DIABETES MELLITUS
DISUSUN OLEH
ABDUL HAMID
PROGRAM STUDY S I
KEPERAWATAN STIKES BANTEN
PENDAHULUAN
Angka penderita diabetes selama 50 tahun terakhir meningkat pesat seiring dengan meningkatnya
angka kegemukan. Pada tahun 2010, diperkirakan ada 285 juta orang mengalami penyakit ini,
dibandingkan hanya ada 30 juta pasien pada tahun 1985. Komplikasi jangka panjang yang mungkin
terjadi akibat kadar glukosa darah tinggi antara lain penyakit jantung, stroke, retinopati
diabetes yang mempengaruhi penglihatan mata, gagal ginjal yang memerlukan dialisis, dan
kurangnya sirkulasi darah di bagian tungkai yang mengharuskan dilakukannya amputasi.
Komplikasi akut berupa ketoasidosis, yang merupakan salah satu ciri diabetes tipe 1, jarang terjadi.
Namun pasien dapat mengalami koma hiperosmolar nonketotik.
Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak menyadari dirinya mengidap
penyakit yang lebih sering disebut penyakit gula atau kencing manis. Hal ini mungkin disebabkan
minimnya informasi masyarakat tentang diabetes terutama gejala-gejalanya.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri
bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke
waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit
diabetes mellitus tipe 1.
Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai
gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.
Dampak dramatis dari diabetes mellitus terhadap kesehatan seseorang sangatlah kompleks. Diabetes
mellitus dan penyakit turunannya telah menjadi ancaman serius. Penyakit ini membunuh 3,8 juta
orang per tahun dan dalam setiap 10 detik seorang penderita akan meninggal karena sebab-sebab
yang terkait dengan diabetes.
Pada makalah ini, kami akan membahas tentang penyakit diabetes mellitus tipe 2 tentang faktor -
faktor penyebabnya dan cara pencegahan dan pengobatannya.
Tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas terakhir kami dalam
menjalankan PKL (Praktik Kerja Lapangan).
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya.Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus
merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi
secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin.
2.3. ETIOLOGI
Diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh terutama terjadinya kekurangan hormon insulin pada proses
penyerapan makanan. Insufisiensi insulin yang pada diabetes melitus tipe 1 dikaitkan
dengan genetik yang pada akhirnya menuju proses perusakanimunologik sel-sel yang memproduksi
insulin.
Diabetes melitus tipe 2 disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin. Resistensi insulin
adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer
dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi
insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama
bahan perangsang sekrasi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap
glikosa.
Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik yang disertai dengan berbagai
kelainan metabolik yang diakibatkan oleh gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai macam
komplikasi kronik pada organ mata, ginjal, saraf, pembuluh darah disertai lesi padda membrane
basalis 2 dalam dengan menggunakan pemeriksaan dalam mikroskop (A. Mansjoer dkk, 2005).
Ulkus diabetik merupakan permsalahan yang sudah sering muncul sekarang dimana luka pada kaki
penderita diabetes melitus yang diakibatkan karena suatu infeksi yang menyerang sampai ke dalam
jaringan subkutan. Apabila luka ulkus diabetic ini tidak dilakukan perawatan yang baik maka proses
penyembuhan akan lama, dan factor-faktor resiko infeksi semakin tinggi bahkan apabila infeksi
sudah terlalu parah seperti terjadi neuropati perifer maka dapat juga dilakukan amputasi guna
mencegah adanya pelebaran infeksi ke jaringan yang lain. adapun tindakan lain seperti debridemen,
dan nekrotomi. Debridemen merupakan sebuah tindakan pembedahan lokal yang dilakukan pada
penderita ulkus diabetik dengan cara pengangkatan jaringan mati dari suatu luka, jaringan mati
tersebut dapat dilihat, warna lebih terlihat pucat, cokelat muda bahkan berwarna hitam basah atau
kering.
2.4. PATOFISIOLOGI
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungandengan insulin, yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan
ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas dari diabetes tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonkotik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan
obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliura,
polidipsia, luka pada kulit yang lama tak sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur.
Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%) penyakit diabetes tipe II yang dideritanya
ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat pasien menjalani pemeriksaan laboratorium
yang rutin). Salah satu konskuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun
adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati, perifer,
kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosa ditegakkan.
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan. Karena resistensi
insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan
efektifitas insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil
mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan dosis maksimal tidak
berhasil menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat
digunakan. Sebagian pasien memerlukan insulin untuk sementara waktu selama periode stress
fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan.
Pe↓ tingkat
Risiko tinggi cidera Ketoasidosis
kesadaran
Pe↓ resbsorbsi
Kehilangan kalori Glukosuria Tubulus renal
gukosa
Rangsang haus
Diuresis osmotik Polidipsi
Kelemahan
Ulserasi GANGREN
Kerusakan integritas
kulit
Diabetes melitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-
insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes melitus yang terjadi
bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan
metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan
disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang
disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan kofaktor hormonresistin yang menyebabkan sel
jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan
penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi
gen tersebut sering terjadi padakromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang
ditemukan pada manusia.
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan hormon resistin yang
tinggi, peningkatan laju metabolismeglikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati,
penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.
NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia, lipodistrofi, dan sindrom resistansi insulin.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin,
yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi
dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau
mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun
semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang
menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral
diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan
dengan pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi
glukosa. Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis
dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun
di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan
anak-anak.
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2
biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya
pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar
kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,,
sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito
abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan
[[ antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan
pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap
digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin ( e.g., sulfonylureas) dan mengatur
pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan
hormon insulin sampai taraf tertentu ( e.g., metformin), dan pada hakekatnya menipis
7
pembalasan hormon insulin ( e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan
hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan
glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah
direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil
kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini
diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes melitus tipe 2. Seperti zat
penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi
perkembangan sel tumor maupun kanker.
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi
metabolisme oksidatif di dalam mitokondriapada otot lurik. Sebaliknya, hormon tri-
iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP
sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV,
menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif, sedang hormon melatonin
akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas
respiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan IV. Bersama dengan insulin, ketiga
hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot
lurik. Di sisi lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi
risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.
Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan
pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedahbypass usus. Hal ini diketahui sebagai
akibat dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan
apakah metoda ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan
homeostasis glukosa.
Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin,
diketahui menyebabkan:
8
ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Keluhan yang sering muncul adalah
adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan
otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah
1. Katarak
2.Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10.Neuropati viseral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi
2.8. KOMPLIKASI
1) Akut
Hipoglikemia
Diabetik ketoasidosis (KTA)
Sindrom non ketotik hiperosmolar hiperglikemia (SNKHH).
2) Kronis
Mikrovaskular ;
– Retinopati.
– Nefropati.
– Neuropati.
9
Makrovaskular ;
– Kardiovaskular ;
Serangan jantung
Kadar gula darah tak terkendali membuat darah mengental serta menyebabkan
pengerasan dan penyempitan pembuluh darah. Sumbatan pembuluh darah mudah
terjadi, jantung kurang darah, akhirnya otot jantung berhenti (infark).
– Hipertensi
– Infeksi.
– Gangguan pada fungsi ginjal
Ginjal dipacu bekerja lebih berat dan penyempitan pembuluh darah kapiler dalam
ginjal.
– Gangguan mata hingga kebutaan
Kadar gula darah tak terkendali menyebabkan penebalan selaput jala dan kelainan
bentuk sel. Mudah terjadi perdarahan di retina, kecembungan lensa terganggu,
glukoma dan juga katarak.
– Impotensi
Kadar gula yang tinggi merusak sarafterutama yang mengontrol alat seks.
– Luka dengan kesembuhan yang lama
Kekebalan penderita umumnya menurun sehingga mudah terkena infeksi. Abses
akibat infeksi akan menekan pembuluh darah lainnya sehingga aliran darah yang
membawa makan dan oksigen berkurang.
(Jane Hokanson Hawks.2005.Buku Ajar:Medical Surgical Nursing,edisi 8,Vol 1.)
10
bahwa ambang ginjal terhadap reabsorbsi glukosa tercapai.
Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat, menandakan ketidakadekuatan
kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya ateroskerosis.
Essei hemoglobin glikosilat di atas rentang normal. Tes ini mengukur presentase glukosa
yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup sel
darah merah. Rentang normal adalah 5-6%.
Pemeriksaan penunjang untuk DM . pemeriksaan penyaring dapat di lakukan dengan
pemeriksaan glukosa darah sewaktu , kadar glukosa darah puasa , kemudian diikuti dengan
tes toleransi glukosa oral standar. Untuk kelompok resiko tinggi DM , seperti usia dewasa
tua , hipertensi , obesitas , dan riwayat keluarga , dan menghasilkan hasil pemeriksaan
negative . perlu pemeriksaan penyaring setiap tahun., bagi beberapa paisen
Cara pemeriksaan TTG, adalah :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
2. Kegiatan jasmani sementara cukup , tidak boleh terlalu banyak.
3. Pasien puasa selama 10-12 jam
4. Berikan glukosa darah puasa
5. Berikan glukosa 75 gr yang di larutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5
menit .
6. Periksa glukosa darah 1 jam sesudah beban glukosa .
7. Selama pemeriksaan , pasien di periksa tetap istirahat dan tidak merokok
2.7. PENATALAKSANAAN
1. Perencanan Makan (Meal Planning)
Pada konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah ditetapkan bahwa
standart yang diajurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-
70%) protein (10-15%) dan lemak (20-25%). Apabila diperlukan santapan karbohidrat
sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik. Terutama untuk golongan ekonomi rendah.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan
jasmani untuk mencapai berat badan ideal, jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hr. Jumlah
kandungan serat + 25 g/hr, diutamakan jenis serat larut, konsumsi garam dibatasi bila
terdapat hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya.
2. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama + 0,5 jam yang sifatnya
sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Progresive, Endurance Trainning). Latihan dilakukan
terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkonsentrasi dan relaksasi secara teratur, selang-
seling antara gerak cepat dan lambat, berangsur-angsur dari sedikit kelatihan yang lebih berat
secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat dijadikan pilihan
adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda dan berdayung.
11
a. Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. NYERI KRONIS
12
2. GANGGUAN CITRA TUBUH
3. PERFUSI PERIFER TIDAK EFEKTIF
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL
1 Nyeri kronis ( D.0078) Setelah dilakukan Managemen nyeri ( I.08238)
S : mengeluh nyeri intervensi keperawatan Tindakan
O: selama 1 ….x ….maka Observasi :
Tampak meringis diharapkan tingkat Nyeri 1. Identifikasi lokasi,
Gelisah ( L.08065) dengan kriteria karakteristik, durasi ,
Tidak mampu hasil : frekwensi, kualitas,
menuntaskan intensitas nyeri.
aktifitas 1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala
Pola tidur menurun (5) nyeri
berubah 2. Meringis menurun (5) 3. Idemtifikasi respon
3. Gelisah menurun (5) nyeri non verbal
4. Kesulitan tidur 4. Identifikasi factor
menurun (5) yang memperberat
5. Frekwensi nadi dan memperingan
membaik (5) nyeri
6. Tekanan darah 5. Identifikasi
membaik (5) pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap nyeri
Terapeutik :
1. Berikan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
( mis : TENS,
hypnosis, akupresure,
terapi music dll)
2. Control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri ( mis: suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri.
13
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan tehnik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
analgetic jika perlu.
14
menyentuh stress yang
bagian tubuh mempengaruhi citra
5. Fokus berlebihan tubuh ( mis: luka,
pada perubahan penyakit, perbedaan)
tubuh 4. Diskusikan cara
6. Respon nonverbal mengembangkan
pada perubahan harapan citra tubuh
dan persepsi secara realistis
tubuh Edukasi :
7. Hubungan social 1. Jelaskan kepada
berubah keluarga tentang
perawatan perubahan
citra tubuh
2. Anjurkan
mengungkapkan
gambaran diri
terhadap citra tubuh
3. Anjurkan
menggunakan alat
bantu (mis: pakain,
wig, kosmetik)
4. Latih fungsi tubuh
yang dimiliki
5. Latih pengungkapan
kemampuan diri
kepada orang lain
maupun kelompok
3 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi ( I.02079)
efektif ( D.0009) intervensi keperawatan Tindakan
selama …. x ….maka Observasi :
S: diharapkan Perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi
- Parastesia dengan kriteria hasil : perifer ( mis : nadi
O: 1. Kekuatan nadi perifer perifer, edema,
1. Pengisian kapiler meningkat(5) pengisian
> 3 detik 2. Penyembuhan luka kapiler,warna, suhu)
2. Nadi perifer meningkat (5) 2. Identifikasi factor
menurun atau 3. Sensasi meningkat (5) resiko gangguan
tidak teraba 4. Warna kulit pucat sirkulasi ( mis:
3. Akral terasa menurun (5) diabetes, perokok,
dingin 5. Edema perifer orang tua, hipertensi)
4. Warna kulit pucat menurun (5) 3. Monitor panas ,
5. Turgor kulit 6. Parastesia menurun kemerahan, nyeri atau
menurun (5) bengkak pada
6. Edema 7. Nekrosis menurun (5) ekstremitas
7. Penyembuhan 8. Pengisian kapiler Terapeutik :
luka lambat membaik(5) 1. Hindari pemasangan
9. Akral membaik (5) infus atau
10. Turgor kulit membaik pengambilan darah
(5) diarea keterbatasan
perfusi
15
2. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ektremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Lakukan pencegahan
infeksi
4. Lakukan perawatan
kaki dan kuku
Edukasi :
1. Anjurkan berhenti
merokok
2. Anjurkan berolahraga
rutin
3. Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan
darah, antikoagulan
dan penurun
kolesterol jika perlu
4. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat( mis :
melembabkan kulit
kering pad kaki)
5. Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
6. Anjurkan program
diet untuk perbaikan
sirkulasi
16
Daftar Pustaka
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6, Penerbit EGC, Jakarta.
17