Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN

LANSIA DENGAN DIABETES MELITUS

1. Definisi Diabetes Mellitus


Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi
defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan
glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau
merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan
dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya
gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
(Mansjoer, 2010).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Suddarth, 2013).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan
multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia.(Mary).

2. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur,
intoleransi terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia
lanjut diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang
dewasa non usia lanjut.

Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan


obesitas, aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit
penyerta, penggunaaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi
penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas
60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat
dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun
kemampuan insulin terutama pada post reseptor.

Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena


mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot
dan penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya diabetes mellitus.

Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat


digolongkan ke dalam dua besar :

a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,


penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga
insulin tidak berfungsi dengan baik).
b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga,
minum alkohol, dan lain-lain.)

Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi


penyebab terjadinya diabetes mellitus. Selain itu perubahan fungsi fisik
yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes
dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu
bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering
merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia
dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut
adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.

3. Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe I
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut
baik melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik
Diabetes Melitus tipe I:
1. Mudah terjadi ketoasidosis
2. Pengobatan harus dengan insulin
3. Onset akut
4. Biasanya kurus
5. Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6. Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7. Didapatkan antibodi sel islet
8. 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

b. Diabetes melitus tipe II :


Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II :
1. Sukar terjadi ketoasidosis
2. Pengobatan tidak harus dengan insulin
3. Onset lambat
4. Gemuk atau tidak gemuk
5. Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6. Tidak berhubungan dengan HLA
7. Tidak ada antibodi sel islet
8. 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9. ± 100% kembar identik terkena

4. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar.
Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di
pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel
dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya
kadar glukosa di dalam darah meningkat.

Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang
merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas.
Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau
langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.

Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah
insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada
permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel
sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.

WOC DIABETES MELLITUS

DM Tipe 1

DMTipe 2

Reaksi Autoimun Idiopatik, usia,


genetik, dll

Sel β pancreas Jumlah sel pancreas


hancur menurun

Defisiensi insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein Liposis meningkat


meningkat

Penurunan BB
Pembatasan Diit

Fleksibilitas
darah merah
Intake tidak Resiko nutrisi kurang
adekuat dari kebutuhan

Pelepasan O2
Kekurangan volume
cairan
Poliuria

Hipoksia
perifer Perfusi jaringan perifer
tidak efektif
Nyeri Akut

5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada
lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda
disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia
disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus
pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi
adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru
terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien
adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah
dan saraf.

Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,


sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai
kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah
adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada
tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai
yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering


ditemukan adalah :

a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni :
penatalaksanaan secara medis dan penatalaksanaan secara keperawatan.
Penatalaksanaan secara medis adalah sebagai berikut:
a. Obat Hipoglikemik oral
1) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan
denagn obat golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase
atau insulin. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
produksi insulin oleh sel- sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan
utama para penderita DM tipe II dengan berat badan yang berlebihan.
Obat – obat yang beredar dari kelompok ini adalah:
a. Glibenklamida (5mg/tablet).
b. Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
c. Glikasida (80 mg/tablet).
d. Glikuidon (30 mg/tablet).
2) Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati,
memperbaiki ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer).
Dianjurkan sebagai obat tunggal pada pasien dengan kelebihan berat
badan.
3) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran
pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih
normal.

b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan
Human Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang
beredar adalah Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada
penderita DM tipe II yang kehilangan berat badan secara drastis.
Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat – obatan anti DM
dengan dosis maksimal, atau mengalami kontraindikasi dengan obat –
obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar, dana
sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi
berat, wanita hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat
dikontrol dengan pengendalian diet.
2) Jenis Insulin
a. Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin, cristalin
zink, dan semilente.
b. Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral
Protamine Hagerdon)
c. Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc
Insulin)
d. Sedangkan untuk penatalaksanaan secara keperawatan adalah
sebagai berikut:
1) Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan
makan. Walaupun telah mendapat tentang penyuluhan
perencanaan makanan, lebih dari 50 % pasien tidak
melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya
mempertahankan menu diet seimbang, dengan komposisi
idealnya sekitar 68 % karbohidrat, 20 % lemak dan 12 %
protein. Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan
mencegah agar berat badan tidak menjadi berlebihan dengan
cara : Kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi karbohidrat
komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak konsumsi
serat.
2) Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena
membuat insulin bekerja lebih efektif. Olahraga juga
membantu menurunkan berat badan, memperkuat jantung,
dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan olahraga
dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan
olahraga yang berat – berat.
7. Pemeriksaan Diagnostik

Glukosa darah sewaktu

a. Kadar glukosa darah puasa


b. Tes toleransi glukosa

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan:

a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)


b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl
8. Komplikasi

Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan


kronis. Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia,
diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar
nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis
adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia,
dan hipertensi.

a. Komplikasi akut
Diabetes ketoasidosis

Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit


insulin yang berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar.
Jaringan tersebut termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan
insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)

b. Komplikasi kronis:
1) Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada
pembuluh retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat
berkurangnya aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina
ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh
darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat
mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa
mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan
kebutaan permanen.
2) Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah
glomerulosklerosis yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang
disebut sindrom Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular
dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom
Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
3) Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM.
neuropati diabetic yang paling sering ditemukan adalah neuropati
perifer dan autonomic.
4) Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
5) Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan
penyakit ginjal, mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien
dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial.
Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena
bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
6) Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu
neuropati, iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus
dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki mengakibatkan trauma
dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis.
Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan
amputasi.
7) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah
di bawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi
insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada
pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau
hipoglikemik oral.

Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Data Subyektif
a. Identitas
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun
dan umumnya adalah DM tipe II ( non insulin dependen ) atau tipe
DMTTI.
b. Keluhan utama
DM pada usia lanjut mungkin cukup sukar karena sering tidak khas
dan asimtomatik ( contohnya ; kelemahan, kelelahan, BB menurun,
terjadi infeksi minor, kebingungan akut, atau depresi ).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot ( neuropati perifer ) dan luka pada tungkai yang
sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
e. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
f. Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari
1. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
2. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama,
takikardi, perubahan tekanan darah
3. Integritas Ego
Stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi
/ tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. Data obyektif
Pemeriksaan fisik pada Lansia
a. Sel ( perubahan sel )
Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi lebih
besar, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intrasel.
b. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan pucat
dan terdapat bintik – bintik hitam akibat menurunnya aliran darah
kekulit dan menurunnya sel – sel yang memproduksi pigmen, kuku
pada jari tengah dan kaki menjadi tebal dan rapuh. Pada orang
berusia 60 tahun rambut wajah meningkat, rambut menipis / botak
dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah dan
fungsinya.
c. Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang
pengecilan otot karena menurunnya serabut otot. Pada otot polos
tidak begitu berpengaruh.
d. Sistem pendengaran
Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran
timpani menjadi altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan
serumen sehingga mengeras karena meningkatnya keratin.
e. Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan
hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh,
meningkatnya ambang penglihatan ( daya adaptasi terhadap
kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap ). Hilangnya daya
akomodasi, menurunnya lapang pandang karena berkurangnya
luas pandangan. Menurunnya daya membedakan warna hijau atau
biru pada skala.
f. Sistem Pernafasan
Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang
melebar biasanya dan jumlah berkurang. Oksigen pada arteri
menurun menjadi 75 mmHg. Karbon oksida pada arteri tidak
berganti – kemampuan batuk berkurang.
g. Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung
memompa darah menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas
pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer.
h. Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa
lapar menurun, asam lambung menurun waktu pengosongan
lambung, peristaltik lemah sehingga sering terjadi konstipasi, hati
makin mengecil.
i. Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 %, laju filtrasi glumesulus menurun sampai 50
%, fungsi tubulus berkurang sehingga kurang mampu memekatkan
urine, Dj urin menurun, proteinuria bertambah, ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih menurun
( zoome ) karena otot – otot yang lemah, frekwensi berkemih
meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang terjadi
peningkatan retensi urin dan pembesaran prostat (75 % usia diatas
60 tahun).
j. Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium dan
uterus, atrofi payu darah testis masih dapat memproduksi meskipun
adanya penurunan secara berangsur – angsur, dorongan sek
menetap sampai usia diatas 70 tahun asal kondisi kesehatan baik.
k. Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya
tidak berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH,
menurunnya aktivitas tiroid sehingga laju metabolisme tubuh
( BMR ) menurun, menurunnya produk aldusteran, menurunnya
sekresi, hormon godad, progesteron, estrogen, testosteron.
l. Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat
otak menurun sekitar 10 – 20 % )
3. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan metabolisme protein, lemak.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis
ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada
extremitas.
4) Keletihan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
5) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.

4. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi pasien dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
2. Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
1. Timbang berat badan sesuai indikasi.
R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2. Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan klien.
R/ Mengidentifikasikan kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan terapeutik.
3. Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung,
mual, muntah dan pertahankan keadaan puasa sesuai inndikasi.
R/ Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
menurunkan motilitas atau fungsi lambung (distensi atau ileus
paralitik).
4. Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit.
Selanjutnya memberikan makanan yang lebih padat.
R/ Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan pada klien
sadar dan fungsi gastrointestinal baik.
5. Identifikasi makanan yang disukai.
R/ Kerja sama dalam perencanaan makanan.
6. Libatkan keluarga dalam perencanaan makan.
R/ Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi informasi pada
keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien.
7. Observasi tanda hipoglikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembap atau dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang,
cemas, sakit kepala, pusing).
R/ Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan berkurang dan
sementara tetap diberikan tetap diberikan insulin, maka terjadi
hipoglikemia terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat
kesadaran.
8. Kolaborasi :
a. Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick
R/ Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat daripada
memantau gula dalam urine.
b. Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton, pH,
HCO3)
R/ Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan
terapi insulin terkontrol sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel
dan digunakan untuk sumber kalori. Saat ini, kadaar aseton
menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
c. Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui iv
R/ Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula
membantu memindahkan glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui
IV karena absorpsi dari jaringan subkutan sangat lambat.
d. Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah salin normal).
R/ Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan
membawa gula darah sekitar 250 mg /dl. Dengan metabolism
karbohidrat mendekati normal, perawatan diberikan untuk
menghindari hipoglikemia.
e. Konsultasi dengan ahli gizi
R/ Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis
ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan
cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan
oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan
pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar
elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari
gejala seperti muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan.
R/ Membantu memperkirakan kekurangan volume total. Adanya
proses infeksi mengakibatkan demam dan keadaan hipermetabolik
yang meningkatkan kehilangan air.
b. Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah
ortostatik.
R/ Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
Perkiraan berat ringannya hipovolemi saat tekanan darah sistolik
turun ≥ 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri.
c. Pantau pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau
pernapasan yang berbau keton.
R/ Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis. Napas bau aseton disebabkan pemecahan asam
asetoasetat dan harus berkurang bila ketosis terkoreksi.
d. Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu
napas, adanya periode apnea dan sianosi.
R/ Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan pola dan frekuensi
pernapasan normal. Akan tetapi peningkatan kerja pernapasan,
pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis merupakan indikasi
dari kelelahan pernapasan atau kehilangan kemampuan melalui
kompensasi pada asidosis
e. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembapannya.
R/ Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum terjadi
pada proses infeksi, demam dengan kulit kemerahan, kering
merupakan tanda dehidrasi.
f. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane
mukosa.
R/ Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang
adekuat.
g. Pantau masukan dan pengeluaran
R/ Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan terapi yang diberikan.

h. Ukur berat badan setiap hari.


R/ Memberikan hasil pengkajian terbaik dari status cairan yang
sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
i. Pertahankan pemberian cairan minimal 2500 ml/hari
R/ Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
j. Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman. Selimuti
klien dengan kain yang tipis.
R/ Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien lebih
lanjut dapat menimbulkan kehilangan cairan.
k. Kaji adanya perubahan mental atau sensori.
R/ Perubahan mental berhubungan dengan hiperglikemi atau
hipoglikemi, elektrolit abnormal, asidosis, penurunan perfusi
serebral, dan hipoksia. Penyebab yang tidak tertangani, gangguan
kesadaran menjadi predisposisi aspirasi pada klien.
l. Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, dan distensi lambung.
R/ Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung
sehinnga sering menimbulkan muntah dan secara potensial
menimbulkan kekurangan cairan dan elektrolit.
m. Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema,
peningkatan berat badan, nadi tidak teratur, dan distensi vaskuler.
R/ Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi
menimbulkan kelebihan cairan dan gagal jantung kronis.
n. Kolaborasi :
a. Berikan terapi cairan sesuai indikasi :
Normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa
dekstrosa.
R/ Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan
cairan dan respon klien secara individual.
b. Albumin, plasma, atau dekstran.
R/ Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan jika mengancam jiwa
atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan
usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
c. Pasang kateter urine.
R/ Memberikan pengukuran yang tepat terhadap pengeluaran urine
terutama jika neuropati otonom menimbulkan retensi atau
inkontinensia.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
status metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren
pada extremitas.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
tidakterjadi komplikasi.
Kriteria Hasil :
1. Menunjukan peningkatan integritas kulit
2. Menghindari cidera kulit
Intervensi :
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan
warna,turgor,vaskuler,perhatikan kemerahan.
R/ Menandakan aliran sirkulasi buruk yang dapat menimbulkan
infeksi
2. Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan pada tonjolan tulang
R/ Menurunkan tekanan pada edema dan menurunkan iskemia
3. Pertahankan alas kering dan bebas lipatan
R/ Menurunkan iritasi dermal
4. Beri perawatan kulit seperti penggunaan lotion
R/ Menghilangkan kekeringan pada kulit dan robekan pada kulit
5. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
R/ Mencegah terjadinya infeksi
6. Anjurkan pasien untuk menjaga agar kuku tetap pendek
R/ Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh karena garukan
7. Motivasi klien untuk makan makanan TKTP
R/ Makanan TKTP dapat membantu penyembuhan jaringan kulit
yang rusak
4) Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan
dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1. klien dapat mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.
2. klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas
penyakit yang mempengaruhi toleransi aktivitas.
3. klien dapat mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
4. klien dapat menunjukkan perbaikan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi :
1. Diskusikan kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan
dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
R/ Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan
tingkat aktivitas meskipun klien sangat lemah.
2. Diskusikan penyebab keletihan seperti nyeri sendi, penurunan
efisiensi tidur, peningkatan upaya yang diperlukan untuk ADL.
R/ Dengan mengetahui penyebab keletihan, dapat menyusun
jadwal aktivitas.
3. Bantu mengidentivikasi pola energi dan buat rentang keletihan.
Skala 0-10 (0 = tidak lelah, 10 = sangat kelelahan)
R/ Mengidentifikasi waktu puncak energi dan kelelahan
membantu dalam merencanakan akivitas untuk memaksimalkan
konserfasi energi dan produktivitas.
4. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/
tanpa diganggu.
R/ Mencegah kelelahan yang berlebih.
5. Pantau nadi , frekuensi nafas, serta tekanan darah sebelum dan
seudah melakukan aktivitas.
R/ Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi
secara fisiologis.
6. Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-
hari sesuai kebutuhan.
R/ Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri yang positif sesuai
tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.
7. Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda dan gejala yang
menunjukkan peningkatan aktivitas penyakit dan mengurangi
aktivitas, seperti demam, penurunan berat badan, keletihan
makin memburuk.
R/ Membantu dalam mengantisipasi terjadinya keletihan yang
berlebihan.
5) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang
tinggi.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak
terjadi tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil :
1. Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
2. Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan sperti demam,
kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urine warna
keruh atau berkabut.
R/ Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami
infeksi nosokomial.
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan
yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien
termasuk pasiennya sendiri.
R/ Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
R/ Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi meddia
terbaik dalam pertumbuhan kuman.
4. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh,
masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen
kering dan tetap kencang.
R/ Sirkulasi perifer bisa terganggu dan menempatkan pasien
pada peningkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit.
5. Berikan tisue dan tempat sputum pada tempat yang mudah
dijangkau untuk penampungan sputum atau secret yang lainnya.
R/ Mengurangi penyebaran infeksi.
6. Kolaborasi
a. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan
indikasi.
R/ Untuk mengidentifikasi adanya organisme sehingga
dapat memilih atau memberikan terapi antibiotik yang
terbaik.
b. Berikan obat antibiotik yang sesuai
R/ Penanganan awal dapat mambantu mencegah timbulnya
sepsis.
DAFTAR PUSTAKA

 Kushariyadi. (2010) . Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia .


Salemba Medika, Jakarta.

 Brunner & Suddarth. (2013) . Buku Ajar keperawatan medikal


bedah, edisi 8 vol 3. EGC, Jakarta.

 Mansjoer, A (2010), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4, Jakarta :


Media Aesculapius.

 Corwin, E, (2012), Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC.

 Smeltzer, S. C. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner and


Suddarth. Edisi 12. Jakarta: Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai