeri punggung, kemampuan beraktivitas
pasien menurun, pola tidur berubah (D.0055)
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
dibuktikan dengan pasien mengeluh nyeri punggung, aktivitas pasien terbatas
karena nyeri (D.0109)
4. Rencana Asuhan Keperawatan
Arga, C., Ismunandar, H., & Himayani. (2023). Radikulopati Lumbal. 13, 832.
Arif, I. (2018). Asuhan Kperawatan Pada Tn. I Dengan Low Back Pain Di Ruang Rawat
Inap Ambun Suri Lantai 3 RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2018.
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan.