DISUSUN OLEH :
Asih Widiati
2019740093
PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS (DM)
2. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas
glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
3. Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe I
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik
melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus
tipe I:
1. Mudah terjadi ketoasidosis
2. Pengobatan harus dengan insulin
3. Onset akut
4. Biasanya kurus
5. Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6. Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7. Didapatkan antibodi sel islet
8. 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
4. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila
insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan
tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah
meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun
dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap
insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam
darah menjadi meningkat.
WOC DIABETES MELLITUS
DM Tipe 1
DMTipe 2
Defisiensi insulin
Penurunan BB
Pembatasan Diit
Fleksibilitas
darah merah
Intake tidak Resiko nutrisi kurang
adekuat dari kebutuhan
Pelepasan O2
Nyeri Akut
Manifestasi Klinis
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni :
penatalaksanaan secara medis dan penatalaksanaan secara keperawatan.
Penatalaksanaan secara medis adalah sebagai berikut:
a. Obat Hipoglikemik oral
1) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat
golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat
golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel-
sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II
dengan berat badan yang berlebihan. Obat – obat yang beredar dari
kelompok ini adalah:
a. Glibenklamida (5mg/tablet).
b. Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
c. Glikasida (80 mg/tablet).
d. Glikuidon (30 mg/tablet).
2) Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki
ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat
tunggal pada pasien dengan kelebihan berat badan.
3) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran
pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human
Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar
adalah Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II
yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil dengan
penggunaan obat – obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau mengalami
kontraindikasi dengan obat – obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis,
hiperosmolar, dana sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien
operasi berat, wanita hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat
dikontrol dengan pengendalian diet.
2) Jenis Insulin
a. Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink,
dan semilente.
b. Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral Protamine
Hagerdon)
c. Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc
Insulin)
d. Sedangkan untuk penatalaksanaan secara keperawatan adalah sebagai
berikut:
1) Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan.
Walaupun telah mendapat tentang penyuluhan perencanaan
makanan, lebih dari 50 % pasien tidak melaksanakannya. Penderita
DM sebaiknya mempertahankan menu diet seimbang, dengan
komposisi idealnya sekitar 68 % karbohidrat, 20 % lemak dan 12 %
protein. Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan
mencegah agar berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara :
Kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi karbohidrat komplek,
hindari makanan yang manis, perbanyak konsumsi serat.
2) Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena
membuat insulin bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu
menurunkan berat badan, memperkuat jantung, dan mengurangi
stress. Bagi pasien DM melakukan olahraga dengan teratur akan
lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang berat – berat.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Komplikasi akut
Diabetes ketoasidosis
4. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi
pasien dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
2. Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
1. Timbang berat badan sesuai indikasi.
R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2. Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan klien.
R/ Mengidentifikasikan kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik.
3. Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung, mual,
muntah dan pertahankan keadaan puasa sesuai inndikasi.
R/ Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
menurunkan motilitas atau fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik).
4. Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit. Selanjutnya
memberikan makanan yang lebih padat.
R/ Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan pada klien sadar
dan fungsi gastrointestinal baik.
5. Identifikasi makanan yang disukai.
R/ Kerja sama dalam perencanaan makanan.
6. Libatkan keluarga dalam perencanaan makan.
R/ Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi informasi pada keluarga
untuk memahami kebutuhan nutrisi klien.
7. Observasi tanda hipoglikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit lembap
atau dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala,
pusing).
R/ Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan berkurang dan
sementara tetap diberikan tetap diberikan insulin, maka terjadi
hipoglikemia terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran.
8. Kolaborasi :
a. Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick
R/ Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat daripada
memantau gula dalam urine.
b. Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton, pH, HCO3)
R/ Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan terapi
insulin terkontrol sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan
digunakan untuk sumber kalori. Saat ini, kadaar aseton menurun dan
asidosis dapat dikoreksi.
c. Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui iv
R/ Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula membantu
memindahkan glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui IV karena
absorpsi dari jaringan subkutan sangat lambat.
d. Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah salin normal).
R/ Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula
darah sekitar 250 mg /dl. Dengan metabolism karbohidrat mendekati
normal, perawatan diberikan untuk menghindari hipoglikemia.
e. Konsultasi dengan ahli gizi
R/ Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis
ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan
atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh
tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler
baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas
normal.
Intervensi :
a. Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari gejala
seperti muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan.
R/ Membantu memperkirakan kekurangan volume total. Adanya proses
infeksi mengakibatkan demam dan keadaan hipermetabolik yang
meningkatkan kehilangan air.
b. Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah
ortostatik.
R/ Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan
berat ringannya hipovolemi saat tekanan darah sistolik turun ≥ 10 mmHg
dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri.
c. Pantau pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan
yang berbau keton.
R/ Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis. Napas bau aseton disebabkan pemecahan asam asetoasetat
dan harus berkurang bila ketosis terkoreksi.
d. Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas,
adanya periode apnea dan sianosi.
R/ Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan pola dan frekuensi
pernapasan normal. Akan tetapi peningkatan kerja pernapasan, pernapasan
dangkal dan cepat serta sianosis merupakan indikasi dari kelelahan
pernapasan atau kehilangan kemampuan melalui kompensasi pada asidosis
e. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembapannya.
R/ Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum terjadi pada
proses infeksi, demam dengan kulit kemerahan, kering merupakan tanda
dehidrasi.
f. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa.
R/ Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang
adekuat.
g. Pantau masukan dan pengeluaran
R/ Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan terapi yang diberikan.
Brunner & Suddarth. (2002) . Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. EGC,
Jakarta.
Corwin, EJ. (2009). Buku Saku Patofisiologi, edisi revisi. EGC, Jakarta.
Kushariyadi. (2010) . Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia . Salemba Medika,
Jakarta.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Media Aesculapius,
Jakarta.
Smeltzer; Suzanne C; dkk. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih. EGC, Jakarta.