TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
2. ETIOLOGI
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
2) Pemeriksaan Radiologi
3) Sinar-X
4) CT Scan
Selain hal yang disebutkan di atas, CT scan dapat juga berguna untuk
memandu tindakan biopsi perkutan dan menentukan luas kerusakan jaringan
tulang. Penggunaan CT scan sebaiknya diikuti dengan pencitraan MRI untuk
visualisasi jaringan lunak.
5) MRI
6) Pemeriksaan laboratoris
a) Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat digunakan untuk mendeteksi DNA
kuman tuberkulosis. Lain halnya dengan kultur yang memerlukan waktu
lama, pemeriksaan ini sangat akurat dan cepat (24 jam), namun memerlukan
biaya yang lebih mahal dibandingkan pemeriksaan lainnya. Prinsip kerja
PCR adalah memperbanyak DNA kuman secara eksponensial sehingga
dapat terdeteksi meski kuman dalam jumlah yang sedikit (10 hingga 1000
kuman). PCR memiliki sensitivitas sekitar 8098% dan spesifisitas 98%.
b) Pemeriksaan imunologi
Pemeriksaan imunologi seperti deteksi antigen excretory-secretory ES-31
mycobacterial, IgG anti-tuberkulosis, IgM anti-tuberkulosis, IgA anti-
tuberkulosis, dan antigen 31 kDa dikatakan dapat berguna, namun
efektivitasnya masih diuji lebih lanjut.
c) Pemeriksaan penunjang lainnya meliputi studi hematologis. Laju endap
darah (LED) biasanya meningkat, namun tidak spesifik menunjukkan proses
infeksi granulomatosa tuberkulosis. Peningkatan kadar C-reactive protein
(CRP) diasosiasikan kuat dengan formasi abses. Uji Mantoux positif pada
7. KOMPLIKASI
a. Cedera korda spinalis
Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus
tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuestra dari diskus intervertebralis atau
dapat juga langsung karena keterlibatankorda spinalis oleh jaringan
granulasi tuberkulosa (contoh : menigomielitis-prognosis buruk). Jika cepat
diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor).
MRI dan mielografi dapat membantu membedakan parapegia karena
tekanan atau karena invasi dura dan korda spinalis (Zairin Noor, 2016).
8. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Terapi utama dengan OAT selama 6-9 bulan. Pemberian OAT dapat secara
signifikan mengurangi morbiditas dan mortalitas. OAT yang utama adalah
isoniazid (INH), rifampisin (RMP), pirazinamida (PZA), streptomisin (SM),
dan etambutol (EMB).
b. Pembedahan
1. DEFINISI
Dekubitus merupakan kerusakan kulit pada suatu area dan dasar jaringan
yang disebabkan oleh tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan,
pergeseran, gesekan atau kombinasi dari beberapa hal tersebut (NPUAP, 2014).
Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat
dari tekanan dari luar yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak
sembuh dengan urutan dan waktu yang biasa, gangguan ini terjadi pada
individu yang berada diatas kursi atau diatas tempat tidur, seringkali pada
inkontinensia, malnutrisi, ataupun individu yang mengalami kesulitan makan
sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran (Potter & Perry, 2005).
2. ETIOLOGI
Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya dekubitus,
yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi
dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas,
inaktifitas dan penurunan persepsi sensori. Sedangkan faktor yang
mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu faktor yang berasal dari paisen,
sedangkan yang dimaksud dengan faktor ekstrinsik yaitu faktor-faktor yang
berhubungan dari luar yang mempunyai efek deteriorasi pada lapisan eksternal
dari kulit (Braden dan Bergstorm, 2000).
Penjelasan dari masing-masing faktor yang mempengaruhi dekubitus diatas
adalah sebagai berikut :
a. Faktor Tekanan
Paisen dengan gangguan persepsi sensorik terdapat nyeri dan tekanan lebih
beresiko mengalami gangguan integritas kulit daripada paisen dengan
sensasi normal. Paisen dengan gangguan persepsi sensorik terdapat nyeri
dan tekanan adalah paisen yang tidak mampu merasakan kapan sensasi pada
bagian tubuh mereka meningkat, adanya tekanan yang lama, atau nyeri dan
oleh karena itu paisen tanpa kemampuan untuk merasakan bahwa terdapat
nyeri atau tekanan akan menyebabkan resiko berkembangnya dekubitus
(Potter & Perry, 2010).
b. Faktor Toleransi Jaringan :
1) Faktor Intrinsik :
a) Nutrisi
b) Usia
c) Tekanan arteriolar
1) Faktor ekstrinsik :
a) Kelembaban
b) Gesekan
c) Pergeseran
3. PATOFISIOLOGI
Derajat I ditunjukkan dengan adanya kulit yang masih utuh dengan tanda-
tanda akan terjadi luka. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal,
maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan temperatur
kulit (lebih dingin atau lebih hangat), perubahan konsistensi jaringan (lebih
keras atau lunak), dan perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang
berkulit putih luka akan kelihatan sebagai kemerahan yang menetap,
sedangkan pada orang kulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah
yang menetap, biru atau ungu. Cara untuk menentukan derajat I adalah
dengan menekan daerah kulit yang merah (erytema) dengan jari selama tiga
detik, apabila kulitnya tetap berwarna merah dan apabila jari diangkat juga
kulitnya tetap berwarna merah.
Kehilangan jaringan secara penuh dimana dasar luka (wound bed) ditutupi
oleh slough dengan warna kuning, cokelat, abu-abu, hijau, dan atau jaringan
mati (eschar) yang berwarna coklat atau hitam didasar luka. slough dan atau
eschar dihilangkan sampai cukup untuk melihat (mengexpose) dasar luka,
kedalaman luka yang benar, dan oleh karena itu derajat ini tidak dapat
ditentukan.
Berubah warna menjadi ungu atau merah pada bagian yang terkena luka
secara terlokalisir atau kulit tetap utuh atau adanya blister (melepuh) yang
berisi darah karena kerusakan yang mendasari jaringan lunak dari tekanan
dan atau adanya gaya geser. Lokasi atau tempat luka mungkin didahului
oleh jaringan yang terasa sakit, tegas, lembek, berisi cairan, hangat atau
pada jaringan dalam mungkin sulit untuk di deteksi pada individu dengan
warna kulit gelap. Perkembangan dapat mencakup blister tipis diatas dasar
luka (wound bed) yang berkulit gelap. Luka mungkin terus berkembang
tertutup oleh eschar yang tipis. Dari derajat dekubitus diatas, dekubitus
namun menurut hasil penelitian saat ini, dekubitus juga dapat berkembang
dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun tanpa adanya
adanya kerusakan pada permukaan kulit. Ini dikenal dengan istilah injury
jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena
6. KOMPLIKASI
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV,
walaupun dapat terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008)
c. Septicemia,
d. Anemia,
e. Hipoalbumin
f. Hiperalbumin
g. Kematian
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah lengkap
3. Kultur swab
Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus
dan dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.
(Subandar, 2008).
8. PENATALAKSANAAN
9. PENCEGAHAN DEKUBITUS
Pencegahan dekubitus merupakan prioritas dalam perawatan paisen dan
tidak terbatas pada paisen yang mengalami keterbatasan mobilisasi (Potter &
Perry, 2006). Untuk mengurangi kemungkinan perkembangan dekubitus pada
semua paisen, perawat harus melakukan berbagai macam tindakan pencegahan,
seperti perawat menjaga kebersihan kulit paisen, untuk mempertahankan
integritas kulit, mengajarkan paisen dan keluarga untuk pencegahan dan
memberikan asuhan keperawatan mengenai cara mencegah dekubitus (Kozier,
2010).
Berdasarkan National Pressure Ulcer Advisory Panel (2007), untuk
mencegah kejadian terhadap dekubitus ada 5 (lima) point yang bisa digunakan
untuk menilai faktor resiko dekubitus, antara lain sebagai berikut :
e. Memberikan edukasi
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian
merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kemampuan
mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan
menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis yang diangkat akan menentukan
desain perencanaan yang ditetapkan. Selanjutnya, tindakan keperawatan dan
evaluasi mengikuti perencanaan yang dibuat. Oleh karena itu, pengkajian harus
dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan perawatan pada
paisen dapat diidentifikasi (Nikamtur & Saiful,2013).
a. Biodata
1) Identitas Paisen
2) Identitas Penanggung
b. Keluhan utama
Keluhan utama ditulis singkat jelas, dua atau tiga kata yang merupakan
keluhan yang membuat paisen meminta bantuan pelayanan kesehatan
(Nikamtur & Saiful,2013).
Riwayat penyakit dahulu diisi dengan riwayat penyakit yang diderita paisen
yang berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin
dapat dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit yang diderita paisen saat
ini. Bila paisen pernah menjalani operasi perlu dikaji tentang waktu operasi,
jenis operasi, dan kesimpulan akhir setelah operasi (Nikamatur &
Saiful,2013).
Pola Fungsi Kesehatan diisi dengan prioritas pada pola fungsi kesehatan
yang berhubungan dengan perubahan fungsi atau/anatomi tubuh. Bila
karena keadaan paisen atau sumber data yang lain belum dapat memberikan
data yang memadai, mungkin tidak semua pola fungsi dapat dikaji
(Nikamatur & Saiful,2013).
Pola Eliminasi diisi dengan eliminasi alvi (buang air besar) dan eliminasi
urin (buang air kecil). Pola eliminasi menggambarkan keadaan eliminasi
paisen sebelum sakit sampai dengan saat sakit, yang meliputi frekuensi,
konsistensi, warna, bau, adanya darah, dan lain-lain (Nikamatur &
Saiful,2013).
4) Pola Aktivitas
Pola Istirahat Tidur diisi dengan kualitas dan kuantitas istirahat tidur
paisen sejak sebelum sakit sampai saat sakit, meliputi jumlah jam tidur
siang dan tidur malam, penggunaan alat pengantar tidur, perasaan paisen
sewaktu bangun tidur, dan kesulitan atau masalah tidur (Nikamatur &
Saiful,2013).
Pola seksual dan seksualitas pada anakusia 0-12 tahun diisi sesuai sengan
tugas perkembangan psikoseksual. Usia remaja dewasa dan lansia dikaji
berdasarkan jenis kelaminnya (Nikamatur & Saiful,2013).
Pola nilai dan kepercayaan diisi dengan nilai-nilai dan keyakinan paisen
terhadap sesuatu dan menjadi sugesti yang amat kuat sehingga
memengaruhi gaya hidup paisen, dan berdampak pada kesehatan paisen.
Termasuk, juga praktik ibadah yang dijalankan paisen sebelum sakit dan
saat sakit (Nikamatur & Saiful,2013).
g. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum (di mana keadaan baik dan buruknya paisen): lemah,
sakit ringan, sakit berat, gelisah dan rewel (Nikamatur & Saiful,2013).
(3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid.
e) Pemeriksaan Dada
f) Pemeriksaan Vertebra
g) Pemeriksaan Abdomen
i) Pemeriksaan Ekstremitas
j) Pemeriksaan Integumen
k) Pemerikasaan Neurologis
1) Foto Rongen
2) CT Scan
3) Pemeriksaan Laboratorium
e) Rumusan: PES
2) Label:potensial peningkatan
3) Rumusan: P atau PE
(Nikamatur & Saiful, 2013).
Dalam kasus spondilitis tuberkulosis disertai dekubitus dapat muncul diagnosa
keperawatan sebagai berikut:
2. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan korda dan radiks saraf oleh
pembentukan abses yang bergeser.
3. Perencanaan
a. Pengertian perencanaan
2) Rumusan Tujuan
a) SPHK
(2) H: Predikat, kata kerja yang dapat diukur, tulis sebelum kata kerja
kata mampu.
(3) K: Hasil, respon fisiologi dan gaya hidup yang diharapkan dari
paisen terhadap intervensi.
b) SPK
(1) S: Subjek.
c) SMART
a) Kognitif (pengetahuan).
c) Psikomotor (perilaku).
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional Nyeri akut berhubungan dengan penekanan
korda dan radiks saraf oleh pembentukan abses yang bergeser.
Intervensi Rasional
Pantau tanda-tanda vital Untuk mengetahui keadaan umum dan
mendeteksi perubahan pada paisen.
Pantau lokasi, intensitas dan tipe Pengkajian berkelanjutan membantu
nyeri. Observasi terhadap kemajuan meyakinkan bahwa penanganan dapat
nyeri ke daerah yang baru. memenuhi kebutuhan paisen dalam
mengurangi nyeri.
Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi. Tindakan tersebut mengurangi
ketegangan atau spasme otot,
melancarkan peredaran darah sehingga
kebutuhan oksigen pada jaringan
terpenuhi dan pengurangan nyeri.
Gunakan brace punggung atau korset. Dapat mempertahankan posisi
punggung.
Anjurkan pasien untuk istirahat. Tindakan ini meningkatkan kesehatan,
kesejahteraan, dan peningkatan tingkat
energi, yang penting untuk mengurangi
nyeri.
Kolaborasi dengan dokter dalam Analgesik dapat mengurangi nyeri.
pemberian analgesik.
Tabel 2.4 Intervensi dan Rasional Risiko infeksi berhubungan dengan pemajanan
dekubitus.
Intervensi Rasional
Pantau terhadap tanda-tanda infeksi Respon jaringan terhadap infiltrasi
(rubor,dolor,kalor,edema,fungsiolesa). pathogen dengan peningkatan aliran
darah dan aliran limfe (edema, rubor).
Pantau tanda-tanda vital Pathogen bersirkulasi merangsang
hipotalamus untuk meningkatkan suhu
tubuh.
Cuci tangan sebelum dan sesudah Mencegah terjadinya infeksi silang dari
melakukan tindakan. lingkungan ke dalam luka.
Lakukan rawat luka dengan teknik Mencegah terjadinya invalsi kuman dan
antiseptik dan septik. kontaminasi bakteri.
Anjurkan paisen untuk menghabiskan Nutrisi dapat meningkatkan daya tahan
porsi makan yang tersedia, tertutama tubuh dan mengganti jaringan yang
tinggi kalori, protein dan vitamin c. rusak dan mempercepat proses
penyembuhan.
Jaga personal hygiene paisen. Sesuatu yang kotor merupakan media
yang baik bagi kuman.
Kolaborasi dalam pemberian Antibiotik dapat membunuh dan
antibiotik, pemeriksaan leukosit dan menghambat pertumbuhan bakteri.
pemeriksaan LED. Peningkatan leukosit dan LED
meruakan indikasi terjadinya infeksi.
Tabel 2.5 Intervensi dan Rasional Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
gangguan struktur tubuh.
Intervensi Rasional
Terima persepsi diri paisen dan Untuk memvalidasi perasaannya.
berikan jaminan bahwa ia dapat
mengatasi krisis ini.
Kaji pola koping dan tingkat harga Untuk mendapatkan nilai dasar pada
dirinya. pengukuran kemajuan psikologisnya.
Dorong paisen melakukan perawatan Untuk meningkatkan rasa kemandirian
diri. dan kontrol.
Libatkan paisen dalam pengambilan Keterlibatan dapat memberikan rasa
keputusan tentang perawatan, bila kontrol dan meningkatkan harga diri.
memungkinkan.
Berikan kesempatan kepada paisen Agar paisen dapat mengungkapkan
untuk menyatakan perasaan tentang keluhannya.
citra tubuhnya dan hospitalisasi.
Bimbing dan kuatkan fokus paisen Untuk mendukung adaptasi dan
pada aspek-aspek positif dari kemajuan yang berkelanjutan.
penampilannya dan upayanya dalam
menyesuaikan diri dengan perubahan
citra tubuhnya.
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi
6. Dokumentasi
a. Teknik Dokumentasi
2) Kaerdex
Teknik dokumentasi ini menggunakan serangkaian kartu dan membuat
data penting tentang paisen dengan menggunakan ringkasan problem dan
terapi paisen yang digunakan pada paisen rawat jalan.
b. Format Dokumentasi
1) Format Naratif
2) Format SOAP
Format ini dapat digunakan pada catatan medis yang berorientasi pada
masalah (problem oriented medical) yang mencerminkan masalah yang
diidentifikasi oleh semua anggota tim perawat. Format SOAP terdiri dari:
a) S: Data Subjektif
b) O: Data Objektif
c) A: Pengkajian (Assesment)
4) Format DAE