Keterlibatan hepar adalah fitur yang disajikan oleh sejumlah penyakit metabolisme yang
diwariskan. Kegiatan metabolik dari hepar menjangkau fungsi penting yang luas pada
metabolisme dari seluruh tubuh. Yang mengejutkan, bahwa respons terhadap cedera
terbatas, dan kelainan metabolisme bawaan terwujud sebagai sindrom hepatik umumnya
sulit dibedakan dari banyak kelainan / gangguan yang didapat, seperti infeksi,
intoksikasi, gangguan perkembangan, dan neoplasia. Pendekatan diagnosa dari penyakit
metabolik yang diwariskan yang muncul sebagai sindrom hepatik adalah dengan
mempertimbangkan empat kemungkinan presentasi, mengenali kemungkinan besar
tumpang tindih di antara mereka. Dimana presentasi yang mungkin muncul adalah:
Penyakit kuning disebabkan oleh akumulasi bilirubin tak terkonjugasi atau terkonjugasi,
yang dapat terjadi akibat peningkatan produksi, gangguan metabolisme, atau obstruksi
bilier. Bilirubin adalah sebuah pigmen porfirin berasal dari dari metabolisme degradatif
heme dari hemoglobin.
Hiperbilirubinemia terkonjugasi
Apakah lien juga membesar? Riwayat hematemesis atau adanya asites atau
distensi vena abdomen akan mengarahkan pada splenomegali yang disebabkan oleh
hipertensi portal akibat sirosis. Namun, lien dapat membesar dengan infiltrasi atau
akumulasi sel atau metabolit yang sama yang menyebabkan pembesaran hepar. Di
samping berbagi sirkulasi porta, hepar dan lien keduanya mengandung komponen
sistem retikuloendotelial (RES). Kondisi yang menyebabkan perluasan RES, baik
sebagai hasil dari proliferasi sel atau penyimpanan dalam sel RES (makrofag), biasanya
muncul dengan pembesaran klinis kedua organ. Ini adalah khas, untuk contoh, dari
banyak penyakit penyimpanan lisosom (lihat Bab 6 ).
Penyakit penyimpanan glikogen tipe III (GSD III) umumnya muncul sebagai
hepatomegali asimptomatik yang dtemukan secara kebetulan pada pemeriksaan fisik.
Lien mungkin juga membesar, tetapi splenomegali ringan dibandingkan dengan
hepatomegali. Akumulasi glikogen pada kondisi ini disebabkan oleh defisiensi enzim
debrancher yang mengubah titik cabang pada glikogen menjadi molekul linier untuk
hidrolisis lebih jauh oleh fosforilase. Pembesaran liver mungkin bermakna. Pembesaran
umumnya tegas dan tidak nyeri, dengan tepi yang tajam, rata yang mudah dipalpasi.
Pada kebanyakan pasien, hipoglikemia tidak terjadi, atau hanya terjadi setelah puasa
berkepanjangan. Namun, dalam kasus minoritas yang signifikan, itu mungkin terjadi
pada awal masa bayi dan menjadi berat sebagaimana hipoglikemia terlihat pada pasien
dengan GSD I. GSD III onset awal bayi yang berat mungkin juga terkait dengan gagal
tumbuh dan hiperlipidemia, yang lebih jauh mengaburkan diferensiasi klinis dari GSD I.
Namun, asidosis laktat dan hiperurisemia tidak terjadi, atau sangat ringan, pada pasien
dengan GSD III. Lebih-lebih lagi, kondisi ini terkait dengan ketosis selama puasa dan
dengan peningkatan moderat aminotransferase hepar (AST dan ALT), sebagai sebuah
pedoman, tidak terjadi pada GSD I. Biopsi hepar menunjukkan peningkatan glikogen
dengan fibrosis interlobular yang bervariasi, tetapi sangat sedikit lemak. Fibrosis dapat
berlangsung ke sirosis yang jelas, menghasilkan hipertensi portal dan gagal hati, namun
hal ini jarang terjadi. Pada dewasa, banyak pasien mengembangkan bukti keterlibatan
otot, termasuk kardiomiopati di beberapa kasus. Ini dicirikan dengan kelemahan otot
proksimal, menurunnya reflex tendon dalam, dan peningkatan kreatin fosfokinase
plasma (lihat Bab 2).
Pasien dengan GSD III akan menunjukkan sebuah peningkatan glukosa plasma
sebagai respon dari konsumsi galaktosa, fruktosa, atau asam amino, yang menunjukkan
bahwa glukoneogenesis masih intak. Mereka juga menunjukkan peningkatan glukosa
plasma yang signifikan sebagai respon dari pemberian glukagon dua sampai empat jam
setelah makan, tetapi mereka tidak merespon setelah 10-12 jam puasa ketika semua
glikogen linier hepatik yang dapat diakses oleh aktivitas fosforilase telah habis.
Konfirmasi diagnosis memerlukan pengukuran aktivitas enzim debrancher dari sediaan
hepar segar yang diperoleh dari biopsi.
Defisiensi fosforilase hepatik (GSD VI) sering secara klinis tidak dapat
dibedakan dari GSD III, meskipun jauh lebih jarang, dan keterlibatan otot rangka dan
jantung tidak terjadi. Defisiensi fosforilase dapat ditunjukkan secara histokimia pada
biopsi jaringan yang diperoleh.
Defisiensi fosforilase b kinase lebih umum bila dibandingkan dengan GSD VI.
Varian paling umum muncul sebagai sebuah kelainan yang ditransmisikan terkait-X
resesif. Secara klinis sering tidak bisa dibedakan dari GSD III. Namun, tidak seperti
pasien dengan GSD III, pasien dengan penyakit penyimpanan glikogen tipe ini
menunjukkan peningkatan minimal glukosa plasma sebagai respon dari glukagon
setelah puasa pada durasi berapapun. Biopsi hepar menunjukkan peningkatan glikogen,
yang mungkin terlihat lebih tersebar daripada di GSD III. Seringkali terdapat beberapa
fibrosis interlobular, meskipun sirosis jarang terjadi. Konfirmasi diagnosa terbaik
dilakukan dengan analisis enzim langsung dari hepar segar, meskipun beberapa pasien
menunjukkan defisiensi dari enzim dalam sel darah merah. Keterlibatan otot rangka
terjadi pada sebagian kecil pasien, dimana kondisi tersebut tampaknya ditransmisikan
sebagai resesif autosomal. Keterlibatan otot rangka atau miokardium saja sangat jarang
(lihat Bab 2 dan 5). Analisis mutasi juga sering bermanfaat untuk mengkonfirmasi
diagnosa.
Hipoglikemia
Glikogen adalah sebuah molekul yang sangat berbobot, cabang polimer tinggi
dari glukosa. Selama makan, glikogen terbentuk dari polimerisasi glukosa, berasal
terutama dari karbohidrat dari makanan. Selama puasa, prosesnya dibalik dengan
glukosa yang dilepaskan oleh hidrolisis glikogen terkatalisasi oleh fosforilase .
Glikogen adalah sebuah bentuk sempurna dari glukosa yang tersedia langsung. Namun,
penyimpanan di hepar melibatkan penyimpanan simultan sejumlah besar air, dan jumlah
total glikogen yang bisa diakomodasi oleh karena itu, sebenarnya relatif kecil. Sebagai
hasil, dalam hanya 24-48 jam puasa, glikogen di hati menjadi benar-benar habis karena
dengan cepat diubah menjadi glukosa untuk memenuhi kebutuhan jaringan, seperti otak,
yang memiliki kebutuhan energi tinggi.
Gambar 4.1 Gambaran reaksi kunci dalam glukoneogenesis.
Berbagai enzim yang terlibat dalam reaksi kunci dari glukoneogensis adalah: 1 , laktat
dehidrogenase (LDH); 2 , kompleks piruvat dehidrogenase (PDH); 3, piruvat
karboksilase (PC); 4, alanin aminotransferase (ALT); 5 , fosfoenolpiruvat
karboksikinase (PEPCK); 6 , glukosa- 6-fosfatase.
Asam lemak bebas dan ester koenzim A mereka bersifat toksik. Ketika
mobilisasi asam lemak meningkat, atau itu kapasitas untuk β oksidasi mitokondria
terlampaui untuk alasan apapun, setiap kelebihan asam lemak diubah kembali menjadi
trigliserida, atau dioksidasi oleh sistem nonmitokondria, seperti oksidasi ω mikrosomal
dan oksidasi β peroksisomal (lihat Gambar 4.5). β Oksidasi asam lemak mitokondria
sangat bergantung pada ketersediaan jumlah karnitin yang memadai. Meskipun karnitin
disintesis secara endogen, dan umumnya jumlahnya cukup dari makanan, namun
defisiensi sekunder umum terjadi (Tabel 4.1). Belum ada gangguan utama biosintesis
karnitin yang ditemukan. Namun, defisiensi karnitin memang terjadi sebagai sebuah
hasil dari defek genetik transport selnya. Ini mungkin mengambil bentuk sebagai
defisiensi karnitin sistemik, yang dicirikan secara klinis oleh serangan berulang dari
ensefalopati menyerupai Reye dengan hipoketotik hipoglikemia atau sebagai
kardiomiopati berat. Miopati skeletal juga terjadi pada pasien dengan defek transport,
yang tampaknya terbatas pada penyerapan karnitin oleh otot.
Penurunan biosintesis
Penyakit hepar kronis
Penyakit ginjal kronis
Prematuritas ekstrim
Asupan yang tidak adekuat (gizi)
TPN berkepanjangan pada bayi prematur
Malnutrisi kalori protein berat
Malabsorpsi usus
Diet vegetarian
Peningkatan kehilangan
Disfungsi tubulus ginjal
Gagal ginjal (uremia)
Hemodialisis
Asidopati organik (PA, MMA, dll.)
Pengobatan dengan asam valproat
UCED yang diobati dengan natrium benzoat
Singkatan: TPN, nutrisi parenteral total; UCED, defek enzim siklus urea; PA, asidemia
propionat; MMA, asidemia metilmalonat.
Hipoglikemia adalah sebuah masalah umum yang tidak spesifik pada neonatus
dan bayi muda yang sakit berat, tanpa memedulikan dari penyebab penyakit. Kadang-
kadang, apakah hipoglikemia adalah penyebab, atau sebuah hasil tidak spesifik dari
penyakit, sulit pada awalnya untuk ditentukan. Terlepas dari penyebabnya, koreksi
hipoglikemia tanpa penundaan setidaknya sama pentingnya dengan membuat sebuah
diagnosa spesifik. Sebagai sebuah aturan, ketika dia terkait dengan penyakit sistemik
yang parah, seperti sepsis, dia relatif mudah untuk dikontrol oleh pemberian glukosa
pada kecepatan tertentu, atau agak lebih besar dibandingkan kecepatan oksidasi glukosa
dasar normal (4–6 mg/kg/menit pada neonatus dan 3–5 mg/kg/menit pada bayi yang
lebih tua dan anak-anak). Gambar 4.3 menunjukkan ringkasan pendekatan diagnosis
hipoglikemia, yang berfokus terutama pada yang disebabkan oleh kelainan bawaan
metabolisme.
Adanya substansi sisa non glukosa di urin adalah khas untuk galaktosemia klasik
dan intoleransi fruktosa yang diwariskan (HFI) yang tidak diobati. Ini mudah ditentukan
saat pemeriksaan. Menguji beberapa tetes urin dengan reagen Benedict atau dengan
tablet Clinitest adalah positif dengan adanya glukosa, galaktosa, atau fruktosa. Namun,
mencelupkan urin yang sama dengan Clinistix biasanya negatif pada kondisi ini,
menunjukkan bahwa zat sisa adalah bukan glukosa. Kedua penyakit umumnya terkait
dengan masalah klinis lain yang menonjol. Pasien dengan galaktosemia memiliki bukti
disfungsi hepatoseluler lainnya, dan HFI terkait dengan asidosis laktat yang signifikan.
Glikosuria pada kondisi ini biasanya hilang dengan cepat setelah menghilangkan gula
dari diet. Karena itu, hasil tes negatif tidak menghilangkan kemungkinan salah satu
gangguan ini, terutama jika pasien memiliki pernah diberikan intravena glukosa untuk
lebih dari beberapa jam.
Singkatan: SGA, kecil untuk usia gestasional; IDM, bayi dari ibu diabetes; HFI,
intoleransi fruktosa yang diwariskan; AA, asam amino; OA, asam organik; FFA, asam
lemak bebas; FAOD, defek oksidasi asam lemak; hGH, hormon pertumbuhan manusia;
T4, tiroksin; GSD, penyakit penyimpanan glikogen ; FDPase, fruktosa-1,6-difosfatase.
Karena hipoglikemia adalah sebuah konsekuensi metabolik sekunder yang umum dari
berbagai kelainan bawaan metabolisme asam amino dan asam organik, pemeriksaan
penunjang harus mencakup analisis asam organik urin dan asam amino dan amonia
plasma.
GSD I dapat muncul dengan hipoglikemia pada periode bayi baru lahir. Namun,
biasanya tidak sulit untuk dikontrol dan hepar mungkin tidak terlalu membesar.
Faktanya, jadwal makan normal tiap 3 jam umumnya cukup untuk menekan gejala
hipoglikemia. Bayi yang terkena biasanya menjadi perhatian pada usia tiga sampai lima
bulan saat memperpanjang interval antara menyusui, atau terkait dengan penyakit
penyerta, memicu sebuah episode berat hipoglikemia, sering digambarkan dengan
kejang atau koma. Beberapa bayi menjadi perhatian karena gagal tumbuh, dan yang lain
karena hepatomegali masif yang ditemukan secara kebetulan selama pemeriksaan fisik.
Kadang-kadang, bayi dengan GSD I dibawa ke pelayanan medis karena takipnea yang
disebabkan oleh asidosis laktat. Anak-anak yang terkena biasanya tampak pucat dengan
fasies khas yang sering dijelaskan sebagai “cherubic” karena menyerupai penampilan
boneka yang disebabkan oleh pipi yang tembam. Obesitas trunkus dan penonjolan perut
yang mencolok kontras dengan ekstremitas yang biasanya kurus. Mimisan berulang
adalah umum sebagai hasil dari defek sekunder fungsi trombosit; jumlah trombosit
biasanya normal.
Defek dasar pada GSD I adalah defisiensi produksi glukosa dari glukosa-6-
fosfat, jalur umum terakhir untuk glikogenolisis dan glukoneogenesis (Gambar 4.1).
Varian penyakit yang paling umum (tipe Ia) disebabkan oleh defisiensi enzim
mikrosomal, glukosa-6-fosfatase. Enzim hanya diekspresikan di hati dan ginjal, dan
diagnosis definitif memerlukan analisis enzim dari satu atau jaringan lainnya, biasanya
hati. Biopsi hepar menunjukkan akumulasi glikogen masif, termasuk glikogen dengan
inti hepatosit (Gambar 4.4). Sebagai tambahan, terdapat akumulasi lemak
makrovesikuler yang nyata, tetapi biasanya tidak ada fibrosis, bukti obstruksi bilier, atau
inflamasi. Defisiensi glikosa-6-fosfatase sering didemonstrasikan secara histokimia.
Namun, diagnosa sebaiknya dikonfirmasi oleh analisis enzim spesifik pada biopsy hati
segar.
Gambar 4.4 Elektron mikrograf dari hati normal (a) dan hati pada penyakit
penyimpanan glikogen (b).
Gambar a, menunjukkan hati normal. Tampak porsi dari beberapa hepatosit normal
sekitarnya di sekitar ruang darah sinusioid. Deposit hitam (panah) di sitoplasma dari sel
hati adalah agregat glikogen. Mitokondria (m), peroksisom (p) dan retikulum
endoplasma kasar (rer) bisa juga terlihat. Catatan : prosesus sel endotel ( ∗ ) dan fenestra
(mata panah). Batang mewakili 1 μm . Gambar b , menunjukkan hati dari sebuah
pasien dengan penyakit penyimpanan glikogen tipe Ia. Penyimpanan partikel glikogen
padat elektron (G) massif menempati sitoplasma dan menggeser mitokondria dan
organel lainnya (∗) ke tepi sel. Glikogen bisa juga dapat terlihat pada nukleus (N).
Batang mewakili 1 μm . (Sumber dari dr. M. J. Phillips.)
Terapi dari semua jenis dari GSD I ditujukan terutama untuk mencegah
hipoglikemia dengan pemberian sering makanan rendah lemak, mengandung sedikit
mungkin fruktosa dan galaktosa. Ini ditambah oleh konsumsi intermiten tepung maizena
mentah di siang hari dan pemberian susu formula di malam hari. Neutropenia pada
pasien dengan penyakit non-tipe Ia berespons baik terhadap pengobatan dengan faktor
perangsang koloni granulosit (G-CSF).
Hipoglikemia saat puasa dan hepatomegali yang nyata terkait dengan disfungsi
tubulus ginjal onset dini yang ditandai dengan poliuria, rakhitis hipofosfatemik, asidosis
metabolik hiperkloremik, dan retardasi pertumbuhan berat adalah khas untuk sindrom
Fanconi-Bickel. Kondisi ini disebabkan oleh mutasi pada gen GLUT2, yang mengkode
untuk pengangkut glukosa tipe hati. Aktivitas glukosa-6-fosfatase hepatik normal.
Tingkat penggunaan glukosa dapat diukur secara langsung oleh infus dari isotop
stabil berlabel glukosa, tetapi pemeriksaan ini tidak praktis kecuali di pusat aktif yang
terlibat dalam penelitian pada metabolisme glukosa. Namun, tingkat oksidasi glukosa
dapat diperkirakan secara tidak langsung dengan menentukan tingkat minimum
pemberian glukosa yang diperlukan untuk mempertahankan euglikemia. Ini relatif
mudah pada neonatus yang sering menerima glukosa intravena. Pada bayi yang lebih
besar dan anak-anak, tidak adanya keton dalam urin atau turunnya kadar 3-
hidroksibutirat plasma selama hipoglikemia biasanya merupakan indikasi kuat bahwa
pemanfaatan glukosa meningkat. Peningkatan pemanfaatan glukosa (yaitu, hipoketotik
hipoglikemia) terjadi sebagai hasil dari hiperinsulinisme,hasil dari defek utama atau
sekunder pada oksidasi asam lemak. Dua situasi ini dapat dibedakan oleh pengukuran
dari asam lemak bebas pada plasma. Salah satu efek fisiologis yang paling kuat dari
insulin adalah inhibisi dari lipase sensitif hormo pada jaringan adiposa. Kadar asam
lemak bebas yang rendah selama hipoglikemia adalah sebuah indikasi kuat kadar insulin
meningkat secara tidak normal. Sebaliknya, pada pasien dengan gangguan oksidasi
asam lemak, asam lemak bebas biasanya tinggi. Satu cara untuk mengukur ini adalah
dengan menghitung rasio asam lemak bebas untuk 3-hidroksibutirat (atau 3-
hidroksibutirat + asetoasetat). Hipoglikemia hipoketotik yang disebabkan oleh
hiperinsulinisme dikaitkan dengan rasio normal (< 2,0), sedangkan yang terkait dengan
defek oksidasi asam lemak bebas biasanya meningkat ( > 3.0). Pada gangguan
glukoneogenesis, termasuk GSD I, perbandingannya juga sering meningkat sebagai
hasil dari inhibisi sekunder dari ketogenesis. Namun waktu dari hipoglikemia dan
temuan laboratorium lainnya (Tabel 4.2) biasanya membuat perbedaan dari kondisi
tersebut relatif mudah.
Diagnosa dari defek oksidasi asam lemak biasanya dapat dikonfirmasi oleh
adanya konsentrasi asam dikarboksilat C-6 hingga C-10 (asam adipat, suberat, dan
sebasar) yang tinggi dalam urin, adanya asil-karnitin yang khas dalam plasma, dan
adanya penurunan konsentrasi karnitin bebas dalam plasma selama dekompensasi
metabolik akut. Karena kelainan asam organik sering menghilang ketika anak
tampaknya sehat, diagnosa mungkin menjadi sulit jika sampel urin dan darah tidak
diambil pada waktu pasien sedang dalam kondisi sakit akut.
Apa yang dulu pernah disebut “hipoglikemia sensitif leusin” baru-baru ini
ditunjukkan pada banyak bayi sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh mutasi gen
glutamat dehidrogenase (GLUD1) yang mengakibatkan ketidakpekaan relatif enzim
terhadap inhibisi normal oleh GTP. Bayi dengan kondisi ini biasanya muncul pada
tahun pertama kehidupan dengan riwayat hipoketotik hipoglikemia berulang,
peningkatan kadar insulin plasma, dan hiperamonemia persisten. Anak-anak yang
terkena umumnya menunjukkan toleransi terhadap puasa. Sebaliknya, mengkonsumsi
makanan protein tinggi sering memicu serangan hipoglikemik. Kadar ammonia plasma
berkorelasi buruk dengan asupan diet protein, sering tetap tinggi meskipun pembatasan
diet protein yang agresif dan asupan karbohidrat yang tinggi. Bayi dan anak yang
terkena sering merespon pengobatan dengan diazoksida dengan baik.
Tabel 4.3 Hubungan antara defek metabolic dan manifestasi klinis defek β oksidasi
asam lemak mitokondria
Disfungsi Hepatoseluler
Salah satu cara pendekatan kategori kelainan metabolisme bawaan ini adalah
dengan mengatur mereka berdasarkan usia serangan. Penyakit metabolic yang
diwariskan dicirikan dengan penyakit hati berat mungkin muncul di awal masa bayi,
nanti di masa kanak-kanak, atau pada dewasa (Tabel 4.4 ).
Presentasi penyakit metabolik yang diwariskan dengan onset pada periode bayi
baru lahir atau awal masa bayi sebagai penyakit hepatoselular akut dicirikan pada
sebagian besar kasus kasus oleh beberapa kombinasi dari gagal tumbuh,
hiperbilirubinemia ringan hingga berat, hipoglikemia, hiperamonemia, peningkatan
aminotransferase, diatesis perdarahan, edema, dan asites. Galaktosemia klasik adalah
contoh prototipe, dan dibahas secara rinci dalam Bab 7.
Bayi yang terkena biasanya menunjukkan anemia sedang hingga berat dan
trombositopenia. Hipoglikemia adalah hal yang umum, tetapi kadar amonia plasma
biasanya tidak terlalu tinggi. Aminotransferase mungkin meningkat sedang, tetapi
koagulopati biasanya berat dan khas terkait dengan disfibrinogenemia (waktu reptilase
lebih besar dibandingkan itu waktu trombin). Asidosis tubular renal lebih parah
dibandingkan bayi dengan galaktosemia. Ini sering terkait dengan hilangnya fosfat yang
tidak memadai karena rakhitis. Analisis asam amino plasma biasanya menunjukkan
peningkatan kadar tirosin, metionin, dan fenilalanin. Namun, kadarnya mungkin tidak
terlalu tinggi bila dibandingkan pada pasien dengan jenis penyakit hepatoseluler berat
lainnya; mereka seringkali tidak terlalu membantu dalam membuat diagnosis
tirosinemia. Tetapi kadar α- fetoprotein (AFP) plasma biasanya sangat tinggi. Faktanya,
hanya ada beberapa situasi di mana tingkat AFP yang sebanding terlihat :
hepatoblastoma, hemokromatosis neonatal, dan hepatitis virus yang sembuh adalah
yang utama. Analisis asam organik urin biasanya, meskipun tidak selalu, menunjukkan
adanya suksinataseton, berasal dari fumaratasetoasetat yang terakumulasi proksimal
pada defek enzim. Jika diagnosis tirosinemia hepatorenal diduga kuat, analisis asam
organik urin, termasuk analisis turunan oksim (lihat Bab 9), harus diulang setidaknya 3
sampai 4 kali. Diagnosis definitif dibuat dengan mengukur aktivitas fumaratasetoasetat
hidrolase (FAH) dalam leukosit, eritrosit, fibroblas, atau jaringan hati yang diperoleh
dengan biopsi. Pengobatan dengan pembatasan diet tirosin sering menghasilkan
perbaikan gejala klinis dan metabolik. Namun, kadar metionin plasma sering meningkat
melebihi 1 mmol/L selama fase awal pengobatan. Pengobatan kondisi ini telah
mengalami revolusi dengan diperkenalkannya NTBC, suatu penghambat asam p -
hidroksifenilpiruvat dioksigenase (lihat Bab 10).
Sirosis onset dini juga merupakan ciri yang menonjol dari penyakit
penyimpanan glikogen tipe IV (GSD IV). Namun, tidak seperti defisiensi α1 -
antitripsin, banyak pasien juga menunjukkan bukti keterlibatan neuromuskuler dengan
hipotonia, kelemahan, pengecilan otot, dan menurunnya refleks tendon dalam.
Faktanya, penyakit pada pasien yang muncul di kemudian hari dengan varian kondisi
yang lebih ringan ditandai dengan gejala progresif miopati skeletal, kadang-kadang
melibatkan miokardium (lihat Bab 5). Perjalanan penyakit onset awal yang tipikal
biasanya sangat agresif, dan dapat bertahan hidup lebih dari beberapa bulan adalah hal
yang luar biasa. Biopsi hati menunjukkan sirosis lanjut dan adanya ciri inklusi yang
terdiri dari glikogen abnormal pada hepatosit. Diagnosis ditegakkan dengan pengukuran
aktivitas enzim pencabang glikogen di leukosit, fibroblas, atau jaringan.
Beberapa anak dengan varian neuropatik subakut dari penyakit Gaucher (tipe 3)
hadir dalam beberapa tahun pertama kehidupan dengan hepatosplenomegali masif dan
bukti awal gagal hati kronis. Selain hepatosplenomegali masif, anak-anak yang terkena
juga menunjukkan gagal tumbuh, abdomen yang menonjol, anemia, edema, asites, dan
perdarahan diatesis karena proporsi trombositopenia yang disebabkan oleh
hipersplenisme. Kematian sering terjadi dalam beberapa tahun, sebelum perjalanan
penyakit neuropatik yang mendasari menjadi jelas. Aspirasi sumsum tulang
menunjukkan adanya penyimpanan sel tipikal (lihat Bab 6). Diagnosis ditegakkan
dengan adanya defisiensi β- glukosidase pada leukosit atau fibroblas.
Gagal tumbuh yang berat, terkait dengan diare kronis, hepatomegaly masif,
hypotonia yang nyata, dan keterlambatan perkembangan, dengan onset dalam 1–3 bulan
kehidupan adalah karakteristik dari penyakit Wolman. Kalsifikasi kelenjar adrenal,
biasanya terlihat pada radiografi polos perut atau dengan pemeriksaan ultrasonografi,
hampir patognomonik untuk penyakit pada bayi muda dengan gambaran klinis ini.
Konsentrasi kolesterol plasma meningkat. Diagnosis dikonfirmasi dengan adanya
defisiensi asam lipase yang menonjol pada fibroblast kulit yang dikultur. Penyakit ini
selalu berakibat fatal dalam beberapa bulan.
Diare kronis dengan gagal tumbuh, hepatomegali, disfungsi hepatoselular,
koagulopati dan hipoalbuminemia, juga merupakan karakteristik pada bayi dengan
intoleransi fruktosa herediter (HFI). Bayi dengan HFI mungkin secara klinis tidak dapat
dibedakan dari bayi dengan kelainan bawaan glikosilasi (CDG) Tipe Ib, yang
disebabkan oleh defisiensi enzim fosfomanosa isomerase (PMI). Membedakan di antara
kedua penyakit itu menjadi sulit dengan pengamatan saja karena pola pemfokusan
isoelektrik dari transferin plasma pada banyak bayi dengan HFI tidak dapat dibedakan
dari yang terlihat pada pasien dengan CDG Ib. Kelainan pada HFI dapat membaik,
umumnya dalam beberapa minggu, dengan tatalaksana pembatasan diet fruktosa.
Kondisi lain yang seringkali tidak dapat dibedakan secara klinis, setidaknya
pada awalnya adalah penyakit Wolman dengan sindrom deplesi DNA mitokondria onset
awal. Gangguan autosomal resesif ini dicirikan oleh hepatomegali, kelemahan umum
dan hypotonia yang berat, asidosis laktat persisten yang seringkali berat, ensefalopati,
dan berbagai disfungsi tubular ginjal. Hipoglikemia biasanya tidak berat atau tidak sulit
diobati. Usia onset dan perjalanan penyakit sangat bervariasi. Diagnosa didukung oleh
biopsi otot dan pewarnaan histokimia untuk sitokrom c oksidase (COX), yang khas
menunjukkan dominasi COX-negatif dari serabut otot. Penyakit ini disebabkan oleh
defisiensi deoksiguanosin kinase (dGK). Defek enzim tidak diekspresikan dalam kultur
fibroblas kulit; konfirmasi diagnosis memerlukan pengukuran aktivitas enzim di otot
atau hati, atau adanya mutasi pada gen DGUOK . Penyakit ini selalu berakibat fatal,
meskipun kelangsungan hidup hingga masa kanak-kanak menengah dapat terjadi pada
pasien dengan varian penyakit yang lebih ringan.
Onset klinis penyakit hati secara signifikan sebelum usia lima tahun pada pasien
dengan penyakit Wilson tidak biasa terjadi, meskipun tidak diketahui. Pasien dengan
kondisi ini dapat mengalami sindrom hepatik, sindrom neurologis, atau hemolisis
intravaskular berat. Beberapa pasien muncul dengan hepatitis akut, dengan penyakit
kuning, anoreksia, malaise, feses dempul, dan urin gelap. Gejala dan temuan
laboratorium rutin tidak dapat dibedakan dari hepatitis virus akut. Pemulihan dapat
terjadi, dan defek yang mendasari sering kali tidak terdeteksi pada tahap ini. Tidak
adanya bukti serologis dari infeksi virus, bersama dengan adanya anemia hemolitik
ringan, harus menjadi peringatan untuk dokter untuk kemungkinan penyakit tersebut.
Beberapa pasien, biasanya remaja, datang dengan hepatitis ikterik akut yang
berkembang selama beberapa hari hingga beberapa minggu hingga gagal hati, dengan
penyakit kuning berat, koma hepatikum, koagulopati berat, asites, gagal ginjal, dan
kematian. Perjalanan penyakit dan usia pasien sering menimbulkan pertanyaan tentang
hepatitis virus berat atau intoksikasi. Namun, adanya anemia hemolitik non-imun yang
berat, yang disebabkan oleh pelepasan tiba-tiba tembaga dari sel hepar yang mati,
adalah khas untuk bentuk fulminan penyakit Wilson ini.
Presentasi sebagai ‘hepatitis aktif kronis’ mungkin terjadi di antara remaja dan
dewasa muda dengan penyakit Wilson, dengan kelelahan, malaise, anoreksia, dan
hiperbilirubinemia, dan hepatomegali yang nyeri saat dipalpasi. Kadang-kadang
penyakit ini muncul diam-diam, dengan tanda-tanda sirosis progresif lambat, termasuk
edema, ginekomastia, asites, clubbing, atau spider nevi. Beberapa pasien mungkin
memiliki tanda patognomonik cincin Kayser-Fleischer di kornea. Laboratorium
menunjukkan peningkatan aminotransferase dan γ - globulin, penurunan albumin
plasma, dan pemanjangan waktu protrombin. Biopsi hepar menunjukkan abnormalitas
khas dari hepatitis aktif kronis, dengan steatosis dan nucleus periportal terglikogenasi,
yang lebih sugestif untuk penyakit Wilson. Pemeriksaan ultrastruktural yang khas
menunjukkan kelainan mitokondria sebagai karakteristik penyakit (Gambar 4.6 ).
Konfirmasi dari diagnosa mungkin sulit. Pada penyakit Wilson, kadar tembaga
dan seruloplasmin plasma biasanya rendah. Namun, kadar tembaga mungkin normal
atau tinggi pada pasien dengan gagal hati fulminan, dan kadar seruloplasmin sering
tumpang tindih dengan pasien-pasien dengan jenis penyakit hati lainnya. Ekskresi
tembaga urin biasanya meningkat pada penyakit Wilson, khususnya setelah pemberian
penisilamin. Ini adalah dasar dari prosedur diagnostik yang banyak digunakan ketika
hasil dari pemeriksaan lainnya ambigu. Diagnosa juga difasilitasi oleh identifikasi
penyakit terkait mutasi di gen ATP7B .
Pemeriksaan Penunjang
Awal penyelidikan mungkin termasuk sebuah pilihan dari studi ke menilai kolestasis,
kerusakan sel hati aktif, fungsi sintetis hati, dan beberapa studi terpilih yang mungkin
ditunjukkan oleh sifat presentasi hati (Tabel 4.5 ).
Tes puasa
Puasa dengan pemantauan hati-hati adalah satu dari beberapa tes provokatif
yang masih secara luas digunakan untuk skrining defek dalam metabolisme karbohidrat
atau lemak. Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi integritas glikogenolisis,
glukoneogenesis, dan oksidasi asam lemak dalam adaptasi terhadap kelaparan.
Setiap uji provokatif harus dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindari
dekompensasi metabolik akut, yang mungkin berakibat fatal. Puasa sebagai prosedur
provokatif hanya boleh dilakukan di bawah kendali dan diawasi secara ketat. Tes
sebaiknya dilakukan ketika pasien tidak memiliki penyakit penyerta.
Dengan tidak adanya riwayat hipoglikemia yang jelas, atau jika riwayat
menunjukkan anak dapat mentoleransi setidaknya beberapa jam kelaparan, puasa
dimulai dari pemberian makan malam sehari sebelumnya: pada jam 22.00 untuk pasien
usia < 18 bulan dan pada jam 18.00 untuk pasien usia > 18 bulan. Darah glukosa
sebaiknya dipantau secara berkala pada malam hari. Pada jam 08.00, infus NaCl 0,9%
diberikan dan analisis awal dilakukan terhadap glukosa plasma, laktat, asam lemak
bebas, 3-hidroksibutirat, asetoasetat, amonium, dan karnitin bebas dan total karnitin.
Setelah pasien berkemih untuk pertama kalinya di pagi hari, semua urin yang keluar
selama sisa periode puasa dikumpulkan untuk analisis keton urin dan asam organik.
Kadar glukosa darah dipantau setiap jam. Ketika glukosa darah turun menjadi 2
mmol/L, anak menjadi simtomatik, atau setelah total 16 jam puasa pada anak < 18 bulan
dan 22 jam di anak > 18 bulan, yang mana darah diambil untuk analisis berulang dari
studi awal.
Uji provokatif puasa sebagai pemeriksaan untuk defek oksidasi asam lemak
pernah ditinggalkan oleh banyak pusat karena berpotensi berbahaya. Alternatif prosedur
pemeriksaan termasuk loading karnitin atau fenilpropionat ditambah dengan analisis
asilkarnitin atau fenilpropionat dalam urin. Loading dalam situasi ini dilakukan hanya
untuk memastikan bahwa pasien memiliki simpanan karnitin yang memadai, atau
sedang memproduksi jumlah fenilpropionat yang memadai di usus, untuk menghasilkan
abnormalitas khas pada urin. Pemeriksaan dari kelompok gangguan ini sangat
difasilitasi oleh pengenalan analisis MSMS tandem dari asilkarnitin plasma. Analisis
dapat dilakukan dengan beberapa tetes darah yang dicelipkan ke dalam sebuah kertas
saring, dikeringkan, dan dikirim ke laboratorium dengan peralatan dan keahlian yang
sesuai.