2. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur,
intoleransi terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia
lanjut diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang
dewasa non usia lanjut.
3. Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe I
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut
baik melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik
Diabetes Melitus tipe I:
1. Mudah terjadi ketoasidosis
2. Pengobatan harus dengan insulin
3. Onset akut
4. Biasanya kurus
5. Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6. Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7. Didapatkan antibodi sel islet
8. 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
4. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar.
Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di
pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel
dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya
kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang
merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas.
Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau
langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah
insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada
permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel
sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.
DM Tipe 1
DMTipe 2
Defisiensi insulin
Penurunan BB
Pembatasan Diit
Fleksibilitas
darah merah
Intake tidak Resiko nutrisi kurang
adekuat dari kebutuhan
Pelepasan O2
Kekurangan volume
cairan
Poliuria
Hipoksia
perifer Perfusi jaringan perifer
tidak efektif
Nyeri Akut
5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada
lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda
disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia
disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus
pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi
adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru
terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien
adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah
dan saraf.
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni :
penatalaksanaan secara medis dan penatalaksanaan secara keperawatan.
Penatalaksanaan secara medis adalah sebagai berikut:
a. Obat Hipoglikemik oral
1) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan
denagn obat golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase
atau insulin. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
produksi insulin oleh sel- sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan
utama para penderita DM tipe II dengan berat badan yang berlebihan.
Obat – obat yang beredar dari kelompok ini adalah:
a. Glibenklamida (5mg/tablet).
b. Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
c. Glikasida (80 mg/tablet).
d. Glikuidon (30 mg/tablet).
2) Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati,
memperbaiki ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer).
Dianjurkan sebagai obat tunggal pada pasien dengan kelebihan berat
badan.
3) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran
pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih
normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan
Human Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang
beredar adalah Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada
penderita DM tipe II yang kehilangan berat badan secara drastis.
Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat – obatan anti DM
dengan dosis maksimal, atau mengalami kontraindikasi dengan obat –
obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar, dana
sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi
berat, wanita hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat
dikontrol dengan pengendalian diet.
2) Jenis Insulin
a. Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin, cristalin
zink, dan semilente.
b. Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral
Protamine Hagerdon)
c. Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc
Insulin)
d. Sedangkan untuk penatalaksanaan secara keperawatan adalah
sebagai berikut:
1) Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan
makan. Walaupun telah mendapat tentang penyuluhan
perencanaan makanan, lebih dari 50 % pasien tidak
melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya
mempertahankan menu diet seimbang, dengan komposisi
idealnya sekitar 68 % karbohidrat, 20 % lemak dan 12 %
protein. Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan
mencegah agar berat badan tidak menjadi berlebihan dengan
cara : Kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi karbohidrat
komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak konsumsi
serat.
2) Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena
membuat insulin bekerja lebih efektif. Olahraga juga
membantu menurunkan berat badan, memperkuat jantung,
dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan olahraga
dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan
olahraga yang berat – berat.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Komplikasi akut
Diabetes ketoasidosis
b. Komplikasi kronis:
1) Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada
pembuluh retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat
berkurangnya aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina
ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh
darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat
mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa
mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan
kebutaan permanen.
2) Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah
glomerulosklerosis yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang
disebut sindrom Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular
dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom
Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
3) Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM.
neuropati diabetic yang paling sering ditemukan adalah neuropati
perifer dan autonomic.
4) Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
5) Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan
penyakit ginjal, mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien
dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial.
Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena
bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
6) Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu
neuropati, iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus
dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki mengakibatkan trauma
dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis.
Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan
amputasi.
7) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah
di bawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi
insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada
pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau
hipoglikemik oral.
4. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi pasien dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
2. Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
1. Timbang berat badan sesuai indikasi.
R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2. Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan klien.
R/ Mengidentifikasikan kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan terapeutik.
3. Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung,
mual, muntah dan pertahankan keadaan puasa sesuai inndikasi.
R/ Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
menurunkan motilitas atau fungsi lambung (distensi atau ileus
paralitik).
4. Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit.
Selanjutnya memberikan makanan yang lebih padat.
R/ Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan pada klien
sadar dan fungsi gastrointestinal baik.
5. Identifikasi makanan yang disukai.
R/ Kerja sama dalam perencanaan makanan.
6. Libatkan keluarga dalam perencanaan makan.
R/ Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi informasi pada
keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien.
7. Observasi tanda hipoglikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembap atau dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang,
cemas, sakit kepala, pusing).
R/ Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan berkurang dan
sementara tetap diberikan tetap diberikan insulin, maka terjadi
hipoglikemia terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat
kesadaran.
8. Kolaborasi :
a. Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick
R/ Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat daripada
memantau gula dalam urine.
b. Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton, pH,
HCO3)
R/ Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan
terapi insulin terkontrol sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel
dan digunakan untuk sumber kalori. Saat ini, kadaar aseton
menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
c. Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui iv
R/ Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula
membantu memindahkan glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui
IV karena absorpsi dari jaringan subkutan sangat lambat.
d. Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah salin normal).
R/ Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan
membawa gula darah sekitar 250 mg /dl. Dengan metabolism
karbohidrat mendekati normal, perawatan diberikan untuk
menghindari hipoglikemia.
e. Konsultasi dengan ahli gizi
R/ Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis
ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan
cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan
oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan
pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar
elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari
gejala seperti muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan.
R/ Membantu memperkirakan kekurangan volume total. Adanya
proses infeksi mengakibatkan demam dan keadaan hipermetabolik
yang meningkatkan kehilangan air.
b. Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah
ortostatik.
R/ Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
Perkiraan berat ringannya hipovolemi saat tekanan darah sistolik
turun ≥ 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri.
c. Pantau pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau
pernapasan yang berbau keton.
R/ Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis. Napas bau aseton disebabkan pemecahan asam
asetoasetat dan harus berkurang bila ketosis terkoreksi.
d. Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu
napas, adanya periode apnea dan sianosi.
R/ Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan pola dan frekuensi
pernapasan normal. Akan tetapi peningkatan kerja pernapasan,
pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis merupakan indikasi
dari kelelahan pernapasan atau kehilangan kemampuan melalui
kompensasi pada asidosis
e. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembapannya.
R/ Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum terjadi
pada proses infeksi, demam dengan kulit kemerahan, kering
merupakan tanda dehidrasi.
f. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane
mukosa.
R/ Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang
adekuat.
g. Pantau masukan dan pengeluaran
R/ Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan terapi yang diberikan.