194
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah penyakit
mata yang ditandai dengan kerusakan saraf optik, biasanya dikarenakan tekanan intraocular
(intraocular pressure, IOP) yang terlalu tinggi (1).
Di Amerika Serikat, kira-kira 2.2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang lebih tua
mengidap glaukoma, sebanyak 120,000 adalah buta disebabkan penyakit ini. Banyaknya Orang
Amerika yang terserang glaukoma diperkirakan akan meningkatkan sekitar 3.3 juta pada tahun
2020. Tiap tahun, ada lebih dari 300,000 kasus glaukoma yang baru dan kira-kira 5400 orang-
orang menderita kebutaan. Glaukoma akut (sudut tertutup) merupakan 10-15% kasus pada orang
Kaukasia. Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama pada orang Burma dan Vietnam
di Asia Tenggara.. Glaukoma pada orang kulit hitam, lima belas kali lebih menyebabkan
kebutaan dibandingkan orang kulit putih.
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian ; glaukoma primer, glaukoma
kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut sedangkan berdasarkan mekanisme
peningkatan tekanan intraokular glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka
dan glaukoma sudut tertutup.
Pasien sering kali tidak merasakan gejala yang nyata. Gejala hanya akan terasa pada saat
sudah terjadi gangguan lapang pandang. Oleh karena itu, glaukoma sering kali didapati pada saat
pasien sudah menderita kerusakan saraf optik yang tidak dapat diterapi, namun hanya dapat
dikendalikan progresivitasnya.
Pemahaman yang memadai diperlukan untuk dapat memberikan terapi yang sesuai pada
pasien dengan glaukoma, terutama penatalaksanaan medikamentosa yang harus dilakukan dalam
jangka waktu lama. Dan terlebih dari menangani, pemahaman akan penyakit glaukoma ini
diharapkan agar kita dapat mengidentifikasi mereka dengan risiko tinggi glaukoma, sehingga
dapat dilakukan deteksi dini terjadinya kecenderungan yang mengarah kepada neuropati saraf
optik glaukomatus.
Penatalaksanaan glaukoma berupa pengobatan medis, terapi bedah dan laser. ECP
(endoscopic cyclophotocoagulation) menggunakan laser untuk mengurangi produksi aquoeus
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.2 FISIOLOGI
Aquoeus humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan posterior
mata. Volumenya adalah sekitar 250 ul dengan komposisi serupa dengan plasma kecuali bahwa
cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang tinggi, juga protein dan urea
yang lebih rendah. Kecepatan pembentukannya yang bervariasi diurnal adalah 1,5-2 uL/men.
Aquoeus humor diproduksi oleh korpus siliare. Setelah memasuki kamera posterior,
aquoeus humor mengalir melalui pupil ke kamera anterior lalu ke jalinan trabekular di sudut
kamera anterior.
Aqueous humor memiliki beberapa fungsi, diantaranya :
1. Membawa zat makanan dan oksigen
2. Mengangkut zat buangan hasil metabolism pada organ di dalam mata yang tidak
berpembuluh darah
3. Mempertahankan bentuk bola mata
4. Menimbulkan tekanan intraokuler
Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar ukuran
pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase aquoeus humor juga meningkat.
Aliran aquoeus humor ke dalam kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-
saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanalis Schlemm menyalurkan
cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil aquoeus humor keluar dari mata antara berkas otot
siliaris dan lewat sela-sela sklera (aliran uveoskleral).
BAB III
GLAUKOMA
3.1 DEFINISI
3.2 EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang tinggi. Sekitar 2%
dari penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma. Pria lebih banyak diserang
daripada wanita. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2004, glaukoma adalah
penyebab kebutaan secara global nomor dua setelah katarak. Tanpa menyebutkan jumlah
penderita glukoma, publikasi tersebut menerangkan temuannya bahwa orang keturunan Asia
lebih cenderung menderita glaukoma sudut tertutup, sementara orang keturunan Afrika atau
Eropa lebih cenderung mengalami glaukoma primer sudut tertutup (primary open-angle
glaucoma, POAG) (4)
Cook dan Foster (2012) menyatakan bahwa diperkirakan saat ini enam puluh juta orang di
seluruh dunia memiliki neuropati optik glaukomatus, dan 8,4 juta yang menjadi buta akibat
glaukoma. Sumber yang sama juga memperkirakan bahwa angka ini akan meningkat menjadi
delapan puluh juta dan 11,2 juta pada tahun 2020, dan tetap menjadi penyebab kedua yang
terutama yang menyebabkan kebutaan secara global. (5)
3.3 ETIOLOGI
Glaukoma terjadi apabila terdapat ketidakseimbangan antara pembentukan dan
pengaliran humor akueus. Bisa disebabkan oleh bertambahnya produksi dari badan siliar maupun
berkurangnya pengeluaran cairan. Kesemuanya ini dibedakan ada atau tidaknya penyakit mata
yang mendasari dan onsetnya.
3.4 KLASIFIKASI
1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka adalah bentuk glaukoma yang tersering dijumpai.
Sekitar 0,4-0,7 % orang berusia lebih dari 40 tahun dan 2-3% orang berusia lebih dari 70
tahun diperkirakan mengidap glaukoma primer sudut terbuka. Diduga glaukoma primer
sudut terbuka diturunkan secara dominan atau resesif pada 50% penderita, secara genetik
penderitanya adalah homozigot. Terdapat faktor resiko pada seseorang untuk
mendapatkan glaukoma seperti diabetes melitus, hipertensi, kulit berwarna dan
miopia.6,7,8,9
Gambaran patologik utama pada glaukoma primer sudut terbuka adalah proses
degeneratif di jalinan trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan
dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Akibatnya adalah penurunan aquoeus
humor yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.7
Mulai timbulnya gejala glaukoma primer sudut terbuka agak lambat yang kadang-
kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. 6,8
Pada glaukoma primer sudut terbuka tekanan bola mata sehari-hari tinggi atau
lebih dari 20 mmHg. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang mengakibatkan
terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita. Gangguan
saraf optik akan terlihat gangguan fungsinya berupa penciutan lapang pandang.6
Pada waktu pengukuran bila didapatkan tekanan bola mata normal sedang terlihat
gejala gangguan fungsi saraf optik seperti glaukoma mungkin akibat adanya variasi
diurnal. Dalam keadaan ini maka dilakukan uji provokasi minum air, pilokarpin, uji
variasi diurnal, dan provokasi steroid.6,7.
2. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital (jarang) dapat dibagi menjadi (1) glaukoma kongenital primer,
yang menunjukkan kelainan perkembangan terbatas pada sudut kamera anterior; (2) anomali
perkembangan segmen anterior - sindrom Axenfeld, anomali Peter, dan sindrom Reiger.
Disini perkembangan iris dan kornea juga abnormal;(3) berbagai kelainan lain, termasuk
aniridia, sindrom Sturge-weber, neurofibromatosis, sindrom Lowe dan rubela kongenital.
Pada keadaan ini, anomali perkembangan pada sudut disertai dengan kelainan okular dan
ekstraokular lain.7
Glaukoma kongenital bermanifestasi sejak lahir pada 50% kasus, didiagnosis pada 6
bulan pertama pada 70% kasus dan didiagnosis pada akhir tahun pertama pada 80% kasus.7
Gejala paling dini dan paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai fotofobia dan
3. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya. Dapat disebabkan
atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau penyakit yang telah diderita sebelumnya atau
pada saat itu.6,7.
Penyakit-penyakit yang diderita tersebut dapat memberikan kelainan pada 10 :
Badan siliar : luksasi lensa ke belakang
Pupil : seklusio pupil, glaukoma yang diinduksi miotik
Sudut bilik mata depan : goniosinekia.
Saluran keluar aqueous : miopia
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah uveitis. Penyebab lainnya adalah
penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan mata dan perdarahan ke dalam mata.
Beberapa obat (misalnya kortikosteroid) juga bisa menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler.13
Pada uveitis, tekanan intraokular biasanya lebih rendah dari normal karena korpus siliar
yang meradang kurang berfungsi baik. Namun juga dapat terjadi peningkatan tekanan intraokular
melalui beberapa mekanisme yang berlainan. Jalinan trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel
radang dari kamera anterior, disertai edema sekunder, atau kadang-kadang terlibat dalam proses
peradangan yang spesifik diarahkan ke sel-sel trabekula (trabekulitis).7,10
Uveitis kronik atau rekuren menyebabkan gangguan permanen fungsi trabekula, sinekia
anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut,yang semuanya meningkatkan
glaukoma sekunder.7
4. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (terbuka/tertutup) dimana sudah
terjadi kebutaan total, akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.1
Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering dengan mata buta
ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma
hemoragik.6
Vaughan dan Asbury mengklasifikasikan glaukoma menurut dua hal, yaitu etiologi dan
mekanisme peningkatan IOP (3).
BAB IV
GLAUKOMA NEOVASKULAR
4.1 PENDAHULUAN
Diklasifikasikan sebagai bagian dari glaucoma sekunder. Glaukoma neovaskular
merupakan istilah yang digunakan untuk semua glaukoma yang disebabkan atau yang
berhubungan dengan adanya membran fibrovaskular yang terbentuk pada iris dan atau pada
sudut bilik mata. Nama lain dari glaukoma neovaskuler ini adalah glaukoma hemoragik,
glaukoma kongestif, glaukoma trombotik, ataupun glaukoma rubeotik.1,2 Neovaskuler ini timbul
biasanya disebabkan oleh iskemik retina yang luas seperti yang terjadi pada retinopati diabetika
dan oklusi vena sentralis retina.3
Tanda dan gejala klinis glaukoma neovaskuler ini dapat berupa fotofobia, penurunan
visus, peningkatan tekanan intraokuler, edema kornea, neovaskularisasi iris yang awalnya
tampak pada pinggir pupil, ektropion uvea, dan penutupan sudut bilik mata oleh karena sinekia 4
Glaukoma neovaskuler merupakan glaukoma yang berpotensi merusak, dimana dengan
terlambatnya diagnosis dan penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan hilangnya
penglihatan total. Diagnosis dini penyakit ini sangat penting sekali yang harus diikuti dengan
pengobatan yang cepat dan segera. Dalam penanganan glaukoma neovaskular, penting untuk
menangani dua hal, yakni peningkatan tekanan intraokular (TIO) dan penyakit yang
menyertainya.2
Glaukoma neovaskuler muncul sebagai komplikasi lanjut dari retinopati iskemik. Para
ahli menemukan bahwa vascular endothelial growth factor (VEGF) berperan penting dalam
terjadinya neovaskularisasi. Aktivasi reseptor VEGF memicu proses pertumbuhan sel endotel
dan migrasinya dari vaskularisasi yang sudah ada. Bevacizumab (avastin) merupakan antibodi
monoklonal manusia yang mampu berikatan dengan semua isoform VEGF. Pengurangan
neovaskularisasi iris berhasil dilakukan dengan injeksi Bevacizumab intravitreal. Hasil ini
mendorong para ahli untuk menggunakan VEGF-inhibitor sebagai terapi untuk glaukoma
neovaskuler.5
4.2 DEFINISI
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sekunder sudut tertutup yang terjadi akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan anyaman trabekula yang
menimbulkan gangguan aliran humor akuos dan meningkatkan tekanan intraokuler.1,6
Glaukoma neovaskular terjadi jika terdapat proliferasi pembuluh darah baru pada
permukaan iris, hingga mencapai struktur sudut bilik mata depan dan menghalangi aliran humor
akuos melewati anyaman trabekulum. Retina yang hipoksia dan memiliki sirkulasi kapiler yang
buruk diyakini merupakan hal yang menginisiasi terjadinya glaukoma neovaskular ini.6,7
4.3 EPIDEMIOLOGI
Sepertiga pasien dengan glaucoma neovascular terdapat pada penderita retinopati diabetika.
Frekuensi timbulnya hal tersebut berhubungan oleh adanya tindakan bedah pada mata. Insiden
terjadinya glaucoma ini dilaporkan sekitar 25% – 42 % setelah tindakan bedah mata. Dan 10 % -
23 % terjadi pada 6 bulan pasca operasi bedah mata.
4.4 ETIOLOGI
Pengetahuan tentang glaukoma neovaskular dimulai dengan ditemukannya hubungan
antara terjadinya neovaskularisasi pada iris dengan terdapatnya oklusi vena retina sentralis pada
tahun 1906. Istilah glaukoma neovaskular mulai digunakan pada tahun 1963, yang merupakan
suatu diagnosis dengan karakteristik ditemukannya pembuluh darah baru pada iris yang memicu
peningkatan tekanan intraokular.6
Prevalensi penyebab glaukoma neovaskular yang paling tinggi adalah oklusi vena retina
sentralis dengan prevalensi 36%, diikuti retinopati diabetik proliferatif dengan 32 % dan oklusi
arteri karotis dengan 13%.6
4.5 HISTOPATOLOGI
Pemeriksaan histopatologi mata dengan glaucoma neovaskuler tanpa menghiraukan
etiologinya didapatkan bahwa pembuluh = pembuluh darah baru timbul dari bantalan
mikrovaskuler (kapiler / venula) pada iris dan korpus siliar. Pembuluh darah tersebut muncul
pertama kali sebagai kuncup endotel dari kapiler sirkulasi arteri kecil.
4.6 PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS
Glaukoma neovaskular dalam perjalanan penyakitnya secara klinis akan terlihat membran
fibrosa yang berkembang sepanjang pembuluh darah yang terbentuk. Membran tersebut
mengandung miofibroblas yang memiliki kemampuan berkontraksi. Kontraksi miofibroblas
menarik lapisan pigmen posterior dari epitel iris anterior, yang akan menyebabkan terjadinya
ektropion uvea, dan menarik iris perifer ke sudut bilik mata depan dan menyebabkan sinekia
perifer anterior, dan pada akhirnya menghambat aliran keluar humor akuos dan meningkatkan
tekanan intraokular.6,7
Teori yang paling banyak diterima tentang patogenesis terjadinya glaukoma neovaskular
adalah adanya iskemik retina yang akan melepaskan faktor angiogenik yang berdifusi kedepan
mengikuti aliran humor akuos dan menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada iris
dan sudut bilik mata depan. Faktor angiogenik ini menurut penelitian yang telah dilakukan
diketahui memiliki kemampuan menstimulasi proliferasi endotel kapiler, neovaskularisasi
kornea, dan neovaskularisasi retina. Salah satu factor angiogenik yang diketahui paling banyak
berperan adalah vascular endothelial growth factor (VEGF), dimana ditemukan dengan
konsentrasi yang meningkat 40-100 kali dari normal pada humor akuos pasien dengan glaukoma
neovaskular.6,7
Teori tentang adanya faktor angiogenik tersebut dapat menjelaskan beberapa keadaan
yang terjadi pada glaukoma neovaskular, antara lain mengenai gambaran awal rubeosis iridis
yang terjadi pada pinggiran pupil, yang bisa dijelaskan karena substansi yang berdifusi dari
retina menuju bilik mata depan melalui pupil dan memiliki konsentrasi tertinggi pada daerah
tersebut. Teori tersebut juga dapat menjelaskan mengapa rubeosis iridis dan glaukoma
neovaskular lebih sering terjadi setelah operasi ekstraksi katarak dan vitrektomi. Lensa dan
vitreus merupakan barier mekanis yang menghalangi terjadinya difusi dari substansi angiogenik,
dan humor vitreus juga diketahui mengandung inhibitor endogen terhadap angiogenesis. Lensa
dan vitreus dapat mengurangi iskemik retina dengan cara mencegah keluarnya oksigen dari
segmen posterior menuju segmen anterior. Selain hal tersebut, vitrektomi dan pembedahan
katarak menyebabkan inflamasi,yang kemudian akan menstimulasi terjadinya neovaskularisasi.6,7
Hipoksia, walaupun diyakini sebagai pemicu utama dari angiogenesis, faktor lain juga
memiliki peranan dalam pembentukan pembuluh darah abnormal. Inflamasi dan hipoksia
seringkali timbul bersamaan hingga menginisiasi pembentukan pembuluh darah baru. Mediator
inflamasi seperti angiopoetin-1 dan angiopoetin-2 sekarang telah diketahui memiliki peranan
dalam pembentukan pembuluh darah baru dan remodeling, sejalan dengan peranan dalam proses
inflamasi.6,8
Penyebab dari neovaskularisasi iris antara lain:6,8
a. Iskemik retina :
Retinopati diabetik, oklusi vena retina sentralis, oklusi arteri retina sentralis, oklusi arteri
carotis, retinal detachment, retinopati sickle sel, retinoshisis.
b. Inflamasi :
Uveitis kronik, endoftalmitis, sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, sympathetic ophthalmic
c. Tumor :
Melanoma iris / koroidal, limfoma ocular, retinoblastoma
d. Penyinaran
Tanda tahap awal dalam perjalanan glaukoma neovaskular adanya gambaran proliferasi
vaskular pada batas pupil. Neovaskularisasi pada iris ini kemungkinan sulit untuk dideteksi pada
tahap awal. Slit lamp biomicroscopy dapat menunjukkan gambaran berliku-liku, adanya
tumpukan acak dari pembuluh darah pada permukaan iris, berdekatan dengan batas pinggir pupil.
Tumpukan ini semakin gelap jika pada iris yang gelap dan lebih jelas pada iris yang terang. 6
Karakteristik progresifitas neovaskularisasi yang terjadi yaitu dari batas pinggir pupil
menuju ke sudut dari pupil yang tidak berdilatasi, tetapi dapat juga tidak terjadi neovaskularisasi
pada sudut pupil. Sebagai perkembangan proliferasi vaskular, biomicroscopy dari bilik mata
depan menunjukkan sel-sel dan flare. Gonioscopy menunjukkan pembuluh darah baru yang
tumbuh dari arteri sirkumferensial dari badan siliaris ke permukaan iris dan ke permukaan dari
dinding sudut.6,7
Pembuluh darah melewati sudut bilik mata dan tumbuh terus melewati korpus silier dan
sclera spur’s menuju anyaman trabekulum, yang memberikan gambaran flush kemerahan. Tahap
awal pada neovaskularisasi segmen anterior, tekanan intraokular biasanya normal. Pembuluh
darah baru kemudian membentuk membran fibrovaskular yang menyebabkan timbulnya
glaukoma sekunder sudut terbuka, yang memiliki karakteristik adanya kontraksi dari membran
fibrovaskular, yang mendorong iris perifer mendekati anyaman trabekulum dan menyebabkan
bermacam derajat dari sinekia yang akan menyebabkan penutupan sudut bilik mata.6
Uvea ektropion dan hifema seringkali terjadi. Ektropion uvea disebabkan traksi radial
sepanjang permukaan iris, yang mendorong lapisan pigmen posterior iris di sekitar pinggir pupil
menuju permukaan iris anterior. Pada tahap ini, pasien biasanya menunjukkan onset yang
dramatik dari nyeri yang sekunder hingga adanya peningkatan tekanan intraokular. Pasien
biasanya akan mengalami penurunan penglihatan yang parah ( hingga menghitung jari),
bersamaan dengan terjadinya edem kornea dan inflamasi bilik mata depan.6,8
4.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan tekanan bola mata
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan tonometer.
Dikenal beberapa alat tonometer seperti tonometer Schiotz dan tonometer aplanasi Goldman.
Pemeriksaan tekanan bola mata juga dapat dilakukan tanpa alat disebut dengan tonometer digital,
dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan lenturan bola mata (ballotement) dilakukan
penekanan bergantian dengan kedua jari tangan.1,7
Gonioskopi
Tes ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan patologik sudut bilik
mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing.1,7
Tes ini juga dipakai untuk membedakan antara glaukoma sudut terbuka dan glaukoma
sudut tertutup. Sudut kamera anterior dibentuk oleh taut antara kornea perifer dan iris, yang
diantaranya terdapat jalinan trabekula. Konfigurasi sudut ini, yakni apakah lebar (terbuka),
sempit atau tertutup, menimbulkan dampak penting pada aliran keluar humor akueous. Dengan
gonioskopi ini juga dapat dilihat apakah terdapat perlekatan iris di bagian perifer ke depan
(peripheral anterior sinechia)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di dataran depan
kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat digunakan untuk melihat sekeliling
sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.1
Pemeriksaan lapang pandang
Berbagai cara untuk memeriksa lapang pandang pada glaukoma adalah layar singgung,
kampimeter dan perimeter otomatis.2
Penurunan lapang pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik, karena gangguan
ini dapat terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit saraf
optikus, tetapi pola kelainan lapangan pandang, sifat progresivitasnya dan hubungannya dengan
kelainan-kelainan diskus optikus adalah khas untuk penyakit ini.2
Uji lain pada glaukoma
Uji Kopi
Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola mata naik 15-20
mmHg setelah minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma.1,7
Uji Minum Air
Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien disuruh
minum dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata diukur setiap 15 menit. Bila
tekanan bola mata naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit pertama menunjukkan
pasien menderita glaukoma.1,7
Uji Steroid
Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat glaukoma
simpleks pada keluarga, diteteskan betametason atau deksametason 0,1% 3-4 kali
sehari. Tekanan bola mata diperiksa setiap minggu. Pada pasien berbakat glaukoma
4.7 DIAGNOSIS
Diagnosis glaukoma neovaskular ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang yang jelas dan teliti. Dari anamnesa ditemukan keluhan seperti mata
merah, nyeri, lakrimasi dan penglihatan kabur yang berlangsung mendadak. Evaluasi riwayat
medis terhadap faktor resiko seperti DM, hipertensi dan PJK sangat penting untuk membantu
menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan fisik khususnya pemeriksaan fisik mata dengan
menggunakan slit-lamp dan gonioscopy dapat terlihat adanya injeksi silier, edema kornea, flare,
hifema, pupil miosis dan neovaskularisasi di iris dan COA. Pemeriksaan penunjang yang dipakai
seperti pemeriksaan laboratorium kimia darah untuk melihat profil gula darah dan lipid.6
Pemeriksaan dengan fluorescent angiography dan fluorophotometry dapat melihat
gambaran neovaskularisasi iris dan COA yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah di batas pupil dan terlihatnya pembuluh darah di permukaan iris dan COA akibat
terhambatnya aliran darah sekitar pupil oleh pigmen hitam iris. Perlahan pembuluh darah iris
akan melintasi corpus ciliare dan sklera dan menutup trabekulum yang menyebakan terjadinya
hambatan aliran cairan aquos humour dan peningkatan TIO.6,9
Diagnosis sebaiknya cepat ditegakkan untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut
seperti terbentuknya keratopathy bula, glaukoma, iris bombe, uvea ektropion, dekomensasio
kornea, katarak dan ptisis bulbi yang berakibat dengan kebutaan.9
4.9 PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan dari glaukoma neovaskular yaitu untuk mengontrol faktor resiko,
mencegah terjadinya perburukan dan komplikasi lebih lanjut serta mengurangi rasa tidak nyaman
jika terjadi serangan yang akut dan bila telah terjadi penurunan daya penglihatan.
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan terapi farmakologik dan bedah.6,9
Terapi farmakologik yang diberikan seperti kortikosteroid topikal dan
midriatikum/sikloplegik dipakai untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada mata terutama pada
serangan yang akut, mencegah terjadinya sinekia dan melepaskan perlengketan jika telah tejadi
sinekia. Penggunaan ß-blocker, α-agonis dan inhibitor untuk mengurangi produksi dari cairan
aquos. Terapi farmakologik lain diberikan untuk mengontrol faktor resiko seperti pemberian obat
hipoglikemia dan hipolipodemik.6,9
Terapi pembedahan yang dipakai antara lain PRP (Panretinal Photocoagulation) untuk
mengurangi pembentukan neovaskularisasi di iris dan mencegah terjadinya sinekia anterior dan
posterior serta untuk menurunkan TIO yang meningkat, Panretinal criotheraphy dipakai jika
teknik PRP tidak memberikan hasilyang memuaskan dan jika media penglihatan keruh,
goniophotocoaglation jika terjadi neovaskularisasi iris dan sebelum terbentuknya sinekia
anterior.6,9
Teori terbaru menyebutkan digunakannya agen farmakologik anti-angiogenik yang
bertujuan mengurangi atau mencegah terjadinya neovaskularisasi, seperti bevacizumab (avastin,
genentech). Pemberian obat diaplikasikan secara topikal. Pemberian obat dilaporkan memiliki
onset kerja cepat (48 jam), namun obat ini memiliki waktu paruh yang singkat sehingga gejala
kekambuhan besar terjadi.6
4.10 PROGNOSIS
Prognosis glaukoma neovaskular ditentukan berdasarkan derajat berat ringannya penyakit
yang mendasarinya, waktu pengenalan penyakit (diagnosis) dibuat, riwayat operasi dan respon
terhadap agen farmakologik yang diberikan. Prognosis glaukoma neovaskular pada umumnya
buruk. Kontrol yang tidak baik terhadap penyakit yang mendasarinya, diagnosis yang terlambat
dibuat, tidak responnya terhadap terapi farmakologik dan bedah akan memperburuk prognosis
dari glaukoma neovaskular.9
BAB V
KESIMPULAN
Glaucoma neovaskular memiliki banyak sebutan yang menjelaskan penyebab kondisi ini
seperti glaucoma trombotik, glaucoma hemoragik, glaucoma hemoragik diabetic, glaucoma
kongestif, dan glaucoma rubeotik yang mana disebabkan oleh membran fibrovaskler yang
terbentuk pada permukaan iris dan sudut kamera anterior. Awalnya membrane hanya menutupi
struktur sudut kamera anterior tapi kemudian membrane ini mengkerut membentuk synechia
anterior perifer. Namun secara umum ada tiga kondisi klinis yang sering dianggap sebagai
pemicu terjadinya glaucoma neovaskuler yaitu retinopati diabetic, oklusi vena retina sentral, an
penyakit obstruksi karotis.
Keadaan ini jarang terjadi secara primer, sering dipengaruhi oleh factor angiogenesis
yang meningkat pada kondisi hipoksia yang mengakibatkan pertumuhan pembuluh darah yang
baru.
Prognosis dan tata laksana bergantung pada penyakit yang mendasari. Umumnya
prognosis buruk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Longe JL (2006) The Gale Encyclopedia of Medicine, 3rd edn., USA: Gale
2. Mosby (2008) Mosby's Medical Dictionary, 8th edn., USA: Elsevier.
6. Ilyas S, Tanzil m, editor. Glaukoma. Dalam Sari Ilmu Penyakit mata. Ed 3. Jakarta: balai
Penerbit FKUI. 2006. Hal 212-18
7. Wijaya N, editor. Glaukoma Sekunder. Glaukoma. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta.
Hal 219-44.
8. Bertamian M. Glaucoma Neovascular in Clinical Guide to Glaucoma Management.
Elsevier lnc. 2004 : 263 - 269.
9. Ghanem AA, El-Kannishy AM, El-Wehidy AS, El-Agamy AF. Intravitreal Bevacizumab
(Avastin) as an Adjuvant Treatment in Cases of Neovascular Glaucoma. 2009.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2813584/
10. Yan MO, Duker JS. Opthalmology, 3rd edition. England: Mosby Elsevier, 2009.1178-81
11. Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV. Diagnosis and Therapy of the Glaucomas, 7 th
edition. San Fransisco: Mosby Elsevier,2009. 255-58.
12. Krupin T. Manual of Glaukoma Diagnosis and Management. USA: Churchill
Livingstone. 1988. 161-63
13. Skuta GL, Cantor LB, Weisss JS. Basic and Clinical Science Course of Glaucoma.
Section 10. San Francisco: American Academy of Ophtalmology. 2009. 138-42