Anda di halaman 1dari 4

Diagnosa banding

Di antara berbagai penyebab penyakit kuning yang terbanyak adalah hepatitis, diikuti oleh obstruksi
aliran empedu dan anemia hemolitik. Mengingat mekanisme konjugasi dan ekskresi bilirubin yang
belum matang pada neonatus sampai usia 2 minggu, maka hampir semua bayi baru lahir mengalami
peningkatan ringan bilirubin yang tidak terkonjugasi, kondisi ini disebut penyakit kuning pada bayi baru
lahir (neontal joundice) atau ikterus fisiologis pada bayi baru lahir. Penyakit kuning pada bayi baru lahir
juga dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme antara lain:

• Sindrom Gdbert, relatif sering ditemukan (7% populasi) bersifat jinak berupa peningkatan bilirubin
tidak terkonjugasi yang ringan dan bersifat fluktuatif. Penyakit ini diturunkan secara heterogen dan
terjadi mutasi pada gen yang mengkode protein glocuronosyltransferase; polimorfisme gen ini berperan
terhadap bervariasinya ekspresi klinis sindrom ini. Hiperbilirubinemia di sini tidak menimbulkan
penyakit.

• Sindrom Dubin Johnson, merupakan penyakit herediter resesif autosom dengan defek pada protein
transpor yang memfasilitasi eskresi bilirubin glukoronida untuk dapat menembus membran kanalikulus.(
Abbas,2015)
Diagnosis banding berdasarkan gangguan metabolisme bilirubin (Sudoyo,

A). Hiperbilirubiemia Tak Terkonjugasi

1. Hemolisis
Walaupun hati yang normal dapat memetabolisme kelebihan bilirubin, namun peningkatan kadar
bilirubin pada keadaan hemolisis dapat melampaui kemampuannya. Pada keadaan hemolisis yang berat
kadar bilirubin jarang lebih dari 3-5 mg/dL (> 51-86 umol/L) kecuali kalau terdapat kerusakan hati juga.
Namun demikian kombinasi hemolisis yang sedang dan penyakit hati yang ringan dapat mengakibatkan
keadaan ikterus yang lebih berat; dalam keadaan ini hiperbilirubinemia bercampur, karena eksresi
empedu kanalikular terganggu.

2. Sindrom Gilbert
Gangguan yang bermakna adalah hiperbilirubinemia indirek (tak terkonjugasi), yang menjadi penting
secara klinis, karena keadaan ini sering disalahartikan sebagai penyakit hepatitis kronik. Penyakit in
menetap, sepanjang hidup dan mengenai sejumlah 3-5% penduduk dan ditemukan pada kelompok
umur dewasa muda dengan keluhan tidak spesifik secaran tidak sengaja. Beberapa anggota keluarga
sering terkena tetapi bentuk genetika yang pasti belum dapat dipastikan. Patogenesisnya belum dapat
dipastikan Adanya gangguan (defek) yang kompleks dalam proses pengambilan bilirubin dari plasma
yang berfluktuasi antara 2-5 mg/dL (34-86 umol/L) yang cenderung naik dengan berpuasa dan keadaan
stres lainnya. Keaktifan enzim glukuroniltransferase rendah; karenanya mungkin ada hubungan dengan
sindrom Crigler-Najjar tipe II. Banyak pasien juga mempunyai masa hidup sel darah merah yang
berkurang, namun demikian tidak cukup untuk menjelaskan keadaan hiperbilirubinemia.
Sindrom Gilbert dapat dengan mudah dibedakan dengan hepatitis dengan tes faal hati yang normal,
tidak terdapatnya empedu dalam urin, dan fraksi bilirubin indirek yang dominan. Hemolisis dibedakan
dengan tidak terdapatnya anemia atau retikulositosis. Histologi hati normal, namun biopsi hati tidak
diperlukan untuk diagnosis. Pasien harus diyakinkan bahwa tidak ada penyakit hati.

3. Sindrom Crigler-Najjar
Penyakit yang diturunkan dan jarang ini disebabkan oleh karena adanya keadaan kekurangan glukuro-
niltransferase, dan terdapat dalam 2 bentuk. Pasien dengan penyakit otosom resesip tipe I
(lengkap=komplit) mempunyai hiperbilirubinemia yang berat dan biasanya meninggal pada umur I
tahun. Pasien dengan penyakit otosom resesif tipe II (sebagian=parsial) mempunyai kadar
hiperbilirubinemia yang kurang berat (<20 mg/dL, <342 umol/L) dan biasanya bisa hidup sampai masa
dewasa tapa kerusakan neurologik. Fenobarbital, yang dapat merangsang kekurangan glukuronil
transferase, dapat mengurangi kuning.

4. Hiperbilirubinemia shunt primer. Keadaan yang jarang, yang bersifat jinak dan familial dengan
produksi yang berlebihan early labeled bilirubin.

B). Hiperbilirubiemia Konjugasi


1. Nonkolestasis
2. Kolestasis

Hiperbilirubinemia Konjugasi Non-kolestasis:


1. Sindrom Dubin-Johnson
Penyakit autosom resesif ditandai dengan ikterus yang ringan dan tanpa keluhan. Kerusakan dasar
terjadinya gangguan ekskresi berbagai anion organik seperti juga bilirubin, namun eskresi garam
empedu tidak terganggu. Berbeda dengan sindrom Gilbert hiperbilirubinemia yang terjadi adalah
bilirubin konjugasi dan empedu terdapat dalam urin.
Hati mengandung pigmen sebagai akibat bahan serpa melanin, namun gambaran histologi normal.
Penyebab deposisi pigmen belum diketahui. Nilai aminotransferase dan fosfatase alkali normal. Oleh
karena sebab yang belum diketahui gangguan yang khas ekskresi korpoporpirin urin demgan rasio
reversal isomer I; III menyertai keadaan ini.

2. Sindrom Rotor. Penyakit yang jarang ini menyerupai sindrom Dubin-Johnson, tetapi hati tidak
mengalami pigmentasi dan perbedaan metabolik yang nyata yang lain ditemukan.

Hiperbilirubinemi Konjugasi Kolestasis:


1. Kolestasis intrahepatik
2. kolestasis ekstrahepatik (sumbatan pada duktus bilier, di mana yang disebut belakang terjadi
hambatan bilirubin mask ke dalam usus).

1. Kolestasis Intrahepatik
Istilah kolestasis lebih disukai untuk pengertian ikterus obstruktif sebab obstruksi yang bersifat mekanis
tidak perlu selalu ada. Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati
(kanalikulus), sampai ampula Vater. Untuk kepentingan klinis membedakan penyebab sumbatan
intrahepatik atau ekstrahepatik sangat penting. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah
hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun.
Peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin konjugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis
A merupakan penyakit self limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut.
Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan ikterus pada tahap awal (akut), tetapi bisa berjalan
kronik dan menahun dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis
hati. Tidak jarang penyakit hati menahun juga disertai gejala kuning, sehingga kadang-kadang
didiagnosis salah sebagai penyakit hepatitis akut.

Alkohol bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan sekresinya, dan mengakibatkan
kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus menerus bisa menimbulkan perlemakan (steatosis),
hepatitis, dan sirosis dengan berbagai tingkat ikterus. Perlemakan hat merupakan penemuan yang
sering, biasanya dengan manifestasi yang ringan tapa ikterus, tetapi kadang-kadang bisa menjurus ke
sirosis. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi gejala ikterus sering timbul akut dan dengan keluhan
dan gejala yang lebih berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan transaminase yang
tinggi.

Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun yang biasanya sering mengenai kelompok muda
terutama perempuan. Data terakhir menyebutkan juga kelompok yang lebih tua bisa dikenai. Dua
penyakit autoimun yang berpengaruh pada sistem bilier tapa terlalu menyebabkan reaksi hepatitis
adalah sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosing. Sirosis bilier primer merupakan penyakit hati
bersifat progresif dan terutama mengenai perempuan paruh baya. Gejala yang mencolok adalah rasa
lelah dan gatal yang sering merupakan penemuan awal, sedangkan kuning merupakan gejala yang
timbul kemudian.
Kolangitis sklerosis primer (Primary sclerosing cholangitis/PSG) merupakan penyakit kolestatik lain, lebih
sering dijumpai pada laki-laki, dan sekitar 70% menderita penyakit peradangan usus. PSG bisa menjurus
ke kolangio-karsinoma. Banyak obat mempunyai efek dalam kejadian ikterus kolestatik,seperti
asetaminofen, penisilin, obat kontrasepsi oral, klorpromazin (Torazin) dan steroid estrogenik atau
anbolik.

2. Kolestasis Ekstrahepatik
Penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker
pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada
duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan kolangitis
sklerosing. Kolestasis mencerminkan kegagalan sekresi empedu. Mekanismenya sangat kompleks,
bahkan juga pada obstruksi mekanis. empedu.
Efek patofisisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu (yang terpenting bilirubin, garam
empedu, dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan kegagalannya untuk masuk usus halus untuk eskresi.
Retensi bilirubin menghasilkan campuran hiperbilirubiemia dengan kelebihan bilirubin konjugasi masuk
ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang bisa mencapai saluran cerna usus
halus. Peningkatan garam empedu dalam sirkulasi selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal
(pruritus), walaupun sebenarnya hubungannya belum jelas sehingga patogenesis gatal masih belum bisa
diketahui dengan pasti.
Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak, dan vitamin K, gangguan eskresi garam empedu
dapat berakibat steatorrhea dan hipoprotrombinemia. Pada keadaan kolestasis yang berlangsung lama
(primary biliary cirrhosis), gangguan penyerapan Ca dan Vitamin D dan vitamin lain yang larut lemak
dapat terjadi dan dapat menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. Retensi kolesterol dan fosfolipid
mengakibatkan hiperlipidemia, walaupun sintesis di hati dan esterifikasi yang berkurang dalam darah
kolesterol turut berperan; Kadar trigliserida tidak terpengaruh. Lemak beredar dalam darah sebagai
lipoprotein densitas rendah yang unik dan abnormal yang disebut sebagai lipoprotein X. (Sudoyo,2014)

Sumber : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editors.2014. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9. Singapura: Elsevier
Saunders

Jameson JL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, dan Loscalzo.2015.J. Harrison's Principles of
Internal Medicine. Edisi 19. New York NY,McGraw Hill Education.

Anda mungkin juga menyukai